Anda di halaman 1dari 21

REFERAT PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN YANG DISEBABKAN OLEH NEMATODA

Dokter Pembimbing: dr. Ismiralda Okke Putranti, SpKK

Disusun oleh: Sofie Rahmawati Utami Meivita Tahalele Ayu Asyifa Rahmi F Affan Sodiq Sabda P 1110221108 G1A211048 G1A211053 G1A211057

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui referat berjudul Penyakit Kulit dan Kelamin yang Disebabkan oleh Nematoda

Disusun Oleh Sofie Rahmawati Utami Meivita Tahalele Ayu Asyifa Rahmi F Affan Sodiq Sabda P 1110221108 G1A211048 G1A211053 G1A211057

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Pada tanggal :

Februari 2013

Mengetahui, Pembimbing

dr. Ismiralda Okke Putranti, SpKK

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan dan pelaksanaan penelitian deskriptif yang berjudul Penyakit Kulit dan Kelamin yang Disebabkan oleh Nematoda. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada: 1. dr. Ismiralda Okke Putranti, SpKK selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan referat ini. 2. Teman-teman FK-Unsoed dan FK-UPN serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini. Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari para penelaah sangat diharapkan demi proses penyempurnaan.

Purwokerto,

Februari 2013

Penyusun

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negaranegara sedang berkembang khususnya pada daerah yang tropik adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh cacing, khususnya cacing yang ditularkan melalui tanah. Cacing umunya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infestasi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan analisa keliru kearah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal. Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Semua nematoda yang menginfeksi manusia mempunyai jenis kelamin terpisah, yang jantan biasanya lebih kecil dari yang betina. Nematoda dapat dibedakan menjadi 2 yaitu nematoda jaringan dan nematoda usus. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, dan

Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis. Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi. Penyebaran invasif larva cacing menyebabkan infeksi bakteri sekunder. Selain dapat menyebabkan infeksi di dalam saluran pencernaan, nematoda juga dapat menyebabkan penyakit kulit, diantara penyakit kulit yang disebabkan oleh jenis nematoda adalah cutaneus larva migran. Cutaneus Larva Migran (CLM) merupakan penyakit infeksi kulit parasit yag sudah dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah-

daerah tropikal dan subtropikal beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh bagian dunia, penyakit ini tidak dikhususkan didaerah-daerah tersebut. Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari CLM. Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah yang lembab dan berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feses anjing atau kucing. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa (Jusich, 2012). Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai cutaneus larva migran dan penyakit lain yang disebabkan oleh nematoda, yaitu Ground Itch dan oksiuriasis.

B. Tujuan Tujuan dari pembuatan referat ini yaitu: 1. Untuk mengetahui berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh nematoda. 2. Untuk mengetahui gambaran klinis dari masing-masing penyakit yang disebabkan oleh nematoda. 3. Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari masingmasing penyakit yang disebabkan oleh nematoda.

CUTANEUS LARVA MIGRANS (CLM)

A. Definisi Kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Sinonim: Cutaneous larva migrans, creeping eruption, dermatosis linearis migrans, sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau di pantai), strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung) (Aisah, 2007). B. Epidemiologi Cutaneus Larva Migrans (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang sudah dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah daerah 6sophagu dan 6sophagus66 beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh bagian dunia, penyakit ini tidak lagi dikhususkan pada daerah daerah tersebut. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa, 6sopha resiko nya adalah pada tukang kebun, petani, dan orang orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir (Anonymous, 2013).

C. Etiologi Penyebab umum dari CLM adalah:


1.

Ancylostoma braziliense (cacing pada anjing dan kucing), penyebab paling sering.

2.

Ancylostoma caninum (anjing) penyebab paling banyak kedua setelah a.braziliense.

3. 4.

Uncinaria stenocephala (anjing ) Bunostomum phlebotomum (sapi) (Anynomous, 2013).

Penyebab yang lebih jarang ditemukan adalah:


1. 2.

Ancylostoma ceylonicum dan Ancylostoma tubaeforme (kucing) Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (manusia)

3.

Strongyloides papillosus (kambing) dan Strongyloides westeri (kuda)

4. 5.

Pelodera (Rhabditis) strongyloides Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly (Lalat) (Aisah, 2007).

D. Patogenesis Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan

Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada hospes (anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran binatang 7sophagus7 kelembapan berubah menjadi larva yang mempu mengadakan penetrasi kekulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari, akan timbul gejala di kulit (Aisah, 2007).

Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi disebabkan oleh reaksi inflammasi dan alergi oleh 7sopha 7sopha terhadap larva dan produknya. Pada hewan, Larva ini mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam. Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui folikel, 7sophag atau menembus kulit utuh menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada epidermis karena tidak memiliki 7sopha collagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian kulit yang lebih dalam (Jusych, 2012).

E. Manifestasi Klinis Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula mula , pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok kelok (snakelike

appearance bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2 3 mm, panjang 3 4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM (Aisah, 2007). Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter dan bertambah panjang beberapa 8sophagus8 atau beberapa sentimeter setiap harinya. Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2 5 cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati (Jusych, 2012). Terowongan yang sudah lama, akan 8sophagus dan menjadi krusta, dan bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva 8sophagu dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis (Jusych, 2012).

F. Penegakan Diagnosis Berdasarkan bentuk yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Tempat predileksi adalah di tempat tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada (Aisah, 2007). Diagnosis Banding: 1. Skabies: Pada 8sophag terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada penyakit ini 2. Dermatofitosis : Bentuk polisiklik menyerupai dermatofitosis

3. Dermatitis insect bite : Pada permulaan lesi berupa papul, yang dapat menyerupai insect bite 4. Herpes 9sopha : Bila invasi larva yang 9sophagu timbul serentak, papul papul lesi dini dapat menyerupai herpes 9sopha (Anonymous, 2012). Dikatakan mortalitas karena penyakit ini belum pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus larva 9sophag sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan, dan tanpa diikuti efek samping jangka panjang apapun. Dikatakan Morbiditas dikaitkan dengan pruritus hebat dan kemungkinan infeksi 9sophagus sekunder. Sangat jarang sekali, dapat terjadi migrasi ke jaringan dalam, seperti ke paru dan usus, yang dapat menyebabkan penumonitis (Loefflers Syndrome), enteritis, myositis (nyeri otot)

(Anonymous, 2012).

G. Pencegahan Di Amerika serikat, telah dilakukan de-worming atau pemberantasan cacing pada anjing dan kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini. Larva cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi, karena itu penting sekali memakai alas kaki, dan menghindari kontak langsung bagian tubuh manapun dengan tanah (Jusych, 2012).

H. Penatalaksanaan Modalitas 9sophag seperti spray etilklorida, nitrogen cair, fenol, CO2 snow, piperazine citrate, dan elektrokauter umumnya tidak berhasil sempurna, karena larva sering tidak lolos atau tidak mati. Demikian pula kemoterapi dengan klorokuin, dietiklcarbamazine dan antimony jugatidak berhasil. Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat antihelmintes baik 9sophag maupun sistemik. Sistemik (Oral) 1. Tiabendazol (Mintezol), antihelmintes 9sophagu luas. Dosis 50 mg/kgBB/hari, sehari 2 kali, diberikan berturut turut selama 2 hari. Dosis

maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Sulit didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah. 2. Solusio 10sophag tiabendazol dalam DMSO, atau 10sophagu tiabendazol secara oklusi selama 24 48 jam. Dapat juga disiapkan pil tiabendazol yang dihancurkan dan dicampur dengan 10sophagu, di oleskan tipis pada lesi, lalu ditutup dengan band-aid/kasa. Campuran ini memberikan jaringan kadar antihelmints yang cukup untuk membunuh parasit, tanpa disertai efek samping sistemik 3. Albendazol (Albenza), dosis 400 mg dosis tunggal, diberikan tiga hari berturut turut. 4. Ivermectin (Stromectol)

Agen Pembeku Topikal 1. Cryotherapy dengan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, selama 2 hari berturut turut. 2. Nitrogen liquid 3. Kloretil spray, yang disemprotkan sepanjang lesi. Agak sulit karena tidak diketahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan disekitarnya. 4. Direkomendasikan pula penggunaan Benadryl atau krim anti gatal (Calamine lotion atau Cortisone) untuk mengurangi gatal.

GROUND ITCH A. Definisi Kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul, dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Ground Itch juga dikenal dengan sebutan Creping eruption, Cutaneus larva migrans, Dermatofitosis lineris migrans,atau sandworm disease.

B. Etiopatogenesis Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) binatang anjing dan kucing. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya . nematode hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang 11sophagus11 kelembapan berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala kulit. Morfologi dari cacing tambang yaitu: Ancylostoma duodenale 1. Panjang badannya , menyerupai huruf C 2. Dibagian mulutnya terdapat dua pasang gigi 3. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya 4. Cacing betina ekornya runcing Necator americanus 1. Panjang badannya 1 cm, menyerupai huruf S 2. Bagian mulutnya mempunyai benda kitin 3. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya 4. Cacing betina ekornya runcing 5. Telurnya berukuran 70 x 45 mikron, bulat lonjong, berdinding tipis, kedua kutub mendatar. Di dalamnya terdapat beberapa sel

6. Larva rabditiform panjangnya 250 mikron, rongga mulut panjang dan sempit, 12sophagus dengan dua bulbus dan menempati 1/3 panjang badan bagian anterior 7. Larva filariform panjangnya 500 mikron, ruang mulut tertutup, 12sophagus menempati 1/ 4 panjang badan bagian anterior

C. Gejala klinis Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mulamula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi bebrbentuk linier atau berkelok- kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan (stadium larva). Adanya lesi papul yang erimatosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, dan paha, juga di bagian tubuh dimana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada. Pada stadium dewasa dapat terjadi anemia hipokrom mikrositer dan eosinofilia.

D. Diagnosis Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel diatasnya. E. Diagnosis banding 1. Scabies ; melihat dengan adanya terowongan, tetapi pada scabies terowongan tidak akan sepanjang seperti penyakit ini 2. Dermatofitosis ; bila melihat pentuk polisiklik 3. Insects bite ; pada permulaan lesi yang berupa papul

4. Herpes zoster stadium permulaan ; bila invasi larva yang multiple timbulserentak, papul-papul lesi dini. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan terhadap reservoir larva, sedangkan penatalaksanaan khusus adalah sebagai berikut : 1. Antihelminthes berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol) dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, sehari 2 kali, selama 2 hari, dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat lain ialah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut 2. Krioterapi dengan CO2 snow (dry ice) ditekan 45-60 detik dua hari berturut-turut atau semprotan N2O 3. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi dengan harapa larva akan mati. Cara tersebut diatas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana larva berada dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan di sekitarnya. 4. Antihistamin untuk mengurangi rasa gatal

G. Prognosis Prognosis untuk penyakit ini termasuk baik.

Gambar 1. Ground itch pada kaki

Gambar 2. Ground Itch pada tangan

OKSIURIASIS A. Definisi Infeksi cacing kremi (oksiuriasis, enterobiasis) adalah infeksi parasit yang disebabkan Oxyuris vermicularis. Parasit ini terutama menyerang anakanak; cacing tumbuh dan berkembang biak di dalam usus (Depkes, 2007).

B. Epidemiologi Penyebaran cacing kremi lebih luas dari cacing lain, penularan dapat terjadi antar kelompok keluarga, melalui lingkungan hidup yang tidak sehat, interaksi tangan ke tangan, debu, bulu anjing dan kucing yang tertempel telur. Insiden tinggi di negara-negara barat terutama di USA yang mencapai 35- 41%. Pada daerah tropis insiden lebih sedikit oleh karena cukupnya sinar matahari, udara, panas, kebiasaanWC dimana sehabis defekasi dicuci dengan air tidak dengan kertas toilet. Akibat dari hal tersebut pertumbuhan telur menjadi terhambat sehingga dapat dikatakan penyakit ini tidak berhubungan dengankeadaan sosial ekonomi tetapi lebih dipengaruhi oleh iklim dan kebiasaan hidup. Penularan cacing ini tidak merata pada lapisan masyarakat melainkan menyebar pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yanghidup dalam satu lingkungan yang sama. Oksiuriasis sering menyerang anak-anak usia 5-14 tahun. Udara yang dingin, lembab dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan telur.

C. Etiologi

Gambar 3. Oxyuris vermicularis.

D. Patogenesis Sebagian besar jenis cacing parasit termasuk cacing kremi merupakan soil transmited infection yang penularannya harus diperantarai oleh tanah. Telur cacing parasit baru akan menjadi bentuk infektif (bisa menginfeksi) jika sudah berada di tanah, kemudian masuk lewat saluran pencernaan. Penularan cacing harus melalui tanah, terutama tanah liat. Bahkan tinja sekalipun kalau langsung dijilat tidak akan menularkan cacing. Telur cacing yang terbang ke udara juga hanya akan menular jika hinggap di makanan, jadi tidak menular lewat pernapasan Penyakit ini sama seperti penyakit kulit yang bisa menular. Penularan cacing kremi terjadi autoinfeksi . karena telurnya bisa nempel dimana aja, di pakaian, sprei or debu , sehingga akibat tidak hygienisnya tangan / kuku sehingga bersama makanan masuk ke mulut dari tangannya yang penuh telur/debu. Penyakit kremian ini sering pula disebut penyakit enterobiasis /oksiuriasis penyakit yang sangat sering ditemukan terutama pada anak-anak. Infeksi ini dapat terjadi akibat tertelannya telur cacing Oxyuris vermicularis (oxyuris vermicularis). Setelah telur cacing tertelan, larvanya akan menetas di usus duabelas jari (duodenum) dan tumbuh menjadi bentuk dewasa di usus besar. Cacing betina yang hamil (dapat mengandung 11.000-

15.000 telur) akan berpindah ke daerah sekitar anus (perianal) untuk mengeluarkan telur-telurnya disekitar anus. Proses berpindahnya cacing ini akan menimbulkan sensasi gatal pada daerah sekitar anus penderita. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari sehingga penderita sering terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Selain gatal-gatal Gejala lain yang dapat dirasakan oleh penderita infeksi cacing kremi adalah : Kurang nafsu makan, Berat badan menurun, Aktivitas meningkat, Sering mengompol, Cepat marah, Sulit tidur, dll.

Gambar 4. Proses penularan cacing kremi Penularan cacing kremi dapat terjadi pada satu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup di lingkungan yang sama, seperti asrama, rumah piatu, dll. Proses penularannya dapat terjadi melalui : 1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk darerah sekitar anus 2. Penularan dari tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain karena memegang benda-benda lain yang terkontaminasi telur cacing ini

3. Telur cacing dapat ditemukan di debu ruangan sekolah, asrama, kafetaria, dan lainnya. Telur cacing di debu ini akan mudah diterbangkan oleh angin dan dapat tertelan 4. Telur yang telah menetas di sekitar anus dapat berjalan kembali ke usus besar melalui anus.

E. Manifestasi Klinis 1. Rasa gatal hebat di sekitar anus, kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi (akibat penggarukan). 2. 3. Rewel (karena rasa gatal). Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina bergerak ke daerah anus dan meletakkan telurnya disana). 4. Napsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang, tetapi dapat terjadi pada infeksi berat) rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing masuk ke dalam vagina) (Depkes, 2007)

F. Penegakan Diagnosis Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu 1 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi aktif bergerak, berwarna putih dan setipis rambut. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop (Depkes, 2007).

G. Penatalaksanaan 1. Terapi a. pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian

b. c.

mebendazol 100 mg dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian albendazol 400 mg dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian

2. Penyuluhan Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah harus minum obat tersebut karena infeksi dapat menyebar dari satu orang kepada yang lainnya. Pencegahan dapat dilakukan dengan: 1. 2. 3. 4. 5. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu Membersihkan jamban setiap hari Menghindari penggarukan daerah anus karena mencemari jari-jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya (Depkes, 2007)

KESIMPULAN 1. Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. 2. Penyakit kulit yang disebabkan oleh Nematoda yaitu cutaneus larva migran, ground itch dan oksiuriasis. 3. Pencegahan dari penyakit yang disebabkan oleh nematoda meliputi peningkatan perilaku higienitas perorangan, penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan tentang kecacingan dan sanitasi lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Aisah, S. 2007. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI. 125-6 Anonymous. Clinical Presentation in Humans. Diunduh dari

www.stanford.edu/group/parasites/parasites2002/cutaneous_larva_migrans/ clinical%20presentation.html Depkes RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas:Oksiuriasis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Djuanda, adhi (ed) .2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. penerbit FKUI: Jakarta Jusych, LA. Douglas MC. Cutaneous Larva Migrans: Overview, Treatment and Medication. Diunduh dari www.emedicine.com. Ed.V. (2012). Prianto, Juni L.A, Tjahaya P.U, Darwanto. 2008. Atlas parasitologi kedokteran. Gramedia pustaka utama; Jakarta. Siregar. 2005. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. edisi 2. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai