Anda di halaman 1dari 52

1 Usulan Penelitian Juherinah

KADAR TROPONIN T PADA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat diberbagai bagian dunia. Lebih dari 2,5 juta orang berisiko terinfeksi virus dengue. Diperkirakan 50 juta orang terinfeksi virus dengue setiap tahun, termasuk 500.000 kasus demam berdarah dengue dengan renjatan (DBD-R) dan sekitar 2,5% meninggal akibat DBD-R (Nguyen dkk, 2004). Infeksi virus dengue memperlihatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, dengan kasus DBD dan DSS yang dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus demam dengue merupakan dasarnya (Soedarmo dkk., 2008; Satari, 2011). Perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bervariasi sekitar 7-10 hari. Selain menyebabkan renjatan dan atau perdarahan, penyakit DBD berpotensi menyebabkan kelainan jantung, hepatitis, ensefalopati dan gagal

ginjal akut. Komplikasi tersebut jarang ditemukan namun akhir-akhir ini dilaporkan terjadi peningkatan frekuensi kejadian (Gupta V dkk, 2010). Meskipun kejadian syok pada DSS diperkirakan karena berkurangnya volume intravaskuler akibat kebocoran plasma ke dalam ruang interstitial, tapi beberapa penelitian terbaru melaporkan bahwa hal tersebut terjadi oleh karena kelainan jantung (Gupta V K dkk, 2010). Manifestasi kelainan jantung pada penderita DBD bervariasi, dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik berupa bradikardi relatif, disfungsi miokard, gangguan konduksi jantung atau miokarditis. Beberapa penelitian melaporkan adanya kejadian miokarditis akut pada pasien infeksi dengue. Umumnya kelainan jantung pada DBD ditegakkan berdasarkan gejala klinis, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan aktivitas enzim jantung. Dapat ditemukan perubahan gelombang T dan segmen ST pada elektrokardiografi dengan fraksi ejeksi yang rendah. Pada penelitian yang dilakukan di New Delhi melaporkan bahwa pada pasien DBD yang dilakukan pemeriksaan echokardiografi terdapat 16,7% anak yang mengalami disfungsi ventrikuler kiri (Gupta V K dkk, 2010). Kelainan jantung pada DBD bersifat ringan dan sementara, namun potensial menyebabkan kematian (Chaundary SC dkk, 2010). Perjalanan penyakit miokarditis tersamar, sehingga banyak kasus mungkin tidak diketahui dan tidak terdiagnosis, oleh karena itu untuk mengetahui adanya kelainan jantung pada DBD dilakukan pemeriksaan EKG

dan enzim jantung untuk melihat gambaran EKG dan peningkatan aktivitas enzim jantung (Lee IK, 2010) Peningkatan aktivitas enzim jantung pada DBD terjadi karena kelainan/gangguan pada miokard yang menyebabkan pelepasan enzim jantung seperti enzim Creatinin Kinase (CK), Isoenzim MB dari CK (CK-MB), Laktat Dehidrogenase (LDH) dan troponin T (TnT) dalam sirkulasi. Namun yang lebih spesifik dan sensitif untuk mengetahui kelainan miokard adalah troponin T karena troponin T merupakan protein regulator yang berperan dalam kontraktilitas miokard. Troponin T akan dilepaskan ke sirkulasi bila terjadi kerusakan miokard sehingga troponin T merupakan estimasi kerusakan miokard. Dan bila kerusakan miokard tersebut terlambat dalam diagnosis dan berlanjut menjadi berat dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu penting untuk mengetahui kadar troponin T pada penderita DBD. Penelitian tentang kelainan jantung pada DBD dengan melihat gambaran EKG, enzim jantung atau echokardiografi telah banyak dilakukan di dunia. Namun penelitian tentang kadar troponin T pada penderita DBD hasilnya masih kontroversial. Penelitian oleh Gupta V K dkk di New Delhi melaporkan bahwa 42,8% pasien DBD menunjukkan serum troponin T yang positif. Sedangkan oleh Supachokchaiwattana dkk di Thailand menunjukkan bahwa serum troponin T tidak terdeteksi pada pasien demam dengue, demam

berdarah dengue dan sindrom dengue syok. Berdasarkan kontroversi hasil penelitian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar troponin T pada penderita DBD.

Penelitian tentang kadar troponin T pada penderita DBD anak belum pernah dilakukan di Indonesia sehingga dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang patomekanisme infeksi dengue terhadap kelainan jantung.

I.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah kadar troponin T pada penderita demam berdarah dengue renjatan (DBD-R) lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita demam berdarah dengue tanpa renjatan (DBD-TR)?

I.3. TUJUAN PENELITIAN I.3.1. Tujuan Umum Menilai kadar troponin T penderita DBD-R dan DBD-TR I.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengukur kadar troponin T darah vena pada penderita DBD-TR. 2. Mengukur kadar troponin T darah vena pada penderita DBD-R. 3. Membandingkan kadar troponin T darah vena pada penderita DBD-TR dan DBD-R.

I.4. HIPOTESIS PENELITIAN

Kadar troponin T pada penderita demam berdarah dengue renjatan (DBD-R) lebih tinggi dibandingkan pada penderita demam berdarah dengue yang tidak mengalami renjatan (DBD-TR).

1.I.5. MANFAAT PENELITIAN 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai gambaran troponin T pada penderita demam berdarah dengue. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk penatalaksanaan demam berdarah dengue yang lebih komprehensif. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya: a. Troponin T sebagai uji diagnostik dalam mendeteksi kerusakan jantung pada penderita demam berdarah dengue. b. Kadar troponin T sebagai faktor prognostik terhadap kerusakan jantung pada penderita demam berdarah dengue.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1. DEMAM BERDARAH DENGUE II.1.1. Definisi Infeksi virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes dan saat ini telah diisolasi 4 serotipe di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi 2 7 hari, fenomena hemoragik, hepatomegali dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi (Soedarmo dkk, 2008).

II.1.2. Etiologi Penyebab DBD adalah virus dengue (VD) termasuk grup B Arthropod Borne Virus (Arboviruses) dan dikenal sebagai genus flavivirus, family flaviviridae yang mempunyai empat jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 (Soedarmo dkk, 2008). Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada semua selubung protein yang menimbulkan cross-reaction (reaksi silang) pada uji serologi, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN, menimbulkan imunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut, tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus yang lain. Sehingga infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype yang lain (Sugianto S, 2004).

Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Namun serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat (Soedarmo dkk, 2008).

II.1.3. Epidemiologi Kasus pertama demam berdarah dengue di Indonesia dicurigai di Surabaya pada tahun 1968 dan di Jakarta pada tahun 1969, kemudian berturutturut di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Pada tahun 1993 demam berdarah dengue telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia (Soedarmo dkk, 2008; Satari, 2011). Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang (Soedarmo dkk, 2008; Satari, 2011). Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain virulensi virus, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue dan prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologi setempat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara

September sampai Februari dengan puncaknya pada bulan Januari (Soedarmo dkk, 2008).

II.1.4. Patogenesis Patogenesis DBD menjadi obyek penelitian yang menarik, menantang dan masih kontroversial. Hal tersebut menunjukkan bahwa mekanisme yang sesunggunya tentang patofisiologi, hemodinamik dan biokimia dari DBD belum sepenuhnya diketahui secara jelas (Sutaryo, 2004) Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut teori the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun (Shepherd, 2006; Soedarmo 2008). Hipotesis ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut (Soedarmo dkk, 2008) : 1. Seseorang yang pernah mengalami infeksi dengue maka serum antibodinya akan menetralisir virus dengue yang serotipenya sama (homolog). 2. Pada infeksi yang berikutnya dengan serotipe virus yang berbeda, antibodi yang heterolog yang sudah ada sebelumya akan berikatan dengan serotipe virus infeksi yang baru, tetapi tidak menetralisirnya.

3. Antibody-dependent enhacement (ADE) merupakan proses dari ikatan salah satu serotipe virus dengue dengan antibodi non-neutralizing (kompleks antigen antibodi) yang masuk ke dalam sel mononuklear sehingga terjadi peningkatan replikasi virus. 4. Monosit yang terinfeksi mengeluarkan mediaktor vasoaktif,

mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan manifestasi perdarahan berupa DBD dan DSS. Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue, limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan memproduksi sitokin seperti tumor necrotizing factor (TNF), interferon gamma, interleukin (IL-2 dan IL-1) (Soedarmo dkk, 2008). Efek biologi TNF- adalah meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada

permukaan endotel pembuluh darah yaitu intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) selektin dan integrin ligand, dan pada lekosit yaitu selektin ligand dan integrin. Ekspresi molekul adhesi tersebut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Selain itu produksi TNF- dalam jumlah yang besar dapat menghambat kontraktilitas otot jantung, menurunkan tekanan darah (renjatan), trombosis intravaskuler dan ekspresi tissue factor (TF) (Abbas, AK dan Lichtman, AH, 2005).

10

Peningkatan

permeabilitas

pembuluh

darah

akan

menyebabkan

perembesan plasma (plasma leakage) dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial sehingga terjadi peningkatan hematokrit, hipoproteinemia, hipovolemia dan berkembang menjadi renjatan (WHO, 1999; Sutaryo, 2004; Soegijanto S, 2006). Kompleks imun (kompleks antigen antibodi) juga akan mengaktivasi komplemen jalur klasik. Aktivasi ini akan melepaskan anafilatoksin yaitu C3a dan C5a yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Baratwidjaja KG, 2006). Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe virus dengue yang paling virulen (Soedarmo dkk, 2008). Hipotesis ini menjelaskan bahwa timbulnya DBD tidak perlu dua kali infeksi, satu kali saja cukup bila virusnya virulen (Sutaryo, 2004).

II.1.5. Manifestasi Klinis Infeksi VD pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinik yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena

11

gunung es, dengan kasus DBD dan DSS yang dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya (Satari HI, 2011; Soedarmo dkk, 2008). Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi 2-7 hari, perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dan DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Soedarmo dkk, 2008). DBD didahului oleh demam mendadak disertai gejala klinik yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri punggung, tulang, sendi dan kepala. Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua kasus. Lama demam berkisar antara 2 7 hari (Soedarmo dkk, 2008). Manifestasi perdarahan pada DBD berupa perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet positif, peteki, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Manifestasi perdarahan kulit paling ringan adalah uji tourniquet positif. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif atau positif lemah selama masa syok. Peteki yang tersebar pada anggota gerak, muka seringkali ditemukan pada fase awal dari demam (Soegijanto, 2006; Soedarmo dkk, 2008). Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran pencernaan

12

hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan/telapak kaki (Soedarmo dkk, 2008). Pembesaran hati pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit. Hati pada anak umur 4 tahun dan atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan apabila semula hati tidak teraba kemudian selama perawatan membesar dan/atau pada saat masuk rumah sakit, hati sudah teraba dan selama perawatan menjadi lebih besar dan kenyal, hal ini merupakan tanda terjadinya syok. (Soedarmo dkk, 2008). Keadaan kegagalan peredaran darah ditandai dengan kulit pucat, teraba lembab dan dingin terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung sedangkan kuku menjadi biru, nadi cepat dan lembut, kecil sampai tidak dapat diraba. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadaranya menurun karena kegagalan sirkulasi serebral. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis (Soedarmo dkk, 2008). Pada kira-kira sepertiga kasus DBD setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3-7. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Syok yang terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai prognosis buruk.

13

Tatalaksana syok harus dilakukan secara tepat, oleh karena bila tidak pasien dapat masuk dalam syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan gastrointestinal komplikasi hebat asidosis metabolik, buruk. hipoksia, perdarahan dengan

dengan

prognosis

Sebaliknya,

pengobatan tepat (begitu pula pada kasus syok berat) masa penyembuhan cepat sekali terjadi. Pasien yang sembuh dalam 2-3 hari dan selera makan yang membaik merupakan petunjuk prognosis baik. (Soedarmo dkk, 2008).

II.1.6. Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap harus selalu dilakukan pada pasien dengue, hampir 70% pasien dengue memperlihatkan leukopeni (< 5000/ul), yang akan kembali normal sewaktu memasuki fase penyembuhan pada hari sakit ke-6 atau ke-7 (Satari HI, 2011) Pemeriksaan serial darah rutin yang memperlihatkan turunnya jumlah leukosit, trombosit dan peningkatan nilai hematokrit, yang menunjukkan adanya perubahan hemostatik dan bocornya plasma merupakan petanda penting dini diagnosis DBD (Satari HI, 2011). Penurunan jumlah trombosit < 100.000/ul ditemukan antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi) dapat dilihat dari peningkatan nilai hematokrit 20%. dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesens. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau dapat terjadi pula pada

14

kasus derajat ringan meskipun tidak sehebat dalam keadaan syok (Soedarmo dkk,2008). Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG seringkali diperiksa. Pada infeksi primer, IgM akan muncul dalam darah hari ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian menurun serta menghilang setelah 60-90 hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada dalam darah. Pada infeksi sekunder, IgM (70%) dan IgG ( 90%) dapat terdeteksi lebih dini yaitu pada hari ke-2. Bila ditemukan hasil IgM dan IgG negatif, tetapi gejala tetap menunjukkan kecurigaan DBD, dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dengan jarak 3-5 hari bagi infeksi primer dan 2-3 hari bagi infeksi sekunder (Satari HI, 2011).

II.1.7. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis klinis DBD, WHO (1997) menentukan beberapa patokan gejala klinis dan laboratorium(Satari, 2011; Soedarmo, 2008). Gejala klinis : 1. Demam tinggi, mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari. 2. Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet positif ataupun bentuk perdarahan lain berupa peteki, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena. 3. Hepatomegali

15

4. Renjatan yag ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi menyempit ( 20 mmHg) atau hipotensi (sistol 80 mmHg) sampai tak terukur disertai kulit dingin, lembab dan gelisah. Laboratorium 1. Trombositopenia : trombosit kurang dari 100.000/mm3 disertai waktu perdarahan memanjang 2. Hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit 20%). Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis disertai trombositopenia dan hemokonsetrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DBD. Dengan patokan ini 87% kasus tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis. Pembagian Derajat DBD Menurut WHO (1997) Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah.

16

Derajat IV

: syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

II.1.8. Penatalaksanaan Menurut hasil pertemuan Expert Committee DBD Cipayung 1989, penatalaksanaan DBD dapat dibagi sebagai berikut yaitu DBD tanpa renjatan (DBD-TR) dan DBD dengan renjatan (DBD-R) (Soedarmo dkk, 2002). II.1.8.1. DBD tanpa renjatan (DBD-TR): Pada DBD-TR, penggatian cairan yang hilang dilakukan dengan cara memberikan cairan pengganti. Penderita dianjurkan minum banyak (1,5 2 liter dalam 24 jam) baik berupa air putih, teh, susu atau cairan oralit yang mengandung base corrector (Hadinegoro SR dkk, 2005). Pengawasan tanda berkala dan melakukan pemeriksaan hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah trombosit. Pemberian cairan secara intravena bila penderita muntahmuntah atau bila hematokrit pada pemeriksaan lebih dari 20% dan atau nilai hematokrit pada pemeriksaan berkala bertendensi terus meningkat. Cairan yang diberikan ialah cairan yang mengndung base corrector seperti ringer asetat. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan penderita dehidrasi sedang, yaitu memperhitungkan Previous Water Losses (PWL), Normal Water Losses (NWL), Concomitant Water Losses (CWL) yaitu : BB 3 10 kg BB 10 15 kg : 205 ml/kgBB/24 jam : 175 ml/kgBB/24 jam

17

BB 15 25 kg

: 140 ml/kgBB/24 jam

Secara praktisnya, pemberian cairan dapat diberikan sekitar 10 ml/kgBB/jam (3 tetes/kgBB/menit). Setelah itu diperlukan infus lanjutan dengan hanya memperhitungkan NWL dan CWL atau 5 7 ml/kgBB/jam (1,5 2 tetes/kgBB/menit) (Soedarmo dkk, 2002). II.1.8.2. DBD dengan renjatan (DBD-R) : Derajat IV : infus ringer asetat diguyur atau dapat dibolus 100 200 ml (bila jumlah tetesan yang diharapkan tidak tercapai) sampai nadi teraba dan tensi mulai terukur dalam 15-30 menit. Derajat III : infus ringer asetat dengan kecepatan tetesan 20 ml/kgBB/jam. Setelah renjatan teratasi, tekanan sistolik > 80 mmHg, nadi jelas teraba, amplitudo nadi cukup besar maka kecepatan tetesan dirubah 10 ml/kgBB/jam selama 4-6 jam. Bila keadaan umum tetap baik, jumlah cairan yang diberikan disesuaikan dengan keadaan klinik dan nilai hematokrit yaitu biasanya sekitar 5-7 ml/kgBB/jam (1,5 2 tetes/kgBB/menit) dan jenis cairan ringer asetat : Dextrose 5% = 1 : 1 infus dipertahankan 48 jam setelah renjatan teratasi. Pada keadaan penderita dengan renjatan berat atau renjatan tidak teratasi, yang dengan pengobatan infus dengan cara dan kecepatan yang dianjurkan dalam satu jam tidak memberi respon, dapat diberikan cairan plasma atau pengganti plasma (ekspander plasma/Dextran L) dengan kecepatan 10 20 ml/kgBB/jam dan maksimal 20 30 ml/kgBB/hari. Disini dipasang 2 infus, satu untuk ringer asetat dan satu lagi untuk Dextran (Setiati TE, 2006).

18

II.1.9. Diagnosis Banding Demam pada fase akut diagnosis banding DBD mencakup infeksi bakteri maupun virus. Mengingat gejala dan keluhan maupun perjalanan penyakit DBD sangat bervariasi serta banyaknya penyakit yang harus dibedakan dari infeksi VD maka diagnosis banding DBD ialah (Soedarmo dkk,2008) : 1. Demam chikungunya Demam chikungunya memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapuler, injeksi konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, peteki dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada demam chikungunya tidak ditemukan perdarahan

gastrointestinal dan syok. 2. Sepsis Anak sejak permulaan kelihatan sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Selain itu, jelas terdapat lekositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear. 3. Idiopatic Thrombocyitopenic Purpura (ITP) Pada hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.

19

4. Leukemia Pada leukemia demam tidak teratur, anak sangat anemis dan ada pembesaran kelenjar limfe, limpa dan hati. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia.

II.2. KELAINAN JANTUNG PADA DBD II.2.1. Pendahuluan Kelainan jantung pada DBD jarang, hal ini mungkin karena

underdiagnosis yang disebabkan oleh karena banyak kasus dengan komplikasi jantung mempunyai gejala klinis yang ringan dan sembuh sendiri. Manifestasi kelainan jantung pada DBD sering dilaporkan dengan bentuk yang bervariasi. Manifestasi kelainan jantung pada penderita DBD dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik. Kelainan jantung ini bersifat benigna dan transien, namun potensial menyebabkan kematian.

II.2.2. Insiden Insiden terjadinya komplikasi ke jantung pada pasien dengan infeksi virus dengue bervariasi antara satu tempat dengan lainnya. Penelitian oleh Nagaratnan dan de silva melaporkan adanya miokarditis disertai pericarditis akibat virus dengue. Menurut Wali dkk, melaporkan 70% dari 17 pasien DHF/DSS mengalami left ventrikuler hipokinesia dengan ejeksi fraksi 40%, sementara menurut Kabra dkk melaporkan 16,7% dari 54 anak dengan DHF mengalami penurunan ejeksi fraksi <50%. Penelitian dari Sri Lanka

20

melaporkan bahwa 62,5% dari 120 pasien DHF memperlihatkan gambaran elektrokardiogram yang abnormal (Lee IK dkk, 2010).

II.2.3. Penyebab Penyebab kelainan jantung pada penderita DBD masih belum diketahui, namun diduga faktor hipoperfusi, akibat langsung virus atau respon imunologis penderita terhadap virus sebagai penyebab terjadinya kerusakan jantung (Supachochaiwattana, 2006).

II.2.4. Patogenesis Kelainan jantung pada DBD terjadi akibat invasi langsung otot jantung atau akibat respon imunologis yang memproduksi sitokin. Umumnya sitokin terutama tumor necrosis factor-alpha (TNF-) dan interleukin 1 menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan syok. TNF- dan interleukin juga menyebabkan depresi fungsi miokard (Lee IK dkk, 2010).

II.2.5. Manifestasi kelainan jantung Manifestasi kelainan jantung yang sering dilaporkan pada penderita DBD yaitu bradikardi relatif, disfungsi miokard, gangguan konduksi jantung dan miokarditis.

21

a. Bradikardi relatif Bradikardi relatif merupakan suatu gambaran yang baik untuk demam berdarah, tapi penggunaan heart rate tidak dapat digunakan untuk memprediksi miokarditis (Arif SM dkk, 2009) . b. Disfungsi miokard Disfungsi miokard dapat terjadi pada penderita DBD. Wali dkk melaporkan bahwa sekitar 20% pasien DBD mengalami disfungsi

miokard dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <50%. Khongphatthanayothin dkk melaporkan fraksi ejeksi ventrikel kiri <50% terjadi pada kasus DBD (13,8%) dan kasus DSS (36%) (Goh PL, 2010). c. Gangguan konduksi jantung Penelitian yang dilakukan oleh Wali dkk pada tahun 1998 melaporkan bahwa fraksi ejeksi ventrikel kiri secara signifikan lebih rendah pada DBD dewasa selama fase renjatan dibandingkan dengan fase penyembuhan. Temuan serupa juga dilaporkan oleh Kabra dan Khongpatthanayothin yang melaporakan penurunan fraksi ejeksi pada penderita DBD anak selama fase renjatan (Supachochaiwattana, 2006). d. Miokarditis Miokarditis virus merupakan efek dari infeksi virus yang menyebabkan nekrosis miokardial (Gupta VK, Gadpayle AK, 2010). Insiden miokarditis tidak diketahui karena beberapa kasus asimptomatik dan dapat menyebabkan kematian mendadak ( Howes DS, 2010).

22

Miokarditis pada DBD dapat tersamar sebagai infark miokard akut. Diagnosis infark miokard berdasarkan petanda biokimia nekrosis miokard yaitu troponin dan pada elektrocardiografi terdapat gelombang Q, elevasi atau depresi segmen ST (Lee IK dkk, 2010).

II.2.6. Diagnosis Kelainan jantung pada penderita DBD dapat diprediksi dari manifestasi klinik, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), peningkatan enzim jantung dan troponin T serta pemeriksaan echokardiografi (Kaushik, dkk, 2010). Perubahan EKG pada DBD termasuk sinus bradikardi, elevasi segmen ST. Gangguan irama juga telah dilaporkan pada penderita DBD termasuk blok AV derajat I, fibrilasi atrial, blok AV derajat II, aritmia ventrikular dan disfungsi sinus node (Kaushik, dkk, 2010). Bila terjadi kelainan jantung, marker kerusakan sel miokard misalnya Creatine Kinase (CK), isoform creatinin kinase MB (CK-MB) dan troponin T atau I mengalami peningkatan. Namun troponin T lebih sensitif dibandingkan CK dan CK-MB dalam mendeteksi kelainan miokard (Gupta V K, Gadpayle AK, 2010). Pada pemeriksaan echokardiografi dapat terjadi fungsi ventrikel kiri dan kanan yang abnormal, hipokinesia ventrikel kiri, mitral regurgitasi dan efusi perikardial (Kaushik, dkk, 2010).

23

II.2.7. Tatalaksana Renjatan yang terjadi pada penderita DBD disebabkan oleh kebocoran plasma dan perdarahan sehingga memerlukan resusitasi cairan. Oleh karena itu prioritas utama tatalaksana yang perlu diberikan adalah resusitasi cairan, sedangkan obat-obatan inotropik untuk perbaikan fungsi jantung hanya diberikan bila renjatan refrakter atau renjatan dengan bukti klinis disfungsi jantung (Supachochaiwattana, 2006).

II.2.8. Prognosis Kelainan jantung pada DBD umumnya bersifat benigna dan transien tetapi potensial menyebabkan morbiditas dan mortalitas bila renjatan tidak segera diatasi secara adekuat. Manifestasi klinis jantung dapat dijumpai pada awal penyakit dan umumnya menghilang pada fase rekonvalesen

(Supachochaiwattana, 2006).

II.3. TROPONIN T (cTnT) II.3.1. Definisi Marker jantung atau enzim jantung adalah protein dari sel miokard yang dilepaskan ke sirkulasi bilamana terjadi kerusakan pada miokard. Enzim

jantung tersebut meliputi CK, CK-MB, LDH dan troponin. (Fogoros RN, 2008)

24

Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Terdiri dari 3 subunit yaitu troponin T, troponin I dan troponin C (Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007). Troponin T adalah kompleks protein kontraktil yang terdapat pada filamen serabut otot jantung (Hardjoeno dkk, 2003). Jadi troponin T merupakan protein regulator yang mengontrol interaksi antara aktin dan miosin (Finsterer dkk, 2007). II.3.2. Struktur Troponin T Otot jantung adalah otot lurik yang bersifat involunter yang terdiri dari 2 tipe filamen yaitu filamen tebal yang terdiri dari myosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. Troponin merupakan protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit yaitu troponin T, troponin I dan troponin C yang terikat secara longgar pada tropomiosin yang masing-masing memilliki peran spesifik dalam pengaturan kontraksi otot. Troponin T adalah troponin yang mempunyai berat molekul 39 KD dan berikatan secara kompleks dengan tropomiosin. Troponin T ini akan meningkat didalam darah apabila terjadi kerusakan sel miokard. Troponin I adalah troponin dengan berat molekul 26,5 KD yang bersifat mencegah interaksi filamen aktin dalam episode relaksasi, sedangkan troponin C adalah troponin dengan berat molekul 18 KD yang berperan mengikat kalsium yang dilepas akibat proses depolarisasi sel-sel jaringan otot.

25

Gambar 1. Gambar troponin T

II.3.3. Pelepasan Troponin T Pelepasan troponin berlangsung ketika terjadi iskemia miokard maka membran sel menjadi lebih permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin merembes ke dalam interstitium dan ruang intravaskuler. Protein ini mempunyai ukuran molekul yang relatif kecil dan terdapat dalam 2 bentuk. Sebagian besar terdapat dalam bentuk troponin kompleks yang secara struktural berikatan pada myofibril yaitu pada filament aktin serta tipe sitosolik (fraksi bebas) sekitar 6-8% ( Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007; Kemp M dkk, 2004). Ukuran molekul yang relatif kecil dan bentuk troponin sitosolik akan mempengaruhi pelepasan troponin T lebih dini ke dalam sirkulasi apabila terjadi kerusakan miokard. Kadar troponin sitolitik yang lebih kecil mempengaruhi penurunan kadar troponin T plasma lebih cepat. Sedangkan pelepasan bentuk troponin T kompleks ke dalam sirkulasi terjadi lebih lambat

26

karena terikat pada filamen aktin dan penurunan kadar troponin plasma sangat lambat karena jumlahnya yang jauh lebih besar dari troponin T bebas.

Bentuk troponin T sitolitik dan kompleks ini menyebabkan pelepasan troponin T terjadi secara bifasik. ( Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007). Setelah terjadi kerusakan miokard, troponin T dilepaskan ke dalam sirkulasi darah 2 - 6 jam, puncaknya 12 26 jam. Kadarnya mulai menurun setelah hari ke 14 (Fogoros RN, 2008; Hardjoeno dkk, 2003). Kadar troponin T normal <0,1 ng/dl. Troponin T juga didapatkan pada penyakit otot dan gagal ginjal ( Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007). Peningkatan kadar troponin T merupakan indikator yang lebih spesifik terhadap adanya kerusakan miokard karena sebagian besar berasal dari jaringan miokard dan mempunyai sensitivitas yang tinggi bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis miokard minor yang tidak terdeteksi pada EKG maupun oleh CK-MB (Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007).

II.4. HUBUNGAN DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN KADAR TROPONIN T Penyakit DBD selain menyebabkan renjatan dan atau perdarahan, juga berpotensi menyebabkan kelainan jantung, hepatitis, encephalitis dan glomerulonefritis. Manifestasi kelainan jantung yang sering dilaporkan pada penderita DBD adalah bradikardi relatif, disfungsi miokard, gangguan konduksi jantung dan miokarditis (George R,1999).

27

Penyebab kelainan jantung pada penderita DBD masih belum diketahui, namun diduga faktor hipoperfusi, kerusakan jantung akibat langsung virus atau respon imunologis penderita terhadap virus yang memproduksi sitokin (Lee Ing-Kit dkk, 2009; Supachokchaiwattana P dkk, 2007)). Pada DBD terjadi kompleks antigen antibodi, kemudian berikatan dan masuk ke dalam sel mononuklear (monosit atau makrofag) sehingga terjadi peningkatan replikasi virus dengue dan aktivasi monosit/makrofag (Soedarmo dkk, 2008). Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator seperti TNF-, IL-1 dan IL-12. Efek biologik IL-1 sama seperti TNF-. Efek biologik TNF- adalah meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada permukaan endotel pembuluh darah yaitu intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1),vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah akan menyebabkan perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial sehingga terjadi peningkatan hematokrit, hipoproteinemia, hiponatremia dan hipovolemia (renjatan) (Soegijanto, 2006; Sutaryo, 2004). Selain itu produksi TNF- dalam jumlah yang besar dapat menghambat kontraktilitas otot jantung dan menurunkan tekanan darah (renjatan) (Baratawijaya, 2006). Manisfestasi kelainan jantung pada DBD mungkin berperan dalam patogenesis syok dan berpengaruh terhadap luaran penyakit. Namun

28

manifestasi kelainan jantung ini bersifat benign, transient dan dapat menyebabkan miokarditis virus (Kaushik JS, 2010). Miokarditis dapat tersamar sebagai infark miokard akut. Selama terjadinya infark miokard, enzim jantung seperti troponin T akan dilepaskan ke sirkulasi. Pelepasan troponin T berlangsung ketika terjadi iskemia miokard (Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007; Kemp M dkk, 2004). Pada kondisi iskemia yang ditandai oleh tidak seimbangnya antara penyediaan dan kebutuhan oksigen, organ mengalami suplai darah yang tidak memadai untuk mempertahankan fungsi normal. Akibat iskemia adalah kondisi hipoksia jaringan sehingga terjadi hambatan metabolisme aerobik dan diganti dengan metabolisme anaerobik yang menghasilkan piruvat. Piruvat kemudian direduksi menjadi laktat. Jika iskemia berlanjut, maka terjadi penimbunan laktat dan zat antara intermediate dari proses glikolisis, terjadi penurunan cadangan creatinine phospat dan ATP hingga seluruh cadangan glikogen habis. Dengan habisnya cadangan glikogen dan cretinine phosphate terjadi perubahan ultrastruktur yang hebat. Jaringan miokard mengalami lisis dan nekrosis, sel tidak dapat mempertahankan integritas membran sel, maka membran sel menjadi lebih permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin T merembes ke dalam interstitium dan ruang intravaskuler. Oleh karena itu pemeriksaan troponin T sebagai estimasi kerusakan miokard ( Lee IK, 2010; Arif SM dkk 2009). Troponin T merupakan protein yang mempunyai ukuran yang relatif kecil dan terdapat dalam 2 bentuk, akibatnya pelepasan ke sirkulasi terjadi

29

lebih dini dan berlangsung cukup lama setelah kerusakan miokard, sehingga pemeriksaan kadar troponin T merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif dan spesifik dalam mendeteksi kerusakan miokard (Majalah Kedokteran Andalas, 2002). Penelitian tentang sensitivitas dan spesifitas uji troponin T telah banyak dilakukan dengan hasil yang bervariasi. Namun dalam mendeteksi kerusakan miokard, troponin T lebih sensitif dan spesifik dibanding CK-MB. Penelitian oleh Zimmerman et al pada 955 pasien dengan nyeri dada yang diduga nyeri iskemik didapatkan nilai sensitivitas troponin T 87% dan spesifitas 93% (Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007). Penelitian oleh Liphultz et al tahun 1997 pada penderita Acute Lymphoblastic Leukemia anak yang mendapat doxorubicin dosis cardiotoxic didapatkan peningkatan kadar troponin T yang memprediksi beratnya kerusakan miokard serta morbiditas dan mortalitas (Oulu University Library, 2002). Penelitian lain oleh Hamm et all yang melakukan pemeriksaan troponin T pada 773 penderita dewasa dengan nyeri dada didapatkan troponin T positif pada 22% pasien yang meninggal atau menjadi infark miokard akut selama follow up 30 hari. Sehingga troponin T bisa sebagai diagnostik sekaligus prognostik (Nur Samsu, Djanggan Sargowo, 2007).

30

31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi cross sectional, yang mengevaluasi kadar enzim troponin T pada penderita demam berdarah dengue dengan dan tanpa renjatan. Dalam hal ini saat demam berdarah dengue didiagnosis, secara bersamaan dilakukan pengambilan darah untuk menentukan kadar troponin T.

IV.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS Ibnu Sina dan RS Islam Faisal mulai Desember 2011 sampai tercapai jumlah sampel yang diinginkan.

IV.3. POPULASI PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah penderita dengan diagnosis demam berdarah dengue dengan dan tanpa renjatan yang berumur 1 sampai 15 tahun.

IV.4. SAMPEL DAN CARA PEMILIHAN SAMPEL Sampel penelitian adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian. Semua penderita yang dirawat dengan demam berdarah dengue yang didiagnosis kerja berdasarkan kriteria WHO 1997 serta yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi secara ELISA dimasukkan dalam penelitian ini. Secara klinis penderita dibedakan menurut beratnya

32

penyakit ke dalam empat derajat, yaitu derajat I, II, III dan IV berdasarkan kriteria WHO 1997. Kemudian sampel tersebut dikelompokkan menjadi 2 yaitu demam berdarah dengue yang tanpa renjatan (derajat I dan II) dan yang mengalami renjatan (III dan IV).

IV.5. PERKIRAAN BESAR SAMPEL Perkiraan jumlah sampel bila proporsi (P) DBD-R pada populasi adalah 10%, tingkat ketepatan absolute (d) yang dikehendaki 10%, tingkat kemaknaan ( = 1,96) dan Q = 1-p, maka : Z2.PQ N = -------------------d2 (1,96)2. (0,10 x 0,9) = ---------------------(0,1)2 = 34,5 dibulatkan 35 Hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel minimal adalah 35 orang untuk DBD-TR (DBD derajat I dan II) dan 35 orang untuk DBD-R (DBD derajat III dan IV).

33

IV.6. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI IV.6.1. Kriteria Inklusi 1. Penderita demam berdarah dengue dengan dan tanpa renjatan 2. Umur 1 sampai 15 tahun 3. Bersedia menjadi sampel penelitian (mendapat izin dari orang tua) dan menandatangani persetujuan informed consent

IV.6.2. Kriteria Eksklusi 1. Menderita penyakit infeksi virus atau bakteri lain berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium. 2. Pasien demam berdarah dengue yang disertai penyakit jantung sebelumnya. 3. Menderita penyakit otot 4. Menderita gagal ginjal

IV.7. IZIN PENELITIAN DAN ETHICAL CLEARANCE Dalam melaksanakan penelitian ini, setiap tindakan dilakukan setelah pemberian informasi (lampiran 1) dan atas seizin orang tua melalui informed consent (lampiran 2). Penelitian ini dinyatakan memenuhi persyaratan etik untuk dilaksanakan oleh Komisi Etik Penelitian Biomedis pada Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (lampiran 3).

34

IV.8. CARA KERJA IV.8.1. Alokasi Subyek Subyek penelitian ini adalah penderita demam berdarah dengue yang telah memenuhi kriteria inklusi dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok DBD-TR (DBD derajat I dan II) dan DBD-R (DBD derajat III dan IV). IV.8.2. Cara Penelitian IV.8.2.1. Prosedur Penelitian 1. Pada saat masuk rumah sakit penderita umur 1-15 tahun didiagnosis dengan menggunakan kriteria WHO modifikasi. Kemudian

dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologis anti Dengue IgM dan IgG. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dikelompokkan menjadi DBD-TR (DBD derajat I dan II) dan DBD-R (DBD derajat III dan IV). Selanjutnya dicatat umur, jenis kelamin, berat badan, panjang badan/tinggi badan, status gizi dan tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan, kesadaran). 2. Masing-masing kelompok dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar enzim troponin T 3. Hasil pemeriksaan kadar enzim troponin T pada kelompok DBD-TR dibandingkan dengan kelompok DBD-R.

35

IV.8.2.2. Skema alur penelitian

Penderita umur 1 15 tahun Kriteria WHO modifikasi Dikonfirmasi pemeriksaan serologis

DBD Tanpa Renjatan (DBD derajat I & II)

DBD dengan Renjatan (DBD derajat III & IV)

Pemeriksaan enzim Troponin T

Pemeriksaan enzim Troponin T

Keterangan : DBD-TR DBD-R : Demam berdarah dengue tanpa renjatan : Demam berdarah dengue dengan renjatan

IV.8.2.3. Prosedur Pemeriksaan 1. Pengukuran berat badan pada umur > 2 tahun menggunakan timbangan injak yang sudah ditera dengan ketelitian 50 gram. Anak usia < 2 tahun menggunakan baby scale. 2. Pengukuran panjang/tinggi badan pada umur < 2 tahun pengukuran panjang badan dengan menggunakan infantometer dan usia > 2 tahun

36

pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. 3. Pengukuran frekwensi nadi dengan menghitung pulsasi arteri brakialis selama 1 menit. 4. Pengukuran frekwensi pernapasan dengan menghitung gerakan

pernapasan yang terasa pada tangan pemeriksa yang diletakkan pada dinding perut atau dinding dada penderita selama 1 menit. 5. Pengukuran tekanan darah Anak berbaring terlentang dengan lengan lurus di samping badan setinggi jantung, dengan memakai alat sfigmomanometer air raksa dengan manset ukuran sebagai berikut 3 inch (7,5 cm) untuk anak umur 1-5 tahun, 4 inch (10 cm) untuk anak umur 6-12 tahun, 5 inch (12,5 cm) untuk anak umur >12 tahun. Tekanan darah diukur dengan cara memasang manset melingkari lengan atas dengan batas bawah lebih kurang 3 cm dari siku. Manset dipompa sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba, kemudian dipompa terus sampai 20-30 mmHg lagi. Sambil mendengar dengan stetoskop pada arteri brachialis di fossa kubiti, kosongkan manometer perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik. Pada penurunan air raksa ini akan terdengar bunyi korotkoff. Tekanan sistolik adalah saat mulai terdengr bunyi korotkoff I, sedangkan tekanan diastolik adalah saat mulai terdengar bunyi korotkoff IV.

37

6. Pemeriksaan

nilai

hematokrit

dan

jumlah

trombosit

dengan

menggunakan blood analyser. 7. Pemeriksaan serologis demam berdarah dengue dengan rapid tes : Ambil darah vena sebanyak 1 ml, kemudian disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit sampai terbentuk adanya cairan bening (serum plasma) di atasnya. Ambil kartu test (demam berdarah dengue rapid test) dan letakkan pada permukaan datar dan lepaskan lapisan penutupnya. Teteskan buffer sebanyak 4 tetes pada bantalan konyugat yang terletak pada kartu test bagian kiri atas kemudian 30 ul atau 1 tetes serum pada bantalan sampel yang terletak pada kartu test bagian kanan bawah. Biarkan sampel bergerak mencapai garis batas dan segera tutup kartu test. Setelah 5 menit, bacalah hasilnya melalui jendela pengamatan. 8. Pemeriksaan kadar enzim troponin T Persiapan pasien : Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang tindakan pengambilan darah. Pasien harus selalu dalam keadaan tenang sebelum pengambilan darah. Persiapan pemeriksaan kadar troponin T Persiapan sampel Gunakan darah vena dengan antikoagulan EDTA atau heparin. Jangan menggunakan sampel yang telah didinginkan atau beku. Stabil 8 jam pada suhu ruang. Alat dan bahan :

38

Trop T Rapid Test Prinsip kerja : Metode : Enzym immunoassay Prinsip : menggunakan 2 monoklonal antibody spesifik yang berlabel emas dan biotin yang akan membentuk kompleks sandwich dengan CTnT dalam sampel dan menghasilkan warna merah pada garis tes dan garis kontrol. Cara kerja : Lepaskan disposibel tes Trop T dari sampulnya kemudian letakkan pada tempat datar Gunakan pipet syringe untuk mengisap sampel hingga tanda 150 uL Teteskan sampel pada disposibel test Trop T Bacalah hasil 15 menit kemudian

Interpretasi : negatif : bila terbentuk hanya 1 garis (garis kontrol) (< 0,1 ng/dl) Positif : bila terbentuk 2 garis (garis kontrol dan garis tes) (> 0,1 ng/dl)

39

IV.9. IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI VARIABEL Dalam penelitian ini beberapa variabel dapat diidentifikasi berdasarkan peran dan skalanya : IV.9.1. Identifikasi Variabel 1. Demam Berdarah Dengue (Renjatan dan Tanpa Renjatan) 2. Kadar troponin T 3. Penyakit virus atau bakteri lain 4. Penyakit jantung sebelumnya 5. Penyakit otot 6. Gagal ginjal 7. Umur, jenis kelamin, genetik, dan status gizi

IV.9.2. Klasifikasi Variabel 1. Variabel bebas adalah penderita demam berdarah dengue dengan renjatan dan tanpa renjatan yang merupakan variabel kategorikal 2. Variabel tergantung adalah hasil kadar troponin T yang merupakan variabel numerik 3. Variabel antara adalah mekanisme yang menyebabkan terjadinya perubahan kadar troponin T pada penderita demam berdarah dengue, yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. 4. Variabel kendali adalah umur, penderita penyakit infeksi virus atau bakteri lain, menderita penyakit jantung sebelumnya, penyakit otot dan gagal ginjal.

40

5. Variabel random adalah jenis kelamin, genetik dan status gizi.

IV.10. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBYEKTIF IV.10.1. Definisi Operasional 1. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan pada kriteria WHO (1997), yaitu jika didapatkan 2 dari 4 gejala klinis disertai 2 hasil pemeriksaan laboratorium : Klinis : 1. Demam tinggi, mendadak dan terus menerus 2-7 hari. 2. Manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet dan perdarahan spontan berupa peteki, ekimosis, hematoma, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena dan hematuri. 3. Pembesaran hati 4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun ( 20 mmHg), hipotensi (tekanan sistol 80 mmHg), disertai kulit lembab dan dingin, dan anak gelisah. Laboratorium : 1. Trombositopenia ( 100.000/mm3) 2. Hemokonsentrasi (hematokrit 40% atau kenaikan hematokrit 20%).

41

2. Renjatan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau

kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab dan anak gelisah. 3. Dengue shock syndrome (DSS) atau demam berdarah dengue dengan renjatan (DBD-R) adalah demam berdarah dengue yang disertai gejala renjatan. 4. Jenis kelamin adalah laki-laki atau perempuan berdasarkan keterangan orang tua yang dicocokkan dengan pemeriksaan fisik. 5. Umur adalah berdasarkan tanggal pemeriksaan dikurangi tanggal lahir yang dihitung dalam tahun. 6. Status gizi adalah keadaan gizi yang ditentukan berdasarkan parameter berat badan aktual dikali 100% dan dibagi berat badan pada persentil 50 (berat badan ideal) dari grafik NCHS 2000 menurut tinggi badan aktual sesuai umur yang dinyatakan dalam persen dan dikelompokkan dalam gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. 7. Tekanan darah adalah tekanan darah yang diukur dengan memakai manset ukuran standar untuk anak; sfigmomanometer air raksa pada lengan kanan. 8. Kadar hematokrit adalah persentase volume sel darah merah (komponen seluler) dalam 100 ml yang dinyatakan dalam persen yang diukur dengan blood analyzer.

42

9. Jumlah trombosit adalah kadar trombosit yang diukur dengan blood analyzer 10. Kadar troponin T adalah kadar protein kontraktil yang terdapat pada filament aktin otot jantung yang diukur dengan Trop T Rapid Test. 11. Nilai troponin T positif adalah bila troponin T yang diukur dengan Trop T Rapid tes terbentuk 2 garis dan kadar troponin T dalam darah >0,1 ng/dl. 12. Nilai troponin T negatif adalah bila troponin yang diukur dengan Trop T Rapid tes hanya terbentuk 1 garis dan kadar troponin T dalam darah <0,1 ng/dl. 13. Demam berdarah dengue rapid test adalah pemeriksaan serologis yang menunjukkan infeksi virus dengue primer atau infeksi virus dengue sekunder. 14. Penyakit otot adalah penyakit dengan gangguan pada otot yang ditunjang oleh pemeriksaan fisik dan laboratorium 15. Gagal ginjal adalah penurunan fungsi ginjal yang ditunjang oleh pemeriksaan fisik dan laboratorium

IV.10.2. Kriteria Obyektif 1. Demam berdarah dengue tanpa renjatan (DBD-TR) yaitu DBD derajat I atau II : a. DBD derajat I : demam 2-7 hari dengan manifestasi perdarahan berupa uji tourniqet positif.

43

b. DBD derajat II : demam 2-7 hari dengan perdarahan spontan (peteki, epistaksis dll). 2. Demam berdarah dengue dengan renjatan (DBD-R) yaitu DBD derajat III dan IV : a. DBD derajat III : DBD derajat I atau II, disertai kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) atau tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah. b. DBD derajat IV : DBD derajat I atau II disertai renjatan berat (profound shock) yaitu nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur. 3. Hemokonsentrasi adalah kadar hematokrit 40% pada pemeriksaan awal atau peningkatan hematokrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. 4. Trombositopenia adalah jumlah trombosit 100.000/mm3 berdasarkan kriteria untuk DBD 5. Kadar troponin T : Meningkat : kadar troponin T >0,1 ng/dl dengan rapid trop T tes positif Normal : kadar troponin T < 0,1 ng/dl dengan rapid trop T tes negatif

44

6.Status gizi berdasarkan parameter NCHS dibagi atas : a. Gizi baik jika berat badan aktual dikali 100% dan dibagi berat badan ideal menurut tinggi badan aktual sesuai umur terletak antara 90% sampai 110%. b. Gizi kurang jika berat badan aktual dikali 100% dan dibagi berat badan ideal menurut tinggi badan aktual sesuai umur terletak antara 70% sampai <90%. c. Gizi buruk jika berat badan aktual dikali 100% dan dibagi berat badan ideal menurut tinggi badan aktual sesuai umur terletak <70%.

IV.11. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA Semua data yang diperoleh dicatat dalam formulir data penelitian, kemudian dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data. Selanjutnya dipilih metode statistik yang sesuai, yaitu : IV.11.1. Analisis Univariat Digunakan untuk deskripsi karakteristik data dasar berupa distribusi frekuensi, nilai rata-rata, standar deviasi dan rentangan. IV.11.2. Analisis Bivariat a. Uji student t Digunakan untuk menganalisa data dengan variabel bebas yang berskala nominal dengan variabel tergantung yang berskala numerik

45

dimana datanya terdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama. Dalam hal ini digunakan untuk membandingkan kadar tropponin T pada DBD-TR dan DBD-R. b. Uji Mann Whitney Digunakan untuk menganalisa data dengan variabel bebas yang berskala nominal dan variabel tergantung yang berskala numerik yang datanya tidak terdistribusi normal dan mempunyai varians yang berbeda. c. Uji X2 (Chi square) Untuk membandingkan nilai variabel yang berskala nominal dari dua atau lebih kelompok yang tidak berpasangan. Dalam hal ini membandingkan frekuensi hasil analisa troponin T pada DBD-TR dan DBD-R. Penilaian hasil uji hipotesis dinyatakan sebagai berikut : Tidak bermakna, bila p > 0,05 Bermakna, bila p 0,05 Sangat bermakna, bila p < 0,01

46 DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Abdul K, Lichtman Andrew H. 2005. Cytokine, 5th ed, update, Philadelpia, Pennsylvania: Elseiver Saunders : 243-53, 281 Alam K, Sulaiman SAS, Shafie AA, Yusuf Eddy. 2010. Clinical Manifestation an Laboratory Profile of Dengue Fever among the Patiens General Hospital, Penang. Archives of Pharmacy Practice Vol.1 pp 25-29 Anonymous. 2002. Pemeriksaan Troponin T. Available from Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol. 26. Januari Juni 2002. Anonymus. 2002. Cardiac Troponin T (cTnT). Available from Oulu University Library Arif SM, Ahmed H, Khokon KZ, Azad AK, Faiz MA. 2009. Dengue Haemorrhagic Fever with bradycardia. J Medicine: 10: 36-37 Baratwijaya, K.G. 2006. Imunologi Dasar, edisi 7, Jakarta : Balai Penerbit FK-UI: 124-6 Chaundhary SC, Avasthi R, Mohanty D. 2010. Dengue Shock Syndrome-An Unusual Manifestation. JIACM 2010; 11(4): 309-11 Finsterer J, Stollberger C, Kruglugers W. 2007. Cardiac and Noncardiac, Particularly Neuromuscular, Disease With Troponin-T Positivity. The jurnal Of Medicine Netherlands vol 65 no 8. Fogoros RN. 2008. Cardiac Enzymes and Heart Attacks. About.com. Heart Health Center. George R. 1999. Unusual Manifestations of Dengue Virus Infections. JPOG 1999. Goh PL. Dengue Perimyocarditis : a case report. Hong Kong journal of emergency medicine. 2010 : 58-60 Gupta V K, Gadpayle AK. 2010. Subclinical Cardiac Involvement in Dengue Hemorrhagic Fever. Journal Indian Academy of Clinical Medicine Vol. II No 2 : 107-11

47 Howes DS. 2010. Myocarditis in Emergency Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/759212-overview Kemp M, Donovon J, Higham H, Hooper J. 2004. Biochemical Markers of Myocardial Injury : British Journal of Anaesthasia 93 : 63-73 Kaushik J S, Gupta P, Rajpal S, Bhatt S. 2010. Spontaneous Resolution of Sinoatrial Exit Block and Atrioventricular Dissociation in a Child with Dengue Fever. Singapore Med J 51 (8): el 46-el 48 Lee IK, Lee WH, Liu JW, Yang KD. 2010. Acute Myocarditis in Dengue Hemorrhagic Fever : A Case Report and Review of Cardiac Complication in Dengue-Affected Patients. Elseiver Nawawi RA, Fitriani, Rusli B, Hardjoeno. 2006. Nilai Troponin T (cTnT) Penderita Sindrom Koroner Akut (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 123-126 Rajapakse S. 2011. Dengue Shock, J Emerg Trauma Shock. Available from: http://www.onlinejets.org/text.asp?2011/4/1/120/76835 Samsu N, Sargowo D. 2007. Sensitivitas dan Spesifitas Troponin T dan I pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 57, Nomor 10 Sangle SA, Dasgupta A, Ratnalikar SD, Kulkarni RV. 2010. Dengue Myositis and Myocarditis. Available from: http://www.neurologyindia.com/text.asp?2010/58/4/598/68664 Satari HI. 2011. Pitfalls pada Demam Berdarah Dengue. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Cabang DKI Jakarta. 57-69 Setiati, TE. 2006. Colloid Versus Crystalloid. Makalah disajikan dalam symposium Pediatric Challenge Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. 2002. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta

48 Soegiyanto S. 2004. Aspek Imunologi Penyakit Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Surabaya : Airlangga Universitas Press : 11-25 Supachokchaiwattana P, La-orkhum V, Arj-ong S, Sirichonkolthong B, Lertsapcharoen P, Khongphatthanayothin A. 2007. Reversible Impairment of Global Cardiac Function during Toxic Stage of Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Thai heart J 2007; 20: 180-187 Sutaryo. 2004. Dengue. Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada : 1 242 WHO. 2005. Regional guidelines on Dengue / DHF Prevention And Control. Available from : http:// www.whosea.org/en/section 10/section 332/section 554.htm. accesed September 2005 Wichmann D, Kularatne S, Ehrhardt S, wijesinghe S, Bratting NW, Abel W, Buchard GD. 2009. Cardiac Involvement In Dengue Virus Infections During The 2004/2005 Dengue Fever Season in Sri Langka

49

Lampiran I
PERUBAHAN TROPONIN T PADA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE

Penyakit demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita demam berdarah dengan gejala penyakit beraneka ragam. Selain menyebabkan renjatan dan atau perdarahan, penyakit DBD berpotensi menyebabkan kelainan jantung yang dapat menyebabkan kematian. Kami bermaksud mengadakan penelitian untuk mempelajari adanya perubahan troponin T pada penderita demam berdarah dengue sehubungan dengan adanya manifestasi kelainan jantung pada demam berdarah dengue. Diharapkan hasil penelitian ini akan bermanfaat dalam penanganan penderita demam berdarah dengue dan juga membantu pemerintah dalam rangka upaya menurunkan angka kematian akibat penyakit demam berdarah dengue. Bila ibu/bapak setuju berpartisipasi diharapkan

ibu/bapak dapat memberikan persetujuan secara tertulis. Kami akan menanyakan dan mencatat identitas anak/kemenakan ibu/bapak (nama, alamat, tanggal lahir, jenis kelamin), dikirim dari instatnsi/rumah sakit mana, barapa lama anak demam, riwayat sakit kepala, riwayat nyeri sendi, riwyat mual/muntah, riwayat sakit perut, BAB dan BAK, adanya perdarahan spontan,,m riwayat pemberian cairan infuse dan poengobatan sebelum dikirim/dirujuk. Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu badan. Uji bending juga akan dilakukan. Pemeriksaan fisik secara keseluruhan akan dilakukan untuk mencari adanya perdarahan pada kulit ataupun penimbunan cairan di paru-paru/perut. Kami akan melakukan pemeriksaan darah yang rutin dilakukan pada setiap penderita demam berdarah dengue yang dirawat untuk melihat adanya perubahan troponin T sehubungan dengan adanya kelainan jantung pada penderita demam berdarh dengue. Pengambilan sampel darah akan dilakukan oleh petugas laboratorium yang sudah terlatih dan berpengalaman dengan menggunakan jarum suntik sekali pakai (masing-masing satu jarum untuk satu penderita). Semua biaya pemeriksaan akan ditanggung oleh peneliti.

50

Keikutsertaan anak/kemenakan ibu/bapak dalam penelitian ini bersifat suka rela tanpa paksaan, karena itu ibu/bapak bisa menolak ikut dalam penelitian ini tanpa takut akan kehilangan hak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh anak/kemenakan ibu/bapak. Semua data dari penelitian ini akan dicatat dan dipublikasikan tanpa membuka data pribadi anak/kemenakan ibu/bapak. Data pada penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan dalam file manual maupun elektronik. Setelah membaca dan mengerti atas penjelasan yang kami berikan mengenai pentingnya mengetahui perubahan troponin T pada penderita demam berdarah dengue serta tindakan yang akan kami lakukan dan kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan ibu/bapak bergabung dengan kami dan berpartisipasi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

51

LAMPIRAN 2

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Setelah mendengar, mengikuti dan menyadari pentingnya penelitian :

KADAR TROPONIN T PADA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE

Maka saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Umur Alamat :.. : . :..

Menyetujui anak/kemenakan saya :.diikutkan dalam penelitian ini. Makassar, ..2009

Saksi I

Saksi II

(.)

()

Yang bersangkutan

penanggung jawab

()

()

52

LAMPIRAN 3

KOMISI ETIK PENELITIAN BIOMEDIS PADA MANUSIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN KETERANGAN KELAIKAN ETIK (ETHICAL CLEARANCE) NO :

Komisi Etik Biomedis pada Manusia, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin telah mempelajari dengan seksama Rancangan Penelitian yang diajukan dengan judul :

KADAR TROPONIN T PADA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE

Nama Nomer CHS Pembimbing

: Juherinah : C2080503 : dr. Burhanuddin Iskandar, SpA(K)

Menyatakan memenuhi persyaratan etik untuk pelaksanaan penelitian dengan catatan sewaktu-waktu komisi dapat melaksanaan pemantauan.

Makassar, Ketua komisi Etik Fakultas Kedokteran

Prof. Dr. dr. Suryani Asad, M.Sc. SpGK NIP 131 569 703

Anda mungkin juga menyukai