OLEH:
SUKMAYANTI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatdan
hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyellesaikan makalah ini tepat waktu.
Shalawat dan salam tak lupa selalu tercura kepada Rasulullah SAW, yang telah
member keselamatan pada umat manusia dari lubang kebodohan, dan dosa.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Adapun
judul makalah ini adalah “”ASPEK – ASPEK SOSIAL YANG MEMPENGARUHI
PERILAKU SEHAT DAN KAITAN STATUS KESEHATAN IBU BAYI BALITA
DAN KELUARGA”. Oleh karena itu penulis juga berterima-kasih kepada segenap
pihak yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu,
masukan dari Dosen mata kuliah diharapkan oleh penulis agar tugas-tugas serupa
selanjutntnya bisa lebih baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan menurut Koentjaraningrat:
kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur
oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat
memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang
setinggitingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan
suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan
dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangat erat, sebagai salah satu
contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga
kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat
mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana
meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Setiap tiga
menit, di suatu tempat di Indonesia, anak di bawah usia lima tahun meninggal.
Selain itu, setiap jam seorang perempuan meninggal karena melahirkan atau
sebab-sebab yang berkaitan dengan kehamilan (UNICEF, 2012). Sampai saat ini
telah banyak program-program pembangunan kesehatan di Indonesia yang
ditujukan guna menanggulangi masalah-masalah kesehatan ibu dan anak (Maas,
2004). Pada dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada
upaya-upaya penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan
angka kematian ibu.
Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan
yang terjadi pada negara berkembang terutama di Indonesia. Angka kematian bayi
menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan
dari status kesehatan anak. Hal ini menjadi perhatian dari dunia Internasional dalam
target global Sustainable Development Goals (SDG’s) yaitu mengakhiri kematian bayi
baru lahir dan balita yang dapat dicegah hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Balita (AKABA) 25 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar
359 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 19 kematian
per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 40 kematian per 1000
kelahiran hidup. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kematian balita (0-59 bulan)
masih tinggi. Untuk itu, diperlukan kerja keras dalam upaya menurunkan angka kematian
tersebut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Self concept menurut Baron & Byrne (dalam Helmi, 1999) merupakan
suatu asumsi-asumsi atau skema diri mengenai kualitas personal yang meliputi
penampilan fisik (tinggi, pendek, berat, ringan, dsb), trait / kondisi psikis (pemalu
dan pencemas) dan kadang-kadang juga berkaitan dengan tujuan dan motif utama.
Self concept dapat dikatakan merupakan sekumpulan yang dipegang oleh
seseorang tentang dirinya.
Menurut Soemanto (1998) self concept (konsep diri) adalah pikiran atau
persepsi seseorang tentang dirinya sendiri, merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi tingkah laku. Sementara itu Seifert & Hoffnung,
mendefinisikan self concept sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide
tentang diri sendiri”. Sementara itu, Atwater menyebutkan bahwa self concept
adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri,
perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Selanjutnya Atwater mengidentifikasi self concept atas tiga bentuk. Pertama,
body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat
dirinya sendiri. Kedua, idea self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapanharapan
seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain
melihat dirinya.
Menurut Bruns, self concept adalah hubungan antara sikap dan keyakinan
tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily mendefinisikan self concept sebagai
sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang
tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku
yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas menjelaskan bahwa self
concept mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya,
karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau
kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya (Desmita, 2012).
Menurut Bruns (1993) suatu self concept yang positif dapat disamakan
dengan evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, penerimaan diri
yang positif; self concept yang negatif menjadi sinonim dengan evaluasi diri yang
negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan tiadanya perasaan yang
menghargai pribadi dan penerimaan diri. Dari beberapa teori diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa self concept merupakan sikap kepercayaan dirinya dan
keyakinan mengenai kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya serta
karakteristik fisiknya yang terbentuk melalui persepsi dan interpretasi terhadap
diri sendiri dan lingkungannya.
Konsep diri adalah pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat
interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan faktor yang menentukan
(determinan) dalam komunikasi kita dengan orang lain (Riswandi, 2013: 64).
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri
ini bisa bersifat psikologis, sosial dan fisis, menurut William D Brooks dalam
Jalaludin Rakhmat (2015: 98). Kebanyakan ahli-ahi tentang diri setuju, bahwa
konsep diri secara jelas dapat terdiferensiasikan dan terstruktur, yang merupakan
suatu keseluruhan yang stabil. Sepanjang kehidupan, konsep diri berkembang dan
berubah secara berkelanjutan, meskipun sulit untuk membedakan antara
perkembangan dan perubahan konsep diri (Fittz, 1972: 35). Dengan adanya
perkembangan dan perubahan tersebut, dapatlah diterima pendapat
Rogers (Hall & Lindzey, 1978: 499), bahwa struktur diri berkembang dan
berubah seiring waktu. Di masa kanak-kanak awal, ada kecenderungan
perkembangan yang berasal dari citra diri (self image) yang positif atau negatif.
Selanjutnya diri terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan, khususnya
lingkungan yang terdiri dari orang-orang yang signifikan (orangtua, sibling). Pada
saat anak memiliki sensitifitas sosial disertai kemampuan kognisi dan kemampuan
perseptualnya menjadi matang, konsep diri menjadi berbeda dan lebih kompleks.
Berk (1996: 280, 355, 467) menjelaskan bahwa perkembangan konsep diri
diawali dari usia 2 tahun (ada rekognisi diridengan melihat dirinya di kaca, foto,
videotape); masa kanak-kanak awal (konsep dirinya bersifat kongkrit, biasanya
berdasar karakteristik nama, penampilan fisik, barang-barang milik dan
tingkahlaku sehari-hari); masa kanak-kanak pertengahan (ada transformasi dalam
pemahaman diri, mulai menjelaskan diri dengan istilah-istilah sifat kepribadian,
mulai dapat membandingkan karakteristik dirinya dengan peer-nya). Faktor-
faktor yang bertanggungjawab terhadap perubahan konsep diri ini dapat
dialamatkan pada perkembangan kognitif yang pasti mempengaruhi perubahan
struktur diri. Isi dari perkembangan konsep diri paling banyak berasal dari
interaksi dengan orang lain, yang dijelaskan oleh Mead mengenai diri adalah
‘suatu campuran tentang apa yang dipikirkan orang-orang signifikan di sekitar
kita tentang kita’. Hal ini memperlihatkan bahwa ketrampilan mengambil
perspektif (perspektif-taking) muncul selama masa anak, khususnya kemampuan
mengimajinasikan apa yang dipikirkan orang lain, memainkan peranan penting
dalam perkembangan diripsikologisnya; masa remaja (pendefinisiandiri menjadi
lebih selektif, meskipun orangtua tetap berpengaruh, kelompok peers menjadi
lebih penting di usia 8-15 tahun, konsep diri menjadi meningkat dengan
memperoleh umpan balik dari teman dekat).
Self Concept ditentukan oleh tingkatan kepuasan yang dirasakan oleh diri
sendiri terutama bagaimana cara individu itu dapat merefleksikan kepuasannya
kepada orang lain. Apabila orang lain merasakan kepuasan yang kita berikan
direspon sebagai hal yang positif maka orang lain akan merasakan kepuasan yang
yang sama. Tetapi sebaliknya apabila kepuasan yang kita berikan direspon negatif
oleh masyarakat maka dalam jangka waktu lama masyarakat akan merasa tidak
puas. Kondisi semacam ini kita harus melakukan promosi bagai mana tingkat
kepuasan yang kita terima akan direspon positip bagi orang lain . Misal : apabila
kita merasa puas dengan sistem kartu gosok pendaftaran, sedangkan orang lain
merasa lebih repot, maka Rumah Sakit harus melakukan upaya penjelasan sistem
tersebut justru akan lebih memudahkan. Self Contact adalah hal yang penting
dalam upaya kesehatan, karena akan mempengaruhi perilaku masyarakat.
Ada beberapa tradisi di dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif juga
positif.
Contoh negatif : tradisi cincin leher. Meskipun berbahaya karena
penggunaan cincin ini bisa membuat tulang leher menjadi lemah dan bisa
mengakibatkan kematian jika cincin dilepas, namun tradisi ini masih
dilakukan oleh sebagian perempuan Suku Kayan. Mereka meyakini bahwa
leher jenjang seperti jerapah menciptakan seksual atau daya tarik seksual
yang kuat bagi kaum pria. Selain itu, perempuan dengan leher jenjang
diibaratkan seperti naga yang kuat sekaligus indah.
Contoh positif: tradisi nyirih yang dapat menyehatkan dan menguatkan
gigi.
6. Pengaruh norma Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang
hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai
pengguna pelayanan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mencapai status kesehatan yang baik, baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu
mengidentifikasi setiap aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan, dan mengubah atau
mengantisipasi keadaan lingkungan agar menjadi lebih baik. Kesehatan, sebagai
sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup. Kesehatan merupakan
konsep yang positif yang menekankan pada sumber-sumber social, budaya dan
personal. Dengan teori Blum ini kita dapat memperbaiki kondisi lingkungan yang
buruk, dan juga hal-hal yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Seperti
dengan cara memperbaiki 4 aspek utama kesehatan, yaitu genetik, lingkungan,
perilaku dan pelayanan kesehatan.
B. Saran
Irene Tarakanita. (2001). “Hubungan Status Identitas Etnik dan Konsep Diri
Mahasiswa pada Kelompok Etnik Sunda dan Kelompok Etnik Cina”.Tesis. Bandung:
PPS UNPAD.
Jalaludin Rakmat. (2015). (ed 30). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda
Karya. Papalia. D.E & S.W. Olds. (1993). A Child’s World, Infancy Through
Adolesence.. USA: Mc. Graw-Hill, Inc.
Sodik, M. A., & Nahak, T. (2018). Incidence of Malaria, Prevention behavior and
Nutritional Status: Analysis Of Factors That Cause Malaria Diseases In Umalor
Village District Of West Malacca. Indonesian Journal of Nutritional Epidemiology
and Reproductive, 1(1), 11-20.
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar metodologi penelitian. Literasi Media
Publishing. Foster/Anderson. 2009. Antropologi Kesehatan, terj. UI-Press:
Yogyakarta The Field of Medical Anthropology
Sodik, M. A., & Nzilibili, S. M. M. (2017). The Role Of Health Promotion And
Family Support With Attitude Of Couples Childbearing Age In Following Family
Planning Program In Health. Journal of Global Research in Public Health, 2(2), 82-
89. S
odik, M. A., Astikasari, N. D., Fazrin, I., Chusnatayaini, A., & Peristiowati, Y.
(2018). Dental health child with retardation mental and parents behavior. Indian
Journal of Physiotherapy and Occupational TherapyAn International Journal, 12(4),
278-282.
Green, 1980, Health Education Planning, A Diagnostic Approach, The John Hopkins
University, Maryland, Mayfield Publishing Company
Sumber Internet : http://journalbuddies.com/self-esteemresource/journal-writing-
improvesself-esteem/