Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Pasien pada umumnya datang kepada klinisi dengan keluhan demam (suhu lebih dari 38,30C. sebagian besar kondisi demam terdiagnosis atas dasar gejala-gejala klinis yang tampak serta pemeriksaan fisik yang terfokus. Biasanya pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan darah lengkap atau kultur urine dilakukan untuk

membuat diagnosis definitif. Namun, ketika demam terus berlangsung maka investigasi diagnostik yang lebih ekstensif akan dilakukan oleh seorang klinis.1 Fever of unknow origin (FUO) dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana suhu lebih tinggi dari 38,30 C , yang berlangsung lebih dari 3 minggu tanpa adanya penegakan diagnosis meskipun telah dilakukan investigasi seksama selama rawat inap pada orang dewasa. Empat kategori etiologi potensial dari fever unknown origin adalah klasik, nosokomial, defisiensi imun dan human imunnodeficiency virus (HIV).2 Pada sebagian besar kasus, penyakit ini ditandai oleh adanya persentasi abnormal dari beberapa penyakit umum seperti tuberculosis, endokarditis, dan infeksi HIV. Pada orang dewasa, infeksi dan kanker (25-40% kasus) serta gangguan autoimun (10-2-% kasus) menjadi penyebab utama sedangkan pada anak-anak 3050% kasus disebabkan oleh infeksi, 5-10% oleh kanker dan 10-20% oleh gangguan autoimun.3 Beberapa pemeriksaan diagnostik terbaru seperti serologi dan kultur virus, memiliki peran penting dalam mengevaluasi penyakit ini. Namun apabila berbagai evaluasi estensif telah dilakukan tanpa pemberian hasil maka tes-tes yang lebih invasive seperti punksi lumbal maupun biopsy sum-sum tulang, hepar serta kelenjar getah bening, dapat dipertimbangkan sesuai dengan kecurigaan klinis yang ditemukan.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam 2.1.1 Definisi demam Demam adalah peningkatan suhu tubuh dari variasi suhu normal seharihari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus.4 2.1.2 Patofisiologi demam Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa infeksi atau non infeksi, akan merangsang sel-sel makrofag, limfosit, dan endotel untuk melepaskan interleukin(IL)-1,IL-6, Tumor Necrosing Factor(TNF)-, dan interferon (IFN)- yang selanjutnya akan disebut dengan pirogen endogen/sitokin. Pirogen endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya didaerah preoptik hipotalamus akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2, yang selanjutnya melepas asam arakhidonat dari membrane fosfolipid, dan kemudian oleh enzim

siklooksigenase-1(COX-2) akan diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah, baik secara langsung maupun melalui pelepasan AMP siklik, menset thermostat pada suhu tubuh yang lebih tinggi. Hal ini merupakan awal berlangsungnya reaksi terpadu system saraf autonom,

system endokrin, dan perubahan perilaku dalam terjadinya demam (peningkatan suhu).4 Pusat panas di hipotalamus dan batang otak kemudian akan mengirim sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sehingga suhu tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan. Hal demikian dapat dicapai dengan vasokonstriksi pembuluh darah kulit, sehingga darah yang menuju permukaan tubuh berkurang dan panas tubuh yang terjadi di bagian inti akan memelihara suhu inti tubuh. Epinefrin yang dilepas akibat rangsangan saraf simpatis akan meningkatkan metabolism tubuh dan tonus otot. Mungkin akan terjadi proses menggigil dan atau individu berusaha mengenakan pakaian tebal serta berusaha melipat bagian-bagian tubuh tertentu untuk mengurangi penguapan.4 Gambar 1. Patofisiologi demam

Dikutip : Harrison (2000), prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 2.2 Fever Of Unknow Origin (FUO) 2.2.1 Definisi Didefinisikan oleh Petersdorf dan Beeson pada tahun 1961 sebagai4 1. Demam dengan suhu tubuh > 38,30 C pengukuran 2. Durasi demam > 3minggu 3. Kegagalan dalam menegakan diagnosis setelah dilkakukan pada beberapa kali

pemeriksaan selama 1 minggu di rumah sakit.

2.2.2 Klasifikasi FUO Durack dan Street mengusulkan klasifikasi yang baru untuk demam yang penyebabnya tidak diketahui yaitu:4 FUO klasik FUO nosokomial FUO Neutropenia FUO yang berkaitan dengan HIV

FUO klasik Kategori ini berhubungan erat dengan definisi FUO hanya dengan mengubah persyaratan yang sebelumnya berupa pemeriksaan selama satu minggu di rumah sakit hingga mencakup pula tiga kali kunjungan rawat jalan atau pemeriksaan selama tiga hari di rumah sakit tanpa dapat menentukan penyebab demam. Menurut perkiraan kami, demam selama 2 minggu sudah cukup untuk menegakkan diagnosis FUO klasik bila persyaratan lainnya telah dipenuhi.4

FUO nosokomial

Istilah FUO nosokomial digunakan kalau demam yang >38,30C terjadi beberapa kali pada seorang pasien rumah sakit yang mendapatkan perawatan akut dan infeksinya tidak ditemukan atau tidak melewati masa inkubasi pada saat masuk rumah sakit. Penyelidikan selama tiga hari, termasuk paling tidak pemeriksaan kultur dengan inkubasi selama dua hari, merupakan lama minimal untuk menegakan diagnosis ini. Pada pasien-pasien yang dirawat dirumah sakit, infeksi nosokomial yang tersembunyi, selang infuse yang terinfeksi dan demam akibat obat merupakan diagnosis yang mungkin ditemukan. Pada keadaan ini, cara pendekatannya adalah dengan memfokuskan pada lokasi dimana infeksi itu terjangkit (seperti sinus hidung pada pasien yang menjalani intubasi, infeksi pada prostesa) atau komplikasi nosokomial seperti kolesistitis akalkulus, adanya toksik Clostridium difficile dalam tinja (jika terdapat diare) dan reaksi obat. Pemeriksaan kultur darah mutlak harus dikerjakan. Tindakan diagnostic yang tepat mencakup pemeriksaan USG dan CT Scan abdomen, pemeriksaan scanning sel darah putih atau scanning immunoglobulin, pembuatan foto sinus dan penghentian pemberian obat yang dicurigai sebagai penyebab demam.4

FUO neutropenia Istilah ini diartikan sebagai keadan demam yang >38,30 C dengan berapa kali pengukuran pada seorang pasien yang memiliki jumlah neutrofil kurang dari 500/mm
2

(atau diperkirakan menurun hingga

dibawah level tersebut dalam waktu 1-2 hari. Pasien-pasien neutropenia rentan terhadap infeksi bakteri serta fungus setempat, keadaan bakteremia dan infeksi yang melibatkan penggunaan kateter, termasuk tromboflebitis septic, disamping terhadap infeksi perianal Infeksi candida dan Apergillus lazim dijumpai. Infeksi akibat virus herpes simpleks atau sitomegalovirus kadan-kadang menyebabkan FUO kelompok ini.

Meskipun lamanya sakit jauh lebih pendek pada pasien-pasien ini, konsekuensi infeksi yang tidak diobati dapat membawa kematian bagi penderitanya.4

FUO yang berkaitan dengan HIV Kelainan ini diartikan sebagai keadaan demam yang >38,30 C dengan beberapa kali pengukuran selama periode waktu lebih dari 4 minggu pada pasien rawat jalan yang menderita HIV atau pada pasien rumah sakit yang dirawat lebih dari 3 hari dengan infeksi HIV. Diagnosis ditegakkan jika setelah 3 hari penyelidikan yang mencakup inkubasi kultur selama sedikitnya 2hari tidak ditemukan sumber penyakit yang menyebabkan demam. Pada kelompok pasien ini, penyebabnya bisa berupa infeksi HIV saja.4

2.2.3 Etiologi FUO Penyabab utama FUO pada anak, dengan menggunakan kriteria terbatas, adalah penyakit infeksi atau jaringan ikat (autoimun). Gangguan neoplastik juga harus dipertimbangkan secara serius walaupun kebanyakan anak dengan keganasan tidak hanya menderita demam saja. Pada penderita yang sedang mendapat obat-obatan, kemungkinan demam obat harus dipikirkan. Demam obat biasanya tidak disertai dengan gejala-gejala lain, dan suhu tetap naik pada tingkat yang relative konstan. Penghentian obat disertai dengan penyembuhan demam, biasanya dalam 72 jam (tetapi bila obat misalnya yodium, diekskresinya dalam masa yang lama, demam dapat menetap sampai 1 bulan sesudah penghentian obat.5 Sebagian besar demam yang sebabnya tidak diketahui atau tidak dikenal adalah akibat tanda-tanda atipik dari penyakit yang lazim. Pada beberapa

kasus, adanya demam yang tidak diketahui sebabnya adalah tanda khas penyakit tersebut (atritis rheumatoid juvenil), tetapi diagnosis pastinya hanya dapat ditegakkan sesudah pengamatan yang lama, karena tidak ada tandatanda yang menyertai pada pemeriksaan fisik dan semua hasil laboratoriumnya negatif atau normal.5 Beberapa penyakit yang muncul dengan FUO pada anak dengan frekuensi yang cukup untuk mendapatkan pertimbangan yang serius. Tandatanda dan gejala spesifik dari masing-masing penyakit ini dan metode diagnosis dirinci. Arthritis rheumatoid juvenil dan lupus eritematous sistemik adalah penyakit jaringan ikat yang paling sering terkait dengan FUO. Penyakit radang usus, demam reumatik dan penyakit Kawasaki juga lazim dilaporkan sebagai kasus FUO. Bila dicurigai demam buatan (penyuntikan bahan bernanah atau manipulasi thermometer oleh penderita atau orang tua) demam harus didokumentasi dirumah sakit oleh individu yang bersama dengan penderita pada saat suhunya diukur. Pengamatan penderita yang lama dan terus-menerus penting sekali. FUO yang berakhir lebih dari 6 bulan jarang terjadi pada anak dan akan memberi kesan penyakit granulomatosis atau autoimun. Pemeriksaan ulangan, termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan roentgenologis, mungkin diperlukan.5

Gambar 2. Penyebab demam yang tidak diketahui sebabnya (FUO) pada anak-anak

Infeksi Penyakit bakterial Yang disebabkan organisme spesifik Aktinomikosis Bartonelosis Bruselosis Campylobacter Penyakit cakaran kucing Listeriosis Meningokoksemia (kronis) Mikoplasmosis Salmonelosis Streptobacillus moniliformis Tuberkulosis Tularemia Yersiniosis Infeksi terlokalisasi Abses: abdomen, otak, gigi, hati, pelvis, perinefrik, rektum, subfrenikus Kolangitis Endokarditis Mastoiditis Osteomielitis Pneumonia Pielonefritis Sinusitis Spirokaeta Borrelia (boreliosis: B. Reccurentis) Leptospirosis Penyakit lyme (B. Birgdorferi) Spirillium minor Sifilis Penyakit virus Sitomegalovirus Hepatitis Virus imunodefisiensi manusia Mononukleosis infeksiosa (virus Epstein-barr) Penyakit klamidia Limfogranuloma venereum psitakosis Penyakit riketsia Ehrlichia canis demam Q Demam bercak rocky mountain Tifus yang dibawa kutu Penyakit jamur Blastomikosis (nonpulmonal)

Penyakit hipersensivitas autoimun Sindrom behcet Demam obat Pneumonitis hipersensitivitas Artritis reumatoid juvenil Pankreatitis Poliarteritis nodusa Demam reumatik Penyakit serum Lupus eritematosus sistemik Vaskulitis belum ditentukan Penyakit weber-christian Neoplasma Miksoma atrium Penyakit hodgkin Leukimia Limfoma Neuroblastoma Tumor wilms Penyakit granulomaltosa Hepatitis granulomaltosa Sarkoidosis Penyakit chron Penyakit herediter-familial Displasia ektodermal anhidrotik Penyakit fabry Disautonomia familial Demam mediteranian familial Hipertrigliseridemia Iktiosis Krisis sel sabit Lain-lain Hepatitis aktif kronis Diabetes insipidus (non-nefrogenik dan nefrogenik) Demam hipotalamus-sentral Hiperostosis korteks infatil Penyakit radang usus Penyakit kawasaki penkreatitis Demam periodik Keracunan Emboli paru Tromboflebitis Tirotoksikosis Demam yang tak terdiagnosis Persisten

Koksidioidomikosis (tersebar) Histoplasmosis (tersebar) Penyakit parasit Amoebiasis Babesiasis Giardiasis Malaria Toksoplasmosis Trikinosis Tripanosomiasis Larva migrans viseral

Berulang Sembuh

Dikutip : Fever without focus in Nelson Texbook of Pediatrics

2.2.4 Diagnosis Anamnesis Umur penderita membantu. Anak sebelum umur 6 tahun sering menderita infeksi saluran pernapasan atau saluran genitourinaria, infeksi terlokalisasi (abses, osteomielitis), arthritis rheumatoid juvenil, atau yang jarang, leukemia. 5 Penderita remaja lebih mungkin menderita tuberculosis, penyakit radang usus, proses autoimun dan limfoma, disamping penyebab FUO yang ditemukan pada anak lebih muda.5 Riwayat pemajanan terhadap binatang buas atau jinak harus ditanyakan.Insidens infeksi zoonotik di Amerika Serikat semakin bertambah, dan infeksi sering didapat dari binatang kesayangan yang tidak nampak sakit. Misalnya, imunisasi anjing terhadap gangguan spesifik seperti leptospirosis dapat mencegah penyakit anjing tetapi tidak selalu mencegah binatang dari membawa dan melepaskan leptospirosis, yang dapat yang ditularkan pada kontak rumah tangga. 5 Riwayat makan daging kelinci atau bajing dapat memberi kunci diagnosis tularemia orofaring, kelenjar, atau tifoidal. Riwayat

gigitan kutu atau berpergian ke daerah yang penuh dengan kutu atau parasit. 5 Riwayat kebiasaan diet dan perjalanan yang tidak lazim harus dicari mulai dari kelahiran anak itu. Mungkin ada pemunculan kembali malaria, histoplasmosis, dan koksidioidomikosis bertahun-tahun sesudah mengunjungi atau hidup di daerah endemic. Hal yang penting adalah bertanya tentang imunisasi profilaktik dan tindakan pencegahan yang dilakukan oleh individu terhadap minum air atau makan makanan yang terkontaminasi selama perjalanan ke tempat asing. Batu, kotoran dan artefak dari daerah geografis yang jauh, yang telah dikumpulkan dan dibawa pulang sebagai souvenir dapat berperan sebagai vector penyakit. 5 Riwayat obat-obatan harus benar-benar di lacak, riwayat ini harus memasukkan preparat yang dijual bebas dan agen topical, termasuk tetes mata (demam akibat atropine). 5 Latar belakang genetic penderita juga penting. Keturunan Ulster Scots dapat menderita demam yang tidak diketahui sebabnya karena mereka menderita diabetes insipidus nefrogenik. Disautomia familial (Sindrom Riley-Day) gangguan dimana ada kejadian hipertermi berulang, lebih sering pada orang yahudi daripada kelompok populasi lain. 5 Pemeriksaan fisik Keringat pada anak demam harus di catat. Keadaan yang terusmenerus tidak ada keringat saat ada kenaikan atau perubahan suhu memberi kesan dehidrasi karena muntah, diare, atau diabetes insipidus sentral atau nefrogenik. Keadaan ini juga akan memberi kesan dysplasia ektodermal anhidrotik, disutonomia familial, atau terpajan atropine.5 Mata merah dan mencucurkan air mata dapat merupakan tanda penyakit jaringan ikat, terutama poliarteritis nodosa. Konjungtivitis

palpebra pada penderita demam dapat merupakan petunjuk terhadap campak, infeksi virus coxsakckie,tuberculosis, mononucleosis infecsiosa, limfogranuloma venerium, penyakit cakaran kucing, atau infeksi virus penyakit newcastle. Sebaliknya konjungtivitis bulbar pada anak dengan FUO memberi kesan sindrom Kawasaki atau letospirosis. Perdarahn

petekie pada konjungtivita memberi kesan endokarditis. Uveitis memberi kesan sarkoidosis, arthritis rheumatoid juvenil, LES, Sindrom Kawasaki, vaskulitis. Korioretinitis memberi kesan sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sifilis. Penonjolan biji mata (proptosis) memberi kesan tumor orbita, tirotoksikosis, metastasis, infeksi orbita, granulomatosis Wegener, atau pseudotumor. Pemeriksaan mata yang teliti penting pada kebanyakan penderita FUO.5 Oftalmuskop juga harus digunakan memeriksa kelainan kapiler lipatan kuku yang dihubungkan dengan penyakit jaringan ikat seperti dermatomositis dan scleroderma sistemik. Minyak emersi atau jelim pelumas ditempatkan pada kulit berdekatan dengan bantalan kuku, dan gambaran kapiler diamati dengan oftalmoskop yang disetel pada +40. Gambran kapiler lipatan kuku normal dengan penyebaran homogen dan tampilan lengkungan seragam. Gambran kapiler lipatan kuku abnormal (dermatomiositis) lengkungan sangat melebar dekat dengan avascular yang telah mengalami kehilangan kapiler.5 Demam yang tidak diketahui sebabnya kadang-kadang disebabkan oleh disfungsi hipotalamus. Petunjuk pada gangguan ini adalah kegagalan konstriksi pupil karena tidak adanya otot sfringter konstriktor mata. Otot ini secara embriologis berkembang ketika struktur dan fungsi hipotalamus juga mengalami diferensiasi.5 Kurangnya air mata atau tidak adanya reflex kornea dapat memberi kesan demam akibat dari disautonomia familial. Lidah halus dapat menggambarkan tidak adanya papilla bentuk jamur dan juga memberi kesan diagnosis ini. Nyeri pada pengetukan diatas sinus dan gigi harus

dicari, dan sinus harus ditransluminasi. Kandidiasis oral dapat merupakan petunjuk untuk berbgai gangguan system imun.5 Demam berlepuh merupakan hasil temuan yang lazim didapati pada anak penderita infeksi pneumokokus, steptokokus, malaria, dan meningitis meningokokus, (yang biasanya tidak datang sebagai FUO), tetapi jarang ditemukan pada anak meningokoksemia. Demam berlepuh juga jarang ditemukan pada infeksi salmonella atau stapilokokus.5 Menggigil berulang-ulang dan suhu naik tajam lazim dijumpai pada anak dengan septicemia (tanpa memandang etiologinya), terutama bila disertai dengan penyakit ginjal, penyakit hati,batu biliaris, endokarditis, malaria, bruseloris, demam gigitan tikus, kumpulan nanah yang terlokulasi.5 Hiperemi faring, dengan atau tanpa eksudat, dapat memberi kesan mononucleosis infeksiosa, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, salmonelosis, tularemia, sindrom Kawasaki dan leptospirosis.5 Obat dan tulang harus dipalpasi dengan baik dan teliti. Titik nyeri diatas tulang dapat memberi kesan osteomielitis atau invasi sum-sum tulang dari penyakit neoplastik yang tersembunyi.5 Pemeriksaan rectum dapat menemukan adenopati atau nyeri pararektal, yang memberi kesan abses pangul dalam, adenitis iliaka atau osteomielitis pelvis. Uji guaiak harus dilakukan pada setiap tinja yang ditemukan pada pemeriksaan jari, kehilangan darah tersembunyi dapat memberi kesan colitis granulomatosa atau colitis ulseratif sebagai penyebab FUO.5 Aktivitas umum penderita dan adanya atau tidak adanya ruam harus diperhatikan. Reflek tendi dalam hiperaktif dapat memberi kesan tirotoksikosis sebagai penyebab FUO.5

Pemeriksaan laboratorium

Uji diagnostic yang paling dapat memberikan diagnostic definitive segera harus digunakan. Permintaan untuk melakukan sejumlah besar uji pada setiap anak dengan FUO menurut urut-urutan yang ditentukan sebelumnya dapat membuang-buang waktu dan uang. Pilihan lain, rawat inap dirumah sakit dalam waktu lama untuk uji-uji berikutnya mungkin lebih mahal. Frekuensi pemeriksaan diagnostic harus disesuaikan dengan irama penyakit, kesegeraan mungkin sangat penting pada penderita yang sakit berat tetapi jika penyakitnya lebih kronis, pemeriksaan dapat dimulai lebih lambat dan lebih hati-hati, dan biasanya, pada rawat jalan. 5 Hitung sel darah lengkap dengan hitung jenis sel dan analisis urin harus merupakan bagian pemeriksaan awal laboratorium. Jumlah neutrofil absolute <5.000/mm3 merupakan bukti bahwa infeksi bakteri tidak mendadak selain tifoid. Sebaliknya, penderita dengan leukosit polimorfnuklear >10.000 atau lekosit polimorfnuklear nonsegmen >500/mm3 berpeluang tinggi menderita infeksi bakteri berat. Pemeriksaan langsung pulasan darah yang dicat dengan giemsa atau wright dapat menunjukkan malaria, tripanosomiasis, babesiosis, atau demam yang kumat-kumatan. 5 Peningkatan laju endap darah ( LED >30 mm/jam, metode westergren) menunjukkan adanya radang dan perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk penyakit infeksi, autoimun, atau keganasan. LED rendah tidak mengesampingkan kemungkinan infeksi atau arthritis rheumatoid juvenile, tetapi LED>100 mm/jam member kesan tuberculosis, sindromkawasaki, keganasan atau penyakit autoimun. 5 Biakan darah harus diambil secara aerob. Biakan darah anaerob mempunyai hasil yang amat rendah dan hanya harus diambil jika ada alasan spesifik untuk mencurigai adanya infeksi anaerob.biakan darah ulangan mungkin diperlukan untuk mendiagnosis endokarditis,

osteomielitis, atau abses letak dalam yang menyebabkan bakteremia. Bakteremia polimikrobia memberi kesan infeksi palsu yang dibuat sendiri

atau patologi gastrointestinal. Isolasi leptospirosis, francisella atau yersinia mungkin memerlukan media selektif atau keadaan-keadaan spesifik yang tidak digunakan secara rutin. Biakan urin harus dilakukan secara rutin. 5 Uji kulit tuberculin harus dilakukan dengan teliti mengunakan polisorbat yang distabilisasi dengan derivate protein yang dimurnikan (PPD) yang telah disimpan dalam lemari es dengan tepat. Antigen tepat yang lain harus disiapkan untuk menjalani uji energi. 5 Pemeriksaan roentgenografi dada, sinus, mastoid, atau saluran gastrointestinal dapat disrankan bila ada penemuan anamnesis atau pemeriksaan fisik spesifik. Pemeriksaan roentgenografi saluran

gastrointestinal untuk penyakit radang usus dapat membantu dalam mengevaluasi anak tertentu dengan FUO yang tidak menunjukkan tandatanda atau gejala-gejala setempat lainnya. 5 Pemeriksaan sum-sum tulang dapat mengungkapkan adanya leukemia, neoplasma metastasis, mikrobakteria, jamur, atau penyakit parasit, dan histiositosis. Jika dilakukan aspirasi sum-sum tulang, biakan untuk bakteri, mycobacterium, dan jamur harus dilakukan. 5 Uji serologi dapat membantu dalam mendiagnosis mononukleus infecsiosa, tularemia, penyakit bruselosis, sitomegalovirus, leptospirosis, toksoplasma, kadangsalmonelosis, kadang artritis

dan

rheumatoid juvenile. Karena uji serologis untuk lebih banyak penyakit telah tersedia melalui laboratorium komensial, maka penting untuk memastikan sensitivitas dan spesifisitas setiap uji sebelum memakai hasilnya sebagai dasar untuk membuat diagnosis. Uji serologis untuk penyakit lyme terkenal tidak dapat dipercaya. 5 Sken radioloaktif dapat membantu dalam mendeteksi osteomielitis dan abses abdomen. Gallium sitrat berlokalisasi pada jaringan radang yang berkaitan dengan tumor atau abses. Fosfat Tc berguna untuk mendeteksi osteomielitis sebelum rontgenogram sederhana dapat memperlihatkan lesi

tulang. Granulosit indium III atau igG yang diyodinisasi mungkin berguna dalam mendeteksi proses piogenik setempat. Ekokardiogram dapat memberi kesan adanya vegetasi pada daun katup jantung, misalnya pada endocarditid bacterial suakut. Ultrasonografi dapat mengenali abses intraabdomen hati, sela subfrenikus, pelvis dan limfa. 5 Skening tomografi terkomputasi (CT) atau pencitraan resonansi magnetic (MRI) seluruh tubuh memungkinkan deteksi neoplasma dan kumpulan bahan purulen tanpa penggunaan eksplorasi bedah atau radioisotope. Skening CT membantu dalam mengenali lesi kepala, leher, dada, sela retroperitoneum, hati, limfa, limfonodi, intraabdomen, dan intratoraks, ginjal, pelvis, dan mediastinum. Aspirasi yang dibimbing CT atau ultrasonografi atau biopsy sel yang mencurigakan telah mengurangi perlunya eksplorasi laparotomi dan torakotomi. Walaupun prosedur screning mungkin amat membantu dalam memperkuat diagnosis yang dicurigai, prosedur ini jarang mengarah pada diagnosis yang dicurigai. 5 Biopsy kadang-kadang membantu dalam menegakkan diagnosis FUO. Bronkoskopi, laparoskopi, mediastinoskopi, dan endoskopi

mungkin amat membantu dalam memperkuat diagnosis yang dicurigai, prosedur ini jarang mengarah pada diagnosis yang dicurigai. 5 Biopsy kadang-kadang membantu dalam menegakkan diagnosis FUO. Bronkoskopi, laparoskopi, mediastinoskopi, dan endoskopi

gastrointestinum dapat memberikan visualisasi langsung serta bahan biopsy bila ada manifestasi spesifik pada organ. 5

2.2.5 Penatalaksanaan FUO5

Yang paling penting dalam penanganan FUO adalah mengenali apakah anak tampak baik-baik saja, sakit, atau toksik. Yang dimaksud dengan toksik adalah kondisi pucat atau kebiruan, dengan napas dan denyut nadi yang

cepat, sulit ditenangkan, dan letargi (dimana anka tidak dapat berinteraksi dengan orang atau benda disekelilingnya, tidak mengenali orang tua, atau menurun drastisnya kontak mata). Dasar penanganan yang paling penting adalah apakah anak tampak toksik atau tidak. Semua anak 3 tahun yang tampak toksik harus menjalani pemeriksaan di rumah sakit untuk meneliti kemungkinan sepsis (bakteri dalam peredaran darah) atau meningitis. Penanganan dengan FUO yang tidak tampak toksik dibagi menjadi 3 berdasarkan kelompok usia <28hari, 28-90 hari, dan 3-36 bulan. Bayi <28 hari Pada kelompok ini, semua yang mengalami demam harus menjalani evaluasi di rumah sakit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah: Hitung darah (eritrosit, leukosit, trombosit, dan jenis-jenisnya) Kultur darah Pemeriksaan dan kultur urin Pungsi lumbal untuk analisis dan kultur cairan serebrospinal Kultur dan pemeriksaan feses. X-ray dada Selain itu juga diberikan antibiotic. Akhir-akhir ini banyak ahli yang menyarankan agar pemberian antibiotic dan perawatan dirumah sakit dilakukan hanya pada bayi dengan FUO yang berusia <7 hari. Sedangkan pada bayi usia 7-28 hari yang memenuhi criteria risiko rendah untuk infeksi bakteri berat, penanganan dapat dilakukan dengan pemeriksaan tanpa diikuti dengan pemberian antibiotik. Bayi diobservasi hingga hasil pemeriksaan diperoleh. Jika kultur bakteri negative, maka bayi tidak memerlukan antibiotic dan dapat diobservasi dirumah dengan catatan: Orang tua dapat mengobservasi bayi dengan cermat

Terdapat akses yang mudah untuk memperoleh pelayanan medis Dapat terjamin follow-up si bayi

Yang termasuk dalam criteria risiko rendah adalah sebagai berikut : Kriteria Rochester untuk mengidentifikasi risiko rendah infeksi bakteri berat pada bayi berusia <90 hari dengan FUO: Bayi tampak bai-baik saja Bayi sebelumnya selalu dalam keadaan sehat : Lahir cukup bulan (37 minggu kehamilan) Tidak ada riwayat pemberian antibiotic sebelum, saat, dan setelah kelahiran. Tidak ada riwayat pengobatan hiperbilirubinemia tanpa sebab Tidak ada riwayat perawatan di rumah sakit Tidak ada penyakit kronis atau congenital Tidak dirawat dirumah sakit lebih lama dari ibu.

Tidak ada bukti infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, sendi, atau telinga Hasil laboratorium : Sel darah putih 5000-15000/mm3 Hitung sel batang (salah satu jenis sel darah putih) 1500/mm3 10 sel darah putih per lapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan urin mikroskopis 5 sel darah putih per LPB pada pemeriksaan feses mikroskopis bayi dengan diare

Antibiotic yang digunakan untuk kelompok usia ini adalah :

Ampisilin 100-200 mg/kg/hari intravena dalam dosis yang dibagi setiap 6 jam dan gentamisin 7.5mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi dalam 8 jam

Atau ceftriaxon 50 mg/kg/hari dalam I dosis Atau cefotaxim 150 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 8 jam

28-90 hari Pada kelompok usia ini, bayi juga dikelompokkan dalam resiko rendah atau resiko tinggi dengan kriteria Rochester. Jika bayi memiliki resiko tinggi, maka selain dilakukan pemeriksaan lengkap juga diberikan antibiotik. Jika bayi masuk dalam kategori risiko rendah, maka ada 2 pilihan. Yang pertama adalah melakukan kultur darah, urin, pungsi lumbal, dan pemberian antibiotik di rumah sakit. Pilihan kedua adalah melakukan kultur urin dan observasi tanpa pemberian antibiotik, kecuali jika hasil kultur diketahui positif. Apapun pilihan yang diambil, evaluasi follow up harus dilakukan dalam waktu 24-48jam. Keputusan untuk observasi dirumah atau rumah sakit kembali lagi pada kemampuan orang tua melakukan observasi dengan cermat, kemudahan akses pelayanan medis, dan terjamin follow-up.

3-36 hari Pada kelompok usia ini, yang pertama dilakukan adalah mengelompokkan apakah demam si anak <390C atau >390C Demam <390C Yang harus dilakukan adalah pengambilan riwayat dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencoba mencari penyebab demam. Umumnya tidak perlu dilakukan pemeriksaan

laboratorium dan pemberian antibiotik jika anak tampak baik-

baik saja, cukup diberikan antipiretik. Namun orang tua harus membawa membawa kembali ke rumah sakit jika demam terus berlanjut dalam 2-3 hari atau jika kondisi anak memburuk. Demam >390C o Kultur urin pada semua anak <2 tahun yang diresepkan antibiotic o X-ray dada pada anak dengan sesak napas, laju napas cepat, ronki, bunyi napas yang menurun, atau saturasi oksigen <95%. Juga pada anak tanpa gejala tersebut yang memiliki leukosit >20.000/mm3 o Kultur feses jika ada lender atau darah pada feses, atau ada> 5 leukosit/ LPB pada pemeriksaan feses

mikroskopis o Kultur darah Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama adalah melakukan kultur darah pada semua anak dengan demam 390C. pendapat kedua adalah melakukannya hanya pada anak dengan demam 390C dan lekosit > 15.000/mm3. Pendapat ketiga melakukannya hanya pada anak dengan demam 390C dan leukosit > 18.000/mm3. Sedangkan pendapat yang cukup baru menekankan pada jumlah neutrofil (salah satu jenis leukosit, terdiri atas bentuk batang dan segmen). Jika neutrofil > 10.000/mm3, baru dilakukan kultur darah. o Pemberian antibiotik Antibiotik diberikan dengan kriteria yang sama seperti penentuan peril atau tidaknya kultur darah. Pemberian antibiotik juga dapat dipertimbangkan jika orang tua

tidak dapat diandalkan untuk melakukan evaluasi follow up. Antibiotik yang dipilih adalah ceftriaxon 50mg/kg/hari dalam dosis tunggal atau cefuroxime 150-200mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 6-8 jam. o Follow up 24-48 jam o Pengobatan dengan antipiretik6 Mekanisme kerja Parasetemol, aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) lainnya adalah antipiretik yang efektif. Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).

Parasetamol Parasetamol dikonjugasikan di hati menjadi turunan sulfat dan glukoronida, tetapi ada sebagian kecil dimetabolisme membentuk intermediet yang hepatotoksik ( menjadi racun untuk hati) jika jumlah zat hepatotoksik ini melebihi kapasitas hati untuk memetabolismenya dengan glutation atau sulfidril lainnya (lebih dari 150mg/kg). maka sebaiknya tablet 500mg tidak diberikan pada anak-anak (misalnya pemberian tiga kali tablet 500mg dapat membahayakan bayi dengan berat badan dibawah 10kg). kemasan berupa sirup 60ml lebih aman.

Aspirin Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya dapat

menimbulkan efek samping yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan resiko ulkus lambung, perdarahan, hingga perforasi ( kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung). Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam

pembekuan darah) sehingga dapat memicu risiko perdarahan. Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko syndrome reye, sebuah penyakit yang jarang ( insidensinya sampai tahun 1980 sebesar 1-2 per 100ribu per tahun), yang ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk anak berusia <16tahun.

Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) Jenis oains yang paling sering digunakan adalah ibuprofen. Mempunyai efektifitas antipiretik yang setara dengan aspirin atau parasetamol. Sama halnya dengan aspirin dan OAINS lainnya.ibu profen bias menyebabkan ulkus lambung, perdarahan, dan perforasi. Ibuprofen juga tidak direkomendasikan untuk demam yang mengalami diare dengan atau tanpa muntah.

Terapi suportif 6 Upaya suportif yang direkomendasikan Tingkatkan asupan cairan (susu, air, kuah sup, atau jus buah). Minum banyak juga mampu menjadi ekspektoran (pelega saluran napas) dengan mengurangi lender di saluran napas. Jarang terjadi dehidrasi berat tanpa adanya diare dan muntah terus-menerus. Hindari makanan berlemak atau yang sulit dicerna karena demam menurunkan aktivitas lambung.

Kenakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik ventilasi udaranya. Mengompres dengan air hangat.

Upaya suportif yang tidak direkomendasikan Upaya mendinginkan badan dengan melepaskan pakaian, memandikan, atau membasuh dengan air dingin, atau mengompresnya dengan alcohol. Jika nilai ambang hipotalamus sudah direndahkan terlebih dahulu dengan obat, melepaskan pakaian atau mengompresnya dengan air dingin justru akan membuatnya menggigil dan tidak nyaman, sebagai upaya tubuh menjaga temperature pusat berada pada nilai ambang yang telah disesuaikan. Selain itu alcohol dapay pula diserap melalui kulit masuk ke dalam peredaran darah, dan adanya resiko toksisitas.

2.2.6 Prognosis5 Anak yang menderita FUO mempunyai prognosis lebih baik dari pada prognosis yang dilaporkan pada orang dewasa. Hasil akhir pada anak tergantung pada proses penyakit primer, yang biasanya merupakan suatu

tanda atipik dari suatu penyakit masa kanak-kanak pada umumnya. Pada banyak kasus, diagnosis tidak dapat ditegakkan, namun demam mereda

secara spontan. Pada banyak kasus, diagnosis tidak dapat ditegakkan, namun demam mereda secara spontan. Pada 25% kasus yang demamnya menetap, penyebab tetap tidak jelas, bahkan sesudah dilakukan pemeriksaan pemeriksaan yang menyeluruh.

BABIII KESIMPULAN

1. Fever of unknown origin merupakan suatu keadaan dimana suhu lebih tinggi dari 38,30C, yang berlangsung lebih 3 minggu dan kegagalan dalam menegakan diagnosis setelah dilkakukan

pemeriksaan selama 1 minggu di rumah sakit. 2. Empat kategori etiologi potensial dari fever of unknown origin adalah klasik, nosokomial, defisiensi imun, dan human

immunodeficiency virus (HIV). Pemeriksaan awal yang dilakukan seperti pemeriksaan darah lenkap, tes fungsi hati, rasio sedimentasi eritrosit, urinalisis, serta kultur standar dapat membantu

memformulasikan diagnosis banding dan pemeriksaan berikutnya. Temuan sederhana ketika pemeriksaan awal mampu membimbing klinis kearah salah satu subgroup utama penyakit ini. Maka dari itu, pentingnya dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang yang adekuat dalam menentukan diagnosis supaya penanganan yang tepat dan dini dapat dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai