Anda di halaman 1dari 1

Kitab Delapan Mata Angin Inspirasi: Tsai Chih Chung, Illustrated Heart Sutra Ada seorang murid yang

sudah bertahun-tahun belajar ilmu kebijakan dari seorang guru di sebuah pulau terpencil. Kini ia merasa telah cukup ilmu dan berniat untuk mengabdikan dirinya pada masyarakat di seberang pulau. Singkat kata, ia pamit pada sang guru dan menin ggalkan pulau terpencil tersebut. Beberapa lama kemudian ia mendirikan sebuah perguruan dan memiliki banyak murid pula. Teringat ia pada sang guru, ia ingin menunjukk an hasil pengabdiannya selama ini. Ia lalu menulis sebuah kitab ya ng berisi ajaran-ajaran kebijakan. Kitab itu diberi judul "Kitab D elapan Mata Angin" karena bila orang mengamalkan isi kitab itu mak a ia akan tetap tegar dalam kebenaran meski didera angin badai dar i delapan penjuru mata angin. Ia mengutus seorang muridnya untuk m engantarkan kitab itu pada gurunya di seberang pulau. Sang guru menerima kiriman "Kitab Delapan Mata Angin" dengan suka cita. Namun, setelah membaca isinya, tanpa terduga-duga beliau men corat-coret sampul kitab itu dengan tulisan "Kamu tak lebih dari a ngin kentut belaka." Sang guru mengembalikan kitab itu. Betapa terkejutnya si murid ketika menerima dan membaca tulisan sang guru. Mukanya merah pa dam. Ia memutuskan untuk menemui gurunya dan meminta penjelasan apa maksud tulisan itu. Bergegas ia melepas tali perahu dan me ndayung sendiri menemui gurunya. Sesampai di sana, ia langsung bertanya pada gurunya, "Apa maksud g uru menulis kata-kata kotor seperti ini?" Jawab sang guru dengan kalem, "Lho... katanya kamu mampu bertahan dari gempuran angin badai yang datang dari delapan penjuru mata angin. tapi, mengapa, hanya dengan tiupan angin kentut saja, suda h membuatmu terpental dari seberang sana ke pulau terpencil ini, heh..?" Mendengar jawaban gurunya, ia langsung menyesali kesalahannya. Setinggi apa pun kebijakan yang terucap di bibir atau tertulis di buku tak lebih berarti daripada yang terpatri dalam hati.

Anda mungkin juga menyukai