Anda di halaman 1dari 9

Nama Kelompok : Hanna Ardianti Rahayu (3215076856) Radina Fitranisa (3215076823)

Hasil download artikel Pengembangan kurikulum

PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI TQM DALAM PENYUSUNAN RAPBS DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


Pendahuluan Penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan proses total dari serangkaian kegiatan manajemen. Sehubungan dengan itu, dalam praktiknya penyelenggaraan pendidikan seyogyanya dilaksanakan melalui langkah prosedural manajemen yang terdiri atas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) adalah aktualisasi dari dalam prosedur manajemen. Di dalam RAPBS dituangkan sejumlah poin rencana kebutuhan dalam pengelolaan pendidikan di sekolah. Setiap poin kebutuhan dikaitkan dengan jumlah nominal harga beli hingga didapat jumlah total pengeluaran atas semua kebutuhan. Pekerjaan menyusun RAPBS merupakan kegiatan rutin setiap tahun pada setiap awal tahun pelajaran. Semua yang berkaitan dengan kebutuhan dianalisa, diprediksi kemungkinan perkembangannya, nilai kegunaan, dan dampaknya bagi proses penyelenggaraan pendidikan. Walaupun beberapa kalangan mengatakan bahwa institusi pendidikan adalah lembaga non-profit, namun kemungkinan mencari laba secara ekonomi dari semua usaha pembelian itu tetap menjadi perhitungan. Setidaknya badgetting yang dilakukan tidak malah merugikan pihak sekolah. Dengan kata lain, meskipun keuntungan tidak cukup besar, antara pemasukan dan pengeluaran seimbang (balance) menurut neraca ekonomi. Esensi tujuan penyusunan RAPBS kiranya bukan masalah untung rugi, namun bagaimana kebutuhan pendidikan di sekolah yang bersangkutan mampu terpenuhi. Proyeksi analisa selanjutnya terfokus kepada pencapaian mutu pendidikan sebagaimana selama ini banyak diperbincangkan. Untuk itu, alokasi anggaran disebar secara adil menurut besar kecilnya kebutuhan masing-masing pos, hingga semuanya kemudian mampu saling menunjang untuk pencapaian mutu dimaksud. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah penyusunan RAPBS sudah benarbenar melalui analisa strategi yang matang dalam rangka mencapai target mutu pendidikan? Apakah penyusunan RAPBS benar-benar telah menjadi pekerjaan serius dengan proyeksi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan bukan hanya pekerjaan rutinitas sekedar mengutak-atik angka demi ketercapaian balancing antara penerimaan

dan pengeluaran? Selain itu, apakah analisa RAPBS melibatkan semua unsur sumber daya manusia yang ada di sekolah bersangkutan sehingga memenuhi kriteria paradigma Total Quality Management (TQM)? Studi kasus di SMP Negeri 3 Majalengka menyangkut permasalahan di atas diharapkan mampu membuka wawasan tentang betapa pentingnya TQM dalam menentukan kebijakan penyusunan RAPBS. Data empirik didapat dari pengalaman penulis dan kenyataan yang terjadi di lapangan. Paradigma TQM dalam Pendidikan "TQM is a management approaches for an organization, centered on quality, based on the participation of all its members and aiming at long-term success through customer satisfaction, and benefits to all members of the organization and to society." ISO 8402:1994. TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota organisasi. Tjiptono & Diana (2001:4) menyatakan, bahwa TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Tujuan utama TQM adalah untuk mereorientasi sistem manajemen, perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga lembaga penyedia pelayanan bisa berproduksi lebih baik, pelayanan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan. Pada wilayah pendidikan, TQM bertujuan meluruskan arah sistem manajemen pendidikan, perilaku guru dan staf kependidikan lainnya (Tata Usaha), fokus pelayanan pendidikan, dan proses belajar-mengajar, sehingga kelak menghasilkan out-come bermutu. Manfaat utama penerapan TQM pada sektor pendidikan adalah perbaikan pelayanan pendidikan, pengurangan biaya pendidikan diwujudkan misalnya dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan kepuasan pelanggan, dalam hal ini murid, orang tua, dan masyarakat. Trimo (2008) menyatakan, bahwa Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. TQM dalam pendidikan dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut : 1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. 2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.

3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. 4. Memiliki komitmen jangka panjang. 5. Membutuhkan kerjasama tim (teamwork). 6. Memperbaiki proses secara berkesinambungan. 7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. 8. Memberikan kebebasan yang terkendali. 9. Memiliki kesatuan tujuan. 10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (Tjiptono & Diana 2001:5). Adapun prinsip-prinsip yang mempedomani TQM mencakup: 1) promosi lingkungan yang berfokus pada mutu, 2) pengenalan kepuasan pelanggan sebagai indikator kunci pelayanan bermutu dan 3) perubahan sistem, perilaku dan proses dalam rangka menjalankan perbaikan selangkah demi selangkah dan terus menerus terhadap barang dan pelayanan yang disediakan oleh sebuah organisasi (Trimo, 2008). John J. Mauriel dkk. dalam makalahnya yang berjudul Does TQM Affect Teaching and Learning (1995) menyimpulkan, bahwa TQM has the potential to achieve significant change ... TQM berpotensi untuk mencapai perubahan signifikan. Maka dalam beberapa aspek, TQM layak dijadikan pedoman pelaksanaan kerja. TQM dalam Penyusunan RAPBS Secara ideal didapat gambaran, bahwa TQM dapat diterapkan dalam penyusunan RAPBS sebagai salah satu kegiatan perencanaan pendidikan. Hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah bahwa RAPBS bukan produk individu, atau produk Kepala Sekolah, akan tetapi merupakan sebuah produk bersama. RAPBS merupakan hasil dari analisa bersama melalui sebuah diskusi dan masukan-masukan yang berharga. Salah satu poin dari karakteristik TQM seperti disebutkan di atas adalah Membutuhkan kerjasama tim (teamwork) (poin ke-5) dan Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (poin ke-10). Artinya, di dalam penyusunan RAPBS perlu adanya sebuah kerja sama tim yang solid. Tim yang solid itu terdiri atas semua unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah tertentu, seperti Kepala Sekolah, komite sekolah, staf TU, dan guru-guru.

Walaupun tidak semua staf guru menjadi anggota Tim Penyusun RAPBS, namun semuanya terlibat dalam memberikan masukanmasukan. Proses memberikan masukan dalam penyusunan RAPBS dapat dilakukan melalui curah pendapat ( brainstorming) sebagai salat satu alat TQM. Curah pendapat adalah alat perencanaan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas kelompok. Curah pendapat dipakai, antara lain untuk menentukan sebab-sebab yang mungkin dari suatu masalah atau merencanakan langkah-langkah suatu proyek. (Ketut Suartika, 2008) Ketut Suartika juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaan TQM di antaranya adalah : 1) Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu, dan 2) Menciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter sehingga diperoleh suasana kondusif bagi lahirnya ide-ide baru. Aplikasinya dalam penyusunan RAPBS adalah Kepala Sekolah sebagai manajer selalu memberikan kesempatan kepada staf guru untuk berpartisipasi dalam mencapai target mutu pendidikan, serta selalu memotivasi bawahannya untuk selalu melahirkan ide-ide baru. Jelaslah kiranya, bahwa implikasi TQM terhadap penyusunan RAPBS adalah munculnya rambu-rambu agar pimpinan sekolah bersikap terbuka terhadap bawahannya. Keterbukaan akan memberikan kesempatan bagi semua guru dan staf sekolah untuk bersama-sama berpikir dan bertindak ke arah terwujudnya keunggulan mutu. Jika demikian halnya, maka Kepala Sekolah telah memenuhi kriteria sebagaimana digambarkan oleh Dr. Ikke Dewi Sartika dalam Quality Service in Education (2003) melalui rancang bangun pilar-pilar TQM yang meliputi :

Customer Focus Total Involvement Measurement Commitment Continuous Improvement

Customer focus merujuk kepada kepuasan pelanggan; total involvement berarti keterlibatan total semua unsur yang ada di sekolah; measurement adalah pengukuran untuk mengukur kemungkinan ketercapaian dari rencana yang disusun; commitment berarti kesepakatan antara semua unsur untuk mempertahankan dan mewujudkan mutu; sedangkan contniuous improvement berarti tindak lanjut peningkatan mutu dari praktik perencanaan yang dilakukan. Di dalam aplikasi penyusunan RAPBS, pilar-pilar TQM di atas memungkinkan penyusunan RAPBS yang mengarah kepada tercapainya mutu yang diharapkan.

Problematika Problematika yang mencuat dalam proses penyusunan RAPBS di sekolah adalah belum terwujudnya implementasi TQM secara penuh. Poin-poin berikut memberikan gambaran bagaimana TQM belum terimplementasikan dengan baik di dalam penyusunan RAPBS : 1. Penyusunan RAPBS belum mencerminkan implementasi total involvement. Perencanaan penyusunan RAPBS sebagai sebuah kerja besar yang menyangkut kehidupan sekolah untuk satu tahun mendatang, dan bahkan untuk tahun-tahun berikutnya, tidak dilaksanakan dengan cara melibatkan semua unsur yang ada di sekolah. Tidak semua guru mengetahui muatan RAPBS karena tidak diajak memberikan masukan. Pekerjaan penyusunan RAPBS sepertinya masih menjadi sebuah pekerjaan rahasia antar beberapa unsur yang ada di sekolah, misalnya Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha, dan wakil kepala sekolah. Selain itu, tidak seorang pun yang diajak berdiskusi. 2. Penyusunan RAPBS belum mencerminkan implementasi measurement yang akurat. Hal ini diketahui ketika rancangan RAPBS dicoba dikaji, ternyata beberapa poin yang tercantum di dalamnya hanya merupakan rekayasa pengolahan angka tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, poin rencana pembelian buku-buku untuk perpustakaan, perkiraan jumlah buku yang dibutuhkan tidak dilakukan menurut perhitungan yang tepat. Berikut kutipan rencana kebutuhan buku penunjang di perpustakaan : Tabel 1 : KUTIPAN RAPBS PADA POIN RENCANA KEBUTUHAN BUKU PENUNJANG PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 3 MAJALENGKA
2 Daftar Buku-buku Penunjang a Kamus Bahasa Sunda b Kamus Bahasa Indonesia c Kamus Bahasa Inggris d Buku-buku Tentang Kesehatan e Buku-buku Tentang Keagamaan f Buku-buku Tentang Filsafat g Buku-buku Cerita Tokoh Dunia h Buku-buku Cerita Fiksi i Buku-buku Tentang Etika j Ensiklopedia l Majalah Remaja dan Sunda Jumlah 2 Volume Jenis 4Buku 4Buku 4Buku 4Buku 4Buku 4Buku 4Buku 15Buku 6Buku 5Buku 15Buku Harga 75.000 200.000 120.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 50.000 40.000 Jumlah 300.000 800.000 480.000 160.000 160.000 160.000 160.000 600.000 240.000 250.000 600.000 3.910.000

Pada RAPBS tahun lalu poin yang sama dengan kebutuhan buku yang sama tercantum persis seperti yang tergambar pada tabel di atas. Yang berubah hanya angka rencana harga pembelian. Ini jelas hanya sebuah rekayasa, tanpa memperhitungkan kebutuhan buku-buku tersebut bermanfaat atau tidak bagi siswa.

3. Commitment untuk penyusunan RAPBS tidak terealisasi dengan baik. Hal ini akibat tidak terjalinnya total ivolvement, akibatnya untuk RAPBS yang sudah tersusun tidak mendapatkan dukungan dari semua pihak. Pelaksanaan rencana pendidikan masih menjadi kegiatan yang parsial tanpa didukung oleh RAPBS itu sendiri. Solusi Penyusunan RAPBS merupakan tanggung jawab bersama, maka, dengan tanpa mengecilkan kepentingan Kepala Sekolah dan unsur pengambil kebijakan lainnya, keterlibatan semua unsur pendidikan di sekolah sebaiknya diperhatikan. Beberapa poin berikut bisa menjadi solusi yang baik hingga RAPBS kemudian menjadi sebuah produk perencanaan bermutu bagi peningkatan kualitas di sekolah yang bersangkutan. 1. Penyusunan RAPBS melibatkan semua unsur, Kepala Sekolah, Tata Usaha, Komite sekolah, dan guru. Setidaknya, meminta masukan kepada semua pihak yang berkepentingan tentang rencana kebutuhan. Tentu saja masing-masing guru memiliki kebutuhan yang berbeda. Menampung aspirasi kebutuhan dari semua pihak akan memberikan kejelasan tentang betapa bervariasinya kebutuhan di sekolah. 2. Keterlibatan semua unsur sekolah akan memberikan kemungkinan terukurnya (measured) setiap poin kebutuhan, yang realisasinya kemudian disesuaikan dengan kenyataan. Tidak ada rekayasa, dan semuanya menjadi sebuah perencanaan yang terbuka dan transparan. 3. Ketika draft RAPBS sudah disiapkan, sebelum launching sebaiknya dirembug kembali bersama semua unsur yang terlibat, dikaji kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian, akan terjadi sebuah commitment yang akan dipegang teguh oleh semua yang berkepentingan. Bahan Rujukan Ikke Dwi Sartika. 2003. Quality Service in Education. Why Service? Bandung : Edisi Khusus. John J. Mauriel, at.al. 1995. Does TQM Affect Teaching and Learning? Minneapolis : Bush Educators Program. Ketut Suardhika Natha. 2008. Total Quality Management Sebagai Perangkat Manajemen Baru Untuk Optimisasi. Denpasar : Universitas Udayana. Trimo. 2008. Total Quality Management sebagai Wujud Peningkatan Mutu Pendidikan. Semarang : IKIP PGRI Semarang.

Prinsip Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu : 1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). 2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.

3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan. 4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai. 5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas. Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. 2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. 5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

Anda mungkin juga menyukai