Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KEGIATAN PEMBELAJARAN ORAL MEDICINE II

LESI MULUT DENGAN KARAKTERISTIK PEMBENGKAKAN TERMASUK NEOPLASMA MULUT KELOMPOK 1

Skenario
Seorang anak perempuan, 12 tahun, datang ke praktek drg sore dengan diantar ibunya. Dikeluhkan adanya pembengkakan bilateral yang berulang pada area bawah telinga sejak tiga tahun yang lalu. Sejauh ini tidak ada keluhan berkaitan dengan rasa mulut kering dan peningkatan jumlah saliva. Pembengkakan terasa sedikit nyeri dan tidak membesar atau mengecil selama makan. Pasien mengaku dua tahun yang lalu dilakukan tonsilektomi. Tidak mempunyai riwayat alergi. Secara klinis, pembengkakan tampak difus pada regio pipi di daerah angulus mandibula meluas ke posterior sehingga kedua telinga sedikit terangkat, tender pada palpasi, konsistensi lunak hingga kenyal, serta tidak terdeteksi adanya pulsasi. Suhu permukaan daerah pembengkakan relatif normal. Lnn. submandibularis teraba membesar pada kedua sisi, dapat digerakkan, tender dan kenyal. Pemeriksaan klinis intraoral tampak tidak ada kelainan pada muara duktus Stenson, curah saliva relatif normal hanya viskositasnya sedikit meningkat. Tampak restorasi komposit pada permukaan oklusal gigi 36 yang menurut pasien 6 bulan yll. dilakukan PSA. Hasil ronsen foto terlihat gambaran radiolusen pada apek gigi 36. Hasil pemeriksaan darah rutin

Analisis Kasus
A. Identitas pasien Jenis Kelamin : perempuan Usia : 12 tahun B. Anamnesis - Chief Complaint (CC) : pembengkakan bilateral yang berulang pada area bawah telinga sejak tiga tahun yang lalu. - Dental History (PDH) : pernah dilakukan PSA. 6 bulan yang lalu. - Present Illness (PI) : Pembengkakan terasa sedikit nyeri dan tidak membesar atau mengecil selama makan. - Medical History (MH) : dua tahun yang lalu dilakukan tonsilektomi. - Social History (SH) : - Family History (FH) : -

C. Review of system (ROS) - Kulit dan mukosa : 1. Ekstraoral: pembengkakan tampak difus pada regio pipi di daerah angulus mandibula meluas ke posterior sehingga kedua telinga sedikit terangkat, tender pada palpasi, konsistensi lunak hingga kenyal, serta tidak terdeteksi adanya pulsasi. Suhu permukaan daerah pembengkakan relatif normal. Lnn. submandibularis teraba membesar pada kedua sisi, dapat digerakkan, tender dan kenyal.. 2. Intraoral: tidak ada kelainan pada muara duktus Stenson, curah saliva relatif normal hanya viskositasnya sedikit meningkat. Tampak restorasi komposit pada permukaan oklusal gigi 36. - Kardiovaskular : normal - Respirasi : normal - Endokrin dan Renal : WNL (With No Lession)

Peta konsep

D. Pemeriksaan penunjang : Hasil ronsen foto terlihat gambaran radiolusen pada apek gigi 36. Hasil pemeriksaan darah rutin semuanya dalam batas normal, kecuali ESR = 57 mm/jam.

Penegakan Diagnosis Oral Swelling


Menurut Scully (2008), ciri penting yang harus dipertimbangkan saat membuat diagnosis awal terhadap penyebab benjolan atau pembengkakan meliputi: -Posisi -Ukuran -Warna -Suhu kulit di atasnya -Tenderness -Discharge -Pergerakan -Palpasi -Karakteristik tekstur permukaan -Ulserasi -Margin/batas -Jumlah pembengkakan

Klasifikasi Abnormalitas
Pembengkakan bilateral yang berulang pada area bawah telinga Pembengkakan terasa sedikit nyeri dan tidak membesar atau mengecil selama makan Pembengkakan tampak difus pada regio pipi di daerah angulus mandibula meluas ke posterior sehingga kedua telinga sedikit terangkat Pembengkakan tender pada palpasi, konsistensi lunak hingga kenyal, tidak terdeteksi adanya pulsasi, dan suhu permukaan daerah pembengkakan relatif normal

Ciri Sekunder
Lnn. submandibularis teraba membesar pada kedua sisi, dapat digerakkan, tender, dan kenyal. Curah saliva relatif normal hanya viskositasnya sedikit meningkat

Daftar Etiologi
Infeksi Alergi Kegagalan dental treatment

Etiologi yang tidak Mungkin

Berdasarkan etiologi yang ada, dilakukan eliminasi etiologi yang tidak mungkin. Etiologi yang dieliminasi yaitu alergi dan kegagalan dental treatment. Alergi bukan termasuk etiologi karena pasien tidak memiliki riwayat alergi. Kegagalan dental treatment, di dalam kasus ini adalah kegagalan perawatan saluran akar (PSA), bukan merupakan etiologi karena pasien mendapat perawatan PSA 6 bulan yang lalu, padahal pasien telah mengalami bengkak sejak 3 tahun yang lalu

Penetapan Diagnosis Kerja

Berdasarkan probabilitas etiologi, maka diagnosis kerja yang disimpulkan adalah pembengkakan berulang yang dialami pasien merupakan akibat dari infeksi virus

Differential diagnosis
Juvenile recurrent parotitis Mumps Mikulicz's disease Sjogren's syndrome Massteric hypertrophy

Juvenile recurrent parotitis


inflamasi parotid non-obstruktif dan nonsuppuratif pada anak usia muda. Faktor penyebab: manifestasi autoimun lokal hampir pasien dengan penyakit ini memiliki sejarah gondok Tanda dan gejala biasanya mencakup periodik pembengkakan akut atau subakut dari kelenjar parotis, biasanya dengan melibatkan rasa sakit, demam, dan malaise. biasanya unilateral

biasanya terjadi antara usia 5 sampai 7

Mumps

penyakit menular akut, biasanya pada anak-anak usia di bawah 15 tahun, predileksi pada nervus dan jaringan kelenjar, dapat sembuh sendiri.

Mikulicz's disease

terjadi pada rata-rata umur 50 tahun, etiologi autoimun, lesi limfoepitelial yang jinak, dapat mengarah ke keganasan, inflamasi pada kedua sisi, kelenjar ludah bersifat antigen, pembengkakan glandula parotis.

Sjogren syndrome

penyakit autoimun, lesi destruktif pada kelenjar eksokrin, biasanya menyerang glandula lacrimar dan glandula salivarius.

Masseteric hypertrophy

perbesaran permanen otot masseter, bilateral, karena fungsi hipertropi, biasanya pada pasien yang bruxism

Membuat diagnosis dan temuan yang berhubungan


Pembengkakan bilateral yang berulang pada area bawah telinga Pembengkakan terasa sedikit nyeri dan tidak membesar atau mengecil selama makan Pembengkakan tampak difus pada regio pipi di daerah angulus mandibula meluas ke posterior sehingga kedua telinga sedikit terangkat

Pembengkakan tender pada palpasi, konsistensi lunak hingga kenyal, tidak terdeteksi adanya pulsasi, dan suhu permukaan daerah pembengkakan relatif normal Tonsilektomi dialami pasien saat umur 10 tahun Diagnosis kerja adalah juvenile recurrent parotitis

Treatment planning

Terapi untuk juvenile recurrent parotitis masih dalam kontroversi, banyak peneliti yang mengatakan bahwa terapi konservatif sudah cukup untuk menyembuhkan, namun ada juga peneliti yang mengatakan bahwa perlu terapi invasif, namun hal ini sangat beresiko.

1. Ultrasonography, untuk meyakinkan diagnosis, lebih tidak invasif daripada sialography, mempunyai informasi lebih luas, seperti adanya batu (sialoliths) dan abses (massa). 2. Terapi konservatif: antibiotik dan analgesik Antibiotik untuk mencegah kerusakan tambahan pada kelenjar parenkim, mencegah agar tidak kambuh. Penggunaan antibiotik terkhusus apabila etiologinya infeksi bakteri, dalam kasus ini etiologinya adalah infeksi virus, sehingga pengunaan antibiotik dapat dikesampingkan. Analgesik diberikan hanya pada saat kambuh.

3. Apabila saat dewasa penyakit ini tidak juga sembuh, maka dibutuhkan terapi yang lebih agresif, seperti radiotherapy, ligasi ductus parotis, dan parotidectomy. Terapi ini sangat beresiko kerusakan permanen nervus pada wajah. 4. Kontrol rutin ke dokter yang merawat.

Risk Assessment (ASA-ORA)

Menurut American Society of Anesthesiologists (ASA) mengenai klasifikasi status fisik, kondisi pasien tersebut masuk dalam ASA II. ASA II meliputi kondisi sistemik yang ringan hingga sedang, dan/atau memiliki faktor resiko kesehatan (seperti merokok, alergi terhadap obat, kehamilan, atau kondisi kecemasan), tetapi kondisi pasien secara medis stabil. Kondisi pasien yang telah dioperasi tonsilektomi tergolong kedalam penyakit sistemik yang ringan dengan tidak ada batasan dalam aktivitas, serta vital sign pasien yang normal membuktikan bahwa pasien stabil secara

Dari status fisik pasien yang tergolong ASA II tersebut dapat ditentukan Oral Risk Assessment (ORA) atau penilaian resiko perawatan pada oral, yaitu ORA IV. ORA IV meliputi perawatan dengan resiko yang signifikan, prosedur hemorrhagic, ekstraksi multiple, infeksi orofacial, terapi intravenous anxiolytic, perawatan emergency (infeksi, bleeding, trauma) (Bricker dkk, 2002).

Prognosis
Ad vitam ad bonam Ad fungsionam ad bonam Ad sanationam ad bonam

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai