Anda di halaman 1dari 15

Melakukan Seperti Alexander:

Pelajaran mengenai Kepemimpinan dari Sang Penakluk*

Manfred F.R. Kets de Vries**

--------------------------------------*Kutipan dari buku Are Leaders Born or Are They Made? The Case of Alexander the Great **Raoul de Vitry dAvaucourt Clinical Professor di Pengembangan Kepemimpinan, INSEAD, Perancis dan Singapore
Page 1 of 15

Abstrak Obyektif dari artikel ini adalah untuk mendalami bagaimana kepemimpinan yang efektif dan penyebab kepemimpinan yang keluar jalur. Sebagai bahan uraian, diambil salah satu pemimpin terkenal sepanjang masa: Alexander Agung dari Makedonia, yang mengubah sejarah peradaban manusia. Kisah kehidupannya menggambarkan kekuatan psikologis yang membentuk karakter seorang pemimpin dan mengungkapkan pelajaran kepemimpinan yang dapat dipelajari dari tindakannya. Pelajaran kepemimpinan yang diajarkan Alexander antara lain: Visi yang efektif, peranan inovasi strategis, pembentukan konstelasi peran eksekutif, manajemen tindakan (management of meaning), pujian, pelatihan dan pengembangan, perencanaan suksesi, dan pentingnya sistem tata kelola organisasi yang terstruktur dengan baik.

KATA KUNCI: karisma; kepemimpinan; keangkuhan; gangguan mood (cyclothymia); kecintaan pada diri sendiri (narcissism); penyakit gila yang mengkhayalkan diri sebagai orang agung (megalomania); paranoia; visi; inovasi; konstelasi peran eksekutif; manajemen tindakan (management of meaning); pintar dalam memberikan pujian (praise-singing); perencanaan suksesi; tata kelola organisasi

Page 2 of 15

Anakku, carilah bagimu kerajaan lain Kerajaan yang kutinggalkan terlalu kecil untukmu. - Raja Philip, kepada anaknya yang berumur 16 tahun, Alexander (Agung)

Alexander Agung dianggap sebagai pemimpin dunia paling sukses dalam sejarah. Ia di kenang sebagai penakluk yang paling dirayakan pada masa kuno, salah satu komandan perang terbesar dalam sejarah, dan legenda dalam sejarah hidupnya. Ia termasuk dalam kategori individu yang mengubah sejarah peradaban dan membentuk dunia saat ini. Ia menghasilkan tindakan yang lebih besar dari pemimpin sebelum atau sesudahnya. Seorang yang brilian dalam strategi dan taktik militer, Alexander menaklukkan hampir seluruh dunia peradaban pada masanya. Sebelum masa Alexander, dunia peradaban di dominasi oleh budaya timur - orang-orang Persia, Mesir, Babylon. Alexander mengubahnya. Dimulai dengan penaklukan yang dilakukannya, masyarakat barat kaum Romawi dan Yunani berada di panggung tengah. Kemenangan demi kemenangan, kejayaan demi kejayaan, ia membangun imperium yang membuatnya menjadi legenda pada masanya. Penakluk terbesar pertama yang mencapai Yunani, Mesir, Asia Kecil, dan Asia sejauh India bagian barat. Dalam kurung waktu kurang dari dua belas tahun, Alexander menaklukkan hampir seluruh negara pada masanya. Pada puncak kekuasaannya, kerajaannya membentang dari laut Ionian sampai sebelah utara India. Sebelum pelayaran para penjelajah Portugis dan Spanyol pada akhir abad 15, orang Eropa bisa mengatakan bahwa mereka akhirnya mengeksplorasi jauh melebihi Alexander. Alexander Agung lahir pada 356 BC di Pella, ibukota kekaisaran Makedonia di Yunani Kuno, saat ini terletak di sekitar Thessaloniki di sebelah utara Yunani. Anak dari Philip II, Raja Makedonia dan Putri Olympias dari Epirus (sekarang disebut Albania). Ayahnya, penguasa yang brilian dan ahli strategi yang mampu mengubah tentara perang Makedonia menjadi pasukan tempur yang hebat, menaklukkan hampir seluruh Yunani dalam kurun waktu beberapa dekade. Ibunya, Olympias, wanita yang terkenal dengan perangai dan ambisi nya. Sifat-sifat ini, digabung dengan kecerdasannya, membuatnya menjadi wanita yang sulit. Orangtua yang kerap kali berselisih dialami sepanjang masa kanak-kanak Alexander.

Page 3 of 15

Pada usia tujuh tahun, Alexander keluar dari bayang-bayang ibunya untuk menjalani pelatihan ketat oleh Leonidas, kerabat Olympias. Leonidas mengajarkan keahlian fisik yang dibutuhkan sebagai seorang komandan perang - keahlian seperti menunggang kuda dan pertarungan dengan menggunakan pedang. Untuk memperluas pendidikannya, pada usia tiga belas tahun, Alexander menjadi murid filsuf Yunani, Aristotle, yang mengajarkan retorika dan sastra dan merangsang minat Alexander pada ilmu pengetahuan, kedokteran dan filsafat. Melalui Aristotle, Alexander mempelajari cara hidup bangsa Yunani dan peradaban ideal bangsa Yunani. Aristotle juga membuat Alexander mencintai karya-karya Homer. Guru terakhir Alexander adalah Lysimachus. Darinya, Alexander muda belajar aspek budaya dunia di sekelilingnya, memperoleh penghargaan dalam bidang seni rupa seperti drama, puisi dan music dan belajar memainkan kecapi. Pendidikan membuat Alexander bercita-cita mencapai kejayaan di usianya yang masih muda. Atas pengaruh ibunya, Alexander ditanamkan kepercayaan bahwa ia adalah keturunan Achilles, pahlawan mitos Iliad, sedangkan ayahnya adalah keturunan Zeus, anak Heracles. Pahlawan sebagai panutan! Panutan yang mempengaruhi kehidupan Alexander panutan yang mampu merepresentasikan cita-citanya antara lain: Penguasa tunggal (Cyrus Agung), Dewa (Zeus dan Dionysus), Setengah-Dewa (Heracles), Penulis hebat (Homer), Pahlawan (Achilles), dan Filsuf (Aristotle). Seperti yang digambarkan dalam karya kuno, masa muda Alexander terkenal tidak memiliki rasa takut, tangguh, temperamental, dan memiliki keinginan untuk belajar. Ayah dan anak memiliki ambisi dan tingkat persaingan yang tinggi. Alexander seperti kuda pacu dalam antusiasme dan kompetisi, sangat ingin meniru dan kemudian melampaui penaklukan yang dilakukan ayahnya. Pada masa mudanya, Alexander mengeluh karena berada didalam bayang-bayang ayahnya dalam segala hal. Ia takut bahwa tidak ada sesuatu yang hebat yang tersisa untuknya, tidak ada yang spektakular untuk ditunjukkan kepada dunia. Alexander lahir di Pella, dimana pada masa mudanya ia banyak bertemu dengan negarawan, filsuf dan artis, menjadikannya dewasa sebelum waktunya. Kedewasaan, disertai dominasi Olympias, memberikan semangat untuk melebihi teman-temannya. Keinginannya untuk menonjol dibanding yang lain tercermin dalam satu cerita terkenal. Pada saat sang ayah membeli seekor kuda cantik yang diberi nama Bucephalus, tidak ada seorangpun yang mampu menaklukkan keliaran Bucephalus. Philip berencana untuk membuang kuda tersebut ketika Alexander bertaruh bahwa ia

Page 4 of 15

sanggup menjinakkan Bucephalus. Ketika Alexander berusaha mendekati kuda liar itu, ia memperhatikan bahwa Bucephalus takut terhadap bayangannya sendiri. Alexander menunggangi Bucephalus dengan menghadap ke arah matahari sehingga membelakangi bayangan. Dengan kemenangan atas taruhan, Alexander mendapatkan kuda tersebut dan kemudian menungganginya sampai wilayah India. Ketika Bucephalus mati di India, Alexander mendirikan kota dan menamainya Bucephala. Ketika Alexander berumur enambelas tahun, ia ditugaskan sebagai bupati Makedonia. Dalam tugasnya, ia harus berhadapan dengan pemberontakan di wilayah liar, sekarang bernama Bulgaria, ketika Philip pergi berperang. Alexander dan pasukannya berhasil menaklukkan pemberontakan suku Thracian, dan mendirikan kota pertamanya (dan banyak lagi dikemudian hari), Alexandropolis. Penamaan ini mengikuti contoh sang ayah. Pada salah satu kemenangannya, Philip menamai wilayahnya Philippopolis. Pada 336 BC, Philip dibunuh dan Alexander mewarisi tahta Makedonia. Pemimpin Yunani melihat kematian Philip sebagai suatu rahmat, kesempatan untuk membebaskan diri dari gangguan bangsa Makedonia dalam urusan mereka. Hal yang mengejutkan, Alexander menunjukkan bakatnya dalam menghasilkan strategi tajam dan taktik brilian dengan memberantas pemberontakan di Thrace dan Illyria. Untuk memberi contoh, setelah menaklukkan Thebes, Alexander menghancurkan kota tersebut dan menjual penduduknya sebagai budak. Tindakan kejam ini mengirimkan pesan kuat kepada kota-kota lain dan membatalkan percobaan pemberontakan. Alexander mempersatukan kota-kota di Yunani, membentuk Liga Nasional (League of Nations) dan menjadikannya pemimpin. Meskipun Alexander mempergunakan tentara terlatih bentukan ayahnya, ia mendorong batasbatas kekuasaan Makedonia dan Yunani ke tingkat tak seorangpun pernah bermimpi. Dibawah bimbingannya, formasi Macedonian Phalanx dinding pertahanan yang tak tertembus, terdiri dari beberapa baris tentara, masing-masing memegang lima sampai tujuh meter tombak (setiap tentara dilindungi oleh tameng tentara disampingnya) efektivitas yang mematikan. Setelah sisa-sisa oposisi dari berbagai kota di Yunani ditaklukkan, pada musim semi 334BC, Alexander memulai kampanye ke wilayah Asia, perang yang semula direncanakan oleh ayahnya. Menurut kabar, kampanye bertujuan untuk mengimbangi penghinaan dari invasi Persia oleh Raja Xerxes seratus lima puluh tahun sebelumnya. Alasan sesungguhnya adalah ia membutuhkan

Page 5 of 15

kekayaan Raja Persia untuk mendanai mesin perangnya. Alasan yang lain (motivasi terdalam) adalah keinginan untuk melebihi ayahnya. Deretan penaklukan yang dilakukan Alexander terbukti menjadi yang terbesar dalam sejarah. Musuh terbesar nya adalah raja Persia, Raja Darius III. Pada saat itu, kerajaan Persia merupakan kekaisaran yang sangat hebat, membentang dari Mesir dan Mediterania sampai India dan Asia Tengah kekaisaran yang mendominasi dunia kuno selama lebih dari dua abad. Sebuah cerita menyebutkan bahwa ketika para tentara mencapai tanah setelah melintasi Hellespont (memisahkan Eropa dari Asia), Alexander melompat dari kapal dengan mengenakan pakaian kekaisaran, melemparkan tombak ke depan dan menyatakan bahwa ia menerima Asia dari para Dewa. Meskipun sangat kalah dalam jumlah, Alexander mengalahkan tentara Persia dalam tiga pertempuran besar. Pertempuran pertama terjadi pada 334 BC, ketika Alexander menyapu rata pasukan pertahanan Persia yang dikirim (tetapi tidak dipimpin) oleh Raja Darius III di sungai Granicus (sekarang berlokasi di Turki). Di tepi sungai, Alexander dengan cepat mengalahkan tentara Persia yang telah menunggunya. Kemenangan ini membuat sisa Asia Minor rawan terhadap kekuatan militernya. Kekuatan itu merupakan simbol, Alexander memutuskan simpul Gordian (Gordian knot), (menurut legenda) orang yang mampu memutuskan simpul Gordian, menguasai dunia. Pada 333 BC, Alexander bergerak menuju Syria. Meskipun Raja Darius telah mengerahkan pasukan dalam jumlah besar, ia tidak mampu menahan pasukan infanteri, kavaleri dan phalanx yang sangat kuat. Seluruh wilayah Syria menyerah kepada Alexander. Menyusul kemenangan ini, Alexander melanjutkan ke Mesir, dimana ia disambut sebagai pembebas dari tekanan kekuasaan Persia dan dinobatkan sebagai Pharaoh/Firaun. Disana, ia mendirikan kota terkenal bernama Alexandria, yang menyandang namanya; menjadi pusat dunia perdagangan dan pendidikan. Ketika di Mesir, ia pergi ke oasis Amon (sekarang Libya), dimana ia diakui sebagai anak dewa Amon-Ra, pengakuan yang memberikan kontribusi pada ketuhanannya. Setelah tinggal di Mesir, Alexander mengorganisir ulang kekuatan militernya dan mulai menuju Babylon. Pada 331 BC, ia kembali mengalahkan Raja Darius dalam pertempuran Gaugamela, setelah Babylon menyerah. Raja Darius kemudian dibunuh oleh salah satu jenderalnya, pembunuhan yang

Page 6 of 15

memberikan kesempatan bagi Alexander untuk menyatakan diri sebagai Raja Asia. Alexander kemudian menuju Persepolis, ibukota Persia dan menghancurkan nya. Alexander tidak beristirahat lama, pandangannya tertuju pada India. Alexander berangkat dari, yang sekarang disebut Afganistan menuju India bagian utara. Pada musim semi 327 BC, Alexander mengalahkan Raja Porus (lawan tangguh yang dipersenjatai dengan gajah-gajah perang) di sungai Hydaspes. Setelah kemenangan yang tidak mudah ini, tentara Makedonia mulai memberontak, menolak untuk pergi lebih jauh. Dengan sedikit pilihan, Alexander memerintahkan untuk kembali ke Babylon, dan menghabiskan waktunya selama satu tahun untuk mengorganisir kekuasaannya dan menyelesaikan survey tentang teluk Persia sebagai persiapan untuk penaklukan berikutnya. Mereka yang kembali dengan selamat bersama dengan Alexander telah menempuh 20,000 mil dalam periode sekitar sepuluh tahun. Alexander saat ini berada di puncak kekuasaannya. Kerajaannya terbentang dari laut Ionian ke bagian utara India. Meskipun keinginan pasukannya untuk kembali pulang ke rumah, Alexander jauh dari puas. Ia terdorong untuk menjelajah wilayah lain, ingin memperluas batas peradaban. Ia juga ingin menggabungkan Asia dan Eropa menjadi satu negara dan memberi nama Babylon sebagai ibukota baru. Dalam rangka mempersatukan akuisisi nya, ia mendukung perkawinan antar bangsa, membasmi petugas yang korup, dan menyebarkan ide-ide, adat, dan hukum Yunani ke wilayah Asia. Seluruh rencana Alexander berakhir tiba-tiba ketika, pada saat di Babylon, mengalami demam. Tubuhnya yang terlatih untuk berperang tidak mampu melawan penyakit, dan meninggal pada 323 BC di usia tiga puluh dua tahun. Alexander mengeluhkan bahwa pada saat ia sakit, justru sekarat karena diobati oleh terlalu banyak dokter. Meskipun istri pertama, Roxane, sedang hamil anak lakilaki pertama, Alexander tidak meninggalkan warisan untuk penggantinya, sehingga kerajaannya dibagi diantara jenderal-jenderalnya. Terdapat peninggalan abadi dari penaklukannya: penyatuan peradaban Yunani dan Timur Tengah. Pada saat Alexander membangun kerajaannya, ia melihat dirinya sebagai pilot dari seluruh ide, adat, dan hukum Panhellenic (segala sesuatu yang berhubungan dengan Yunani) di wilayah baru. Dengan mempergunakan teknik militer dan pemerintahan, ia mencoba mempersatukan orangorang yang telah ia taklukkan kedalam satu kerajaan dengan merancang bentuk pemerintahan

Page 7 of 15

lokal di setiap daerah. Sedapat mungkin, ia tetap menjaga sistem pemerintahan tetap utuh. Sebagai contoh, di Mesir, ia menjadi Pharaoh. Di Mesopotamia, ia menjadi Raja Agung. Tanpa memperhatikan peran yang ia jalankan, ia berusaha bersikap adil. Apabila ia mendengar petugas provinsi berkuasa dengan semena-mena, ia akan menggantikannya. Ia juga mendirikan ratusan pemukiman baru, mendukung orang-orangnya untuk menikahi wanita lokal dan memberi contoh dengan menikahi ratu Persia dan wanita Bactrian. Ia membuat tentara dari beragam budaya yang berasal dari wilayah taklukannya. Ia memperkenalkan sistem mata uang tunggal, dan mempromosikan perdagangan. Melebihi aturan konvensional, ia memanipulasi agama-agama lokal untuk menghalalkan aturan yang ia buat, menjadikannya seorang Dewa. Sebagai seorang pemimpin, Alexander tidak memiliki rekan sejawat. Ia dapat bermurah hati terdapat musuh yang telah ditaklukkannya dan sangat loyal terhadap teman-temannya. Sebagai seorang Jenderal, dia memimpin dengan memberikan contoh, memberikan arahan dari depan, menderita luka yang sama dengan pasukannya. Ia memperhatikan tiap anggota tentaranya dan membesarkan hati mereka bila memungkinkan. Meskipun perlakuan ini menyebabkan kesetiaan pasukannya, tetapi tidak semuanya. Alexander juga terkenal dengan sifatnya yang bengis. Ia membunuh salah satu rekannya dalam keadaan mabuk. Gabungan cara hidup Persia dan keinginan dianggap sebagai dewa yang hidup menjadi pertentangan dalam pemerintahan dan garis depan, menciptakan perpecahan. Visinya tentang kerajaan yang berbasis toleransi memberikan status yang sama terhadap orang-orang Persia dan orang-orang jajahan lainnya menyebabkan kebencian yang meningkat diantara rakyat Alexander sendiri. Pejabat-pejabat yang berasal dari Makedonia keberatan atas usaha Alexander untuk menikahkan mereka dengan orang-orang Persia. Mereka juga merasa terganggu dengan kebrutalan Alexander dalam memberantas konspirasi yang tidak berdasar dan perlakuan kasar lainnya. Alexander dapat terlihat sebagai orang yang memiliki kepribadian ganda, penuh dengan dunia sandiwara yang sangat kompleks. Diantara naskah yang menakjubkan, adalah perjuangan, pencarian (secara aktif mendapat dukungan dari ibunya) untuk menjadi lebih baik dari ayahnya, cara lain untuk beraksi dalam menangkal ketakutan akibat reaksi depresi, dan gangguan mood (cyclothymic) kecenderungan perubahan mood secara radikal. Selain itu, ia sangat membutuhkan refleksi positif sebagai afirmasi, dengan mempergunakan sahabat karibnya, Hephaiston, sebagai alter ego yang menciptakan keamanan terbesarnya secara psikologis. Seperti pemimpin sebelum

Page 8 of 15

dan sesudahnya, Alexander menjadi korban kepongahan arogansi dan kesombongan yang berlebihan. Gabungan efek kemenangan yang tak terkalahkan, kekayaan yang tak tersaingi, kekuasaan yang tidak tertandingi dan mutlak, stress fisik yang luar biasa, alkoholik akut, dan terasing mulai memberikan akibat buruk. Para penasihat Alexander semakin berkurang dan semakin tidak bersedia mengutarakan pendapat mereka akibat ketakutan akan konsekuensinya, sistem kesadaran realitas Alexander menjadi goyah. Ia menjadi korban kesuksesannya sendiri. Dengan berjalannya waktu, ambisi dan keinginannya untuk menguasai semakin meningkat. Tragedi yang dialaminya tidak hanya kehilangan kesadaran akan realitas tetapi paranoia yang berlebihan yang mengakibatkan lingkaran kesepian dan isolasi. Pada akhirnya, dengan tidak ada seorangpun yang menantang realitas yang dibentuk sendiri oleh Alexander, dunia nya menjadi seperti rumah kaca: ia hanya melihat apa yang ingin ia lihat. Kendati terdapat sisi gelap nya, sisi kepribadiannya yang konstruktif muncul, membantunya mendapatkan kemenangan demi kemenangan, kejayaan demi kejayaan, membentuk kerajaan yang membuatnya menjadi legenda pada masanya.

Hidup di Ujung Tanduk

Berdasarkan cerita diatas, kita dapat simpulkan pencapaian Alexander: Ia membawa ide-ide, budaya dan kehidupan Yunani ke wilayah yang ia taklukkan dan memastikan ekspansi dan dominasi budaya Hellenistis, beserta peradaban Romawi dan kekristenan merupakan pondasi apa yang saat ini disebut Peradaban Barat. Ia menjelajah selama duabelas tahun, 20,000 mil dan tidak pernah kalah dalam perang. Ia mempersatukan area yang luasnya lebih dari 22 juta mil persegi Ia mengadopsi pakaian dan adat Persia, menikahi orang Bactrian dan ratu Persia, dan mewajibkan ribuan orang Makedonia dan Yunani untuk menikahi wanita Persia. Ia memproklamasikan dirinya sebagai dewa-raja di wilayah Mesir, Yunani, dan daerah lain di kerajaannya dengan tujuan mempersatukan kerajaannya.
Page 9 of 15

Ia membawa para ilmuwan dalam ekspedisinya untuk mengumpulkan data mengenai biologi dan geografi. Ia membuat Yunani sebagai bahasa yang berlaku di wilayah Timur Dekat untuk segala urusan pemerintahan, pembelajaran dan perdagangan. Ia membentuk banyak koloni dan kota (tujuh puluh diantaranya diberi nama sesuai namanya sebagai bentuk penghormatan!). Ia memulai eksperimen besar dalam akulturasi dengan mengirimkan anak-anak di wilayah Timur Dekat ke Yunani untuk di beri pendidikan. Ia melatih dan menggunakan orang-orang Persia sebagai tentaranya. Ia mempergunakan orang-orang Yunani, Makedonia dan Persia dalam pemerintahannya sebagai upaya mempersatukan Timur dan Barat. Ia melakukan revolusi dalam perdagangan dengan membentuk sistem umum mata uang untuk seluruh kerajaan (sistem ekonomi yang mulai terbentuk setelah pemerintahan Alexander hampir tidak berubah sampai Revolusi Industri pada abad 19).

Apakah ada pelajaran yang didapat dari penaklukan yang dilakukan Alexander? Meskipun tidak ada analogi sejarah yang tepat, namun prinsip yang mendasari aktivitas nya merupakan suatu kebenaran yang tidak terbantahkan sejak 2400 tahun yang lalu. Pemimpin kontemporer akan memperhatikannya dengan seksama.

Pelajaran dalam Kepemimpinan ala Alexander

Alexander juga mengajarkan pada dunia beberapa pelajaran penting mengenai Kepemimpinan. Melalui contoh yang ia berikan, pemimpin kontemporer dalam bidang bisnis dan politik dapat belajar banyak mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan oleh seorang pemimpin. Pelajaran utama yang diajarkannya harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di kantor dan di ruang konferensi di seluruh dunia:

Page 10 of 15

Memiliki visi kuat yang berbicara pada imajinasi kolektif Mengembangkan strategi kreatif yang responsif terhadap kekuatan lawan Membuat konstelasi peran eksekutif Teladan yang unggul Mendorong terciptanya inovasi Mengelola tindakan untuk mengembangkan identifikasi kelompok Memberi semangat dan mendukung pengikut Investasi dalam training dan pengembangan Memperkokoh perolehan Merencanakan penerus/pengganti Membuat mekanisme tata kelola organisasi

1. Memiliki visi yang kuat. Tindakan Alexander membuktikan kemampuan mencapai sesuatu jika fokus secara total, apabila seseorang memiliki obsesi yang tinggi. Tingkah lakunya menegaskan pentingnya seorang pemimpin memiliki visi yang jelas; pemimpin yang efektif harus mampu menterjemahkan situasi yang ada dan arah yang akan dituju. Sejak awal, Alexander mengetahui apa yang ingin ia capai. Lompatannya dari pantai setelah melintasi Hellespont dan perkataannya sebagai penguasa Asia menjadi suatu pernyataan. Melalui sikap yang dramatis ini, ia berbicara kepada imajinasi kolektif rakyatnya. Tentaranya melakukan hal yang benar; meminta retribusi atas perbuatan Xerxes kepada bangsa Yunani. Kemampuan retoris Alexander membantu mereka melakukan petualangan yang hebat. Alexander mengetahui arah yang akan dituju dan bagaimana mencapainya. Sayangnya, ia tidak mengetahui bagaimana atau kapan saatnya untuk berhenti (menyebabkan kebingungan dan ketidakpuasan pasukannya). 2. Mengembangkan strategi kreatif yang responsif terhadap kekuatan lawan. Alexander merupakan salah satu ahli strategi militer yang brilian disepanjang sejarah. Ia memiliki visi yang hebat, tentu, tetapi ia juga mampu membuat visi tersebut menjadi kenyataan. Ia mempergunakan strategi yang tidak tertandingi sepanjang sejarah. Ia adalah master dalam analisa kompetitif. Dalam medan perang, ia tahu bagaimana mengambil keuntungan dalam setiap situasi, beradaptasi secara cepat terhadap taktik yang dilancarkan lawan. Ia merasa nyaman dalam setiap situasi peperangan, dari pertempuran standard sampai perang gerilya, dan selalu siap akan hal-hal yang tidak terduga. Ia memelihara sistem informasi yang hebat dan mampu
Page 11 of 15

membaca motif sang lawan. Karena ia seorang master dalam mengkoordinasi mesin-mesin militer, eksekusi yang tepat di medan perang merupakan keuntungan kompetitifnya. Selain itu, tidak ada pemimpin militer yang mempergunakan kemampuan kecepatan dan kejutan. Ia benar-benar memahami arti pernyataan bahwa seseorang harus cepat atau ia mati! 3. Membuat konstelasi peran eksekutif. Alexander juga mampu membentuk tim yang berkomitmen. Ia membuat konstelasi peran eksekutif yang mana setiap panglima dapat membangun kekuatannya diatas yang lain. Sementara Parmenion, panglima utama, memainkan peran penting dalam medan perang dan Antipater, bupati di Makedonia, membuat wilayahnya teratur, sementara panglima yang lain mengelola daerah kekuasaan yang lain. Kerjasama tim membentuk koordinasi luar biasa, menyebabkan Alexander mencapai kesuksesan di medan perang. Hanya di tahun-tahun kemudian hubungannya dengan orang-orang nya memburuk. 4. Teladan yang unggul. Alexander memberikan contoh keteladanan dalam kepemimpinannya; Ia bertindak sesuai perkataannya. Seperti dijelaskan sebelumnya, ia bukanlah seorang jenderal yang duduk manis dibelakang meja. Ia memimpin pasukannya secara harfiah. Ia tidak membicarakan perang; ia berperang dimedan perang. Pada tahun-tahun awal, ia tidak mau menikmati fasilitas yang didapatnya, ia hidup sebagai seorang prajurit, tidur di tenda sederhana dan makan makanan biasa. Ketika pasukannya kelaparan atau kehausan, ia juga kelaparan dan kehausan; ketika kuda-kuda mereka mati dan mereka harus berjalan kaki, ia melakukan hal yang sama. Situasi ini berubah ketika ia mulai terpikat oleh gaya hidup mewah bangsa Persia. 5. Mendorong terciptanya inovasi. Alexander mengetahui cara mendorong terciptanya inovasi. Ia menyadari keuntungan kompetitif terhadap strategi inovasi. Karena kecekatannya dalam penyebaran phalanx, dukungan dan kepercayaannya atas kreativitas para ilmuwan dan kecerdasannya dalam mengatur logistic, mesin perangnya merupakan mesin yang lebih maju daripada yang lain di masanya. Ia mengetahui pentingnya memahami pihak lawan, sehingga ia sangat memperhatikan sistem informasi militer dan mempergunakan informasi atas hasil survey (reconnaissance) secara maksimum. Kreativitas dan inovasi Alexander tidak hanya terbatas pada bidang militer. Keingintahuannya terhadap biologi, zoologi, dan kedokteran, serta dukungannya terhadap para ilmuwan dalam ekspedisinya, memimpin kearah pengembangan lebih lanjut.

Page 12 of 15

6. Mengelola tindakan untuk mengembangkan identifikasi kelompok. Alexander adalah ahli dalam manajemen tindakan. Ia memiliki mesin propaganda, dan dipergunakan secara efektif. Kemampuannya dalam orasi, berdasarkan bahasa sederhana yang dimengerti pasukannya, memiliki kemampuan hipnotis terhadap siapapun yang mendengarnya. Sebagai pemimpin yang karismatik, ia mempergunakan mitos, metafora, analogi dan cerita-cerita, membangkitkan simbol-simbol budaya yang berpengaruh dan memunculkan emosi yang kuat. Lompatannya di pantai dengan mengenakan pakaian kekaisaran untuk mengakui Asia dan memutuskan simpul Gordian dianggap sebagai contoh yang bagus. Pada saat ia merasa kasus yang dihadapi membutuhkan penegasan, ia mengetahui cara mempergunakan peramal untuk mendukung berbagai macam kejadian sebagai tanda takdir; dan ia mempergunakan simbol-simbol dan ritual (pengorbanan kepada dewa) untuk tujuan yang lebih besar. Manajemen tindakan ini, digabungkan dengan bakatnya dalam memberikan teladan, mengembangkan identifikasi kelompok diantara tentaranya, memberikan motivasi untuk menyumbangkan karya yang tanpa batas. 7. Memberi semangat dan mendukung pengikut. Alexander pintar dalam memuji. Ia mampu memberi semangat rakyatnya atas kehebatannya di medan perang sehingga mereka menjadi lebih hebat di medan perang. Ia secara rutin memperhatikan setiap prajuritnya dan menghargai jasa dan keberanian mantan prajurit dan mereka yang gugur, memperjelas bahwa setiap kontribusi individu akan diakui. Ia memperhatikan kebutuhan anak buahnya, menjenguk dan menolong yang terluka, mengatur upacara peringatan bagi prajurit yang gugur (dan memelihara janda dan anak-anak). Ia bersikap seperti teddy bear berkualitas, yang berarti memiliki kemampuan sebagai kontainer bagi emosi rakyatnya. Ia juga seorang pendengar yang baik. 8. Investasi dalam training dan pengembangan. Sangat visioner pada jamannya, Alexander menghabiskan waktu dan sumber daya untuk training dan pengembangan. Ia tidak hanya melatih tentaranya pada saat itu saja, tetapi juga memikirkan masa depan generasi selanjutnya, mendidik kaum muda Persia ke dalam medan perang Makedonia dan berusaha keras membawa bahasa Yunani dan lainnya masuk ke Asia. 9. Memperkokoh perolehan. Tiga pelajaran berharga yang didapat dari Alexander bukanlah dari kekuatannya tetapi dari kelemahannya. Yang pertama adalah kebutuhan untuk memperkokoh

Page 13 of 15

perolehannya. Ia tidak mempergunakan sistem yang tepat untuk mempersatukan kerajaannya. Alexander tidak pernah menikmati buah dari usahanya. Tertawan dalam dunia nya sendiri, ia tidak dapat beristirahat dan menikmati tetapi merasa terdorong untuk berusaha keras seperti tanpa pilihan; terompet persaingan tidak pernah membuatnya beristirahat. Gabungan dari temperamen, pengembangan pribadi, dan momen bersejarah, menjadikannya pria saat itu: seseorang yang sukses dalam peperangan dan memenangkan kerajaan yang sangat luas. Hal itu juga membatasinya, membentuk dinding penjara psikis berisi setan masa lalu (tema utama dari naskah nya) yang mencegahnya memperkokoh wilayahnya. Penaklukkan mungkin sangat menguntungkan, tetapi seorang pemimpin tanpa mengelola perolehannya cenderung kehilangan semuanya. 10. Merencanakan penerus/pengganti. Pelajaran lain yang diajarkan oleh Alexander (hal kedua yand diajarkan karena kelalaiannya) adalah kebutuhan untuk merencanakan penerus. Alexander sangat fokus pada perannya sebagai raja dan cita-citanya menjadi dewa sehingga ia tidak memikirkan masa depan (tentu saja ada yang beranggapan bahwa kematiannya di usia muda berperan penting dalam kurangnya perencanaan). Sebagai akibatnya, kerajaannya tercabik-cabik semenjak kematiannya. Kekuasaan adalah bahan peledak yang mudah meledak yang harus dialihkan secara hati-hati. Seorang pemimpin besar menyadari bahwa menjaga warisan secara turun temurun dan seharusnya diwariskan dalam keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk melakukan hal itu, mereka harus memastikan penerus yang kompeten. Kecintaannya pada diri sendiri menyebabkan nya tidak dapat melihat diluar batas perannya. 11. Membuat mekanisme tata kelola organisasi. Pelajaran terakhir yang diajarkan oleh Alexander (sekali lagi diajarkan karena kelalaiannya) adalah pentingnya kekuatan penyeimbang. Kekuatan yang tidak terkontrol menyebabkan keangkuhan, memberikan kontribusi kepada kemunduran dan kehancuran. Pemimpin memiliki tanggungjawab (terkesan berat) untuk menempatkan pada tempatnya suatu mekanisme tata kelola organisasi. Pemeriksaan dan keseimbangan diperlukan untuk mencegah kesalahan dalam mengambil keputusan dan penyalahgunaan kekuasaan. Alexander mulai memerintah sebagai penguasa yang mendapat pencerahan (mengacu pada waktu dan keadaan saat itu), mendapat dukungan dari rekan-rekan prajurit yang loyal berasal dari keluarga terhormat di Makedonia dan lainnya. Tetapi seperti penguasa sebelumnya, ia kecanduan kekuasan. Seiring berlalunya waktu, ia mengharapkan sorak sorai dari sekelilingnya, sehingga lingkaran disekelilingnya tidak memberikan sumbangsih apapun.

Page 14 of 15

Dengan tidak adanya keterusterangan dari orang-orang disekelilingnya, ia mulai hidup dalam dunianya sendiri, sistem kesadaran realitas menjadi menurun. Hanya melalui krisis, seperti pada saat tentaranya memberontak dan menolak untuk melangkah maju, dapat membawa Alexander kembali ke dunia nyata. Berada di luar alam realitas memberikan kontribusi pada ketidakmampuannya untuk menggabungkan kerajaannya.

Sangat sulit menentukan mana diantara pelajaran diatas yang paling penting karena suatu kerajaan (atau organisasi) perlu perubahan dalam perjalanan sejarahnya. Meskipun pelajaran-pelajaran tersebut penting, Alexander mengajarkan tiga hal terakhir yang paling unggul, apabila dihubungkan dengan keruntuhan kerajaannya. Meskipun wilayahnya sangat luas dan kaya raya, keangkuhannya lebih besar. Merasa tak terkalahkan dan tidak dapat dihentikan, ia mengabaikan keuntungan yang telah diperoleh dan tidak memikirkan tanah jajahan dan orang-orangnya apabila suatu saat ia mati. Ia berbagi pandangan yang kemudian di ungkapkan oleh salah satu penerusnya, Sun-King, Louis XIV. Aprs moi le dluge, menurut Louis, tidak menghiraukan apa yang akan ditinggalkannya. Alexander, dibalik kesalahannya dalam mempersiapkan penggantinya, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada dunia. Pemikiran mengenai kegelapan dan terang, perang dan damai, resolusi dan murah hati ini adalah kenangan akan Alexander. Sebagai pemimpi, ia mampu berimajinasi.

Page 15 of 15

Anda mungkin juga menyukai