Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN. Salah satu
faktor utama rendahnya kualitas sumber daya manusia ini tentu berhubungan dengan dunia
pendidikan nasional. Program pendidikan nasional yang dirancang diyakini belum berhasil
menjawab harapan dan tantangan masa kini maupun di masa depan.
Dalam menghadapi harapan dan tantangan di masa depan, pendidikan merupakan
sesuatu yang sangat berharga dan dibutuhkan. Pendidikan di masa depan memainkan
peranan yang sangat fundamental di mana cita-cita suatu bangsa dan negara dapat diraih.
Bagi masyarakat suatu bangsa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang akan
menentukan masa depannya.
Menghadapi masa depan yang sudah pasti diisi dengan arus globalisasi dan
keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi, pendidikan akan semakin
dihadapkan terhadap berbagai tantangan dan permasalahan yang lebih rumit dari pada
masa sekarang atau sebelumnya. Untuk itu, pembangunan di sektor pendidikan di masa
depan perlu dirancang sedini mungkin agar berbagai tantangan dan permasalahan tersebut
dapat diatasi. Dunia pendidikan nasional perlu dirancang agar mampu melahirkan generasi
atau sumber daya manusia yang memiliki keunggulan pada era globalisasi dan
keterbukaan arus informasi dan kemajuan alat komunikasi yang luar biasa.
Dalam membangun pendidikan di masa depan perlu dirancang sistem pendidikan
yang dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Sistem pendidikan yang dibangun tersebut perlu berkesinambungan dari pendidikan
prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan
nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum. Kurikulum merupakan
jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di masa depan perlu dirancang dan
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan meningkatkan
mutu sumber daya manusia Indonesia. Mutu pendidikan yang tinggi diperlukan untuk
menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia.
Kesejahteraan bangsa Indonesia di masa depan bukan lagi bersumber pada sumber
daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal
sosial, dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan
pengetahuan menjadi suatu keharusan. Mutu lulusan tidak cukup bila diukur dengan
standar lokal saja sebab perubahan global telah sangat besar mempengaruhi ekonomi suatu
bangsa. Terlebih lagi, industri baru dikembangkan dengan berbasis kompetensi tingkat
tinggi, maka bangsa yang berhasil adalah bangsa yang berpendidikan dengan standar mutu
yang tinggi.
Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif
sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang
sedini mungkin. Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon
secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dengan cara seperti ini lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program
pembelajarannya terhadap kepentingan peserta didik.
Untuk menjawab tantangan di atas, Pusat Kurikulum menyelenggarakan kegiatan
”Kajian Kebijakan Kurikulum”. Salah satu langkah yang dilakukan adalah “Seminar
Kurikulum Masa Depan”. Berikut ini adalah rangkuman gagasan tentang kurikulum masa
depan yang muncul dalam seminar tersebut.
Pada makalah “Pendidikan (Kita di) Masa Depan”, Dr William Chang membahas
tentang pendidikan di tengah perubahan sosial, pendidikan tempo “doeloe”, sekilas
pendidikan sekarang, dan pendidikan masa depan. Tentang gambaran masa depan,
dipaparkan tentang beberapa gejala sosial dan nilai dasar, yaitu ketidakadilan sosial,
kemanusiaan dan gender, kedisiplinan, dan masalah ekologi. Disinggung pula tentang tiga
unsur penting, yaitu what to know, how to learn, serta mentalitas, kultur, pandangan, dan
gaya hidup peserta didik.
Selanjutnya, diuraikan tentang perlunya mengembangkan kebudayaan moral dalam
dunia pendidikan, cq sekolah, antara lain melalui kepemimpinan moral dan akademik,
pelajaran-pelajaran bernilai moral yang bisa bentuk perilaku, peningkatan rasa
komunitarian untuk bisa lebih mengenal yang lain, semangat demokratis, lingkungan
moral yang mengandalkan dialog, dan lebih diperhatikannya dimensi moral dalam
pergaulan.
Selain itu, dibahas juga tentang ciri-ciri manusia Indonesia yang pernah
dikemukakan Mochtar Lubis pada tahun 1977 dan bagaimana pendidikan kita di masa
depan menanggapi kenyataan ciri-ciri manusia Indonesia ini.
Akhirnya, dipaparkan beberapa rekomendasi yang berhubungan dengan
pengembangan kurikulum, yaitu:
• Penyusunan kurikulum sebaiknya menganut prinsip benar, baik, dan indah.
• Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya terkait dengan “teori pengetahuan”.
Pengetahuan sebagai kebenaran dan bukan sebagai “vested interests”.
• Perlu diperhatikan aspek-aspek normatif kurikulum, seperti peran pendidikan nilai
dalam kurikulum, pengaruh kultur sosial dan tuntutan masyarakat atau keperluan
individu, dan perancangan kurikulum yang kontekstual tanpa kehilangan aspek
normatif.
• Pengintegrasian “teori nilai” sambil memperhatikan hirarki nilai, serta sosialisasi nilai
dasar kemanusiaan yang universal sejak jenjang pendidikan dasar.
• Pemberian perhatian kepada dimensi estetik kurikulum.
Utomo Danan Jaya dalam makalahnya yang berjudul ” Kurikulum Masa Depan”
membandingkan paradigma pendidikan yang konservatif dan progresif. Perbandingan itu
meliputi pandangan filosofis yang mendasari, dan teori-teori para ahli pendidikan, tujuan
kegiatan belajar-mengajar, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang berbasis
pengetahuan dan berbasis kompetensi, serta pendekatan belajar-mengajar yang dianut
yang berimplikasi kepada perbedaan peran guru dan siswa, serta penilaian hasil kemajuan
belajar siswa.
Paparan pandangan Utomo Danan Jaya amat menarik diperhatikan para pengambil
keputusan, pengembang kurikulum dan penilaian, serta praktisi pendidikan, terutama
kepala sekolah dan guru. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain dikemukakan berikut
ini.
• Perlu dikembangkan pola pendidikan yang progresif, antisipatif ke masa depan, mudah
beradaptasi, dan terbebas dari kungkungan dan dominasi pemerintah.
• Pendidikan jangan hanya menjadi instrumentasi kebijakan, hasrat, minat, kondisi
sesaat.
Pada makalah “Kurikulum Masa Depan Pendidikan Anak Usia Dini”, Nina K
Tambunan dan Aryanti dari High Scope, Jakarta menekankan hal-hal berikut ini.
• Betapa pesatnya perkembangan dunia informasi dan teknologi yang begitu depat
disertai makin rumitnya masalah yang dihadapi umat manusia.
• Informasi berlipat ganda setiap 72 hari. Padahal, dulu tiap 8 tahun, dan kemudian tiap
5 tahun.
• Betapa rendahnya hasil pendidikan Indonesia, seperti yang terlihat pada urutan ke-40
dari 40 negara, Human Development Index tahun 2003 Indonesia pada urutan 112,
merosot dari urutan ke-104 pada tahun 1995. Tes PISA untuk matematika, siswa
Indonesia berada pada urutan ke-40 dari 40 negara, dan tes internasional TIMSS untuk
matematika, siswa kita menduduki urutan ke-34 dari 45 negara. Mengamati data ini,
apakah kita siap menghadapi tahun 2030 misalnya?
• Padahal tantangan abad ke-21 yang sedang kita hadapi adalah internasionalisasi,
pemerolehan informasi yang cepat dan tepat, inovasi, dan outsourcing. Selain itu, kini
lebih ditekankan pengembangan multi-kecerdasan, terutama EQ dan SQ, bukan lagi
IQ.
• Skills dan kemampuan literasi serta ciri-ciri kualitas lulusan pendidikan yang
dibutuhkan dunia kerja pada abad ke-21 amat berbeda dengan indikator sukses sekolah
tradisional kita. Indikator sukses sekolah progresif bertolak belakang dengan indikator
sekolah tradisional.
Pada makalah “Kurikulum Pendidikan Dasar Masa Depan”, Udin Syaefudin Sa’ud dari
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung menekankan hal-hal berikut ini.
• Penggunaan ICT yang dipadukan dengan bahan ajar yang dikembangkan.
• Penerapan “joyful learning” dan”CTL” yang terpadu dengan bahan ajar.
• Penerapan penilaian portofolio yang terkait dengan perkembangan lifeskills peserta
didik.
Faktor penentu keunggulan suatu negara (*) Hasil evaluasi Bank Dunia (1995)
terhadap 150 negara di dunia), yaitu:
• Innovation & creativity 45%
• Networking 25%
• Technology 20%
• Natural resources 10%
• Penerapan penilaian portofolio yang terkait dengan perkembangan lifeskills peserta
didik.
Fungsi pokok pendidikan dasar, yaitu:
• Pengembangan jati diri individu peserta didik sebagai pribadi dan warga negara
• Pengembangan personal lifeskills dan enterpreneurship skills
• Pengembangan problemsolving skills
• Pengembangan social responsibility
• Pengembangan “basic skills for learning to know, learning to do, learning to be, and
learning to live together”
Pada makalah “Kurikulum Masa Depan Pendidikan Agama”, M. Amin Summa dari
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta menekankan hal-hal berikut ini.
• Perlu disiasati pengembangan kurikulum pendidikan agama yang dirasakan terlalu
sedikit mendapatkan jatah, sementara pada sisi yang lain teramat banyak/berat tuntutan
yang dibebankan pada pendidikan agama.
• Yang sejogianya dirancang-bangun adalah kurikulum pendidikan agama yang bersifat
utuh dan menyeluruh, yang memperlihatkan ciri-ciri berikut ini. Kurikulum pendidikan
agama yang memuat semua aspek agama yang hendak diajarkan oleh guru-pendidik
agama;
• Kurikulum pendidikan agama yang memadukan semua aspek ajaran agama sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan apalagi dipertentangkan.
• Kurikulum pendidikan agama yang mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan
agama dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain (non-agama), yang paling sedikit
dianggap sama kepentingan dan kegunaannya bagi hidup dan kehidupan bangsa
Indonesia dan bahkan umat manusia pada umumnya.
• Di samping itu, pendidikan agama tidak hanya semata-mata bersifat teoretis tetapi juga
perlu didukung oleh pengamalan dan pengalaman para guru-pendidiknya.
9. PROSES MATEMATIKA
• Sangat penting diterapkan pendekatan belajar aktif (student active learning) yang
terfokus kepada proses matematika, Kurikulum yang dikembangkan dan
implementasinya dalam PBM hendaknya menekankan pemecahan masalah
(problemsolving) dan pengembangan beragam kompetensi konkret matematika, bukan
pengetahuan atau materi matematika.
• Materi (substansi atau isi) matematika yang diusulkan hendaknya dikaji lebih lanjut
guna memperbaiki materi matematika yang terdapat pada Standar Isi 2006.
• Perbandingan dengan standar-standar kurikulum mata pelajaran di negara-negara
tetangga dan di dunia hendaknya lebih ditekankan agar standar Indonesia tidak
ketinggalan.
• Pengalaman pihak-pihak yang sudah menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk pembelajaran matematika di sekolah amat penting dikaji dan hasilnya diterapkan
guna mendorong percepatan mengejar ketertinggalan dalam pengajaran matematika.
• Perlu dititikberatkan pengadaan dan penyebaran sarana belajar matematika, berupa
buku pelajaran, alat peraga, lembar kerja, buku sumber dan referensi, paket belajar
(learning pack), CD, dan buku bacaan yang relevan.
Kurikulum bahasa asing lainnya untuk tingkat SMA disusun sesuai dengan target literasi
yang dicanangkan. Dalam kurun waktu tiga tahun dengan alokasi tidak lebih dari 4 X 45
menit seminggu mungkin hanya dapat ditargetkan untuk mencapai kompetensi berwacana
primer dengan tingkat literasi performatif.
• Perlu digalakkan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar IPA di SD, SMP, dan
SMA. Karena ketersediaan laboratorium terbatas dan laboratorium di banyak sekolah
kurang lengkap. Namun, yang lebih penting lagi adalah penggunaan lingkungan untuk
Pada makalah “Masukan untuk Kurikulum Seni – Budaya Masa Depan (SD sampai
SMU)”, Primadi Tabrani dari ITB, Bandung mengemukakan sejumlah saran. Penyajian
saran-saran yang penting dipadukan dengan implikasi yang muncul dari saran-saran
tersebut untuk pengembangan dan implementasi kurikulum masa depan.
1. Kepada para siswa perlu diperkenalkan sejarah dan lingkungan yang menghasilkan
seni budaya Austronesia/Nusantara. Untuk itu, para guru seni budaya dan sejarah perlu
mempelajarinya. Melalui pengenalan ini, generasi muda kita dapat merasa bangga
sebagai putra Nusantara.
3. Dalam pendidikan senirupa, untuk pelajaran menggambar yang boleh dikata semata
NPM dari Barat perlu diperbaiki dengan memberikan RWD, yang merupakan gambar
alami anak dan merupakan anugrah Tuhan, tempat yang sejajar dengan NPM. Kepada
anak perlu diberi peluang untuk membuat perpaduan antara NPM dan RWD. Bila
ingin memperagakan sesuatu, pakailah NPM, tapi bila ingin bercerita/berekspresi,
pakailah RWD atau kombinasi antara keduanya. Senirupa kita bisa maju dengan
‘melompat’ sebab RWD belum ada di Barat.
4. Pendidikan senirupa SMA, perlu diubah pelajaran tentang rupa dasar Nusantara (yang
berdimensi waktu – ragam hias misalnya). Ke dalam kurikulum seni budaya di
sekolah perlu dimasukkan banyak seni budaya tradisi sebagai warna lokal daerah.
Tujuannya, bukan hanya agar kita mengenal kembali heritage kita sebagai bangsa, tapi
5. Media pembelajaran kita perlu dikembangkan menjadi paket media yang “rupa-
rungu”: ada teks, slide, video, CD, gambar peraga, dan sebagainya. Dan buku
pelajaran sudah masanya dikembangkan menjadi “illustrated” science & technology
books, di mana gambar dan kata terpadu untuk menunjang proses belajar yang lebih
maju, cepat, dan mendalam.
6. Praktik berkarya seni hendaknya cukup terwakili dalam kurikulum, sebab berkarya
seni melatih anak didik untuk piawai berproses belajar yang baik yang sama dengan
proses kreasi. Ini kemudian akan memudahkan diperolehnya proses belajar-mengajar
yang baik yang bisa “ditularkan” saat proses belajar-mengajar dalam ilmu-ilmu yang
lain, juga dalam Iptek.
7. Di tingkat SD dan SLTP, bahkan kalau bisa juga di SMA pelajaran seni budaya
sebaiknya jangan dipisahkan teori dengan praktiknya. Sebaiknya teori dan praktik
terpadu, hingga terhayati dan proses belajarnya menjadi proses kreasi. Dengan
demikian, karya tidak hanya mengekspresikan perasaan, tapi juga merefleksikan
pengetahuan, data, riset yang dilakukan untuk menghasilkan karya tersebut.
8. Sebaiknya untuk SD diberi dasar untuk menggambar dari alam dengan bantuan
imajinasi.
9. Para pakar pendidikan kita diharapkan mau meneliti Limas Citra Manusia, apakah
memang bisa digunakan secara praktis untuk proses belajar-mengajar, setidaknya
sebagai pembanding/alternatif bagi proses belajar-mengajar Barat yang “kurang
memuaskan" yang kita gunakan selama ini. Siapa tahu Limas LCM tersebut
merupakan jawaban atas keresahan Anderson yang mendambakan ditemukannya
““……the single psychological theory that adequately provides a basis for all
learning…..”.
• Gagasan penulis agar orientasi pendidikan jasmani bukan hanya pendidikan olahraga,
tetapi ke arah pengembangan nilai-nilai dan karakter positif individu dan masyarakat
atau pendidikan jasmani untuk kehidupan seyogianya diterapkan pada kurikulum masa
depan. Demikian pula, perlunya memberikan tantangan kepada siswa untuk melampaui
batas (limit) kemampuan sebelumnya agar tercapai persepsi baru mengenai diri.
• Implikasinya adalah perlunya diberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
kompetensinya sampai melampaui batas tersebut. Untuk itu, PBM harus diatur
bervariasi sesuai dengan taraf pencapaian kompetensi siswa.
• Gagasan agar kurikulum diarahkan kepada peserta didik dan pencapaian otonomi
individu dan pengarahan diri serta siswa bertanggung jawab untuk menentukan sendiri
arah tujuannya, mengembangkan keunikan pribadi, dan memandu sendiri kegiatan
♥ Komposisi bermain dan belajar dari SMP s.d. SMA cukup rasional. Porsi belajar
sambil bermain yang cukup besar di SD, namun secara gradual dikurangi pada jenjang
SMP dan terutama SMA. Sebaliknya, porsi belajar berkembang atau membesar sejalan
dengan pengurangan porsi bermain.