Anda di halaman 1dari 4

Vol. Kajian I, ARTIKEL No.

1 tahun ASLI2008 Pustaka

Status Gizi Propinsi Maluku Jurnal Madani FKM UMI

Kedokteran di Zaman Nabi Muhammad SAW, Implikasinya Terhadap Nilai-nilai Kesehatan


Muh. Khidri Alwi*, Numan**
*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia Makassar **Fakultas Agama, Universitas Muslim Indonesia Makassar Jl. Urip Sumoharjo Km.05 Kampus II UMI

Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.01 No.01, Tahun 2008

Tlp. 0411 425607 Fax. (0411) 425607 Makassar

Kesehatan dipandang dalam Islam secara holistik dengan konsekuensi bahwa kedokteran Islam juga bersifat holistik. Salah satu nama Al-Quran adalah Asy-Syifa yang berarti sesuatu yang menyehatkan atau memulihkan kesehatan. Kaum muslim memahami kesehatan itu sebagai merujuk pada kesehatan spiritual, intelektual, psikologi dan fisik. Semua dimensi yang berbeda-beda dari kesehatan manusia ini terintegrasi dan tersatukan dalam pandangan dunia religius Islam. Denqan demikian tujuan kedokteran sangat selaras dengan pandangan Al-Quran tentang kesejahteraan manusia. Kedokteran pada umumnya dipandang oleh kaum Muslim sebagai sebuah sains yang akarnya jelas berasal dari AlQuran dan Sunnah Nabi. Kemuliaan dan kedudukan tinggi kedokteran dalam masyarakat Islam tradisional dipacu keyakinan bahwa seni ini pada awalnya diwahyukan pada manusia melalui Nabi Idris a.s. Kepercayaan ini diterima oleh banyak kaum Muslim yang memiliki ototritas dalam bidang kedokteran dan para sejarawan pemikiran seperti Said al-Andalusi Ibn al-

Qifthi, serta oleh para sejarawan religius, termasuk al-Ghazali ( Osman Bakar, 1995), Pada zaman nabi Muhammad SAW. di Mekkah dan Medinah telah hidup dokter-dokter kenamaan. Diantara mereka adalah Haris Bin Kildah yang pernah menamatkan sekolah kedokterannya di Yunde-Sahapur, Persia. Dibawah panji-panji Islam, orang-orang Arab mengalahkan Yunde-Sahahpur dan Alexandria. Kedokteran yang ada pada mereka lebih baku dan berdasar kaidah-kaidah teoritis yang lahir dari seorang ummi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW diutus bukan untuk menjadi dokter. Namun nilai-nilai medis dari sabda-sabda beliau besar sekali pengaruhnya bagi perkembangan ilmu kedokteran Islam. Terbukti dalam sejarah kehidupan beliau yang berumur sampai 63 tahun, menurut Dr. Haikel dalam bukunya Hayatun Muhammad, Rasulullah SAW hanya menderita sakit dua kali. Pertama beliau sakit ketika kembali mengunjungi kuburan sahabatnya di Baqi, karena kuatnya tekanan panas (suhu gurun) beliau menderita sun

51

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

stroke, kedua menjelang wafatnya, beliau menderita apa yang disebut bissahri wal hima, sulit tidur dan demam tinggi. (Muhammad Husain Haekal, 1996). Dari sini tergambar betapa beliau adalah manusia yang sangat memperhatikan masalah kesehatan. Banyak hadits yang menggambarkan bahwa Rasulullah adalah manusia yang paling peduli masalah kesehatan. Dibawah ini beberapa hadits tersebut. ; a) Suatu hari datanglah seorang Arab dusun (Badui) kepada Rasulullah SAW., lantas ia bertanya kepada beliau : Ya Rasulullah hal apakah yang paling baik aku minta kepada Allah SWT. setelah selesai melakukan shalat lima waktu ? Rasulullah Saw. menjawab : Mintalah kesehatan Orang Arab dusun itu tetap mengulangi pertanyaannya, maka untuk yang ketiga kalinya Rasulullah mengatakan : Mintalah kesehatan di dunia dan di akherat (Ibnul Qayyim al-Jauziyah, t.t.). b) Dalam riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda; Dua nikmat di mana kebanyakan manusia tidak memperhatikannya yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang. (HR. Bukhari dalam Al-Riqaq 11/96). Barang siapa yang di pagi hari merasa aman di tengah-tengah kaumnya, sehat tubuhnya dan memiliki pangan hari itu maka seakan-akan ia telah memiliki dunia dengan segala isinya. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam At-Tarmizi (Hadits no. 2347) dan Ibnu Majah (Hadits no,4141). c) Disebutkan, dari Abu Haraira Rasulullah SAW. bersabda : Nikmat pertama yang ditanyakan kepada seseorang hamba pada Hari Kiamat yaitu

apabila ditanyakan kepadanya: Tidakkah telah Kami sehatkan badanmu dan telah Kami segarkan (kenyangkan) kamu dengan air yang dingin. Hadits ini diriwayatkan ATarmizi (hadist no. 3555) dalam tafsir bab Wa min Surat Al-Haakum A-Takatsur, dengan sanad shahih, juga disahkan Ibnu Hibban (lihat hadits no. 2585). Dengan tuntunan wahyu Rasullullah SAW. telah meletakkan, kaidah-kaidah baku yang terintegrasi antara naqli dan aqli, yang darinya dimulai pembahasan-pembahasan ilmiah dalam Ilmu Kedokteran. Beliau sangat peduli terhadap prinsip-prinsip kesehatan, sehingga jika ada orang yang sakit beliau menyuruh kepada orang tersebut untuk segera berobat. Baliau juga menasehati umatnya untuk tidak meremehkan suatu penyakit. Orang yang tidak beriman akan bertanya-tanya heran, bagaimana seorang Muhammad SAW yang ummi, yang tak tahu membaca dan tidak tahu menulis dapat memberi nasehat-nasihat kedokteran yang amat tinggi mutunya. Didalam kitab Shahih Muslim dan Shahih Bukhari, terdapat dua bab khusus mengenai kedokteran. Didalam Shahih Bukhari saja, tercatat 80 hadits-hadits yang membicarakan tentang kedokteran. Sebagian ahli menyatakan bahwa Imam Bukhari merupakan orang pertama yang menulis Tibb al Nabi ( Kedokteran pada Nabi, medicine of the prophet ). Tibb al-Nabi, merupakan buku pertama yang dipelajari oleh pelajar-pelajar di sekolah kedokteran, sebelum mereka lebih jauh mempelajari materi-materi kedokteran yang bersifat teoritis. Hal itu disebabkan, bahwa setelah penlitian dan percobaan serta

52

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

praktek-paraktek medis, pernyataanpernyataan Rasulullah SAW. terbukti kebenarannya. Menurut Fazlur Rahman, jika mengkaji dari seluruh hadits Nabi tentang ihwal pengobatan, maka didapatkan 3 kategori hadits secara mujmal membahas hal tersebut. Pertama, hadits yang mendorong praktik penyembuhan penyakit dan prinsip kesehatan secara luas. Kedua, hadits yang berisi praduga Rasulullah mengenai masalah penyakit dan kesehatan serta tindakan untuk menyembuhkannya, entah secara medis atau spiritual. Ketiga, hadits yang terkait dengann ilmu pengobatan Nabi. Pernyataan Rasulullah yang diterima secara umum dalam literature hadits adalah ; Allah selalu menyediakan penyembuhan bagi semua penyakit atau setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat yang diberikan sesuai dengan penyakit yang di derita, akan diperoleh kesembuhan dengan izin Allah. Hadits ini memiliki nilai teologis yang penting- bahwa obata-obatan berdaya guna atas izin Alla. (Fazlu Rahman, 1987). Berdasarkan 3 kategori hadits mengenai pengobatan Nabi di atas, maka dapat disimpulkan ada 3 pokok essensi ilmiah teori kedokteran Nabi (Tibb Al-Nabi), yaitu : Pertama : Di sini ada perintah untuk berobat. Terkandung keharusan bagi setiap muslim berobat apabila ditimpa penyakit. Kedua : Setiap penyakit ada obatnya, dan obat itu dikenal dengan mempelajarinya. Terkandung nilai-nilai semangat mencari, meneliti dan mempelajari segala macam penyakit. Bagi pasien, pernyataan bahwa penyakitnya akan sembuh, sebab pasti ada

obatnya akan memberi harapan kepada orang sakit (pasien) bahwa dengan usaha ikhtiar dan pengobatan yang tepat akan memberi dampak kesembuhan. Ketiga : Nabi menganggap penyembuhan sebagai pencegahan. Menyembuhkan orang yang sakit termasuk keharusan dalam agama. Dr. Najib Kailani,1982 dan Ahmadie Thaha, 1982). Lebih jauh dari itu, ada riwayat atau kaedah ushul yang terkenal mengatakan alhimyatu ashlu kulli dawaa-ing, pencegahan pangkal dari semua pengobatan (prevention is better than cure) Kedokteran Islam berdasarkan Niali-nilai Ilahiyah Sistem kedokteran Islam, sesudah masa Rasulullah Saw. sampai masa perkembangan emasnya telah memperlihatkan sintesisnya yang hebat. Kedokteran Nabi mampu memperlihatkan sifat fleksibel dan dinamisnya, beradaptasi dengan perubahan tanpa hilang jati dirinya. Dengan karakter ilmiahnya, dia memiliki kemampuan untuk menyerap doktrindoktrin dalam penyempurnaannya dalam ber-akulturasi dengan zaman. menyerap metode-metode dan teknik-teknik terbaik dari berbagai sistim medis tradisional yang pernah ada, dan merekonstruksi perubahan zaman dengan baik, tanpa meninggalkan hirarki keIlahiannya. Pokok kajian ilmu kedokteran (islam), seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Sina dalam maha karyanya The Canon of Medicine yang dijadikan rujukan ensiklopedia kedokteran dan bertahan selama delapan abad menyebutkan, ilmu kedokteran adalah cabang ilmu yang membahas tentang keadaan-

53

Vol. I, No. 1 tahun 2008

Jurnal Madani FKM UMI

keadaan sehat dan sakit tubuh manusia dengan tujuan mendapatkan cara yang sesuai untuk menjaga atau mempertahankan kesehatan. Tujuan ilmu kesehatan (kedokteran) menurut dokter-dokter muslim adalah untuk menjaga dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai, yang, dengan izin Allah, membantu memulihkan atau mempertahankan kesehatan tubuh manusia. Keadaan normal tubuh manusia adalah sehat. Dalam keadaan ini semua fungsi tubuh berjalan secara normal, dan dicirikan oleh keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan semua unsur dan sistim tubuh. Sakit disebabkan karena adanya gangguan pada keharmonisan dan keseimbangan ini ketika satu atau lebih dari fungsi atau bentuk organ-organ tubuh mengalami kerusakan. Dari semua ilmu dan seni praktis yang dikembangkan oleh orang Islam, tak ada yang menempati posisi lebih mulia dan dihargai daripada kedokteran. Banyak diantara tokoh religius dan kedokteran Islam memandang seni dan praktik kedokteran sebagai perbuatan religius yang utama karena ia membantu laki-laki dan perempuan untuk membantu orang lain menjaga dan memulihkan kesehatan mereka. Pengakuan religius yang diberikan kepada ilmu kedokteran, membuat dokterdokter muslim mendapat kedudukan yang sangat berpengaruh dan dihormati dalam masyarakat, karena mereka menegakkan dan meninggikan nilai ilmu kesehatan (kedokteran) dan profesi dokter. Dan sampai hari ini, perkembangan kedokteran konvensional tidak bisa dilepaskan dari peranan dokter-dokter muslim yang mengembangkan kedokteran Nabi hingga hari ini kita merasakan manfaatnya semua. Wallahu alam bissawab..

Daftar Pustaka Fazlu Rahman, Health and Medicine in the Islam Tradition (New York : Crossroad, 1987), hal. 39. Muhammad Husain Haekal, Hayatun Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad) Cet. Ke-20, pen. Litera Antar Nusa, Jakarta, 1996, hal. 566. Osman Bakar, Tawhid and Science: Essays on the History and Philosophy of Islamic Science. (Tauhid dan Sains, Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam). Cet. Kedua, Rajab 1416/Nopember 1995, hal. 135. Syamsuddin Muhammad ibn, Aby Bakr ibn. Ayyub Az-Zariyyah ad-Damsyqy (Ibnul Qayyim al-Jauziyah). Ath-Thib AnNabawiah. Beirut, Daar Ats-Tsaqaafat Islamiyah, t.t. hal. 66 Dr. Najib Kailani, Fi Rihaabit ath-Thib AnNabawi, Muassisul Risalah, Beirut, 1980, hal. 11-12. Ahmadie Thaha Kedokteran dalam Islam. Surabaya : Pt. Bina Ilmu, 1982, hal. 23.

54

Anda mungkin juga menyukai