Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK PAPARAN DEBU KAYU TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PEKERJA MEBEL SEKTOR INFORMAL DI SINDANG GALIH KELURAHAN KAHURIPAN

KECAMATAN TAWANG KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2012 Satria Dimas Aji 1) Sri Maywati dan Yuldan Faturahman 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja Universitas Siliwangi (satriada23@gmail.com) 1) Dosen Pembimbing Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2)

ABSTRAK Paparan debu di ruangan kerja secara tidak langsung akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti gangguan pada pernafasan, iritasi kulit dan iritasi mata yang akan mempengaruhi produktivitas kerja. Gangguan kesehatan dapat dipengaruhi oleh tingkat kadar debu di ruangan dan perilaku pekerja dalam pengendalian paparan debu kayu seperti penggunaan alat pelindung diri (APD). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak paparan debu kayu terhadap keluhan kesehatan pada pekerja mebel sektor informal di Sindang Galih Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan cross Sectional. Sampel sebanyak 59 orang diambil secara purposive sampling dari populasi 61 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, alat pengukuran kadar debu kayu yang digunakan adalah Hazdust EPAM-5000 (environmental particulate air monitor). Hasil penelitian ini terlihat bahwa dari 14 lokasi, yang memiliki kadar debu kayu di atas baku mutu (1 Mg/m3) sebanyak 6 lokasi (42,9%), kadar debu tertinggi 8,042 Mg/m3 dan terendah 1,470 Mg/m3. Responden mengalami keluhan kesehatan yaitu sebanyak 32 orang (54,2%), jenis keluhan kesehatan yang dialami oleh pekerja adalah batuk-batuk dan mata merah dan perih (93,8%), gatal pada kulit (71,9%), kulit kering dan retak (56,3%), cepat lelah (37,5%) dan sesak napas (25%). Berdasarkan uji Chi Square menunjukan bahwa tempat kerja yang terpapar debu kayu berhubungan dengan keluhan kesehatan pada pekerja (p=0,027). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kadar debu kayu yang melebihi nilai ambang batas berhubungan dengan keluhan kesehatan pekerja. Disarankan agar pekerja menggunaka alat pelindung diri dan tidak merokok saat bekerja. Kata Kunci : Kadar debu kayu industri mebel, keluhan kesehatan pekerja, Kepustakaan : 9 (1998-2011)

ABSTRACT Exposure of dust at work will indirectly bring various health problems such as respiratory disorders, skin irritation and eye irritation that would influenced work productivity. Health problems can be affected by the amount of dust in the room and behavior of workers in the control exposure of wood dust such as using of personal protective equipment. Purpose of this research was to knew the effects exposure of wood dust to health complaints in furniture workers of the informal sector in Sindang Galih Kahuripan Tawang Tasikmalaya. Kind of this research was a survey with Cross Sectional approach. Sample as many as 59 people were taken by purposive sampling of the population 61 peoples. Data collected by questionnaires, and Hazdust EPAM-5000 used to measure amount of dust wood. The results of this research showed that from 14 locations is 6 location (42.9%) had level of dust over the standard (1 Mg/m3). The highest levels of dust was 8.042 mg/m3 and the lowest was 1.470 mg/m3. Respondents experienced health complaints as many as 32 people (54.2%), kind of health complaints experienced by workers are coughing and eye irritation and sore (93.8%), itching on the skin (71.9%) and dry skin and crack (56.3%), rapid fatigue (37.5%), asthma (25%). Based on Chi Square test showed workplace exposured by dust of wood was related with health complaints on workers (p = 0.027). This research concluded that amount of wood dust that exceed the threshold value was related with workers health complaints. The workers were recommended to use personal protective equipment, and do not smoke while working. Keywords: Amount of wood dust the furniture industry, the health complaints. Literature : 9 (1998-2011)

A. PENDAHULUAN Industri pengolahan kayu merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya sangat pesat, hal ini berkaitan dengan konsumsi hasil hutan yang mencapai 33 juta m3 per tahun. Konsumsi hasil hutan yang sedemikian besar itu antara lain diserap oleh industri plywood, sawmill, furniture, partikel board dan pulp kertas. Industri-industri tersebut berpotensi untuk menimbulkan kontaminasi di udara tempat kerja berupa debu kayu. Karena sekitar 10 sampai 13% dari kayu yang di gergaji akan berbentuk debu kayu. (Kumaidah, 2009) Debu kayu dapat dihasilkan melalui proses mekanik seperti penggergajian, penyerutan dan penghalusan (pengampelasan). Debu kayu di udara dapat terhirup ke dalam saluran pernapasan dan mengendap di berbagai tempat dalam organ pernapasan tergantung dari diameter dan bentuk partikel. (Triatmo dkk, 2006) Debu yang dihasilkan merupakan salah satu bahaya potensial terhadap kesehatan pekerja terutama bagian pengolahan kayu. Apabila terhirup dapat masuk ke saluran pernafasan akan terjadi penimbunan debu dalam paru-paru yang dapat menyebabkan kelainan fungsi paru-paru dan jika kontak langsung dengan kulit akan timbul gatal pada kulit seperti alergi atau penyakit kulit lainnya yang dikenal dengan dermatosis. (Sumamur 1996) Nilai Ambang Batas (NAB) untuk debu kayu keras seperti kayu mahoni, kayu jati telah ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Non : SE. 01/Men/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja adalah sebesar 1 mg/m3. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan penulis pada bulan Agustus 2012 pada beberapa industri mebel sektor informal di Sindang Galih Keurahan Kahuripan, terhadap 15 orang pekerja diperoleh hasil 80% pekerja mempunyai keluhan kesehatan dan 20% pekerja tidak mempunyai keluhan kesehatan, keluhan yang dirasakan pekerja berbeda-beda, diantaranya 80% pekerja mengalami gangguan pernafasan, 60% pekerja mengalami iritasi kulit, 80% mengalami batukbatuk, 40% mengalami gangguan tidur, dan yang mengalami stress atau mudah marah yaitu sebanyak 40%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tingkat kadar debu di ruangan tempat mereka bekerja dan perilaku pekerja dalam pengendalian paparan debu kayu seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) dan merokok saat bekerja.

B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian expplanatory research dengan menggunakan pendekastan cross sectional, yaitu suatu penelitian dimana variabelvariabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. (Notoatmodjo, 2005) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar debu kayu di lingkungan industri mebel, kadar debu adalah kandungan debu yang dihasilkan sebagai hasil sampingan dari proses pengolahan kayu yang dapat menggangu kesehatan pekerja. Kadar debu diukur dengan alat Hazdust EPAM-5000 dengan satuan Mg/m3 selama satu jam, kemudian data hasil pengukuran dikategorikan menjadi di bawah NAB (<1 Mg/m3) dan di atas NAB (1 Mg/m3). Variabel terikatnya yaitu keluhan kesehatan pekerja, adalah ganguan kesehatan yang timbul atau pernah dirasakan pekerja oleh karena paparan debu kayu berupa batuk, sesak napas, kelelahan, gatal pada kulit, kulit kering & pecah-pecah, iritasi mata dengan skala data nominal. Populasi Dalam penelitian ini adalah pekerja meubel sektor informal di Sindang Galih Kelurahan Kahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya sejumlah 61 orang pekerja mebel dan sampel yang diambil 59 orang pekerja mebel secara purposive sampling dengan kriteria responden yang berumur < 55 tahun, responden yang tidak bekerja di tempat lain yang mengandung kadar debu tinggi, pekerja yang tidak pernah menderita penyakit asma, atau TBC sebelum bekerja pada bidang mebel. Pengukuran kadar debu dilakukan pada saat proses produksi yang diawali dengan menyiapkan alat dan menyimpanya setinggi 1,5 m dari permukaan tanah, pengukuran dilakukan selama 1 jam, setelah 1 jam alat diambil dan hasilnya segera dicatat. Untuk mengetahui keluhan kesehatan yang dirasakan pekerja didapatkan dari hasil wawancara. Data yang didapat kemudian dianalisis dan dilakukan menggunakan uji chi square. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kadar Debu Kayu Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap 14 lokasi industri mebel rumahan diperoleh hasil 6 lokasi industri mebel rumahan memiliki kadar debu di atas NAB (1 Mg/m3) dan sisanya sebanyak 8 lokasi

industri mebel rumahan masih dibawah NAB (<1 Mg/m3). Hasil penelitian menunjukan dari 59 responden, 30 orang (50,8%) bekerja pada tempat kerja di atas NAB, sedangkan sisanya 29 orang (49,2%) bekerja pada tempat kerja di bawah NAB. Debu kayu yang dihasilkan dapat menyebabkan pencemaran udara dan berbahaya bagi tenaga kerja, apabila debu masuk kedalam organ pernapasan dapat menimbulkan penyakit pada tenaga kerja. (Triatmo dkk, 2006) Responden yang terpajan debu kayu lebih besar dari NAB mempunyai resiko terkena ganguan paru 2,02 kali lebih besar dibanding responden yang terpajan debu kayu lebih kecil atau sama dengan NAB. (Rahayu, 2002) Mordjoko (2004) menyatakan bahwa konsentrasi polutan di suatu tempat banyak dipengaruhi oleh arah angin, Angin yang menerpa bangunan akan mengakibatkan tekanan positif (+) pada bidang penerima angin datang, dan mengakibatkan tekanan negatif (-) pada bidang yang berlawanan dan pada bidang samping. Dengan demikian arah hembusan angin berpengaruh terhadap paparan debu kayu yang diterima oleh pekerja, dalam penelitian ini posisi kerja pekerja kebanyakan tidak tetap, yaitu sebanyak 35 responden (59,3%) dan yang melawan arah angin sebanyak 11 orang (18,6%) 2. Keluhan Kesehatan Pekerja Hasil penelitian menunjukan sebanyak 32 orang (54,2%) merasakan adanya keluhan kesehatan, sedangkan yang tidak merasakan adanya keluhan kesehatan yaitu sebanyak 27 orang (45,8%), keluhan kesehatan yang sering dirasakan pekerja seperti batuk-batuk, mata merah dan perih, gatal pada kulit, kulit kering dan retak, cepat lelah, sesak napas. 71,9% mengalami keluhan kesehatan pada saat bekerja, 18,8% mengalami keluhan kesehatan di mana saja,dan 9,4% mengalami keluhan kesehatan setelah pulang kerja. Banyaknya keluhan kesehatan yang dirasakan disebabkan karena tingginya kadar debu di ruangan kerja yang disertai dengan tindakan pekerja yang tidak menggunakan APD dimana 36 responden (61%) tidak pernah menggunakan APD ketika bekerja. Menurut Rahayu (2002) pekerja yang tidak menggunakan APD mempunyai resiko terkena gangguan fungsi paru adalah sebesar 1,23 kali dibandingkan responden yang menggunakan APD. APD yang tepat bagi tenaga

kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah masker, sarung tangan dan kaca mata pelindung. Dari hasil wawancara diperoleh lebih dari setengah responden merupakan perokok berat yaitu sebanyak 39 orang (66,1%). Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2002) kemungkinan untuk terkena gangguan fungsi paru pada tenaga kerja dengan prilaku merokok sebesar 2,78 kali di-banding yang tidak merokok. Menurut Hendrawati dkk (1998) masa kerja menentukan lama paparan seseorang terhadap faktor resiko, semakin lama masa kerja semakin besar kemungkinan seseorang mendapatkan faktor resiko tersebut. Dalam penelitian ini masa kerja responden yang bekerja <4 tahun adalah sebanyak 28 orang (47,5%), sedangkan responden yang bekerja 4 tahun adalah sebanyak 31 orang (52,5%). Sumamur (1983) dalam Suryani (2005) mengungkapkan bahwa gangguan umum yang sering muncul akibat paparan debu kayu adalah batukbatuk, sesak napas, kelelahan dan penurunan berat badan. Hal ini terbukti pada hasil penelitian dimana keluhan terbanyak yang dirasakan oleh pekerja adalah batuk-batuk yaitu sebanyak 30 orang (93,8%), cepat lelah 12 orang (37,5%) dan sesak napas 8 orang (25%). Dermatitis kontak Adalah peradangan yang terjadi oleh karena kontak antara kulit dengan bahan yang datang dari luar dan bersifat toksik maupun alergik atau keduanya yang terjadi akibat seseorang melakukan pekerjaan. Walaupun dalam dosis kecil, apabila berlangsung terus-menerus maka dapat menimbulkan efek kronis pada tubuh. Efek akut dapat berupa gejala-gejala gatal, kulit kering, kemerah-merahan, dan pecah-pecah. (Suwondo, 2011) Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian dimana responden yang terpapar debu kayu mengalami gejala gatal pada kulit sebanyak 23 orang(71,9%), kulit kering dan retak sebanyak 18 orang (56,3%) Menurut Faridawati (1995) beberapa orang yang mengalami pajanan yang sama dan konsentrasi yang sama tetapi menunjukan akibat yang berbeda, mungkin dihubungkan dengan mekanisme pembersihan debu dan perbedaan cara bernapas masing-masing individu.

3. Hubungan Kadar Debu Kayu Dengan Keluhan Kesehatan Hasil pengujian dengan Chi-Square menunjukan bahwa kadar debu kayu berhubungan secara bermakna dengan keluhan kesehatan pekerja mebel sektor informal Sindang Galih p = 0,027 < (0,05). artinya Ho ditolak. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara kadar debu kayu dengan keluhan kesehatan pekerja mebel sektor informal Sindang Galih. D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Kadar debu di atas baku mutu (1 Mg/m3) sebanyak 6 lokasi (42,9%) industri mebel dengan kadar debu tertinggi 8,042 Mg/m3 dan terendah 1,470 Mg/m3. Responden mengalami keluhan kesehatan yaitu sebanyak 32 orang (54,2%), keluhan kesehatan terbanyak adalah batuk-batuk dan mata merah dan perih yaitu sebanyak 30 orang (93,8%) sedangkan keluhan kesehatan paling sedikit dirasakan adalah sesak napas sebanyak 8 orang (25%). Ada hubungan bermakna kadar debu kayu dengan keluhan kesehatan (p value = 0,027). 2. Saran Disarankan kepada pekerja agar menggunakan APD ketika bekerja, dan pemilik industri mebel harusnya menyediakan APD yang sesuai, kepada para pekerja hendaknya tidak merokok pada saat kerja. Daftar Pustaka Hendrawati, W.L., Pruhartono,J., Yunus, F. 1998. Pengaruh debu kayu terhadap paru dan faktor-faktor risikonya di kalangan pekerja industri permebelan kayu PT X di Bogor. Journal Respiratory Indonesia vol 18, No. 4:137-145. Kumaidah. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Milonggo Kabupaten Jepara. Tesis magister kesehatan lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Semarang (akses 8 Agustus 2012) Moerdjoko, Kaitan Sistem Ventilasi Bangunan Dengan Keberadaan Mikroorganisme Udara XXXII (1); 89-94, 2004

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta Rahayu, S, Pengembangan Standar Kesehatan Kerja di Industri Kayu dalam Rangka Pengembangan Standar Kompetensi Tenaga Kerja di Bidang K3 XXXV (1); 521, 2002. Sumamur. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Gunung Agung Suryani, Meta. 2005. Analisis Faktor Risiko Paparan Debu Kayu Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Pengolahan Kayu PT Surya Sindoro Sumbing Wood Industry Wonosob. Tesis magister kesehatan lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Semarang. Suwondo, Ari., Jayanti, Siswi., Lestantyo, Daru. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pekerja Industri Tekstil X Di Jepara. Prosiding Seminar Nasional. Triatmo, Wenang, dkk. 2006. Paparan Debu Kayu Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol. 5

Anda mungkin juga menyukai