Anda di halaman 1dari 71

BAB I PENDAHULUAN

A. DEFINISI BERKELUARGA DAN KELUARGA SAKINAH a. HAKEKAT DAN TUJUAN BERKELUARGA Banyak sekali pendapat yang menjelaskan apa sesungguhnya yang menjadi hakekat sebuah keluarga. Keluarga biasanya terdiri dari bapak, ibu dengan anak-anaknya; atau orang seisi rumah yang menjadi tanggungannya. Keluarga batih biasanya disebut keluarga inti, yakni keluarga yang terdiri atas suami, isteri, dan anak. Hammudah Abd al Ati menilai bahwa penggunaan istilah family bagi keluarga di Barat menimbulkan masalah karena terjadi overlaping antara pengertian perkariban (kinship) dengan kekeluargaan (family). Untuk itu dia menganjurkan pemilihan defenisi keluarga dilihat secara operasional, yakni, suatu struktur yang bersifat khusus dimana satu sama lain dalam keluarga itu mempunyai ikatan apakah lewat hubungan darah atau pernikahan. Perikatan itulah yang membawa dampak adanya rasa saling berharap dan secara individual saling mempunyai ikatan batin. Ada juga yang menjelaskan bahwa hekekatnya adalah keluarga yang dibangun berdasarkan agama melalui proses perkawinan yang anggotanya memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mewujudkan

ketentraman melalui pergaulan yang baik sehingga menjadi sandaran dan tempat berlindung bagi anggotanya dan tumpuan kekuatan masyarakat untuk memperoleh kedamaian hidup. Sebagian lain mengatakan bahwa keluarga ideal adalah keluarga yang dapat menggabungkan sakinah, mawaddah, dan rahmah serta mampu merepresentasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak hanya terbatas pada unit anggota keluarga an-sich, tetapi juga berguna bagi masyarakat luas.

Apapun defenisinya, secara normatif, Islam menghargai hubungan (relasi) keluarga terutama antara suami dan Istri serta unit anggota keluarga lainnya yang dibangun berdasarkan keadilan, saling

membutuhkan, dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Adapun tujuan berkeluarga bisa dilihat salah satunya lewat aspek perkawinan karena jenjang rumah tangga dimulai ketika seseorang terikat dalam sebuah perkawinan. Secara umum para ahli hukum Islam menjelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk terciptanya rumah tangga (keluarga) yang penuh kedamaian, ketentraman, cinta dan kasih sayang (sakinah, mawaddah dan rahmah). Ada juga yang mengungkapkan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk berdampingan antara pasangan, dengan penuh cinta dan kasih sayang, damai dan sejahtera. Jadi bukan dengan jalan free sex atau hubungan bebas tanpa ikatan dan tujuan ini dianggap sebagai tujuan pokok. Al-Ghazali menyatakan tujuan perkawinan itu dengan fungsi perkawinan yang terdiri dari lima hal yakni, memperoleh keturunan, menjaga diri dari godaan setan, menenangkan dan menentramkan jiwa, membagi tugas rumah tangga, dan arena berlatih untuk bertanggung jawab. Adapun al-Jurjawi sebagaimana dikutip oleh Khairuddin Nasution mengistilahkan tujuan perkawinan dengan hikmah perkawinan yaitu sarana reproduksi untuk meneruskan atau melanjutkan kehidupan umat manusia di muka bumi, memenuhi watak dasar manusia (pemenuhan kebutuhan biologisnya), dan menjamin hak-hak kewarisan. Ibrahim Amini menjelaskan ada 3 tujuan hidup berkeluarga, pertama, pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya seseorang dapat menemukan kedamaian fikiran. Kedua, penyaluran gairah seksual secara benar dan sehat, dan ketiga, reproduksi atau sebagai wadah untuk melangsungkan keturunan. Tetapi tiga tujuan diatas bukan berposisi sebagai tujuan pokok dan tetap harus dibingkai dalam konteks spritual

yaitu hidup berkeluarga merupakan suatu alat untuk menghindarkan diri dari perbuatan jelek dan menjauhkan diri dari dosa. Dari paparan di atas, maka setidaknya secara umum ada 3 hal yang bisa dijadikan sebagai tujuan perkawinan yaitu : Pertama, perkawinan dapat memberikan suatu keseimbangan antara kebutuhan-kebutuhan pribadi dan kesejahteraan kelompok dimana kepada kelompok inilah individu tersebut mengabdi sehingga perkawinan dipandang sebagai suatu kebutuhan sosial dan psikologis bagi setiap anggota keluarga. Sebagai kebutuhan sosial maka lingkungan keluarga dapat memberikan dampak positif bagi anggotanya, jika setiap individu diberi kesempatan yang optimal oleh lingkungan keluarganya untuk berkembang, baik perkembangan fisik, mental, spritual, dan sosialnya. Sedangkan sebagai kebutuhan psikologis, maka keluarga memiliki fungsi yang strategis dan vital dalam sosialisasi agama. Anak selaku anggota keluarga secara alami akan melakukan sosialisasi agama pertama-tama dalam keluarganya. Ia akan mempelajari sikap, kebiasaan, pola nilai dan prilaku keberagamaan masyarakatnya dalam keluarga. Pada gilirannya, nilai-nilai agama yang dipelajari tersebut, secara perlahan-lahan teradopsi dan menjadi bagian dari kepribadiannya. Efektivitas sosialisasi agama itu sendiri tergantung pada sistem keluarga, sehingga ada peluang yang wajar bagi anak untuk mempelajari, menghayati dan mengamalkan agamanya. Kedua, memperoleh ketenangan () , cinta ( )dan kasih sayang () . Tujuan ini merupakan tujuan utama, pokok dan harus selalu terjaga dan tercapai dalam sebuah perkawinan. Kata berasal dari kata yang berarti tenang atau diamnya sesuatu setelah bergejolak. Maka perkawinan adalah pertemuan antara pria dan wanita, yang kemudian menjadikan (beralih) kerisauan antara keduanya menjadi ketentraman atau sakinah menurut bahasa al-Quran. Maka penyebutan sakana untuk pisau adalah karena pisau itu alat sembelih yang
3

menjadikan binatang yang disembelih tenang. Bagaimana dengan konsep mawaddah dan rahmah ? Secara alami, seseorang merasa tertarik kepada lawan jenisnya mulamula melalui pertimbangan kejasmanian. Suasana saling tertarik karena segi lahiriah ini membuat yang bersangkutan jatuh cinta, baik sepihak (bertepuk sebelah tangan) atau kedua belah pihak (gayung bersambut). Fase ini dalam bahasa arab disebut mahabbah yang merupakan tingkat permulaan dan terendah dari hubungan cinta seseorang. Dalam teori psikologi Freud berkaitan dengan libido. Jadi banyak berurusan dengan hasrat pemenuhan kebutuhan biologis. Tingkat yang lebih tinggi adalah ketika seseorang tertarik kepada lawan jenisnya bukan semata-mata karena segi kejasmanian, melainkan karena hal-hal yang abstrak misalnya segi kepribadian atau nilai-nilai lainnya yang sejenis pada seseorang. Ini disebut dengan mawaddah. Sebagai tingkat yang lebih tinggi dari mahabbah, mawaddah umumnya berpotensi untuk bertahan lebih lama dan kuat karena memiliki unsur kesejatian yang lebih mendalam. Pada tingkat ini kualitas kepribadian lebih utama dan penting dibandingkan dengan segi lahiri atau penampakan fisik seseorang. Quraish Shihab menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Bisa saja seseorang itu kejam kepada orang lain, tetapi kalau dia memiliki mawaddah kepada pasangannya, dia tidak ingin pasangannya itu tersentuh oleh sesuatu yang negatif. Ada penjahat kejam, tetapi dia punya mawaddah terhadap istrinya. Jadi mawaddah itu cinta plus, bukan sekedar cinta. Sedangkan konsep rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul didalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaaan sehingga mendorong yang bersangkutan untuk memberdayakannya. Karena itu dalam

kehidupan keluarga, masing-masing suami dan istri akan mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggunya. Maka rahmah itu keperihan hati ketika melihat penderitaan dan kekurangan pihak lain. Ketika melihat kekurangan itu, hati merasa perih dan hati terdorong untuk menanggulangi kekurangan itu. Kalau mawaddah tidak begitu. Mawaddah itu mencurahkan segala sesuatu, kasih sayang, walaupun tidak dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Karena itu jangan berkata aku butuh dirimu, sehingga aku mencintaimu. Tidak ada itu kebutuhan saya. Yang ada ialah memberikan secara tulus dan saya tidak melihat pada diri anda kekurangan untuk saya berikan. Maka bisa disebutkan dulu mawaddah baru rahmah. Biasanya mengapa ini dikatakan mawaddah ya rahmah, karena boleh jadi dalam perjalanan perkawinan, mawaddah sudah pudar, disitu dituntut rahmah. Ketiga, menjaga kehormatan, baik bagi diri sendiri, anak, maupun keluarga secara kolektif. Dari tujuan ini dapat difahami bahwa ikatan perkawinan tidak hanya dibatasi pada pelayanan yang bersifat material. Pemenuhan kebutuhan material seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya hanya sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan yang lebih mulia yaitu kebutuhan rohani. Ini berarti ketenangan yang ingin dicapai adalah ketenangan kolektif bukan personal. Adapun reproduksi dan pemenuhan kebutuhan biologis merupakan manfaat pernikahan. Asumsinya adalah bahwa tujuan perkawinan adalah tujuan yang mulia dan bila tujuan tersebut tidak tercapai, maka sebuah perkawinan dapat di bubarkan. Jika reproduksi, pemenuhan kebutuhan sexual tidak tercapai, maka bukan berarti pernikahan harus dibubarkan. b. PENGERTIAN KELUARGA SAKINAH Kata keluarga (Ensikopledia Indonesia, II: 1729) menurut makna sosiologi yaitu kesatuan kemasyarakatan (Sosial) berdasarkan hubungan

perkawinan atau pertalian darah. Berdasarkan pengertian ini dapat dibedakan menjadi: 1. Keluarga inti atau keluarga batih (primary group) terdiri atas bapak, ibu, dan anak, di sana terjalin hubungan kekeluargaan 2. 3. Pasangan yang menikah maupun tidak; tanpa anak; Kelompok yang terdiri dari seorang bapak dan ibu yang menikah atau tidak, yang cerai ataupun yang ditingggal mati bersama anak-anaknya; 4. 5. 6. Kelompok anak yang ditinggalkan orang tua; Seseorang yang hidup berpoligami; dengan atau tanpa anak Beberapa sanak saudara dengan anak-anaknya yang berumah tangga. Pertalian keluarga atau keturunan dapat diatur secara: parental atau bilateral, artinya menurut orang tua (bapak, ibu); matrilineal artinya menurut garis ibu, dan patrilineal artinya menurut garis bapak. Susunan kekeluargaan ini bertalian dengan hakikat kedudukan perkawinan dalam tata masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari kata keluarga dipakai dengan pengertian antara lain: 1. 2. 3. Sanak saudara, kaum kerabat Orang seisi rumah, suami-istri, anak, batih; Orang yang ada dalam naungan organisasi atau sejenisnya, misalnya keluarga Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah; 4. Masyarakat terkecil berbentuk keluarga atau lainnya. Dari beberapa definisi tersebut, keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat; tidak akan ada masyarakat bila tidak ada keluarga, dengan kata lain, masyarakat merupakan kumpulan keluarga-keluarga. Ini berarti, baik buruknya suatu masyarakat tergantung pada baik buruknya

masyarakat kecil itu (keluarga). Jadi, keselamatan dan kebahagiaan suatu masyarakat berpangkal pada masyarakat terkecil atau keluarga. Kata sakinah (Arab) mempunyai arti ketenangan dan ketentraman jiwa. Kata ini disebutkan sebanyak enam kali dalam Al-Quran, yaitu pada surat al-Baqarah [2]:248, surat at-Taubah [9]:26 dan 40, surat al-Fath [48]:4, 18, dan 26. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa sakinah itu didatangkan Allah SWT ke dalam hati para nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan tidak gentar menghadapi tantangan, rintangan, ujian, cobaan, ataupun musibah. Sehingga sakinah dapat juga dipahami dengan sesuatu yang memuaskan hati. Dalam surat al-Baqarah [2]:248, terdapat pernyataan fihi sakinatun min rabbikum (sakinah dari Tuhanmu terdapat pada tabut atau kotak suci). Ungkapan ini disebabkan oleh penghormatan bani Israil pada tabut sebagai kotak penyimpanan kitab Taurat. Disebutkan bahwa nabi Musa a.s., bila berperang selalu membawa tabut tersebut sehingga pengikutnya merasa tenang dan tidak lari dari medan perang. Sakinah pada surat at-Taubah [9]:26 berkaitan dengan perang Hunain di masa Rasulullah Saw. Dalam peristiwa itu, pasukan Islam bercerai-berai karena serbuan dahsyat dari pihak musuh sementara jumlah mereka lebih sedikit. Pada saat itu Allah menurukan sakinah kepada Rasulullah Saw beserta orang-orang yang beriman dengan menurukan tentara malaikat yang tidak terlihat untuk mengalahkan musuh (kafir). Pada surat at-Taubah [9]:40, sakinah didatangkan Allah kepada Muhammad Saw ketika beliau sedang bersembunyi di Gua Tsur bersama sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk berlindung dari kejaran orangorang kafir Quraisy. Dalam surat al-Fath [48]:4, 18, dan 26, sakinah diberikan Allah SWT kepada kaum muslimin pada Perjanjian Hudaibah, yaitu baiat Ridhwan (baiat yang dilakukan kaum muslimin ketika terjadi qazwah/perang
7

Hudaibah) dan saat memasuki kota Makah. Mereka (kaum muslimin) tanpa gentar memasuki kota meski tanpa senjata karena adanya sakinah yang diturunkan Allah ke dalam hati mereka. Dari sejumlah ungkapan yang diabadikan dalam Al-Quran tentang sakinah, muncul beberapa pengertian sebagai berikut: 1. Menurut Rasyid Ridla, sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari susasana ketenangan dan merupakan lawan dari goncangan batin dak kekalutan; 2. Al-Isfahan (ahli fiqh dan tafsir) mengartikan sakinah dengan tidak adanya rasa gentar dalam mengahadapi sesuatu; 3. Menurut al-Jurjani (ahli bahasa), sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak diduga, dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketentraman pada yang menyaksikannya, dan merupakan keyakinan berdasarkan penglihatan (ain al-yaqin) (Ensikopledi Islam, 1993, IV: 2002); 4. Ada pula yang menyamakan sakinah itu dengan kata rahmah dan thumaninah, artinya tenang, tidak gundah dalam melaksanakan ibadah. Istilah keluarga sakinah merupakan dua kata yang saling melengkapi; kata sakinah sebagai kata sifat, yaitu untuk menyifati atau menerangkan kata keluarga. Keluarga sakinah digunakan dengan pengertian keluarga yang tenang, tenteram, bahagia, dan sejahtera lahir batin. Munculnya isitlah keluarga sakinah ini sesuai dengan firman Allah surat ar-Rum [30]:21, yang menyatakan bahwa tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah untuk mencari ketenangan dan ketentraman asas

dasar mawaddah dan rahmah, saling mencintai, dan penuh rasa kasih sayang antara suami dan istri. Friman Allah dalam surat ar-Rum [30]: 21 Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. Dalam keluarga sakinah, setiap anggotanya merasakan susasana tenteram, damai, bahagia, aman, dan sejahtera lahir dan batin. Sejahtera lahir adalah bebas dari kemiskinan harta dan tekanan-tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta mampu mengomunikasikan niali-nilai keagamaan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Di samping itu, keluarga sakinah dapat memberi setiap anggotanya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dasar fitrah kemanusiaan, yaitu fitrah sebagai hamba Tuhan yang baik, sebagaimana maksud dan tujuan Tuhan menciptakan manusia di bumi ini, tersebut dalam surat adzDzariyat [51]: 56. Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah KepadaKu. Juga fitrah sebagai khalifah fi al-ardh, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah [2]: 30. Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Dua kemampuan dasar fitrah kemanusiaan (sebagai hamba dan khalifah fi al-ardh) dalam keluarga sakinah berkembang menjadi bentuk tanggung jawab manusia dalam hubungannya dengan sang Pencipta, Allah SWT dan dengan sesama manusia serta lingkungannya.
9

Dalam hubungannya dengan Allah SWT fitrah kemanusiaan ini menjadikan manusia mampu mendudukan dirinya sebagai hamba Tuhan yang baik. Sedangkan dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya, fitrah kemanusiaan itu berkembang menjadi kesadaran manusia yang memiliki rasa tanggung jawab untuk menciptakan kesejahteraan jenisnya (sebagai manusia) dan lingkungan sekitarnya. B. FUNGSI KELUARGA SAKINAH Sebagai salah satu bentuk pranata sosial, pranata keluarga mempunyai beberapa fungsi, Berikut ini beberapa fungsi keluarga. 1. Fungsi reproduksi; keluarga merupakan sarana untuk memperoleh keturunan secara sehat, terencana, terhormat, sesuai dengan ajaran agama, dan sah di mata hukum. 2. Fungsi keagamaan; pada umumnya suatu keluarga penganut agama tertentu akan menurunkan agama atau kepercayaannya kepada anakanaknya. Anak-anak akan diajari cara berdoa atau beribadah sesuai dengan keyakinan orang tuanya sejak dini. Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita temui keluarga yang terdiri atas berbagai macam agama di dalamnya, akan tetapi prosentasenya sangat kecil. Penanaman akidah sejak dini telah dijelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 132 yang artinya: "Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapankepada anak-anaknya, demikian juga Yakub. Ibrahim berkata: haianak-anakku,

sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, makajanganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam." 3. Fungsi ekonomi; keluarga merupakan suatu wadah dalam usaha mengembangkan serta mengatur potensi dan kemampuan ekonomi. Di

10

masyarakat pedesaan atau pertanian, keluarga merupakan sumber tenaga kerja, mereka bersama-sama mengelola lahan pertanian sesuai dengan kemampuan dan tenaga masing-masing. 4. Fungsi afeksi; norma afeksi ada dan diadakan oleh para orang tua untuk mewujudkan rasa kasih sayang dan rasa cinta, sehingga dapat menjaga perasaan masing-masing anggota keluarga agar tercipta kerukunan dan keharmonisan hubungan di dalam keluarga. Fungsi afeksi berisi norma atau ketentuan tak tertulis mengenai bagaimana seseorang harus bersikap atau berperilaku di dalam keluarga dan masyarakat. Norma afeksi penting ditanamkan pada anak-anak sejak dini agar anak dapat mengenal, mematuhi, dan membiasakan diri dalam perilakunya sehari-hari. 5. Fungsi sosialisasi; memberikan pemahaman tentang bagaimana seorang anggota keluarga bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain dalam keluarga. Anak-anak telah dikenalkan dengan kedudukan dan status tiaptiap anggota keluarga dan kerabat lainnya. Dengan demikian, anak secara tidak langsung telah belajar dengan orang lain dalam keluarga dan kerabat, sehingga mereka bisa membedakan sikap dan cara bicaranya saat berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya. Misalnya, sikap terhadap kakek tentu berbeda dengan sikap terhadap adik atau keponakan. 6. Fungsi penentuan status; melalui keluarga seorang anak memperoleh statusnya dalam masyarakat, seperti nama, jenis kelamin, hak waris, tempat dan tanggal lahir, dan sebagainya. 7. Fungsi pendidikan; keluarga merupakan satuan kekerabatan yang pertama kali dikenal oleh anak, sehingga di keluargalah anak memperoleh pendidikan pertamanya dari orang tua atau kerabat lainnya. Orang tua, dalam hal ini ayah dan ibu memiliki tanggung jawab yang sama untuk memberikan dasar pendidikan yang baik bagi anak sebelum mereka memasuki masa bermain di lingkungan dan sekolahnya.

11

8. Fungsi perlindungan; keluarga merupakan tempat berlindung lahir batin bagi anak khususnya dan bagi seluruh anggota keluarga pada umumnya. Berdasarkan fungsi ini, anak atau anggota keluarga lain merasa aman, nyaman, dan dapat menerima curahan kasih sayang dari orang tua atau dari sesama anggota keluarga. Mengingat arti penting pranata keluarga tersebut, maka perlu diciptakan suasana keluarga yang harmonis sehingga dapat digunakan sebagai tempat pendidikan anak yang pertama dan utama. Selain itu fungsi keluarga sakinah yang lainnya yaitu: 1. Pembinaan Akidah dan Akhlak Mengingat keluarga dalam hal ini lebih dominan adalah seorang anak dengan dasar-dasar keimanan, ke-Islaman, sejak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu, maka al-Ghazali memberikan beberapa metode dalam rangka menanamkan aqidah dan keimanan dengan cara memberikan hafalan. Sebab kita tahu bahwa proses pemahaman diawali dengan hafalan terlebih dahulu (al-Fahmu Bad al-Hifdzi). Ketika mau menghafalkan dan kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan pada akhirnya membenarkan apa yang diayakini. Inilah proses yang dialami anak pada umumnya. Bukankah merekaatau anak-anak kita adalah tanggungjawab kita sebagaimana yang telahAllah peringatkan dalam al-Quran yang artinya: "jagalah diri kalian dan keluargakalian dari panasnya api neraka" Muhammad Nur Hafidz merumuskan empat pola dasardalam bukunya. Pertama, senantiasa membacakan kalimat Tauhid

padaanaknya. Kedua, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulnya.Ketiga, mengajarkan al-Quran dan keempat menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan.

12

Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku, pendidikan dan pembinaan akhlak anak. Keluarga

dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Perilaku sopan santun orang tua dalam pergaulan dan hubungan antara ibu, bapak dan masyarakat. Dalam hal ini Benjamin Spock menyatakan bahwa setiap individu akan selalu mencari figur yang dapat dijadikan teladan ataupun idola bagi mereka. 2. Pembinaan Intelektual Pembinaan intelektual dalam keluarga memgangperanan penting dalam upaya meningkatkan kualitas manusia, baikintelektual, spiritual maupun sosial. Karena manusia yang berkualitas akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah sebagaimanafirman-Nya dalam surat alMujadalah yang artinya: "Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu diantarakalian." Nabi Muhammad juga mewajibkan kepada pengikutnya untuk selalu mencari ilmu sampai kapanpun sebagaimanasabda beliau yang artinya: "mencari ilmu adalah kewajiban bagimuslim dan muslimat." 3. Pembinaan Kepribadian dan Sosial Pembentukan kepribadian terjadi melalui prosesyang panjang. Proses pembentukan kepribadian ini akan menjadi lebihbaik apabila dilakukan mulai pembentukan produksi serta reproduksinalar tabiat jiwa dan pengaruh yang melatarbelakanginya. Mengingathal ini sangat berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat menjagaemosional diri dan jiwa seseorang. Dalam hal yang baik ini adanya Kewajiban orang tua

13

untuk menanamkan pentingnya memberi supportkepribadian yang baik bagi anak didik yang relative masih muda danbelum mengenal pentingnya arti kehidupan berbuat baik, hal ini cocok dilakukan pada anak sejak dini agar terbiasa berprilaku sopan santundalam bersosial dengan sesamanya. Untuk memulainya, orang tua bisadengan mengajarkan agar dapat berbakti kepada orang tua agar kelak sianak dapat menghormati orang yang lebih tua darinya.

14

BAB II PEMBAHASAN

A. MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH 1. UPAYA MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH Perkawinan yang baik adalah sebuah ikatan seumur hidup dan memerlukan sesuatu yang lebih banyak daripada sekedar peduli, pemenuhan diri, dan komitmen. Perkawinan menuntut agar masingmasing kita jujur kepada diri sendiri, jujur kepada pasangan hidup dan jujur kepada Allah. Islam memandang potret keluarga yang ideal adalah keluarga yang dapat menggabungkan antara sakinah, mawaddah dan rahmah sebagai satu kesatuan dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mencapainya, tentu membutuhkan cara dan langkah yang beragam yang bisa saja berbeda antara satu keluarga dengan lainnya. Uraian berikut mencoba memberikan semacam tips bagi pembentukan sebuah keluarga bahagia yang sifatnya umum namun bisa direalisasikan dalam setiap keluarga. a. Benar dan tepat dalam memilih jodoh. Perkawinan merupakan sebuah ikatan yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan kehidupan kemanusiaan. Oleh karena itu secara naluriah manusia akan berusaha untuk mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dengan keinginan mereka walaupun dalam ketentuan agama dianjurkan untuk selektif dalam memilih pasangan. Permasalahan memilih jodoh merupakan sesuatu yang pernah dialami oleh orang dalam menempuh rumah tangga. Seseorang dalam memilih calon istri atau suami mesti dipertimbangi oleh kriteria tertentu, walaupun upaya tersebut bukan merupakan suatu yang kunci, namun dapat menentukan baik tidaknya rumah tangga.

15

b.

Mengembangkan prinsip musyawarah dan demokratis. Dalam segala aspek kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan diselesaikan berdasarkan hasil musyawarah minimal antara suami dan istri. Adapun maksud demokratis adalah bahwa seluruh anggota keluarga harus saling terbuka untuk menerima pandangan dari masing-masing pihak. Untuk merealisasikan prinsip ini, maka setiap anggota keluarga harus saling menciptakan suasana yang kondusif untuk munculnya rasa persahabatan di antara mereka baik dalam hal suka maupun duka, dan merasa mempunyai kedudukan yang sejajar dan bermitra, tidak ada pihak yang merasa lebih hebat dan lebih tinggi kedudukannya, tidak ada pihak yang mendominasi dan menguasai. Dengan prinsip ini diharapkan akan memunculkan kondisi yang saling melengkapi dan saling mengisi antara satu dengan yang lain. Realisasi lebih jauh dari sikap musyawarah dan demokratis dapat dikelompokkan kepada: pertama, yang musyawarah berhubungan dalam dengan

memutuskan

masalah-masalah

reproduksi, jumlah dan pendidikan anak dan keturunan, kedua, musyawarah dalam menentukan tempat tinggal (rumah), ketiga, musyawarah dalam memutuskan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan rumah tangga, dan keempat, musyawarah dalam pembagian tugas-tugas rumah tangga. c. Menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga. Dalam kehidupan rumah tangga harus tercipta suasana yang merasa saling kasih, saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling sayang. Semua anggota keluarga harus menciptakan suasana bahwa rumah adalah tempat yang nyaman bagi mereka. Keluarga menurut Toffler, dapat berfungsi laksana raksasa peredam kejutan yakni tempat kembali berteduh setiap individu (anggota keluarga)

16

yang babak belur dan kalah dalam pertaruhan hidup diluar rumah. Dalam bahasa Islam, keluarga berfungsi sebagai surga atau taman indah, tempat setiap anggota keluarga menikmati kebahagiaan hidup, dan menjadi penangkal gelombang kehidupan yang keras. Jika suasana kehidupan keluarga berantakan dan terpecah, tidak aman dan tentram maka kehidupan keluarga akan mengalami disorientasi, disharmoni, bahkan disintegrasi. Aman dan tentram disini bukan hanya terbatas pada aspek fisik semata, tetapi juga dalam aspek kehidupan kejiwaan (psikis). 4. Menghindari adanya kekerasan baik fisik maupun psikis. Dalam kehidupan berkeluarga, jangan sampai ada anggota keluarga yang merasa berhak memukul atau melakukan tindak kekerasan fisik dalam bentuk apapun, dengan dalih atau alasan apapun, termasuk alasan atau dalih agama. Begitu juga setiap anggota keluarga harus terhindar dari kekerasan psikologi. Setiap anggota keluarga harus mampu menciptakan suasana kejiwaan yang aman, merdeka, tentram dan bebas dari segala bentuk ancaman yang bersifat kejiwaan, baik dalam bentuk kata atau kalimat sehari-hari yang digunakan maupun panggilan antar anggota keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan bahkan sekedar ketersinggungan. 5. Menjadikan hubungan suami istri dan anggota keluarga lainnya adalah hubungan patner. Relasi gender dalam hubungan suami dan istri dan anggota keluarga lainnya merupakan hubungan kemitrasejajaran. Meskipun pengertian kemitrasejajaran tidak bisa difahami dengan makna yang seragam, persis sama, tetapi pengertian kemitrasejajaran yang dimaksud disini adalah suatu relasi yang berdasarkan keadilan, saling membutuhkan, dan saling melengkapi antara satu dengan yang

17

lainnya. Implikasi dari prinsip seperti ini akan memunculkan sikap saling, pertama saling mengerti latar belakang pribadi, kedua, saling menerima hobi, kelebihan dan kekurangan

dari masing-masing anggota keluarga, ketiga, saling menghormati perkataan, perasaan, bakat dan keinginan serta menghargai keluarga, keempat, saling mempercayai pribadi maupun kemampuan setiap anggota keluarga, kelima, saling mencintai dan menjauhi sikap egois. 6. Menumbuhkan prinsip keadilan. Keadilan disini adalah menempatkan sesuatu pada posisi yang semestinya (proporsional). Jika ada diantara anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri harus di dukung tanpa memandang dan membedakan berdasarkan jenis kelamin. Masing-masing anggota keluarga harus sadar sepenuhnya bahwa dirinya adalah bagian dari keluarga yang harus memberi dan mendapat perhatian. Contohnya, bapak yang kerja dan mempunyai kewajiban di kantor atau sekolah, juga mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian kepada anak-anak, istrinya serta anggota keluarga lainnya. Demikian pula, ibu yang harus menuntaskan tugas kantor, tugas sekolah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian bagi suami, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya. Ini berarti semua anggota keluarga harus berlaku adil baik bagi dirinya dan anggota keluarganya. Suami, istri dan anggota keluarga adalah team-work dan team-meat dalam mencapai keluarga yang bahagia. Segala sesuatu menyangkut tugas-tugas untuk menciptakan keluarga yang sakinah haruslah adil, fleksibel, terbuka dan demokratis. Intinya berbagi tugas sesuai dengan kondisi objektif, atas kesepakatan bersama, dan untuk mencapai tujuan bersama.

18

7.

Menciptakan kedewasaan diri. Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam perkawinan mempunyai beberapa unsur, baik yang seharusnya dipunyai seorang pria yang nantinya akan berfungsi sebagai suami ataupun seorang wanita yang akan menjadi seoang istri dan ibu dari anak-anaknya. Sebagian orang beranggapan bahwa unsur terpenting dalam membangun sebuah keluarga adalah masing-masing pasangan saling mencintai. Ada juga yang menyatakan bahwa kekayaan dan kecantikan menjadi modal bagi kebahagiaan sebuah keluarga. Salah satu unsur terpenting dalam mencapai kebahagiaan dalam rumah tangga adalah kedewasaan diri. Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab, pemikiran dan nilai-nilai kehidupan serta keyakinan atau agama, akan menyebabkan keluarga yang terbentuk dalam keadaan yang demikian mempunyai saham yang cukup besar dan meyakinkan untuk meraih taraf kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dalam keluarganya. Sementara itu, ntuk membangun keluarga yang sakinah, ada beberapa upaya atau kiat-kiat yang dapat dilakukan. Syaikh Said Hawwa mengelompokkan kiat-kiat tersebut ke dalam 9 aturan, yaitu: a. Memperhatikan kebersihan serta kesucian

Sesungguhnya Allah itu Maha Baik mencintai kebaikan, bersih mencintai kebersihan, mulia mencintai kemuliaan, dermawa mencintai kedermawanan. Maka bersihkanlah pekarangan kalian, dan jangan menyerupai orang yahudi. (Hadits Hasan, riwayat Imam Tirmidzi)
19

Suci dan bersih mempunyai makna yang berbeda. Bersih adalah suatu keadaan terbebas dari unsur lahiriyah, yaitu kotoran, sedangkan suci adalah suatu keadaan terbebas dari unsur manawiyah, yaitu najis. Suci adalah suatu tuntutan dalam ibadah, namun jika suci tanpa bersih, tentu saja tidak enak diapandang mata. Misalnya ketika secangkir teh tumpah ke baju yang sedang seseorang kenakan, memang tidak najis, tapi orang itu akan merasa tidak enak karena bajunya kotor, sehingga ia akan mengganti bajunya. Oleh sebab itu, hendaknya seorang muslim menjaga kebersihan dan kesucian suatu hal secara sekaligus. Dengan menjaga kebersihan dan kesucian suatu hal, seorang muslim selain memenuhi tuntunan agama, juga memenuhi tuntutan dalam kehidupan sosialnya. b. Mengatur diri sendiri dan hal yang dimiliki agar indah dipandang

Sesungguhnya kalian akan mendatangi saudara-saudaramu, maka perbaikilah kendaraanmu, dan rapikanlah pakaianmu, sehingga kamu tampak pantas di mata orang lain. Sesungguhnya Allah tidak menyukai kedekilan. (Hadits Hasan, riwayat Abu Daud) Maksud memperbaiki kendaraan pada hadits di atas adalah membersihkan kendaraan yang kita punya, seperti motor yang kita kendarai setiap hari. Berpakaian yang rapi adalah adab seorang muslim ketika bertemu saudaranya. Jika diartikan secara luas, hadits di atas bukan hanya menganjurkan seorang muslim untuk membersihkan kendaraan dan baju yang ia kenakan, namun juga rumah atau tempat tinggal. Ketika siapapun masuk ke dalam rumah seorang muslim, hendaknya tamu tersebut merasa nyaman dengan

20

keadaan di dalam rumah. Hal ini juga menyangkut tentang adab memuliakan tamu. c. Adab merendahkan suara, tidak membuat kegaduhan, dan menjaga

rahasia Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S. Luqman:19) Dimanapun sebuah keluarga hidup, dia akan mempunyai tetangga atau orang lain yang tinggal di sekitarnya. Di sinilah ditekankan untuk memenuhi hak-hak mereka, yaitu tidak saling mengganggu. Salah satu hal yang mengganggu ketenangan adalah suara yang terlalu keras.

Dan janganlah kalian saling mengeraskan suara satu sama lain dalam membaca Al-Quran. (Hadits Shahih, riwayat Imam Malik dan Abu Daud) Dalam hadits di atas, disebutkan bahwa membaca Al-Quran dalam suara yang terlalu keras saja tidak boleh, apalagi berbicara terlalu keras hingga mengganggu orang lain. Hal lain yang harus dibiasakan sebuah keluarga muslim adalah menjaga rahasia rumah tangganya. Tidak semua hal yang terjadi dalam rumah harus diceritakan pada orang lain. Rasulullah

21

sangat menekankan pasangan suami-istri untuk menjaga rahasia tentang hal khusus yang terjadi antara mereka. Dalil yang melarang pasangan suami-istri untuk menceritakan hubungan mereka adalah: Sejelek-jelek kedudukan manusia di hadapan Allah pada hari kiamat adalah suami-istri yang melakukan hubungan seksual kemudian menyebarluaskannya. (Riwayat Imam Muslim dan Abu Daud) d. Mengatur hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, ibadah, serta akhlak.

Dan perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. ( Q.S. Thaha:132)

Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S. At-Tahrim:6)

Dan ia menyuruh keluarganya untuk melaksanakan sholat dan manunaikan zakat, dan ia termasuk orang yang diridhoi Tuhannya. (Q.S. Maryam:55) e. Bersikap sederhana dalam makan, minum, berpakaian, dan gaya hidup Sebuah keluarga dituntut untuk memperhatikan makanan dan minuman dalam rumahnya, bukan hanya halal-haramnya melainkan manfaat, kualitas dan kuantitasnya, sehingga cukup untuk kebutuhan tubuh serta tidak berlebihan.

22

Dan makan-minumlah, dan jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan . (Q.S. Al-Araf:31) Selain itu, sebuah keluarga juga harus memperhatikan anggaran rumah tangga, yaitu hanya membeli hal-hal sesuai kebutuhan dan tidak menghambur-hamburkan harta hanya untuk mengikuti gaya hidup dan pakaian yang sedang tren.

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu). (Q.S. Al-Isra:26) f. Adab bergaul Islam adalah agama yang mementingkan adab pergaulan antar anggota keluarga. Mengamalkan adab pergaulan dalam keluarga bisa membantu mengurangi timbulnya perselisihan yang mengarah pada perpecahan antara anggota keluarga. Adab-adab tersebut antara lain: 1) Mengucap salam ketika bertemu dan berpisah 2) Saling mengasihi 3) Menjaga perkataan agar tidak menyaiti orang lain 4) Berendah hati dan saling menghargai pendapat 5) Saling tolong-menolong 6) Meminta izin 7) Menghormati yang tua, menyayangi yang muda Selain itu, hendaknya dalam sebuah keluarga, orangtua mengajarkan anak-anaknya untuk bergaul dengan orang-orang yang

23

sholeh dan bukan dengan orang-orang jahil (bodoh) yang tidak bermanfaat dalam berbicara.

Dan jika mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan berkata, bagi kami amal kami, dan bagimu amalmu, kesejahteraan atasmu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil (Q.S. Al-Qashash:55) g. Menjaga kesehatan dan olahraga Islam sangat memperhatikan kesehatan dan kebugaran jasmani. Oleh karena itu, memperhatikan kesehatan dan olahraga adalah suatu hal yang penting dalam membangun keluarga yang islami.

Dua kenikmatan yang sering dilupakan seseorang, yaitu kesehatan dan waktu luang. (H.R. Bukhari)

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan masing-masing punya kebaikan sendiri. (H.R. Ahmad dan Muslim) h. Berbuat baik pada tetangga, menghormati tamu, serta menjalin silaturahim Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuatbaiklah pada kedua orang tua, karib kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki.
24

Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S. An-Nisa:36)

Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya. (H.R. Bukhori)

Barangsiapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahim. (H.R. Tirmidzi) i. Adab masuk dan keluar rumah

Yang harus diperhatikan seorang muslim dan muslimah ketika keluar-masuk rumah adalah syariat yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti memberi salam. Maka apabila kamu memasuki suatu rumah, berikanlah salam pada mereka (penghuninya) yang berarti memberi salam pada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan di sisi Allah, yang berkah lagi baik. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya padamu agar kamu memahaminya. (Q.S. An-Nuur:61) B. PENGARUH KELUARGA SAKINAH TERHADAP

PEMBENTUKAN ANAK SALEH 1. PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di

25

mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam Pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam

kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam

pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya. Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: "Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa." TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan

26

terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka dapat diringkas sebagai berikut: " Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam

mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah." (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq Ilajiha, hal. 76.) TATA CARA PENDIDIKAN ANAK KELUARGA SAKINAH a. Ketika anak masih didalam kandungan Sang ibu hendaklah berdoa untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk doa yang dikabulkan adalah doa orangtua untuk anaknya. b. Ketika anak telah lahir Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitarya melakukan hal-hal berikut: 1. Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran. 2. Memberi nama. 3. Melakukan aqiqah. 4. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat

timbangannya 5. Melakukan khitan pada bayi. c. Ketika anak memasuki usia 6 tahun pertama Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan

27

pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada

kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.) Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat diringkas sebagai berikut: a. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu. b. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya c. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya. d. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya. 4. Setelah enam tahun pertama Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak. Beberapa aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini, yaitu: a. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana. b. Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram. c. Pengajaran baca Al Quran. d. Pengajaran hak-hak kedua orangtua. e. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam. f. Pengajaran etiket umum.

28

g. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak. e. Ketika anak memasuki masa remaja Pada masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan akalnya bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri seksualnya pun mulai bangkit. Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh.Karena itu, para pendidik perlu memberikan perhatian terhadap masalah-masalah berikut dalam menghadapi remaja: a. Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa bahwa dirinya sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak kecil lagi. b. Diajarkan kepada anak hukum-hukum akilbaligh dan diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram. c. Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar. d. Berupaya mengawasi anak dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat serta mencarikan teman yang baik.

2. KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK DALAM KELUARGA Setiap rumah tangga haruslah memiliki keinginan untuk

mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Sehingga setiap anggota keluarga harus memiliki peran dan menjalankan amanah tersebut. Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung jawabnya karena Allah akan mempertanyakannya di hari akhir kelak. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: a. Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang amir (raja) adalah

29

pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya. b. Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang apa yang dipimpinnya. Apakah ia pelihara ataukah ia sia-siakan, hingga seseorang ditanya tentang keluarganya. Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Kemudian dia mengajak dan membimbing sang istri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya karena tabiat anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak, di antaranya: a. Mendidik anak dengan cara cara yang baik dan sabar. Hal ini bertujuan agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah SAW, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan. Ajarkanlah tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar. [Luqman: 13] b. Mengajarkan membaca Al Quran sejak dini. Pada usia balita ( sekitar 2 - 5 tahun ), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al-Qur-an,

30

sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan generasi Tabiin dan Tabiut Tabiin, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al-Qur-an pada usia sangat belia. Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia pada masa kecilnya dengan kemampuan menghafal yang luar biasa. Oleh karena itu, orang tua harus pandai memanfaatkan kesempatan untuk mengajarkan anaknya dengan hal - hal yang bermanfaat pada usia usia balita. Usaha ini harus terus dijalankan, meskipun mungkin di sekitar tempat tinggal kita tidak ada sekolah semacam tahfizhul Quran. Kita dapat mengajarkannya di rumah kita, dengan kemampuan kita, karena pada dasarnya Al - Quran itu mudah. c. Menjadikan sholat sebagai prioritas utama Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya. Shalat merupakan tiang agama, jika seseorang melalaikannya niscaya agama ini tidak bisa tegak pada dirinya. Shalat ini pulalah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah di akhirat. Untuk itulah, hendaknya orang tua dengan tiada bosan senantiasa memberikan contoh dengan shalat di awal waktu dengan berjamaah di masjid, mengajaknya serta menanyakan kepada anaknya apakah dia telah menunaikan shalatnya ataukah belum. Rasulullah SAW bersabda: Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita). Mengajak isteri dan anak kita untuk melaksanakan shalat di awal waktu, merupakan salah satu perintah dari Rasulullah SAW. Allah memerintahkan kita untuk tetap sabar dalam menunaikan kewajiban ini, termasuk sabar dalam mengingatkan istri dan anak kita untuk tetap menegakkannya. d. Memperhatikan akhlak dalam mendidik

31

Perhatian orang tua kepada anaknya juga dalam hal akhlaknya. Anak harus diajarkan akhlak yang mulia, jujur, berkata baik dan benar, berlaku baik kepada keluarga, saudara, tetangga, juga menyayangi yang lebih kecil serta menghormati yang lebih tua, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlak ( berbakti ) kepada orang tua. Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar yang paling besar setelah syirik ( menyekutukan Allah ). Orang tua haruslah memberikan teladan kepada anaknya dengan cara dia pun berbakti kepada orang tuanya dan berakhlak mulia. e. Memperhatikan pergaulan anak Memperhatikan pergaulan anak menjadi sangat penting karena pergaulan memungkinkan pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlak anaknya. Apalagi kita mengetahui bahwa sesuatu yang jelek akan mudah sekali mempengaruhi hal-hal yang baik, namun tidak sebaliknya, terlebih dalam pergaulan muda-mudi seperti sekarang ini yang cenderung melanggar batas-batas etika seorang muslim. Mereka saling berkhalwat (berdua-duaan antara lawan jenis), sehingga bisikan syaitan mudah sekali menjerumuskan dirinya ke jurang kenistaan. Atau pengaruh obat-obat terlarang yang dapat menjadikan dirinya bergantung dan merasa ketagihan terhadap obat-obat penenang yang diharamkan oleh Allah. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan yang dilakukan generasi muda kaum muslimin telah banyak menjeremuskan mereka kepada kehinaan dan kesengsaraan. Usaha yang telah kita curahkan beberapa tahun bisa saja menjadi sia - sia hanya karena anak kita salah memilih teman bermain atau teman di sekolah. Untuk itu, haruslah diperhatikan akhlak teman anak kita, apakah temannya itu memiliki pemahaman agama yang baik, apakah shalatnya baik, apakah dia senantiasa saling menasihati dan tolong - menolong dalam kebajikan.

32

C. HAK-HAK DALAM KELUARGA SAKINAH 1. HAK ANAK ATAS ORANG TUA a. Pengertian Hak Anak Dalam kamus besar bahasa Indonesia, hak diartikan sebagai kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Sedangkan, menurut kitab Undang-Undang Hak Asasi Manusia 1999 dan Undang-Undang tentang Unjuk Rasa, anak adalah setiap manusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak dalam kandungan. Dapat disimpulkan bahwa hak anak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan atau diterima oleh anak dan apabila tidak diperoleh, anak berhak menuntut hak tersebut. Dalam hal ini yang yang wajib memenuhi, menjamin serta melindungi adalah orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah. b. Hak-Hak Anak Sebelum Lahir Islam memperhatikan masalah anak tidak hanya setelah anak dilahirkan, tetapi bahkan sejak anak itu belum merupakan suatu bentuk. Syariat Islam memberikan perlindungan yang sangat besar terhadap janin yang berada dalam rahim ibu, baik perlindungan jasmaniah maupun rohaniyah sehingga janin tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik yang pada akhirnya lahir ke dunia dengan sempurna. Penelitian para Ilmuan dalam bidang perkembangan pra lahir menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, bayi dapat belajar, merasa dan mengetahui perbedaan antara terang dan gelap. Pada saat kandungan berusia lima bulan (20 minggu), kemampuan bayi untuk merasakan stimulus telah berkembang dengan cukup baik sehinggga sebagai orang tua harus sudah memulai pendidikan sejak dalam kandungan. Islam memberikan hak-hak kepada janin, diantaranya adalah dimuliakan, dijaga, dan dilindungi sebelum lahir ke dunia ini dari segala tindakan bodoh yang dilakukan oleh orang-orang murtad,

33

sesat lagi kufur terhadap segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Ajaran syariat Islam juga memerintahkan kepada ulil amri (pejabat setempat ) untuk ikut serta melindungi, memperhatikan situasi, dan kondisi ibu hamil. Berbuat baik kepada ibu hamil adalah wajib, kalau sang ibu melakukan tindakan kriminal dan pemerintah hendak menjatuhkan hukuman kepadanya hendaklah jangan sampai mengganggu atau mempengaruhi kondisi kesehatan janin yang ada dalam kandungannya. c. Hak Anak Sesudah Lahir Syariat Islampun sangat serius dalam memberikan

perlindungan kepada anak. Hal ini dibuktikan dengan pemberian hak-hak yang begitu banyak demi menjamin petumbuhan dan perkembangan anak hingga menjadi manusia yang sempurna, baik jasmani maupun rohanai. Di antaranya hak-hak anak adalah sebagai berikut : 1) Hak Anak untuk Mendapatkan Pengakuan dalam Silsilah Keturunan Hak anak untuk memperoleh pengakuan dalam silsilah keturunan merupakan hak terpenting dan memiliki faedah yang sangat besar bagi kehidupannya. Hal ini dicantumkan dalam surat Al-Ahzab : 5. 2) Hak untuk Hidup Hak hidup adalah suatu fitrah. Islam melarang pembunuhan anak dengan alasan apapun,baik karena kemiskinan atau alasan lain. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-An Am : 15. 3) Hak Mendapatkan Nama yang Baik Syariat Islam mewajibkan kepada orang tua untuk memberikan nama yang baik bagi seorang anak, karena nama dalam pandangan Islam memiliki arti penting dan pengaruh besar bagi orang yang menyandangnya. Selain itu, nama akan selalu

34

melekat dan berhubungan erat dengan dirinya, baik semasa dia hidup maupun sesudah mati. Nama itu sendiri merupakan tali pengikat yang amat kuat dengan semua tali keturunannya. Islam juga mengharuskan untuk menghindarkan nama yang buruk supaya memiliki kepribadian yang diharapkan sesuai dengan yang diharapkan karena nama adalah sebuah doa. 4) Hak Anak Untuk Menerima Tebusan (Aqiqah) Syariat Islam sangat memperhatikan dalam melindungi anak, salah satunya adalah dengan mengajak pemeluknya untuk mengeluarkan harta sebagai pengungkapan rasa suka cita atas lahirnya seorang anak, yaitu dengan mengajak umat Islam untuk menyajikan tebusan dari anak yang baru saja lahir dan membatasinya dengan seekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki. Selanjutnya syariat Islam lebih mengutamakan agar aqiqah itu dilaksanakan pada hari ke tujuh dari tanggal kelahirannya. 5) Hak Akan Penyusuan Mendapat ASI adalah hak tiap anak yang dijelaskan dalam surat Al- Baqarah : 233. Allah telah mewajibkan agar anak disusui oleh ibunya selama dua tahun penuh. Pada masa ini merupakan masa-masa yang paling menentukan dalam pembentukan kesempurnaan anggota tubuh, kecerdasan, dan kesehatan sang bayi, baik jiwa maupun raganya. 6) Hak Anak untuk Dijaga Kebersihannya Dalam rangka melindungi kesehatan dan pertumbuhan anak, syariat Islam mengajak kepada para pemeluknya untuk melaksanakan sejumlah kegiatan yang diperkirakan mampu melindungi, menjaga dan menjamin keselamatan anak dari berbagai penyakit serta mencegah segala hal yang mampu mengganggu pertumbuhannya. Sebagai contohnya adalah

35

berkhitan, mencukur rambut dan selalu menjaga kebersihan tubuh anak setiap saat. 7) Hak Anak untuk Menerima Nafkah Dalam hal ini, syariat Islam memerintahkan kepada setiap orang yang berkewajiban menunaikannya agar melaksanakan hal tersebut dengan sebaik-baiknya dan melarang dengan keras mengabaikan hak anak tersebut. Orang tua berkewajiban memberikan makan dan minum (material) kepada anak-anaknya dengan makanan-makanan yang halal dan dihasilkan dari yang halal pula. 8) Hak Anak untuk Mendapatkan Pendidikan Allah SWT. pun telah memerintahkan kepada setiap orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dan bertanggung jawab dalam pendidikannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. AlTahrim(6) : 59. 9) Menjadi Imam dan Pemimpin Jika Ia Memiliki Ilmu dan Bagus Bacaan Al-Qur'annya 10) Dipenuhi Kebutuhan Anak untuk Bermain 2. HAK ISTRI ATAS SUAMI a. Dasar Keluarga diibaratkan seperti batu bata pertama dalam sebuah bangunan masyarakat. Apabila keluarga baik, maka masyarakat pun akan ikut menjadi baik dan sebaliknya jika keluarga rusak, maka masyarakat akan menjadi rusak pula. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian kepada urusan keluarga dengan perhatian yang sangat besar, sebagaimana Islam juga mengatur hal-hal yang dapat menjamin keselamatan dan kebahagiaan keluarga tersebut.

36

Islam mengibaratkan keluarga seperti suatu lembaga yang berdiri di atas suatu kerjasama antara dua orang. Penanggung jawab yang pertama dalam kerjasama tersebut adalah suami. Allah berfirman :

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). " [An-Nisaa: 34] Islam menentukan hak-hak di antara keduanya yang dengan menjalankan hak-hak tersebut, maka akan tercapai ketenteraman dan keberlangsungan lembaga. Islam menyuruh keduanya agar menunaikan apa yang menjadi kewajibannya dan tidak mempermasalahkan beberapa kesalahan kecil yang mungkin saja terjadi. Allah Taala berfirman:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. " [Ar-Ruum: 21] Rasa cinta dan kasih sayang yang terjadi di antara suami isteri nyaris tidak dapat ditemukan di antara dua orang mukmin. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan senang jika cinta dan kasih sayang tersebut selalu ada dan langgeng pada setiap pasangan suami isteri. Oleh karena itu, Dia

37

Subhanahu wa Ta'ala menentukan beberapa hak bagi mereka yang dapat menjaga dan memelihara rasa cinta dan kasih sayang tersebut dari kesirnaan. Allah Taala berfirman:

"Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf." [Al-Baqarah: 228] * Hal ini merupakan suatu kaidah menyeluruh yang mengatakan bahwasanya seorang wanita memiliki kesamaan dengan laki-laki dalam semua hak, kecuali satu perkara yang diungkapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan firman-Nya :

"Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya." [Al-Baqarah: 228] Dan hak-hak isteri maupun kewajiban-kewajiban mereka menurut cara yang maruf telah diketahui di kalangan masyarakat dan apa yang berlaku pada urf (kebiasaan) masya-rakat itu mengikuti syariat, keyakinan, adab dan kebiasaan mereka. Hal ini akan menjadi tolak ukur pertimbangan bagi suami dalam memperlakukan isterinya dalam keadaan apa pun. Jika ingin meminta sesuatu kepada isterinya, suami akan ingat bahwa sesungguhnya ia mempunyai kewajiban untuk memberikan kepada isteri sesuatu yang semisal dengan apa yang ia minta. Oleh karena itu, Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, Sesungguhnya aku berhias diri untuk isteriku sebagaimana ia menghias diri untukku. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : .

38

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteriisteri kalian dan isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.[ Dan seorang mukmin yang paham, ia akan selalu berusaha untuk memenuhi hak-hak isterinya tanpa melihat apakah haknya sudah terpenuhi atau belum, karena ia sangat menginginkan kelanggengan cinta dan kasih sayang di antara mereka berdua, sebagaimana ia juga akan selalu berusaha untuk tidak memberikan kesempatan sedikit pun bagi syaitan yang selalu ingin memisahkan mereka berdua. b. Hak istri Di antara hak isteri adalah: 1) Suami harus memperlakukan isteri dengan cara yang maruf, karena Allah Taala telah berfirman :

"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." [An-Nisaa: 19] Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperin-tahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam mendidik isteri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (isteri) telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

39

"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi

Mahabesar." [An-Nisaa: 34] Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab:

. Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah. Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap isteri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: . Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya. Sikap memuliakan isteri menunjukkan kepribadian yang sempurna, sedangkan sikap merendahkan isteri adalah suatu tanda akan kehinaan orang tersebut. Dan di antara sikap memuliakan isteri adalah dengan bersikap lemah lembut dan bersenda gurau

40

dengannya. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu bersikap lemah lembut dan berlomba (lari) dengan para isterinya. Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengajakku lomba lari dan akulah yang menjadi pemenangnya dan setiap kami lomba lari aku pasti selalu menang, sampai pada saat aku keberatan badan beliau mengajakku lari lagi dan beliaulah yang menang, maka kemudian beliau bersabda, Ini adalah balasan untuk kekalahanku yang kemarin. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menganggap setiap permainan itu adalah bathil kecuali jika dilakukan dengan isteri, beliau bersabda: : . Segala sesuatu yang dijadikan permainan bani Adam adalah bathil kecuali tiga hal: melempar (anak panah) dari busurnya, melatih kuda, dan bercanda dengan isteri, sesungguhnya semua itu adalah hak. 2) Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukan olehnya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: . Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai. Di dalam hadits yang lain beliau juga pernah bersabda:

41

. Berilah nasihat kepada wanita (isteri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Sesuatu yang paling bengkok ialah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya (tanpa menggunakan perhitungan yang matang, maka kalian akan mematahkannya, sedang jika kalian

membiarkannya), maka ia akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasihat kepada isteri dengan baik. Sebagian ulama Salaf mengatakan, Ketahuilah bahwasanya tidak disebut akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari menyakitinya, namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya. Dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diriwayatkan bahwa para isteri beliau pernah protes, bahkan salah satu di antara mereka pernah mendiamkan beliau selama sehari semalam. 3) Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram. Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepadaNya, karena ia adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan

42

dimintai pertanggungjawaban tentang isterinya. Ia adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Para lelaki adalah pemimpin bagi para wanita." [An-Nisaa: 34] Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : . Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. 4) Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelismajelis talim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk

memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." [At-Tahrim: 6] Dan isteri adalah termasuk dalam golongan al-Ahl (keluarga). Kemudian menjaga diri dan keluarga dari api Neraka tentunya harus dengan iman dan amal shalih, sedangkan amal shalih harus didasari dengan ilmu dan pengetahuan supaya ia dapat menjalankannya sesuai dengan syari'at yang telah ditentukan.

43

5)

Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." [Thaahaa: 132] 6) Suami mau mengizinkan isteri keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin shalat berjamaah di masjid atau ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarruj (berhias) atau sufur. Sebagaimana ia juga harus dapat melarang isteri agar tidak memakai wangi-wangian serta

memperingatkannya agar tidak ikhtilath dan bersalam-salaman dengan laki-laki yang bukan mahram, melarangnya menonton televisi dan mendengarkan musik serta nyanyian-nyanyian yang diharamkan. 7) Suami tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekankejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan umum. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Asma' binti Yazid Radhiyallahu anhuma : Bahwasanya pada suatu saat ia bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabat dari kalangan laki-laki dan para wanita sedang duduk-duduk. Beliau bersabda, Apakah ada seorang laki-laki yang menceritakan apa yang telah ia lakukan bersama

44

isterinya atau adakah seorang isteri yang menceritakan apa yang telah ia lakukan dengan suaminya? Akan tetapi semuanya terdiam, kemudian aku (Asma) berkata, Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka semua telah melakukan hal tersebut. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Janganlah kalian melakukannya, karena sesungguhnya yang demikian itu seperti syaitan yang bertemu dengan syaitan perempuan, kemudian ia menggaulinya sedangkan manusia menyaksikannya. 8) Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap

permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua dan anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka. Seperti halnya pada saat Sulhul Hudaibiyah (perjanjian damai Hudaibiyyah), setelah beliau selesai menulis perjanjian, beliau bersabda kepada para Sahabat: . Segeralah kalian berkurban, kemudian cukurlah rambutrambut kalian. Akan tetapi tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah Rasululah Shaallallahu 'alaihi wa sallam sampai beliau mengulangi perintah tersebut tiga kali. Ketika beliau melihat tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah tersebut, beliau masuk menemui Ummu Salamah Radhiyallahu anha kemudian menceritakan apa yang telah terjadi. Ummu Salamah kemudian berkata, Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka melakukan perintahmu? Keluarlah dan jangan berkata apa-apa

45

dengan seorang pun sampai engkau menyembelih binatang kurbanmu dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu. Maka beliau keluar dan tidak mengajak bicara seorang pun sampai beliau melakukan apa yang dikatakan oleh isterinya. Maka tatkala para Sahabat melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah, mereka bergegas untuk menyembelih hewan-hewan kurban, mereka saling mencukur rambut satu sama lain, sampaisampai hampir saja sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya. Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kebaikan yang banyak bagi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melalui pendapat isterinya yang bernama Ummu Salamah. Sangat berbeda dengan contoh-contoh kezhaliman yang dilakukan oleh sebagian orang, serta slogan-slogan yang melarang keras

bermusyawarah dengan isteri. Seperti perkataan sebagian dari mereka bahwa, Pendapat wanita jika benar, maka akan membawa kerusakan satu tahun dan jika tidak, maka akan membawa kesialan seumur hidup. 9) Suami harus segera pulang ke rumah isteri setelah shalat Isya'. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal tersebut berlangsung lama dan sering berulang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingkari apa yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhuma karena lamanya bergadang (beribadah) malam dan menjauhi isterinya, kemudian beliau bersabda:
46

. Sesungguhnya isterimu mempunyai hak yang wajib engkau tunaikan. [13] 10) Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang yang demikian. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : . Barangsiapa yang memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu di antara keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan miring sebelah. Demikianlah sejumlah hak para isteri yang harus ditunaikan oleh para suami. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam usaha memenuhi hak-hak isteri tersebut. Sesungguhnya dalam memenuhi hak-hak isteri adalah salah satu di antara sebab kebahagian dalam kehidupan berumah tangga dan termasuk salah satu sebab ketenangan dan keselamatan keluarga serta sebab menjauhnya segala permasalahan yang dapat mengusik dan menghilangkan rasa aman, tenteram, damai, serta rasa cinta dan kasih sayang. Kami juga memperingatkan kepada para isteri agar mau melupakan kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah ia menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam mengabdikan diri untuk suami, karena

47

dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi. 3. HAK- HAK SUAMI ATAS ISTERI a. Ditaati isterinya dalam kebaikan. Jadi isterinya wajib menaatinya dalam hal-hal yang bukan merupakan suatu kemaksiatan kepada Allah dan dalam kebaikan. Isteri juga tidak wajib menaati suaminya dalam hal-hal yang tidak sanggup dikerjakannya atau hal-hal yang menyusahkannya, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat AnNisa: 34 yang artinya, kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah Kemudian kamum sabda encari-cari Nabi, jalan untuk menyusahkannya. diperbolehkan

seandainy

aaku

memerintahkan seseorang supaya bersujud kepada seseorang, maka aku akan perintahka nseorang isteri untuk bersujud kepada suaminya (HR At Tirmidzi) b. Isteri wajib menjaga harta suaminya, wajib menjaga kehormatan, tidak boleh keluar dari rumah tanpa seizing suaminya, berdasarkan firman Allah, wanita-wanita yang sholihah adalah wanita yang taat kepad Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. (An-Nisa:34) c. Isteri wajib bepergian dengan suaminya jika suami menghendakinya bila akad seorang wanita bepergiannya seorang isteri bersama suaminya termasuk ketaatan yang diwajibkan kepadanya. d. Isteri wajib menyerahkan dirinya kepada suami kapanpun suami ingin menggaulinya, karena menggaulinya merupakan salah satu haknya, sebagaimana sabda Rsulullah SAW, jika seorang suami mengajak isterinya ketempat tidurnya, kemudian isterinya menolak

mendatanginya, sehingga suaminya marah kepadanya semalaman, niscaya isteri tersebut dilaknat oleh para malaikat hingga pagi hari (HR Bukhori-Muslim) e. Jika seorang isteri ingin puasa sunnah dan suami berada di rumah, maka ia wajib meminta izin kepadanya. Hal itu berdasarkan sabda

48

nabi SAW, seorang isteri tidak halal puasanya saat suaminya berada di rumah, kecuali atas seizinnya. D. NASEHAT-NASEHAT DALAM KELUARGA SAKINAH 1. NASIHAT KHUSUS UNTUK ISTRI a. Seorang istri hendaknya menjaga kehormatan dan harga dirinya. Istri yang sholehah sudah pasti dapat menjaga diri dan kehormatannya. Mereka hanya menampakkan kecantikan dan

keindahan tubuhnya kepada suami tercintanya, karena hanya seorang suamilah yang halal baginya. Mereka diharamkan untuk menampilkan kecantikan dan

keindahan tubuh kepada orang lain selain suaminya sendiri, karena selain dapat menimbulkan kecemburuan batin dan ketidakpercayaan diantara suami istri juga dapat memperpendek umur pernikahan yang dibangun atas dasar cinta. Jika sudah tidak ada rasa cinta dan kepercayaan antara suami istri, maka dapat dipastikan akan terwujud keluarga yang tidak harmonis, jauh dari kerukunan, dan jauh dari kata sakinah. b. Seorang istri hendaknya menyanyangi dan mencintai anakanaknya. Sebagai seorang istri yang baik, mereka wajib menyayangi dan mencintai anaknya sebagaimana mereka mencintai diri sendiri. Seorang ibu yang langsung melahirkan seorang anak dari dalam rahimnya sendiri memiliki hubungan batin yang lebih dekat dengan anak daripada seorang ayah. Oleh karena itu sebagai manusia yang hubunganya paling dekat dengan seorang anak, seorang ibu wajib mendidik dan menjadi sahabat yang baik bagi anaknya. Wanita yang sempurna adalah wanita yang tidak hanya dapat melayani suaminya dengan baik, tapi juga dapat menuntun dan

49

mendidik anak-anaknya agar kelak menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Didiklah anak-anakmu dengan baik, penuhilah rumahmu dengan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil serta perbanyaklah membaca Al Quran, khususnya surat Al Baqarah, karena surat tersebut dapat mengusir syetan. c. Seorang istri hendaknya taat kepada suaminya Setelah wali (orang tua) sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada sang suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah . Rasulullah ayNlusaR nad :adbasreb

"Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya". Sang isteri harus taat kepada suaminya, dalam hal-hal yang maruf (mengandung kebaikan dalam hal agama), misalnya ketika diperintahkan untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana muslimah, menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syariat. Hal inilah yang justru akan mendatangkan surga bagi dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah :

"Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, menjaga
50

kehormatannya dan dia taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki".2 d. Seorang istri hendaknya banyak bersyukur dan tidak banyak menuntut Perintah ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah iretsi gnas alakanam ,tamaik irah adap ayntahilem naka kadit banyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya. Rasulullah bersabda : : : Sesungguhnya aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuni neraka adalah wanita. Sahabat bertanya: Sebab apa yang menjadikan mereka paling banyak menghuni neraka? Rasulullah :aynatreb tabahaS .rufuk babes nagneD :bawajnem Apakah dengan sebab mereka kufur kepada Allah? Rasulullah aynimaus adapek rufuk akerem ,(kadiT) :bawajnem dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu".3 Rasulullah bersabda : . .

51

"Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup)". e. Seorang isteri hendaknya berbuat baik kepada suaminya Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syariat Islam yang mulia. Allah telah

mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus anak-anaknya. f. Seorang istri hendaknya berhias diri untuk suaminya Istri yang sholehah hanya menampakkan kecantikan dan keindahan tubuhnya kepada suami tercintanya. Seorang istri diperintahkan berhias diri hanya untuk suaminya, karena terdapat pahala disisi allah. Raihlah pahala di sisi Allah indah dan menyukai , sesungguhnya Allah itu gunakanlah wangi-wangian!

keindahan,

Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana terindah yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat, janganlah sekali-kali engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya. g. Seorang istri hendaknya memiliki sifat sabar dalam dirinya Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah dalam segala keadaan.

h. Seorang istri hendaknya selalu mengingatkan kebaikan kepada suaminya Bangunkanlah suamimu untuk mengerjakan shalat malam, anjurkanlah dia untuk berpuasa sunnah dan ingatkanlah dia kembali tentang keutamaan berinfak, serta janganlah melarangnya untuk bersilaturahim. i. Seorang istri hendaknya banyak memohon ampun kepada Allah S.W.T

52

Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang tuamu, dan semua kaum muslimin, dan berdoalah selalu agar diberikan keturunan yang shalih dan memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, dan ketahuilah bahwasannya Rabb-mu Maha Pendengar doa. Sebagaimana firman Allah :

"Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian. (QS. Al Mumin:60). 2. NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI a. Memberikan mahar kepada istri Didalam Al Quran dan Hadist tertulis bahwa para suami dinasihati untuk memberikan suatu mahar kepada istrinya, seperti nasihat yang tertulis jelas pada QS An- Nisa ayat 4 Berikanlah mahar kepada wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan....

Dan diulang kembali intinya nasehat tersebut dalam QS An-Nisa` ayat 24 ...

berikanlah kepada istri kalian maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban.

Selain itu juga terdapat hadist yang menasehati para suami untuk memberikan suatu mahar kepada istrinya, yakni pada HR. BukhariMuslim yang menerangkan bahwa: Lihatlah apa yang bisa engkau jadikan mahar dalam pernikahanmu, walaupun hanya cincin dari besi.

53

b. Menjadi pelindung dan pemimpin bagi istri Sangat tersurat jelas dalam Q.S. An-Nisa ayat 34 bahwa seorang lakilaki atau suami dianjurkan untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan atau istri, serta suami menafkahi istrinya. Q.S. An-Nisa ayat 34 berbunyi :

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.

c. Berlemah-lembut dalam memperlakukan, mendidik dan memimpin istri Nasihat bagi para suami untuk berlemah-lembut dalam memperlakukan, mendidik dan memimpin istri yang tersirat dalam Q.S An-Nisa` ayat 19 yang berbunyi: Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. Dan dijelaskan pula oleh HR. Al-Bukhari Muslim: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah dia mengganggu tetangganya, dan perlakukanlah wanita dengan baik. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau bermaksud meluruskannya, maka engkau

54

akan mematahkannya dan jika engkau membiarkannya, maka ia akan tetap bengkok. Oleh karena itu, perlakukanlah wanita dengan baik.

d. Memberikan nafkah kepada istri Orang yang memiliki banyak rezeki dari Allah hendaknya memberi nafkah dari rezeki yang banyak itu. Dan orang yang memiliki sedikit rezeki hendaklah memberi nafkah dari sebagian harta yang diberikan Allah kepadanya itu. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan. Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. Seperti pada Q.S Ath-Thalaq ayat 7 dan hadist- hadist berikut ini:

Hendaklah orang yang diberi kelapangan memberikan nafkah sesuai dengan kelapangannya dan barangsiapa disempitkan rizkinya maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya. Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita. Karena

sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Alah. Maka hak mereka atas kalian adalah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan cara yang maruf. (HR Muslim) Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan, dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau memukul wajahnya, jangan menjelekkannya, dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah. (HR. Abu Dawud)

55

Ketahuilah, kalian memiliki hak terhadap istri-istri kalian dan mereka pun memiliki hak terhadap kalian. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan seseorang yang tidak kalian sukai untuk menginjak permadani kalian dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki rumah kalian. Sedangkan hak mereka terhadap kalian adalah kalian berbuat baik terhadap mereka dalam hal pakaian dan makanan mereka. (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) Seseorang sudah cukup berdosa bila menyia-nyiakan siapa yang wajib diberinya makan. (HR. Muslim) e. Tidak menyebarkan aib istrinya ujuan dari seseorang berumah tangga adalah agar mendapatkan ketenangan dan ketentraman di dalamnya dikarenakan adanya rasa saling mencintai, mengasihi, menyayangi, seperasaan dan senasib sepenanggungan di dalam menjalani kehidupan.

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum [30] : 21) Untuk itu, islam telah menentukan hak-hak dan kewajiban masingmasing anggota keluarga serta kewajiban bersama mereka didalam mewujudkan berbagai tujuan diatas. Diantaranya adalah adanya upaya untuk saling menjaga kehormatan dan menutupi aib masing-masing.

56

Artinya: Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). (QS. An Nisa [4] : 34) Islam melarang seorang suami atau istri mengungkapkan aib-aib masing-masing pasangannya kepada orang lain dengan tujuan yang tidak dibenarkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhori dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda, "Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat." Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya." Begitu juga larangan Islam dari menceritakan dan mengungkapkan rahasia hubungan mereka berdua di tempat tidur kepada orang lain berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Sa'id Al Khudri berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami

menyebarkan rahasia istrinya."

f. Berbuat baik (maruf) dan sabar terhadap istri

Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang maruf. (Al-Baqarah: 228)

57

Kaum mukmin yang paling sempurna keimanannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baiknya kalian ialah yang terbaik kepada istri-istrinya. (HR. At-Tirmidzi) Islam itu mempunyai tanda dan petunjuk jalan, dan seterusnya, di antaranya disebutkan, Engkau memberi salam kepada keluargamu ketika menemui mereka dan engkau memberi salam kepada sautu kaum ketika melewati mereka. Siapa yang meninggalkan sesuatu dari hal itu, maka dia telah meninggalkan satu bagian dari Islam. Dan siapa yang meninggalkan semuanya, maka ia telah berpaling dari Islam. (HR. At-Tirmidzi) Barang siapa -diantara para suami- bersabar atas perilaku buruk dari istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Ayyub a.s atas kesabarannya menanggung penderitaan. Dan barang siapa diantara para istri bersabar atas perilaku buruk suaminya, maka Allah akan memberinya pahala seperti yang Allah berikan kepada Asiyah, istri firaun. (HR. Nasa`i dan Ibnu Majah) g. Membantu istri untuk taat kepada Allah SWT, menjaganya dari api neraka, dan memberikan pengajaran agama

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(At Tahrim, 66 : 6)

58

Tafsir Ibnu Katsir Mengenai firman Allah subhanahu wa taala, Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka, Mujahid (Sufyan As-Sauri mengatakan, Apabila datang kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu) mengatakan : Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah. Sedangkan Qatadah mengemukakan : Yakni, hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Allah kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka. Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, dimana mereka mengatakan berkewajiban mengajari keluarganya, : Setiap muslim kerabat dan

termasuk

budaknya, berbagai hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah Taala kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Penguasa yang memimpin atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang mereka dan seorang pria adalah pemimpin atas keluarganya, dan ia akan ditanya tentang mereka. (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Abu-Dawud, Ahmad) Semoga Allah merahmati seorang pria yang bangun malam untuk shalat dan membangunkan isterinya untuk shalat. Jika istrinya menolak, maka ia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam untuk mengerjakan shalat dan embangunkan suaminya untuk shalat. Jika suaminya menolak, maka ia memercikkan air ke wajahnya. (HR. An-Nasai)
59

h. Suami berhak cemburu dan menjaganya

Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang. (Al-Ahzab: 59)

Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka (An-Nur: 31) janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau

60

putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan wanitawanita mereka.. (An-Nur:31) Dalam khutbah haji wada Rasulullah SAW berpesan kepada umatnya tentang banyak hal. Salah satunya adalah mengenai hidup berumah tangga. Rasulullah SAW berpesan: Ingatlah, berilah pesan yang baik terhadap istri kalian. Sesungguhnya mereka memerlukan perlindunganmu. Sedikitpun kamu jangan berbuat kejam kepada mereka. Janganlah berbuat sesuatu yang melampaui batas kepada mereka, kecuali telah nyata bahwa mereka melakukan kejahatan. Jika memang mereka melakukan kejahatan, janganlah kamu menemui mereka di tempat tidur. Jika engkau telah memisahkan mereka dari tempat tidurmu, mereka masih tidak merasa bersalah, maka pukullah mereka dengan pukulan yang ringan yang tidak melukai. Bila mereka taat, janganlah berlaku keras terhadap mereka. Ingatlah, sesungguhnya istrimu mempunyai hak terhadap kalian para suami. Hak kalian terhadap istrinya adalah melarang mereka mengizinkan masuk seseorang yang tidak kamu sukai kedalam kamarmu dan tidak mengizinkan masuk orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumahmu. Hak mereka atas kamu adalah kamu pergauli mereka dengan cara yang baik, tidak memukul mukanya, tidak boleh menjelek-jelekkannya dan memenuhi segala kebutuhan mereka terutama makanan dan pakaian serta tidak boleh mendiamkannya kecuali di dalam rumah. (HR Abu Daud dan At Tirmidzi) Dalam kesempatan lain Rasulullah saw bersabda, Ingatlah, orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling

61

baik budi pekertinya. Orang yang paling baik budi pekertinya adalah yang paling baik perlakuannya terhadap istrinya (HR At Tirmidzi) Janganlah seorang mukmin memarahi istrinya ataupun seorang wanita beriman. Jika tidak suka terhadap salah satu sifatnya, maka pasti ada sifat lainnya yang menyenangkan. Dunia ini adalah suatu kesenangan yang sementara, dan sebaik-baik kesenangan di dunia adalah wanita yang shalehah (HR Muslim) E. KELUARGA SAKINAH DI MASYARAKAT Dalam program pembinaan keluarga sakinah disusun kriteria-kriteria (Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah sesuai dengan SK Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No.D/71/1999 Pasal 4), yang terdiri dari keluarga Pra Sakinah, keluarga Sakinah I, keluarga Sakinah II, keluarga Sakinah III, dan keluarga Sakinah III Plus: 1. Keluarga Pra Sakinah, yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk melalui perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan materiil (basic-needs) secara minimal, seperti keimanan, shalat, zakat fitrah, sandang, pangan, papan, dan kesehatan. 2. Keluarga Sakinah I, yaitu keluarga-keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan materiil secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarga, dan belum mampu mengikuti interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya. 3. Keluarga Sakinah II, yaitu keluarga-keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya dan juga mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga, serta mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan

lingkungannya. Tetapi belum mampu menghayati serta mengembangkan

62

niali-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; infak, wakaf, amal jariyah, menabung, dan sebagainya. 4. Keluarga Sakinah III, yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwaan, dan sosial psikologis, serta pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri teladan bagi lingkungannya. 5. Keluarga Sakinah III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia secara sempurna, kebutuhan sosial psikologis, dan pengembangannya, serta dapat menjadi suri teladan bagi lingkungannya. Untuk mengukur keberhasilan program keluarga sakinah tersebut ditentukan kriteria atau tolok ukur masing-masing tingkatan, sebagai berikut (Pedoman Pembinaan Keluarga Sakinah, 1998/1999: 8-10) 1. Keluarga Sakinah I a. Tidak ada penyimpangan terhadap peraturan syariat dan UU No. 1 Tahun 1974; b. c. d. e. f. g. h. i. Memiliki surat nikah; Mempunyai perangkat shalat; Terpenuhi kebutuhan makanan pokok; Memiliki buku agama; Memiliki Al Quran; Memiliki ijazah setingkat SD; Tersedianya tempat tinggal sekalipun mengontrak; Memiliki dua stel pakaian yang pantas.

2. Keluarga Sakinah II a. Menurunnya angka perceraian dalam keluarga; b. Meningkatnya penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok; c. Memiliki ijazah setingkat SLTP; d. Banyaknya keluarga yang memiliki rumah sendiri meskipun sederhana;

63

e. Dapat memenuhi empat sehat lima sempurna. 3. Keluarga Sakinah III a. Meningkatnya kegiatan dan gairah keagamaan di masjid-masjid maupun dalam keluarga; b. Keluarga aktif menjadi pengurus kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan; c. Meningkatnya kesehatan masyarakat; d. Keluarga utuh tidak cerai; e. Memiliki ijazah setingkat SLTA; f. Meningkatnya pengeluaran untuk sedekah; g. Meningkatnya pengeluaran untuk kurban. 4. Keluarga Sakinah III Plus a. b. Banyaknya anggota keluarga yang telah melaksanakan haji; Meningkatnya jumlah tokoh agama dan tokoh organisasi dalam keluarga; c. d. Meningkatnya jumlah wakaf; Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memenuhi ajaran agama; e. f. g. Banyaknya anggota keluarga yang mempunyai ijazah sarjana; Masyarakat yang berakhlak mulia; Tumbuh-kembangnya perasaan cinta dan kasih sayang dalam anggota masyarakat; h. Keluarga yang di dalamnya terdapat cinta dan kasih sayang. Dengan tolok ukur program pembinaan keluarga sakinah di atas, dapat diketahui peningkatan upaya masyarakat dalam pengamalan nilainilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia melalui pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan formal untuk mencapai

kemakmuran dan keadilan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, karena keduanya (suami dan istri) merupakan mitra sejajar dalam mencapai cita-cita keluarga sakinah.

64

Rumah tangga adalah tempat keluarga mencurhkan cinta kasih, baik antara suami dan istri maupun antara anak dan orang tua. Dalam keluarga mereka belajar hidup dan kehidupan; belajar mengenal yang benar dan salah; belajar menghormati orang tua dan sanak famili; belajar berakhlak atau berbudi pekerti. Keluarga sakinah akan melahirkan masyarakat yang tenag dan damai. Karena kebahagiaan, kesengsaraan, dan penderitaan anak-anak banyak tergantung pada keadaan dan suasana keluarga. Anak adalah karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu, menjaga dan melindungi anak adalah ibadah. Amanah Tuhan ini akan terwujud apabila setiap manusia terbentuk menjadi pribadi-pribadi muslim seutuhnya. Artinya pribadi atau individuindividu yang dalam setiap aktivitasnya senantiasa didasari atas pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Inilah wujud manusia bertakwa dan pada perkembangan selanjutnya akan mewujudkan masyarakat bertakwa, masyarakat sejahtera, baik di kehidupan dunia maupun di akhirat nanti. Artinya adalah dari keluarga sakinah akan lahir generasi-generasi tumpuan bangsa, yaitu manusia-manusia yang bertakwa, dan dari sanalah akan tumbuh masyarakat yang sejahtera.

65

BAB III KESIMPULAN Dari uraian diatas, maka beberapa hal yang bisa disimpulkan adalah: a. Defenisi mengenai keluarga sangat beragam, namun penulis sepakat bahwa keluarga ialah keluarga yang dibangun berdasarkan agama melalui proses perkawinan yang anggotanya memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mewujudkan ketentraman melalui pergaulan yang baik sehingga menjadi sandaran dan tempat berlindung bagi anggotanya dan tumpuan kekuatan masyarakat untuk memperoleh kedamaian hidup. b. Potret keluarga yang ideal adalah keluarga yang dapat menggabungkan antara sakinah, mawaddah dan rahmah sebagai satu kesatuan dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. c. Fungsi keluarga masih substansial dan potensi yang dimilikinya merupakan dasar yang cukup kuat untuk merancang sebuah model keluarga yang ideal untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bukan hanya bagi keluarga yang bersangkutan, tetapi juga bagi komunitas dan masyarakat dimana keluarga itu menjadi bagian.

66

BAB V SARAN

67

DAFTAR PUSTAKA

Sumber textbook : Abud, Abdul Ghani (1987). Keluarga Muslim dan Berbagai Masalahnya, Bandung: Pustaka. Adian Husaini,Abdurrahman al- Baghdadi,Budi Permadi(2007). Hermeneutika & Tafsir Al Quran. Jakarta : gema insani Al Ati, Hammudah Abd (1977). The Family Structure in Islam.

Indianapolis: American Trust Publication. Al-Faruqi, Louis Lamya 1997. Ailah Masa Depan Kaum Wanita; Model Masyarakat Ideal tawaran Islam, Studi Kasus Amerika dan Masyarakat Modern, terj. Masyhur Abadi. Surabaya: al-Fikr. Al-Ghzali, Ihya (1975). Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Fikr. Al-Hasan, Yusuf Muhammad (1997). Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta : Yayasan Al-Sofwa Amini, Ibrahim (1996). Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami-Istri. Bandung: al- Bayan Ansori, Dudung S. (1996). Memperbincangkan Feminisme. Bandung: Pustaka Hidayah Arifi, Ahmad 2003. Identitas Istri Salehah,dalam Marhumah dan M.

Alfatih Suryadilaga (ed.), Membina Keluarga Mawaddah Wa Rahmah dalam Bingkai Sunah Nabi, Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga. Azhim bin Badawai al-Khalafi SA (2007). Kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap. Jakarta: Penerbit Pustaka Ibnu Katsir

68

Basri, Hasan, (1999). Keluarga Sakinah; Tinjauan Psikologi dan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Basyir, Ahmad Azhar, H. (2007). Hukum Perkawinan Islam. Cet. 11 Yogyakarta: UII Press. BJ Habibie, Ainun (1996). Peran Wanita Dalam Menciptakan Keluarga Sakinah, dalam Dudung S. Ansori, Memperbincangkan Feminisme, Bandung: Pustaka Hidayah. Hawwa, Said (2002) . Tatanan rumah islami. Jakarta: Rabbani Press. Ilyas, Hamim (2001). Jender dalam Islam: Masalah Penafsiran , dalam

Jurnal Asy- Syirah, Vol.35, No. II Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. 2004. Kiat-kiat menuju keluarga sakinah. Ebook islam. Jeffrey Lang (2004). Aku Beriman, maka Aku Bertanya. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta Madjid, Nurcholish (2004). Masyarakat Religius; Membumikan NilaiNilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta: Paramadina. Marhumah dan Suryadilaga, M. Alfatih (ed.) (2003). Membina Keluarga Mawaddah Wa Rahmah dalam Bingkai Sunah Nabi, Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga. Miharso, Mantep (2004). Pendidikan Keluarga Qurani, Yogyakarta: Safiria Insania Press. Muhammad Shidiq Hasan Khan (2009). Ensiiklopedia hadis Sahih. Jakarta Selatan : PT Misan PublikaNasution, Khoiruddin (2003). Draf Undang-undang Perkawinan Indonesia: Basis Filosofis dan Implikasinya dalam Butir-Butir UU, Unisia, No. 48, Th. Ke-XXVI. Rasyid, Dimas Muhammad. (2008).25 Kiat mempengaruhi jiwa dan akal anak. Bandung : Sygma Publishing.
69

Subhan, Zaitunah (2004).Membina Keluarga Sakinah.Yogyakarta: Pustaka Suparlan, Parsudi (1992). Peran Orang Tua dalam Masyarakat Agro Industri, Jakarta: Panitia Seminar Sehari Keluarga Indonesia Masa Depan, PKB. Shihab, Quraish (2003). Wawasan al-Quran Tafsir MaudhuI atas

Pelbagai Persoalan Umat, cet. ke-XIII, Bandung: Mizan. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990). Pustaka. Toffler, Alvin (1987). Kejutan dan Gelombang, terj. Sri Kasdiyantinah, Jakarta: Pantja Simpati. Yazid bin Abdul Qadir Jawas (2006). Buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah. Bogor: Penerbit Pustaka At-Taqwa. Zaitunah Subhan. (2004). Membina keluarga Sakinah (Halaman 1-9). Jakarta: LkiS Pelangi Aksara. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.III, Jakarta: Balai

Sumber internet : Almanhai. Hak-Hak Isteri Atas Suami.

http://almanhaj.or.id/content/1190/slash/0/hak-hak-isteri-atas-suami/. Diakses pada tanggal 3 September 2013 Google Books. Kewajiban Mendidik Anak dalam Keluarga.

http://books.google.co.id/books?id=fjxti8NFencC&pg=PA40&dq=k ewajiban+mendidik+anak+dalam+keluarga&hl=id&sa=X&ei=3k1N Ut3IKYOtrAfa2YDADQ&ved=0CE0Q6AEwBg#v=onepage&q=ke wajiban%20mendidik%20anak%20dalam%20keluarga&f=false Diakses pada Oktober 2013. Pesantren. Keluarga Sakinah bagi Masyarakat. .

http://books.google.co.id/books?id=

70

cuxIKQ01zOsC&pg=PA25&dq=keluarga+sakinah+bagi+masyaraka t&hl=en&sa=X&ei=dUJOUsm6G8OqrAfoxYBQ&redir_esc=y#v=o nepage&q&f=false.Diakses 4 Oktober 2013

71

Anda mungkin juga menyukai