Anda di halaman 1dari 66

MAKALAH KASUS I KEPERAWATAN KOMUNITAS Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Community Nursing Program I

Disusun oleh: Kelompok 8 Anggie Putriyani Anggraeni Mardianti Bagus Dwi Santoso Desi Afriyanti Ezaryana Octary Hilda Ayu Septian Iis Septiana Dewi Melda Iskawati Neng Tuti Haryati Nuke Saleh Nurnila Novia Nurul Iklima Vathnawaty Carmilla 220110110127 220110110091 220110110151 220110110019 220110110115 220110110139 220110110079 220110110043 220110110067 220110110103 220110110031 220110110055 220110110007

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

MAKALAH KASUS I KEPERAWATAN KOMUNITAS Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Community Nursing Program I

Disusun oleh: Kelompok 8 Anggie Putriyani Anggraeni Mardianti Bagus Dwi Santoso Desi Afriyanti Ezaryana Octary Hilda Ayu Septian Iis Septiana Dewi Melda Iskawati Neng Tuti Haryati Nuke Saleh Nurnila Novia Nurul Iklima Vathnawaty Carmilla Scriber 1 Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Chair 1 Scriber 2 Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

ii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini membahas tentang CNP I khususnya mengenai Determinan of Health, Level of Prevention, dan Demography. Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat teratasi berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Sheizi Prista Sari, S.Kep., Ners., M.Kep. selaku dosen koordinator mata pelajaran Community Nursing Program I 2. Ibu Citra Windani M.S, S.Kep., Ners., M.Kep.selaku dosen tutor kelompok 8 3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Amin.

Jatinangor, 15 Juni 2013

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................ i Kata Pengantar ............................................................................................. iii Daftar Isi ..................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 1.3 Batasan Masalah ..................................................................................... BAB II LANDASAN TEORI...................................................................... 2.1 Pengertian Determinant of Helath ........................................................... 2.2 Pengertian Demografi ............................................................................. 2.3 Ukuran-ukuran dalam Demografi ............................................................ 2.4 Konsep Penyakit ..................................................................................... 2.5 Promosi Kesehatan.................................................................................. 2.6 Kesehatan Lingkungan ............................................................................ 2.7 Pendidikan Kesehatan Masyarakat .......................................................... BAB III REVIEM JURNAL ..................................................................... 3.1 Jurnal I ................................................................................................... 3.2 Jurnal 2 .................................................................................................. 3.3 Jurnal 3 .................................................................................................. 1 1 1 1 2 2 4 5 13 24 26 33 50 50 52 54

BAB IV PENUTUP .................................................................................... 57 4.1 Simpulan................................................................................................ 57 4.2 Saran...................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 58 LAMPIRAN NOTULENSI REPORTING ............................................... 59

iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan salah satu determinan dalam mencapai masyarakat yang sehat, meskipun disadari bahwa peran lingkungan dan faktor perilaku merupakan determinan yang lebih besar pengaruhnya pada kesehatan (Blum). Dua determinan tersebut terakhir ini merupakan determinan yang banyak di[engaruhi oleh domain di luar kesehatan sehingga intervensinya memerlukan peran lintas sektor terkait. Pelayanan kesehatan selalu menjadi isu yang penting di berbagai negara karena hal itu menyangkut berbagai nilai dasar dalam masyarakat seperti kesehatan sebagai hak mendasar bagi individu (health is one of basic human right). Dengan demikian isu mengenai pemerataan dan akses terhadap pelayanan kesehatan formal merupakan hal yang sangat penting dan azasi. Moto yang dikumandangkan adalah health is not everything, but everything without health is nothing. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. 1.2 Tujuan Mengetahui definisi dari demografi Mengetahui definisi dari determinan of health Mengetahui definisi dari level of prevention Mengetahui tingkatan level of prevention

1.3 Batasan Masalah Beberapa batasan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: Apakah definisi dari demografi? Apakah definisi dari determinan of health? Apakah definisi dari level of prevention? Apa saja tingkatan level of prevention?

BAB III LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Determinant of Health Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan.Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat.Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh.H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan).Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan.Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Determinant of Health menurut Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu:

1) Faktor lingkungan Faktor ini menempati urutan ke-3 dalam indikator kunci status kesehatan masyarakat. Ketinggian, kelembaban, curah hujan, kondisi sawah maupun tumbuhan memainkan peranan disini. Tetapi bagaimanapun juga, kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau akses buruknya sehingga dapat dicarikan solusi ataupun kondisi yang paling optimal bagi kesehatan manusia. 2) Faktor Perilaku Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas pada manusia itu sendiri. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau tidak langsung. 3) Faktor pelayanan kesehatan Lebih terkait dengan kinerja pemerintah yang sedang berkuasa. Kesungguhan dan keseriusan pemerintah dalam mengelola pelayanan kesehatan menjadi penentu suksesnya faktor ini. Kader desa, puskesmas dan posyandu menjadi ujung tombak dalam peningkatan status kesehatan masyarakat. 4) Faktor genetik atau keturunan Merupakan faktor yang sulit untuk diintervensi karena bersifat bawaan dari orang tua. Penyakit atau kelainan-kelainan tertentu seperti diabetes militus, buta warna, albino, atau yang lainnya, bisa diturunkan dari orang tua ke anak-anaknya atau dari generasi ke generasi. Sedangkan menurut Institute for the Future/IFTF (2003), yang mempengaruhi kesehatan masyarakat adalah : Acces to care (10%) Genetic (20%) Environment (20 %) Health Behaviors (50 %)

2.2 Pengertian Demografi Berdasarkan Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982) definisi demografi adalah: Demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya. Philip M. Hauser dan Duddley Duncan (1959) mengusulkan ddefinisi demografi sebagai berikut: Demografi mempelajari jumlah, persebaran, teritorial dan komposisi penduduk serta perubahan-perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu, yang biasanya timbul karena fertilitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status). Dari kedua definisi diatas dapat sisimpulkan bahwa demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Struktur penduduk melipputi: jumlah, persebaran, dan komposisi penduduk. Struktur penduduk ini selalu

berubah-ubah, dan perubahan tersebut disebabkan karena proses demografi, yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortilitas), dan migrasi penduduk. Komposisi Penduduk Komposisi penduduk adalah pengelompokan penduduk atas variabel variabel tertentu. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik-karakteristik yang sama (Said Rusli, 1983). Bermacam-macam komposisi penduduk dapat dibuat, misalnya komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, bahasa , agama dan kesehatan. Komposisi penduduk yang sering digunakan untuk analisis dan perencanaan pembangunan adalah komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Struktur umur penduduk dipengaruhi oleh tiga vaiabel demografi,yaitu kelahiran, kematian dan migrasi. Selain itu faktor sosial-ekonomi di suatu negara juga akan mempengaruhi struktur umur penduduk melalui melalui ketiga variabel demografi diatas.

Suatu negara dikatakan berstruktur umur muda, apabila kelompok penduduk yang berumur di bawah 15 tahun jumlahnya lebih dari 40%, sedang besarnya kelompok penduduk usia 65 tahun kurang dari 10%. Umumnya negara-negara yangs edang berkembang seperti burma, india, dan indonesia, struktur

penduduknya muda. Sebaliknya negara-negara maju seperi jepang, jerman, amerika serikat mempunyai struktur penduduk tua. Suatu negara dikatakan berstruktur umur tua apabila kelompok penduduk yang berumur 15 tahun ke bawah jumlahnya kecil (kurang dari 40% dari seluruh penduduk) dan persentase penduduk diatas 65 tahun sekitar 10%. Perbedaan struktur umur akan menimbulkan perbedaan dalam aspek sosial ekonomi seperti masalah angkatan kerja, pertumbuhan penduduk, dan masalah pendidikan. Pengukuran proses demografi Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh besarnya kelahiran (Birth=B), kematian (Death=D), migrasi masuk (In Migration=IM), dan migrasi keluar (out migration=OM).

2.3 Ukuran- ukuran Dalam Epidemiologi Tingkat kelahiran kasar (CBR)

Jml kelahiran selama setahun CBR = Jml penduduk pertengahan tahun dari tahun yang sama x 1000

Tingkat kematian kasar (CDR)


D CDR = Pm x k

= Jumlah kematian pada tahun

Pm

= Jumlah

penduduk pada

pertengahan tahun (pada juni/juli) k = bilangan konstan yang biasanya bernilai 1000

2.3.1 Insidensi Adalah gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu tentang : Data tentang jumlah penderita baru. Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru( Population at Risk ). Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : a. Incidence Rate Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu(umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Rumus yang dipergunakan :
Jumlah Penderita Baru Incidence Rate = Jumlah penduduk yg mungkin terkena Penyakit tersebut pada pertengahan tahun X 1000

b. Attack Rate Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama. Manfaat Attack Rate adalah : Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit. Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit tersebut. Rumus yang digunakan :
Jumlah Penderita Baru dlm Satu Saat Attack Rate = Jml. Penduduk yg. Mungkin terkena Peny. Tersebut pd. Saat yg. Sama. X 1000

c. Secondary Attack Rate Jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah terkena penyakit pada serangan pertama. Digunakan menghitung suatu panyakit menular dan dalam suatu populasi yang kecil ( misalnya dalam Satu Keluarga ). Rumus yang digunakan :
Jml. Penderita Baru pd. Serangan Kedua SAR = (Jml. Penduduk Penduduk. Yg. Terkena Serangan Pertama ) X 1000

2.3.2 Prevalensi Prevalensi adalah gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka Prevalensi, digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa

memperhitungkan orang/penduduk yang Kebal atau Pendeuduk dengan Resiko

(Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa Angka Prevalensi sebenarnya BUKAN-lah suatu RATE yang murni, karena Penduduk yang tidak mungkin terkena penyakit juga dimasukkan dalam perhitungan. Secara umum nilai prevalen dibedakan menjadi 2, yaitu : a) Period Prevalen Rate Period Prevalen Rate adalah Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Nilai Periode Prevalen Rate hanya digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa. Rumus yang digunakan :
Jumlah penderita lama & baru Periode Prevalen Rate = Jumlah penduduk pertengahan XK

b) Point Prevalen Rate Point Prevalen Rate adalah Jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu. Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui Mutu pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan. Rumus : Jml. Penderita lama & baru Saat itu Point Prevalen Rate = Jml. Penduduk Saat itu XK

2.3.4 Mortalitas Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk Kematian. Dikalangan masyarakat kita, ada 3 hal umum yang menyebabkan kematian, yaitu :

a) Degenerasi Organ Vital & Kondisi terkait, b) Status penyakit, c) Kematian akibat Lingkungan atau Masyarakat ( Bunuh diri, Kecelakaan, Pembunuhan, Bencana Alam, dsb.) Macam macam / Jenis Angka Kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) dalam Epidemiologi antara lain : 1. Infant Mortality Rate ( IMR ) = Angka Kematian Bayi ( AKB ) Infant Mortality Rate adalah jumlah seluruh kematian bayi berumur kurang dari 1 tahun yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Manfaat masyarakat. Rumus:
Do IMR = B x k

sebagai indicator yang sensitive terhadap derajat kesehatan

IMR = Infant mortility rate Do B = Jumlah Kematian bayi umur 0 1 tahun dalam setahun = Jumlah bayi lahir hidup pada tahun yang sama k = Bilangan konstan = 1000

2. Perinatal Mortality Rate (PMR)/ Angka Kematian Prenatal (AKP) Periode yang paling besar resiko kematiannya bagi umat manusia adalah periode perinatal dan periode setelah usia 60 tahun. Di dalam kedokteran klinis, evaluasi terhadap kematian anak dalam beberapa hari atau beberapa jam bahkan beberapa menit setelah lahir merupakan hal yan penting agar kematian dan kesakitan yang seharusnya tidak perlu terjadi dalam periode tersebut bisa dicegah. PMR Adalah Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih ditambah dengan jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 7 hariyang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. ( WHO, 1981)

Manfaat PMR : Untuk menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu hamil dan bayi. Factor yang mempengaruhi tinggi rendahnya PMR adalah : a) Banyaknya Bayi BBLR b) Status gizi ibu dan bayi c) Keadaan social ekonomi d) Penyakit infeksi, terutama ISPA e) Pertolongan persalinan Rumus : Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih + dengan jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 7 hari yang dicatat selama 1 tahun
PMR/AKP = XK

Jumlah Bayi lahir hidup pada tahun yg sama

3. Neonatal Mortality Rate ( NMR ) = Angka Kematian Neonatal (AKN)

AKN Adalah jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Manfaat NMR adalah untuk mengetahui : a) Tinggi rendahnya usaha perawatan postnatal b) Program imunisasi c) Pertolongan persalinan d) Penyakit infeksi, terutama Saluran Napas Bagian Atas. Rumus :
Jumlah kematian bayi umur kurang dari 28 hari NMR/AKN = Jumlah lahir hidup pada tahun yg sama XK

10

4. Maternal Mortality Rate ( MMR ) = Angka Kematian Ibu ( AKI ) AKI Adalah jumlah kematian ibu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas dalam 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Tinggi rendahnya MMR berkaitan dengan : a) Social ekonomi b) Kesehatan ibu sebelum hamil, bersalin dan nifas c) Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil

d) Pertolongan Jml. Kematian persalinan Ibu Hamil, dan perawatan Persalinan masa & Nifas nifas dlm 1 tahun MMR = Rumus: Jumlah lahir hidup pd tahun yang sama

XK

5. Age Spesific Mortality Rate ( ASMR / ASDR ) Manfaat ASMR/ASDR adalah : a)Untuk mengetahui dan menggambarkan derajat kesehatan masyarakat dengan melihat kematian tertinggi pada golongan umur. b) Untuk membandingkan taraf kesehatan masyarakat di berbagai wilayah. c) Untuk menghitung rata rata harapan hidup. Rumus :
d ASMR/ASDR = p Keterangan : d = Jml. Kematian yg dicatat dalam 1 tahun pd penduduk gol. Umur tertentu(x)
X X X

XK

p = Jml. Penduduk pertengahan tahun pada gol. Umur tersebut(x)

11

Usia Harapan Hidup (UHH) Angka harapan hidup pada suatu umur didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun kehidupan yang masih dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur tepat X dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka harapan hidup pada suatu usia merupakan indikator yang baik untuk menujukkan tingkat sosial-ekonomi secara umum. Indikator yang sering dipakai adalah angka harapan hidup waktu lahir. Angka tersebut berkisar kurang lebih 40 tahun pada negara berkembang, dan 70 tahun pada negara maju. Angka harapan hidup waktu lahir di Indonesia berdasarkan hasil analisis sensus penduduk tahun 2000 sebesar 65,43 tahun. Angka harapan hidup setelah mencapai umur tepat x Tx Ix eox = rata-rata jumlah tahun kehidupan setelah mencapai umur x

ex=

Tx

= jumlah total tahun kehidupan setelah umur tepat x

Ix

= banyaknya orang yang akan bertahan hingga mencapai umur x

Dengan rumus diatas dapatlah dihitung rata-rata angka harapan hidup waktu lahir (e0o) Sebagai berikut: e0o = rata-rata angka harapan hidup waktu lahir e0o = To Io To tahun Io = jumlah kelahiran bayi = jumlah total kehidupan pada umur 0

12

2.4 Konsep penyakit 2.4.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) A. Definisi Infeksi saluran napas akut (ISPA) adalah penyakit infeksi pada satu bagian atau lebih saluran napas mulai dari hidung sampai paru-paru dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu. B. Etiologi Disebabkan oleh infeksi virus, dan dapat sembuh sendiri

(selflimiteddiseases) namun ISPA juga dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian. C. Penanganan Pengobatan dan perawatan penderita ISPA ringan dilakukan di rumah. Jika anak menderita ISPA ringan maka yang harus dilakukan adalah hal-hal sebagai berikut (DepKes.RI, 1985 : 6 dan 7): a. Demam 1) Bila demam dilakukan kompres. Cara mengompres adalah sebagai berikut : Ambillah secarik kain yang bersih (saputangan atau handuk kecil). Basahi atau rendam kain tersebut dalam air dingin yang bersih atau rendam kain tersebut dalam air dingin yang bersih atau air es, kemudian peras. Letakkan kain di atas kepada atau dahi anak tapi jangan menutupi muka. Jika kain sudah tidak dingin lagi basahi lagi dengan air, kemudian peras lalu letakkan lagi di atas dahi anak. 2) Berikan obat penurun panas dari golongan parasetamol. b. Pilek Jika anak tersumbat hidungnya oleh sekret maka usahakanlah membersihkan hidung yang tersumbat tersebut agar anak dapat bernafas dengan lancar. Membersihkan ingus harus hati-hati agar tidak melukai hidung.

13

c. batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis 1/2 sendok teh dicampur dengan kecap atau madu 1/2 sendok teh , diberikan tiga kali sehari. Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

2.4.2 Diare A. Definisi Diare adalah suatu kondisi di mana seseorang buang air besar berkali-kali dalam satu hari yang melebihi batas normal dan tinja atau feses yang keluar berupa cairan encer atau kental disertai angin / kentut dari dalam perut. B. Etiologi Virus (penyebab diare tersering dan umumnya karena Rotavirus) gejala : Berak-berak air (watery), berbusa, TIDAK ada darah lendir, berbau asam. GE ( flu perut) terbanyak karena virus. Bakteri, gejala : berak2 dengan darah/lendir , sakit perut. Memerlukan antibioka sebagai terapi pengobatan. Parasite (Giardiasis), gejala : berak darah+/- dan lendir, sakit perut. perlu antiparasite Anak sedang terapi dengan pemakaian antibiotilka Alergi susu, diare biasanya timbul beberapa menit atau jam setelah minum susu tersebut , biasanya pada alergi susu sapi dan produkproduk yang terbuat dari susu sapi.

14

Infeksi dari bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain ; misalnya infeksi saluran kencing, infeksi telinga, campak dll.

C. Penanganan a. Minum Air Putih yang Banyak Sering-seringlah minum air putih yang banyak karena dengan sering buang air besar maka tubuh akan kehilangan banyak cairan yang harus selalu digantikan dengan cairan yang baru. Setiap setelah BAB minumlah satu atau dua gelas air putih atau air mineral yang bersih dan sudah dimasak. Minumlah oralit yang merupakan larutan gula garam untuk membantu pembentukan energi dan menahan diare / berak setelah habis BAB. Hindari minum kopi, teh dan lain sebagainya yang mampu merangsang asam lambung. b. Pemberian obat zinc WHO telah merekomedasikan penggunaan zinc dalam pengobatan diare dengan dosis 10 mg per hari (bayi 2-5 bulan), dan dosis 20 mg per hari (anak 6 bulan ke atas) selama 10 hari, untuk mencegah kemungkinan terjadinya diare selama 3 bulan ke depan. Pemberian selama 10 hari berturut-turut tersebut harus tetap dilakukan meskipun diare sudah berhenti sebelum 10 hari. Untuk bayi, pemberian tablet zinc dapat dilarutkan dengan sedikit air putih atau ASI. c. Makan Makanan Khusus Hindari makan makanan yang berserat seperti agar-agar, sayur dan buah karena makanan berserat hanya akan memperpanjang masa diare. Makanan berserat hanya baik untuk penderita susah buang air besar. Bagi penderita diare sebaiknya makan makanan rendah serat dah halus seperti bubur nasi atau nasi lemes dengan lauk telur asin. Di sininasi akan menjadi gula untuk memberikan energi, sedangkan telur asin akan memberikan protein dan garam untuk menahan mencret dan sebagai zat pembangun tubuh. Hindari makan makanan di luar sembarangan serta makanan yang pedas mengandung cabai dan lada.

15

d. Istirahat yang Cukup Tidak dapat dipungkiri bahwa orang yang buang-buang air akan terasa lemah, lemas, lesu, kurang bergairah, dan sebagainya. Untuk itu bagi anda yang sudah merasa sangat lemas sebaiknya meminta izin sekolah atau kantor untuk menghindari dari kemungkinan yang terburuk atau memalukan di tempat umum. Tidur sebanyak-banyaknya namun tidak melupakan waktu makan makanan dan obat harus teratur, banyak minum, beribadah dan berdoa dan lain-lain. e. Minum Obat Dengan Dosis yang Tepat Ada baiknya anda berkonsultasi dengan dokter dan meminta obat yang tepat untuk anda, karena setiap orang memiliki karakteristik masingmasing dalam pemilihan obat. Rumah sakit, dokter praktek, puskesmas atau balai pengobatan lain yang sesuai izin depkes adalah pilihan yang tepat karena memiliki dokter yang baik dengan obat-obatan yang baik pula. Bila anda ragu datangi saja dokter lain untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Setalah mendapatkan obat minumlah obat itu sesuai dosis yang waktu yang telah ditentukan. Biasanya dokter akan memberikan obat mules, obat mencret, vitamin dan antibiotik. Untuk obat mules dan mencret sebaiknya diminum jika perut mulas dan diare saja dan hentikan jika sudah berhenti mules dan diare. Sedangkan untuk antibiotik wajib dihabiskan agar kuman dan bibit penyakit lainnya mati total dan tidak membentuk resistensi. Untuk vitamin terserah anda mau dihabiskan atau tidak, akan tetapi tidak ada salahnya jika dihabiskan karena vitamin baik untuk anda asalkan tidak berlebihan. D. Pencegahan Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah: Penyiapan makanan yang higienis Penyediaan air minum yang bersih

16

Kebersihan perorangan Cuci tangan sebelum makan Pemberian ASI eksklusif Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet) Tempat buang sampah yang memadai Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan Lingkungan hidup yang sehat

2.4.3 Hipertensi A. Definisi Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh systolic dan (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung. Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary : - Hipertensi Primary Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan

mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.

17

- Hipertensi Secondary Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk (gendut). Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun tergolong parah/berbahaya, Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bias mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya itu.Preeclampsia adalah kondisi seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi, sehingga merasakan keluhan seperti pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka yang membengkak, kurang nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi kekejangan sebagai dampak hipertensi maka disebut Eclamsia. B. Penanganan Hipertensi - Diet rendah lemak dan garam a. Kandungan garam (Sodium/Natrium) Seseorang yang mengidap penyakit darah tinggi sebaiknya mengontrol diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam b. Kandungan Potasium/Kalium Suplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu penurunan tekanan darah, Potasium umumnya bayak didapati pada beberapa buahbuahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan baik untuk di konsumsi penderita tekanan darah tinggi antara lain semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan yang mengandung unsur omega-3 sagat dikenal efektif dalam membantu penurunan tekanan darah (hipertensi). Berhenti merokok dan minuman alcohol

18

Kurangi atau berhenti minum kopi Hindari mengkonsumsi daging kambing, dan buah durian Olahraga secara teratur yang disesuaikan dengan kondisi tubuh Menurunkan berat badan bagi penderita obesitas Kurangi stress. Bisa mengurangi stress dengan hipnoterapi, pijat,

refleksi. Kunjungi psikolog atau berkonsultasi dengan perawat untuk membantu memecahkan masalah, jika stres terjadi karena adanya masalah yang rumit. Pengontrolan tekanan darah secara rutin Pengobatan hipertensi :

a. Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}. Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi karena potassium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan. b. Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}. Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah. c. Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine),

Angiotensinconverting enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar pembuluh darah.

2.4.4 REMATIK A. Definisi Reumatik adalah penyakit kelainan pada sendi yang menimbulkan nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal (sendi, tulang, jaringan ikat dan otot). Bagian tubuh yang diserang biasanya pada persendian di jari, lutut, pinggul, dan

19

tulang punggung. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi ini dapat pula mengenai berbagai organ tubuh. B. Etiologi Penyakit reumatik ini tidak berhubungan dengan stroke tetapi

berhubungan dengan gaya hidup, pekerjaan, imunitas dan beberapa penyakit berhubungan dengan genetika. C. Penanganan paracetamol atau aspirin untuk menghilangkan nyeri maupun gejala peradangan. Obat ini tidak mempengaruhi proses peradangan yang terjadi. Sehingga hanya berguna untuk keluhan nyeri ringan dan bukan untuk pengobatan jangka panjang. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Obat golongan ini mampu menanggulangi gejala dan dapat menekan proses peradangan, meskipun tidak dapat menghentikan proses penyakit. Sampai saat ini OAINS memang dapat digunakan pada semua keluhan reumatik, baik pada sendi maupun di luar sendi. Tapi paling bermanfaat pada reumatik di luar sendi. Dengan catatan, perlu dibantu dengan fisioterapi maupun suntikan kortikosteroid pada persendian. Beberapa penyakit reumatik tertentu membutuhkan pengobatan spesifik bahkan terdapat beberapa penyakit yang membutuhkan pengobatan kortikosteroid jangka panjang dan obat sejenis kemoterapi. Celecoxib adalah obat rematik golongan COXIBX COX-2 (specific inhibitors atau penghambat COX-2) produksi PT Pfizer Indonesia yang mampu menghambat secara spesifik enzim COX-2 yang berkaitan dengan nyeri dan peradangan, sehingga lebih aman terhadap lambung

dibandingkan dengan obat anti nyeri rematik ns-NSAID. Celecoxib juga mengatasi gangguan radang sendi dengan profil keamanan dalam hal saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal) yang lebih baik

20

dibandingkan dengan obat golongan ns-NSAID, serta keamanan dalam hal kardiovaskular yang sebanding dengan ns-NSAID. Menghangatkan persendian yang sakit. Ada bermacam cara pemanasan yang dapat dilakukan oleh setiap penderita di rumah. Salah satu di antaranya dengan cara mengompres dengan handuk yang dicelupkan kedalam air hangat, atau dengan memasukkan air panas ke dalam botol kemudian kompreskan botol hangat ini pada persendian yang sakit, sampai terasa nyaman. Sinar mataharipun dapat dipakai untuk

memanaskan persendian punggung yang sakit. Untuk cara ini, dibutuhkan alas tidur yang menyerap panas, misalnya terpal. Jemurlah alas ini di bawah sinar matahari sampai beberapa lama, kemudian berbaringlah di atas terpal hangat ini dengan nyaman. Senam rematik. Dengan melakukan latihan ini secara teratur dan benar, diharapkan penderita rematik dapat bebas dari gejala penyakit rematik berupa kekakuan sendi dan nyeri. Menjaga agar asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan dari laut dalam. Hentikan merokok. Merokok termasuk salah satu resiko rematik. Merokok dapat memicu serangan pada sistem imun yang menyebabkan penyakit ini. Pada kenyataannya, sebuah studi mengungkapkan, merokok meningkatkan resiko sampai dua kali lipat mengembangkan rematik. Menjaga berat badan agar tetap stabil. Berat badan, harus selalu dikontrol. Dengan mengontrol berat badan, berarti telah melakukan pencegahan rematik. Pasalnya, bobot badan yang berlebihan akan membebani tubuh, lutut, dan sendi. Bagi penderita rematik, mengurangi berat badan justru dapat mengurangi risiko rematik.

21

D. Pencegahan Upaya pencegahan penyakit adalah: 1.Pencegahan tingkat awal ( primodial prevention) Upaya pencegahan tingkat awal ini adalah usaha mencegah terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko renda kepada masyarakat terhadap penyakit secara umum. Mengkondisikan masyarakat agar penyakit tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Upaya ini tidak hanya dari petugas kesehatan saja namun dari seluruh masyarakat. Yang terlebih sasarannya adalah kelompok remaja & usia muda,dengan tidak mengabaikan kelompok dewasa & usia lanjut. Pencegahan meliputi : memelihara & mempertahankan gaya hidup yang sudah ada & benar dalam masyarakat agar dapat mencegah peningkatan resiko terhadap penyakit tertentu. mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah generasi yang sedang tumbuh untuk tidak meniru atau melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap berbagai penyakit. melakukan modifikasi,penyesuaian terhadap resiko yang ada atau berlangsung dalam masyarakat. 2. Pencegahan tingkat pertama ( primary prevention) Pencegahan primer ini merupakan upaya agar masyarakat yang berada dalam keadaan sehat tidak jatuh dalam keadaan sakit,melalui usaha mengontrol dan mengatasi factor resiko dengan sasaran utamanya adalah orang sehat melalui promosi kesehatan. Pada tahap ini ada 2 golongan kegiatan yaitu : Health promotion (peningkatan kesehatan) Peningkatan status kesehatan yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal,mengurangi perasan

penyebab dan derajat resiko melalui beberapa kegiatan melalui : 22

kampanye kesadaran masyarakat promosi kesehatan pendidikan kesehatan masyarakat peningkatan gizi pengamatan tumbuh kembang pengadaan rumah sehat penyelenggaraan hiburan sehat konsultasi perkawinan pendidikan sex pengendalian lingkungan.

Adapun strategi pokok dalam usaha pencegahan ini meliputi : 1. Strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan. Sasaran ini lebih luas sehingga bersifat radikal,memiliki potensi yang lebih besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perlikau. Namun secara individu kurang bermanfaat dan rasio antara manfaat dan resiko cukup rendah. 2. Strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok resiko tinggi. Strategi ini sangat mudah diterapkan secara individual,motivasi subjek dan pelaksanaan cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan resiko cukup baik. Namun sulit dalam memilih kelompok dengan resiko tinggi,efeknya sangat rendah dan bersifat temporer serta kurang sesuai untuk perilaku. 3. Pencegahan kedua (secondary prevention) Ditujukan kepada masyarakat yang dalam keadaan sakit,mereka yang terancam menderita penyakit tertentu. Pencegahan ini dilakukan dengan 2 kegiatan yaitu : a. Early diagnose & prompt treatment (diagnose dini) screening diri penemuan kasus secara dini

23

pemeriksaan umum lengkap pemeriksaan masal survey terhadap kontak,rumah & sekolah penangan kasus kemoterapi

b. Disability imitation (pembatasan gangguan) penyempurnaan komplikasi pencegahan komplikasi penurunan beban social masyarakat

4. Pencegahan tingkat ketiga ( teritiary prevention) Upaya pencegahan tingkat ketiga atau rehabilitasi merupakan upaya pemulihan masyarakat yang setelah sembuh dari sakit & mengalami kecacatan untuk mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut melalui aspek medis dan social diterapkan melalui PHN (Publik Health Nursing). Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik,psikologi & social seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis,rehabilitasi mental,rehabilitasi social,sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berdayaguna. Pencegahan ini dapat dilakukan melalui : perawatan rumah jompo, memberikan keterampilan bagi penderita cacat, membentuk perkumpulan bagi orang-orang yang mengalami cacat tertentu.

2.5 Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkairan dengan pengubahan

24

lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan yang sehat. Pengubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui penggabunngan: 1. menciptakan lingkungan yang mendukung, 2. mengubah perilaku, dan 3. meningkatkan kesadaran. Misi Promosi Kesehatan 1. Advokat (advocate) Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat kebijakan 2. Menjembatani (mediate) Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan 3. Memampukan (enable) Agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan secara mandiri Strategi Promosi Kesehatan (WHO, 1984) 1. Advokasi (advocacy) Agar pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan kesehatan 2. Dukungan Sosial ( social support) Agar kegiatan promosi kesehatan mendapat dukungan dari tokoh masyarakat 3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment) Agar masyarakat mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kesehatannya Strategi Promkes (Piagam Ottawa, 1986) 1. Kebijakan Berwawasan Kesehatan 2. Lingkungan yang Mendukung 3. Reorientasi Pelayanan Kesehatan 4. Keterampilan Individu 5. Gerakan Masyarakat

25

Sasaran Promosi Kesehatan Sasaran Primer Sesuai misi pemberdayaan. Misal : kepala keluarga, ibu hamil/menyusui, anak sekolah Sasaran Sekunder Sesuai misi dukungan sosial. Misal: Tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama Sasaran Tersier Sesuai misi advokasi. Misal : Pembuat kebijakan mulai dari pusat sampai ke daerah PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga ber PHBS yang melakukan 10 PHBS yaitu : 1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2. Memberi ASI eksklusif

3. Menimbang balita setiap bulan 4. Menggunakan air bersih 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu 8. Makan buah dan sayur setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah

2.6

Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup : perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air

26

bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang), dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Perumahan Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan . Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktifitas. Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko sumber penularan berbagai jenis penyakit, khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. 1. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah rumah. - Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial. Maksudnya, membangun sebuah rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan. - Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang rumah misalnya dari bambu, kayu atap rumbia, dan sebagainya, merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Kemampuan pemeliharaan oleh penghuninya perlu dipertimbangkan. - Teknologi yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam rangka penerapan teknologi tepat guna, maka teknologi yang sudah dipunyai oleh masyarakat tersebut dimodifikasi. Segi-segi yang merugikan kesehatan dikurangi, dan dipertahankan segi-segi yang sudah positif. - Kebijaksanaan (peraturan) pemerintah yang menyangkut tata guna tanah. Untuk hal ini, bagi perumahan masyarakat pedesaan belum merupakan problem, namun di kota sudah menjadi masalah yang besar.

27

2. Syarat-syarat rumah yang sehat : Syarat rumah sehat menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 829 /Menkes/SK/VII/1999 : a. Lokasi 1. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, gelombang tsunami, longsor, dan sebagainya. 2. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah dan bekas lokasi pertambangan. 3. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan b. Sarana dan Prasarana Lingkungan 1. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan. 2. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vector penyakit dan memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan sebagai berikut: Konstruksi jalan tidak membahayakan kesehatan, Konstruksi trotoar jalan tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, Bila ada jembatan harus diberi pagar pengaman, dan Lampu penerangan jalan tidak menyilaukan. 4. Tersedia sumber air bersih yang menghasilkan air secara cukup sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Pengelolaan pembuangan kotoran manusia dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 6. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28

7. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan umum dan sosial seperti keamanan, kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya. 8. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Tempat pengelolaan makanan yang dapat (TPM) harus menjamin keracunan, tidak sesuai

terjadinyakontaminasi

menimbulkan

denganperaturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan bangunan 1. Lantai : syarat yang penting di sini adalah tidak berdebu saat musim kemarau dan tidak basah pada saat musim hujan. Lantai yang basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit. 2. Dinding : tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih lagi bila ventilasi tidak cukup. Didinding rumah di daerah tropis khususnya di daerah pedesaan, lebih baik dinding atau papan, karena lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah. 3. Atap genteng : atap genteng yang umum dipakai di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat. Ventilasi 1. Ventilasi alamiah : dimana aliran udara dalam ruang tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, dan sebagainya. 2. Ventilasi buatan : dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.

29

1. Cahaya alami : menggunakan sumber cahaya yang alami seperti sinar matahari. 2. Cahaya buatan : menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya. Luas bangunan rumah Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 3 m2 untuk setiap orang. Fasilitas-fasilitas dalam rumah sehat : 1. Penyedian air bersih yang cukup Syarat-syarat air minum yang sehat: a. Syarat fisik : bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya. b. Syarat bakteriologis : harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri pathogen. c. Syarat kimia : harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Pembuangan tinja Pengelolaan pembuangan kotoran manusia : Harus diperoleh dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Syarat jamban sehat : a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut. b. Tidak mengotori air pemukaan dan tanah di sekitarnya. c. Tidak menimbulkan bau. d. Mudah digunakan dan dipelihara. e. Tidak terjangkau oleh serangga, terutama lalat dan kecoa. f. Sederhana desainnya. g. Murah.

30

h. Dapat diterima oleh pemakainya. Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain : a. Jamban cemplung, kakus (pit latrine) Jamban cemplung ini sering kita jumpai di daerah pedesaan di Jawa. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, sebab apabila terlalu dalam akan mengotori air tanah di bawahnya. Dalamnya pit latine berkisar antara 1,5 3 meter saja. Rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu, dan atap daun kelapa atau pun daun padi. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter. b. Jamban cemplung berventilasi (VIP latrine) Jamban cempung berventilasi hampir sama dengan jamban cemplung namun bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Di daerah pedesaan pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu. c. Jamban empang (fishpond latrine) Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Dalam sistem jamban empang ini disebut daur ulang (recyling), yakni tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya. d. Jamban pupuk (the compost privy) Pada prisipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Di samping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan sampah, dan daun-daunan. e. Septic tank Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, di mana tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Dalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari. Pembuangan air limbah (air bekas) Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri, maupun tempat umum lainnya. Pada umumnya mengandung zat-zat yang berbahaya bagi manusia serta mengganggu lingkungan hidup.

31

Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut. Pembuangan sampah Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah disini meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.

Persyaratan air bersih secara fisik, kimia, dan mikrobiologi 1. Syarat fisik, antara lain: Air harus bersih dan tidak keruh Tidak berwarna apapun Tidak berasa apapun Tidak berbau apaun Suhu antara 10-25 C (sejuk) Tidak meninggalkan endapan

2. Syarat kimiawi, antara lain: Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan Cukup yodium pH air antara 6,5 9,2

3. Syarat mikrobiologi, antara lain: Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit. Seperti kita ketahui jika standar mutu air sudah diatas standar atau sesuai dengan standar tersebut maka yang terjadi adalah akan menentukan besar kecilnya investasi dalam pengadaan air bersih tersebut, baik instalasi penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Sehingga semakin jelek kualitas air semakin berat beban masyarakat untuk membayar harga jual air bersih. Dalam

32

penyediaan air bersih yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat banyak mengutip Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu: Aman dan higienis. Baik dan layak minum. Tersedia dalam jumlah yang cukup. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat Parameter yang ada digunakan untuk metode dalam proses perlakuan, operasi dan biaya. Parameter air yang penting ialah parameter fisik, kimia, biologis dan radiologis yaitu sebagai berikut: 1. Parameter Air Bersih secara Fisika Kekeruhan Warna Rasa & bau Endapan Temperatur

2. Parameter Air Bersih secara Kimia Organik, antara lain: karbohidrat, minyak/ lemak/gemuk, pestisida, fenol, protein, deterjen, dll. Anorganik, antara lain: kesadahan, klorida, logam berat, nitrogen, pH, fosfor,belerang, bahan-bahan beracun. Gas-gas, antara lain: hidrogen sulfida, metan, oksigen.

3. Parameter Air Bersih secara Biologi Bakteri Binatang Tumbuh-tumbuhan Protista

33

Virus

4. Parameter Air Bersih secara Radiologi Konduktivitas atau daya hantar Pesistivitas PTT atau TDS (Kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik)

2.7 Pendidikan Kesehatan Masyarakat 2.7.1 Prinsip pendidikan kesehatan 1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan. 2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri. 3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri. 4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 2.7.2 Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi : 1. Dimensi sasaran a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu. c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

34

2. Dimensi tempat pelaksanaan a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar. c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau pekerja. 3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya. b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan. d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu. 2.7.3 Metode pendidikan kesehatan 1. Metode pendidikan Individual (perorangan) Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk : a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ; 1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif 2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya. 3) Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku) b. Interview (wawancara) 1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan 2) Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan

35

diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi. 2. Metode pendidikan Kelompok Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan. a. Kelompok besar 1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. 2) Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. b. Kelompok kecil 1) Diskusi kelompok ; Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta. 2) Curah pendapat (Brain Storming) ; Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam

flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi. 3) Bola salju (Snow Balling)

36

Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas. 4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group) Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya. 5) Memainkan peranan (Role Play) Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas. 6) Permainan simulasi (Simulation Game) Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai nara sumber. 3. Metode pendidikan Massa Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh : a. Ceramah umum (public speaking)

37

Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain. b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa. c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : Praktek Dokter Herman Susilo di Televisi. d. Sinetron Dokter Sartika di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006) e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa. f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk). 2.7.4 Alat bantu dan media pendidikan kesehatan 1. Alat bantu (peraga) a. Pengertian ; Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio, tulisan,

38

kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling rendah. b. Faedah alat bantu pendidikan 1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan. 2) Mencapai sasaran yang lebih banyak. 3) Membantu mengatasi hambatan bahasa. 4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan. 5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat. 6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain. 7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan. 8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Menurut penelitian ahli indra, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75-87% pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan 13-25% lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan. 9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik. 10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. c. Macam-macam alat bantu pendidikan 1) Alat bantu lihat (visual aids) ; - alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya. - alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya gambar, peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka, dsb. 2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara, dsb. 3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.

39

d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan 1) Individu atau kelompok 2) Kategori-kategori sasaran seperti ; kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dsb. 3) Bahasa yang mereka gunakan 4) Adat istiadat serta kebiasaan 5) Minat dan perhatian 6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima. e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk : a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep. b) Mengubah sikap dan persepsi. c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru. 2) Tujuan penggunaan alat peraga a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan. b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah. c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi. d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan. f. Persiapan penggunaan alat peraga Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan tetap harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya. Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan alat peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal. Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya

40

agar

terjadi

komunikasi

dua

arah.

Apabila

kita

tidak

mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan lembaranlembaran flip chart satu demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart tersebut mungkin gagal. g. Cara mengunakan alat peraga Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan alatnya. Menggunakan gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan film slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus diperhatikan, masyarakat buta huruf akan berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi, alat yang digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para pesertanya. Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan : 1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati. 2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting. 3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik. 4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak bosan dan tidak mengantuk. 5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut. 6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan sebagainya. 2. Media pendidikan kesehatan Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Berdasarkan fungsinya sebagai

41

penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan (bill board) 1) Media cetak 1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar. 2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya. 3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan. 4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut. 5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan. 6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempattempat umum, atau di kendaraan umum. 7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan. 2) Media elektronik 1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll. 2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll. 3) Video Compact Disc (VCD) 4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan

pesan/informasi kesehatan. 5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan. 3) Media papan (bill board)

42

Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi). 2.7.5 Perilaku kesehatan 1. Konsep perilaku Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2 : a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dll. b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsanganperangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.

43

2. Perilaku kesehatan Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) : a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik pasif (mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit, misalnya : perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai

pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan fasilitas, petugas dan obat-obatan. c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi, pengelolaan makanan, dll. d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air kotor, dengan limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.

44

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior) sebagai berikut : 1) Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya. 2) Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut. 3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakuakan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya. 3. Bentuk perilaku Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons berbentuk 2 (dua) macam : a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya ; seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit tertentu, meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan orang lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di atas ibu itu telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap

45

kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior). b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behavior. 4. Domain perilaku kesehatan a. Menurut Bloom 1) Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan) 2) Afektif (emosi ) 3) Psikomotor (gerakan, tindakan) b. Menurut Ki Hajar Dewantara 1) Cipta (peri akal) 2) Rasa (peri rasa) 3) Karsa (peri tindak) c. Ahli-ahli lain 1) Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan (rasa, lihat, dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu. 2) Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Ahli lain menyatakan

kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak. 3) Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu

46

tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana. d. Metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku Merubah Pengetahuan Ceramah Kuliah Presentasi Wisata Karya Curah pendapat Seminar Studi kasus Tugas baca Simposium Panel Konferensi 5. Tiga faktor pokok yang melatarbelakangi/mempengaruhi perilaku : a. Faktor Predisposing, berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll. b. Faktor Enabling/pemungkin, berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-peraturan. c. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh masyarakat. 3.7.6 Perubahan perilaku dan proses belajar 1. Teori stimulus dan transformasi Teori stimulus - respon kurang memperhitungkan faktor internal, dan transformasi yang telah memperhitungkan faktor internal. Teori stimulus respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi menyatakan bahwa apa yang Merubah Sikap Diskusi Kelompok Tanya Jawab Role Playing Pemutaran film Video Tape Recorder Simulasi Merubah Praktik Latihan sendiri Bengkel kerja Demonstrasi Eksperimen

47

terjadi pada diri subjek belajar adalah merupakan rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam ( black box). Belajar adalah mengambil tanggapan tanggapan dan menghubungkan tanggapan - tanggapan dengan mengulang ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin memperkaya tanggapan pada subyek belajar. Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif, menyatakan bahwa belajar adalah merupakan proses yang bersifat internal di mana setiap proses tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Faktor eksternal itu misalnya persentuhan, repetisi/pengulangan, penguat. Faktor internal misalnya fakta, informasi, ketrampilan, intelektual, strategi. 2. Teori-teori belajar sosial (social learning) a. Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan; 1) Tingkah laku sama (same behavior). Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama. 2) Tingkah laku tergantung (macthed dependent behavior). Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga mengikuti. Adiknya yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meski kakaknya tak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar. 3) Tingkah laku salinan (copying behavior) Perbedaannya dengan tingkah laku bergantung adalah dalam tingkah laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa lalu dan masa yang akan datang. Tingkah laku model dalam kurun waktu relatif panjang ini akan dijadikan patokan si peniru untuk

48

memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati tigkah laku model. b. Teori belajar sosial dari Bandura dan Walter 1) Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model. 2) Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan

(disinhibition), dimana tingkah laku yang tidak sesuai dengan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata. 3) Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.

49

BAB III REVIEW JURNAL 3.1 Jurnal 1 3.1.1 Pengaruh Curah Hujan, Temperatur dan Kelembaban udara terhadap Kejadian Penyakit DBD, ISPA dan Diare Penulis : Topan Nirwana (Program Studi Magister Masyarakat, Bandung. Tahun Metode : 2013 : Untuk penelitian tentang iklim dan penyakit DBD, pencarian literatur menggunakan Pubmed dengan memakai Bahasa I nggris. Artikel yang diambil terakhir. Parameter yang menjadi kata kunci adalah ((climate[Title/Abstract]) AND incidence [Title/Abstract]) AND dengue[T itle/Abstract]. Artikel yang didapat dari kata kunci ini adalah sebanyak 37 artikel dan yang relevan dengan penelitian tentang iklim dan D BD sebanyak 4 artikel . Penelitian tentang iklim dengan penyakit ISPA dan diare diambil dari beberapa jurnal dalam dan luar negeri baik yang berupa literatur review maupun yang original research. Resume : Penyakit Demam Berdarah Dengue , Infeksi Saluran Pernafasan Akut, dan diare masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Angka insidens DBD pada tahun 2007 meningkat sebesar 71,78 per 100.000 penduduk. Pada 2011, penyakit ISPA mencapai 18.790.481 juta kasus batuk bukan pneumonia dan 756.577 pneumonia. Pada tahun 2010 angka insiden diare meningkat sebesar 411/1000 penduduk. merupakan penelitan/ original research pada 10 tahun Fakultas Ilmu Kesehatan

Kedokteran, Universitas Padjadjaran,

50

Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu terjadinya penyakit. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara faktor -faktor lingkungan dengan kejadian penyakit. Dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi Perubahan tersebut akan terjadinya penyakit. Studi literatur ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap kejadian DBD, ISPA, dan Diare. Pencarian literatur tentang iklim dan DBD menggunakan database Pubmed. Penelitian tentang iklim dengan penyakit ISPA dan diare diambil dari beberapa jurnal dalam dan luar negeri. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh curah hujan, temperatur dan kelembaban udara terhadap kejadian penyakit DBD, ISPA dan diare. Ayres dan kawan-kawan (2009) juga mengatakan bahwa curah hujan yang berlebihan akan membuat rumah menjadi lembab, curah hujan tidak menentu dan kebanyakan penderita yang tinggal di kawasan padat penduduk karena sirkulasi dan sanitasi yang kurang baik merupakan penyebab terjadinya penyakit Pernafasan Kronis seperti ISPA, sedangkan menurut Mairusnita (2007), dampak pada saat musim hujan akan terjadinya kepadatan hunian yang berpengaruh terhadap terjadinya cross infection, dimana ketika ada penderita ISPA yang berada dalam satu ruangan, mak a pada saat batuk/bersin melal ui udara akan mempercepat proses penularan terhadap orang lain. Bahwa cuaca panas dapat mengakibatkan kelelahan terhadap manusia karena hawa panas menyebabkan banyaknya keringat yang dikeluarkan, Begitu juga dengan anak -anak dan perubahan iklim secara bermakna.

berpengaruh pula terhadap kemungkinan

sehingga mengalami dehidrasi.

balita dapat terkena penyakit flu, batuk, pilek, demam, gangguan sa luran pernapasan, masuk angin, gangguan pencernaan, alergi, dan Saluran Pernapasan Atas

yang p aling berbahaya adalah Infeksi

51

(ISPA).

Salah satu faktor

terjadinya penyakit ISPA

adalah

kelembaban (Brussels, 2010). Adanya pengaruh yang bermakna antara curah hujan, temperatur dan kelembaban terhadap kejadian penyakit DBD, ISPA dan diare menandakan perlu adanya kerjasama antara Badan Meteorolgi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) de ngan Dinas Kesehatan dengan tujuan untuk mencegah, memprediksi dan menangani secara tepat Kejadian Luar Biasa DBD, ISPA, Diare. 3.2 Jurnal 2 3.2.1 Status of epidemiology in the WHO South-East Asia region: burden of disease, determinants of health and epidemiological research, workforce and training capacity Penulis : Preet K Dhillo, Panniyammakal Jeemon, Narendra K Arora, Prashant Mathur, Mahesh Maskey, Ratna Djuwita Sukirna, and Dorairaj Prabhakaran (New Delhi, India) Tahun terbit Resume : 5 Maret 2012 : Kawasan Asia Tenggara (SEAR) menyumbang seperempat dari populasi dunia, 40% penduduk miskin global dan ~ 30% dari beban penyakit global, dengan pangsa proporsional besar tuberkulosis (35%), cedera (30 %), ibu (33%) dan <mortalitas 5 tahun (30%). Pada jurnal ini, penulis menggambarkan beban penyakit dan status penelitian epidemiologi dan kapasitas di Asia Tenggara untuk memahami, menganalisis dan

mengembangkan kemampuan dalam menanggapi beban beragam penyakit di wilayah tersebut. Data morbiditas, mortalitas, faktor risiko, determinan sosial, kapasitas penelitian, pendidikan kesehatan, tenaga kerja dan sistem di SEAR telah diperoleh dengan menggunakan data global pada beban penyakit, peer-review jurnal, laporan teknis

52

dan konsultasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan jika tersedia, divalidasi laporan negara dan informan kunci dari daerah. Negara Asia Tenggara menderita dengan beban tiga penyakit penyakit menular, penyakit tidak menular dan cedera. Dari tujuh wilayah WHO, negara-negara Asia Tenggara memiliki proporsi tertinggi kematian global yang (26%) dan karena usia relatif lebih muda pada saat kematian, persentase tertinggi kedua dari jumlah tahun hidup yang hilang (30%). Negara AsiaTenggara melebihi tingkat rata-rata global tahunan kematian untuk semua tiga penyebab luas kelompok-menular, ibu, kondisi perinatal dan gizi (334 vs 230 per 100 000); penyakit tidak menular (676 vs 573 per 100 000), dan cedera (101 vs 78 per 100 000). Kemiskinan, pendidikan dan lainnya determinan sosial kesehatan sangat terkait dengan

ketidakadilan dalam kesehatan antara negara-negara Asia Tenggara dan dalam subkelompok sosial-ekonomi. India, Thailand dan Bangladesh menghasilkan dua pertiga dari publikasi epidemiologi di wilayah tersebut. Upaya yang signifikan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja kesehatan, riset dan pelatihan telah dilakukan di wilayah tersebut, namun heterogenitas yang cukup besar dalam sumber daya dan kapasitas tetap. Sistem kesehatan, statistik dan program pengawasan harus merespon transisi demografi, ekonomi dan epidemiologi yang menentukan beban penyakit saat ini dan profil risiko populasi negara di Asia Tenggara. Ketidakadilan dalam kesehatan harus dianalisis secara kritis, didokumentasikan dan ditangani melalui pendekatan multi-sektoral. Ada kebutuhan penting

53

untuk meningkatkan kecerdasan kesehatan masyarakat dengan membangun kapasitas epidemiologi di wilayah tersebut.

3.3 Jurnal 3 Judul : Public health services, an essential determinant of health during crisis. Lessons from Cuba, 19892000 Penulis : Pol De Vos1, Ana Garca-Farias, Adolfo lvarez-Prez2, Armando Rodrguez-Salv , Mariano Bonet-Gorbea , Patrick Van der Stuyft (Prancis) Tahun Terbit : 1 Februari 2012 Resume : Selama tahun 1990, Kuba mampu mengatasi krisis yang parah, nyaris tanpa dampak negatif terhadap kesehatan. Penelitian retrospektif nasional yang meliputi tahun 1989-2000 analisis strategi negara melalui sosial, demografi, proses kesehatan esensial dan indikator hasil kesehatan. Produk domestik bruto (PDB) berkurang sebanyak 34,76% antara tahun 1989 dan 1993. Pada tahun 1994 penyembuhan lambat dimulai. Selama krisis, biaya kesehatan masyarakat meningkat. Jumlah dokter keluarga naik 9,22-27,03 per 104 penduduk antara tahun 1989 dan 2000. Angka kematian bayi dan harapan hidup merupakan contoh serangkaian indikator kesehatan yang terus membaik selama tahun-tahun krisis, sedangkan berat badan lahir rendah dan kejadian TB di antara beberapa indikator yang mengalami penurunan. PDB berbanding terbalik dengan kejadian TB, sedangkan gaji rata-rata berbanding terbalik dengan berat lahir rendah. Angka kematian bayi memiliki korelasi negatif yang kuat dengan biaya kesehatan per penduduk, jumlah rumah ibu, jumlah dokter keluarga dan proporsi ibu hamil menerima perawatan di rumah ibu. Harapan hidup memiliki korelasi positif yang kuat dengan biaya kesehatan, jumlah tenaga keperawatan dan

54

jumlah kontak medis per penduduk. Kuba Strategi diselesaikan secara efektif risiko kesehatan selama krisis. Pada saat kendala sosio-ekonomi yang serius, kebijakan kesehatan masyarakat juga dikonsep dapat memainkan peran penting dalam menjaga

keseluruhan kesejahteraan populasi. Dalam sebuah penelitian retrospektif selama 1989-2000, Kuba Nasional mengumpilkan data pada 19 indikator dalam empat dimensi. Badan Pusat Statistik dan Departemen Statistik Nasional dari Departemen Kesehatan Kuba sebagai sumber utama informasi, sumber-sumber lain termasuk (Asosiasi Amerika untuk Kesehatan Dunia 1997 Castro 1994, Lobe 2001 MINSAP 1996 MINSAP / PAHO 1996; MINSAP 1998 Infomed 2006). Kuba dapat mempertahankan pemeliharaan dan bahkan memperkuat pelayanan kesehatan masyarakat - terutama di tingkat perawatan pertama. Itu berdampak secara signifikan terhadap kesehatan penduduk. Pendekatan Kuba sesuai dengan kesimpulan keseluruhan dari Jaringan Pengetahuan tentang Sistem Kesehatan dalam laporan kepada Komisi WHO pada Sosial Penentu Kesehatan. Sistem kesehatan sebagai penentu sosial yang penting dari kesetaraan kesehatan, menempatkan penekanan pada pendekatan perawatan kesehatan primer sementara menanggulangi determinan sosial dan politik dalam kesehatan yang lebih luas (Knowledge Network pada Sistem Kesehatan 2007, Komisi WHO pada Sosial Penentu Kesehatan 2008). Pada saat kendala sosio-ekonomi yang serius, baik

dikonseptualisasikan kebijakan sosial dan kesehatan masyarakat menggabungkan pelayanan kesehatan kuratif yang memadai dengan fokus pada pencegahan dan tindakan multi-sektoral yang lebih luas dapat memainkan peran penting dalam membantu untuk menjaga pemeliharaan kesehatan secara keseluruhan dan kesejahteraan

55

menjadi suatu populasi. WHO mengarahkan catatan pada 'Krisis keuangan dan kesehatan global' (2009) mengusulkan untuk membuat Pengeluaran kesehatan yang lebih efektif dan efisien dengan Memastikan pelayanan publik yang memadai. Kuba telah

menampilkan dampak positif dari pendekatan ini publik.

56

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan Determinant of Health menurut Teori Hendrik L Blum (1974) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetic. Sedangkan menurut Institute for the Future/IFTF (2003), yang mempengaruhi kesehatan masyarakat adalah faktor perilaku sebesar 50 %, faktor genetik dan lingkungan 20 %, serta faktor pelayanan kesehatan sebesar 10 %. Demografi mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya. Demografi mempelajari jumlah, persebaran, teritorial dan komposisi penduduk serta perubahan-

perubahannya dan sebab-sebab perubahan itu, yang biasanya timbul karena fertilitas, mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status). Level of Prevention terdiri dari Primary Prevention, Secondary Prevention, dan Tertiary Prevention. Primary Prevention terdiri dari health promotion dan specific protection, secondary prevention terdiri dari Early Diagnosis dan promft treatment, sedangkan tertiary prevention terdiri dari disability limitation dan rehabilitation. 4.2 Saran Dengan mengetahui determinat of health maka kita dapat mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Level of prevention perlu dibuat untuk mencegah penyebarluasan penyakit. Ada suatu pepatah mengatakan mencegah lebih baik dari mengobati. Hal tersebut sangat patut kita aplikasikan di masyarakat. Sebab mencegah dapat menghemat tenaga, biaya, dna lebih mudah, tidak menyakitkan, dapat mengurangi faktor resiko, menurunkan tingkat stress, dan dapat menghindari kecacatan dan kematian.

57

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. 2000. Dasar-dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Budiarto, E. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC Dhillo, PK. (2012). Status of epidemiology in the WHO South-East Asia region: burden of disease, determinants of health and epidemiological research, workforce and training capacity. Oxford Journal. 41(3) :

http://ije.oxfordjournals.org/content/41/3/847.short (diakses tanggal 18 Juni 2013) Efendi, F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Effendy, N 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Nirwana, T . (2013). Pengaruh Curah Hujan, Temperatur dan Kelembaban udara terhadap Kejadian Penyakit DBD, ISPA dan Diare. Pengaruh Curah Hujan, Temperatur dan Kelembaban udara terhadap Kejadian Penyakit DBD, ISPA dan Diar. Departemen Kesehatan Masyarakat 2 (1):1-12. Noorkasiani. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC Vos1, PD. (2012). Public health services, an essential determinant of health during crisis. Lessons from Cuba, 19892000. Wiley Online Library. 17(4) : http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-3156.2011.02941.x/full (diakses tanggal 18 Juni 2013)

58

LAMPIRAN NOTULENSI REPORTING A. Uraian Kasus Masyarakat di RW 14 Kelurahan Y terdiri dari 525 jiwa penduduk yang terdiri dari 250 orang laki-laki dan 275 orang perempuan. Berdasarkan jumlah penduduk tersebut 58% (303 orang) termasuk usia produktif (15-49 tahun), bayi dan balita 15%, usia 6-14 tahun 12%, dan usia lansia 15%. CBR 1.7%, CDR 1.3% pada pertengahan tahun berjalan. 48% termasuk pada kategori keluarga miskin. Tingkat pendidikan penduduk usia produktif: 14% tidak sekolah sama sekali, 50% tamat SD, 22% tamat SMP, 10% tamat SMA, dan sisanya tamat PT. mata pencaharian penduduk: sebagian buruh tani (50%), wiraswasta (20%), PNS (10%), tidak bekerja (20%). Usia harapan hidup penduduk 68 tahun. Sebagian besar penduduk (90%) memiliki rumah semi permanen dan 9% rumah tidak permanen. 57% menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih dan juga untuk mandi cuci kakus. Berdasarkan hasil pendataan: 20% menderita ISPA, 15% diare, 10% hipertensi, dan 2% mengalami kelumpuhan akibat rematik. Sebanyak 60% penderita hipertensi memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi. Masyarakat sudah sepakat untuk mengadakan kegiatan jumat bersih setiap minggunya untuk menjaga kebersihan. Untuk mengatasi masalah hipertensi pada lansia dilaksanakan kegiatan pemeriksaan TD secara rutin setiap bulan oleh tenaga kesehatan. Untuk masyarakat yang telah mengalami kelumpuhan akibat rematik, petugas kesehatan melakukan latihan rentang gerak pasif di rumah pasien secara teratur.

B. Pembahasan Kasus a. Step 1 Determinan (Anggie) TFR (Nurul) CDR (Ezaryana)

: LO : Angka Kelahiran Total : Angka Kematian Kasar (Melda)

Level of prevention (Hilda) : Berbagai level pencegahan (Neng Tuti)

59

b. Step 2 1. Apakah upaya perawat untuk mengatasi masalah tersebut ? (Anggra) 2. Apakah penyebab utama dari penyakit yang diderita penduduk ? (Desi) 3. Apakah jenis-jenis dari level of prevention? (Melda) 4. Bagaimana prosedur latihan gerak pasif dan apakah ada latihan lainnya? (Iis) 5. Apakah latihan gerak pasif efektif untuk penyembuhan? (Bagus) 6. Apakah penkes yang tepat yang diberikan perawat? (Nila) 7. Apa saja kriteria masyarakat sehat? (Nuke) 8. Apakah maksud dari angka TFR dan CDR ?( Neng Tuti) 9. Apa tujuan dari faktor determinan? (Nurnila) 10. Bagaiman teknik perawat untuk memberikan penkes pada penduduk tersebut ?(Desi) 11. Apakah hambatan utama perawat dalam menghadapi kasus tersebut?( Neng Tuti) 12. Apakah hubungan presentasi data dalam menangani kasus ini?( Nurnila) 13. Bagaimana cara menyakinkan warga agar meningkatkan status kesehatan mereka ? (Vathnawaty) 14. Berapa nilai normal TFR dan CDR? (Melda) 15. Apa saja data yang harus dicantumkan pada demografi? 16. Bagaiman konsep demografi?

c. Step 3 1. Mengadakan jumat bersih secara berkala, pemeriksaan darah rurin, promosi kesehatan untuk mengingkatkan pengetahuan masyarakat (Nurunila, Melda) 2. Beberapa penyebab penyakit yang diderita penduduk adalah: Tingkat pendidikan rendah sehingga pengetahuan tentang kesehatan kurang Tingkat ekonomi yang rendah Sanitasi yang buruk Kurang Sumber Daya Alam sehingga mandi di sungai

60

Kurang info mengenai kesehatan Faktor riwayat keluarga (Iis, Hilda, Vathnawaty, Ezaryana) 3. Level of prevention adalah tingakatan pencegahan berdasarkan suatu penyakit. Sebagai contohnya pada kasus diare : Pencegahan pertama penyakit Pencegahan kedua parah Pencegahan ketiga : tindakan pencegahan bagi seseorang yang : pencegahan agar penderita tidak semakin : berupa pendidikan kesehatan sebelum terkena

telah menderita penyakit (Nurul, Neng Tuti) 4. Latihan gerak pasif yang digunakan adalah Range of Motion (ROM) yang digerakan oleh perawat selain itu pula harus dibarengi dengan penkes mengenai makanan yang harus dihindari (Desi) 5. Latihan gerak pasif jika dapat membuat sendi pasien membaik menandakan tindakannya efektif, selain dari sisi pasien kita dapat mengetahui tindakan tersebut efektif atau tidak dari presentasi penduduk yang terkena rematik menurun menandakan latihan gerak pasif tersebut efektif (Ezaryana, Vathnawaty) 6. Penkes yang diberikan kepada penduduk meliputi sumber air yang baik untuk digunakan, cara memilih air yang bersih jika menggunakan air sungai, memasak secara matang air dengan suhu 100 o C, membuat sumber air bersih sendiri seperti membuat sumur, dan tidak membuang sampah sembarangan ke sungai( Anggra, Neng Tuti, Iis, Anggi) 7. Angka kesakitan menurun, pengguna air sungai berkurang (Ezaryana) 8. LO 9. LO 10. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, penjelasan materi

menggunakan gambar-gambar, diberi sesi Tanya jawab, mencari waktu luang, tidak hanya teori tapi ada praktik. (Nuke, Ezaryana, Nurnila)

61

11. Hambatan utama yang mungkin dialami adalah kurang pengetahuan warga, kurangnya SDM perawat, waktu.(Anggra, Bagus) 12. LO 13. Menerapkan level of prevention, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, penyediaan sarana air bersih (Anggi) 14. LO 15. LO 16. LO.

d. Mind Map

Timbul berbagai penyakit seperti diare, ISPA, Hipertensi dan Rematik

Masyarakat RW 14

Setengah dari penduduk menggunakan air sungai untuk mandi cuci kakus

Teori Determinant of Health Level of Prevention berbaga penyakit TFR 1,7 % CDR 1,3 %

Konsep Demografi

62

Anda mungkin juga menyukai