Anda di halaman 1dari 7

TEORI ETIKA DAN

PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
BERETIKA
Nama Anggota Kelompok:

■ Fachrian Mulidy 195030401112027


■ Baiq Carissa Kurnia Larasati 195030407111034
■ Bunga Davina Alia 195030407111031
Utilitarianisme
Utilitarisme berasal dari kata “utilitis” yang berarti manfaat. Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi maanfaat itu harus menyangkut semua
masyarakat dan keseluruhan bukan hanya satu atau dua orang saja. Jadi utulitarianisme ini
tidak boleh di mengerti dengan cara egoistis. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam
rangka pemikiran utulitarianisme (utilitarianism) kriteria untuk memnentukan baik buruknya
suatu perbuatan adalah, kebahagian terbesar dari jumlah orang terbesar.
Dapat dipahami kalau utilitariansime sangat menekankan pentingnya konsekuensi
perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya
tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan
mengakibatkan manfaat paling besar artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteranan,
dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya jika perbuatan
tersebut mengakibatkan kerugian daripada manfaat maka perbuatan itu sangat buruk.
Utilitariansime disebut lagi suatu teori teleologis (dari kata yunani telos= tujuan) sebab
menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan.
Perbuatan yang memang bermaksud baik tapi tidak menghasilkan apa apa,menurut
utilitarianisme tidak pantas disebut baik.
Prinsip dasar utilitarianisme tidak harus ditetapkan atas perbuatan-perbuatan yang
kita lakukan, melainkan atas aturan-aturan moral yang kita terima Bersama dalam
masyarakat sebagai pegangan bagi perilaku kita.
Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarianisme aturan membatasi diri pada justifikasi
aturan-aturan moral. Dengan demikian mereka memang dapat menghindari bebrapa
kesulitan dari utilitarianisme perbuatan. Karena itu utilitarianisme aturan ini merupakan
suatu upaya teoretis yang menarik.
Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. Atas
pertanyaan “mengapa perbuatan ini adalah baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai
buruk” deontology menjawab: karna perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan
karena perbuatan kedua dilarang”. Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan
adalah kewajiban. Konsekuensi perbuatan dalam hal ini tidak boleh menjadi
pertimbangan. Perbuatan tidak pernah menjadi baikkarena hasilnya baik, melainkan
hanya karena wajib dilakukan.
Orang beragama juga berpegang pada pendirian deontologi ini. Dalam tradisi agama
Yahudi-Kristiani dikenal apa yang disebut “sepuluh perintah Allah”yang pada dasarnya
akan diterima oleh seua agama.
Yang memberi pendasaran filosofis kepada teori deontologi adalah filsuf besar dari
Jerman, Immanuel Kant(1724-1894). Mengapa suatu perbuatan disebut baik? Menurut
Kant suatu perbuatan akan baik jika dilakukan karena harus dilakukan atau karena
kewajiban.
sekarang bias dimengerti juga bahwa suatu perbuatan yang baik dari segi
hokum, belum tentu baik juga dari segi etika. Supaya lebih baik dimata hokum,
yang diperlukan hanyalah bahwa perbuatan itu sesua dengan hokum. Kant
mengatakan bagi hokum yang penting adalah ”legalitas” perbuatan,artinya segi
lahiriah perbuatan.
Kalau dipandang sepintas lalu, kita mendapat kesan bahwa deontologi ini
sama sekali berlawanan dengan utilitarianisme. Dari segi teoris, kesan spontans ini
memang ada dasarnya. Utilitarianisme memeringatkan konsekuensi perbuatan
sedangkan bagi deontologi konsekuensi perbuatan tidak berperanan sama sekali .
Dalam praktek pertetangan ini bias timbul juga.
Teori Hak
Teori hak adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi
baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Sebenarnya teori hak merupakan
suatu aspek dari teori deontologi karena hak berkaitan dengan kewajiban. Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama.
Teori hak sekarang begitu populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan
terhadap individu yang memiliki harakat tersendiri. Karena itu manusia individual
siapapun tidak pernah boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain.
Didalam etika bisnis teori hak diberi tempat yang sangat penting. Perjuangan kaum
buruh dalam zaman industrialisasi seluruhnya dilatarbelakangi wawasan hak.
Teori ini memecahkan dilema-dilema moral dengan terlebih dahulu
menentukan hak dan tuntutan moral mana yang terlibat di dalamnya, kemudian
dilema-dilema itu dipecahkan dengan berpegang pada hierarki hak-hak. Dalam
teori ini yang penting adalah bahwa tuntutan-tuntutan moral seseorang yaitu
haknya ditanggapi dengan serius. Contohnya, asisten rumah tangga yang
mempunyai hak untuk mendapatkan gaji bulanannya setelah ia melakukan
kewajibannya mengurus rumah dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai