Anda di halaman 1dari 17

TUGAS GEOLOGI LINGKUNGAN

(PENGARUH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TERHADAP KUALITAS AIR SEKITAR TPA BUKIT PINANG, KOTA SAMARINDA)

Rony Octa Prabowo Abdul Razak Andi Sutriawan W

1107045075 1107045077 1107045078

FISIKA KONSENTRASI GEOFISIKA GEOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam karena atas limpahan rahmat, hidayah serta pertolonganNya sehingga kami dapat menyelesaikan Peper Geologi Lingkungan ini tepat pada waktunya. Peper Geologi Lingkungan ini disusun berdasarkan dari data yang telah dilakukan. Adapun judul yang kami bahas di dalam Peper ini Pengaruh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kualitas Air Sekitar TPA Bukit Pinang, Kota Samarinda dimana semua data ini diharapkan nantinya dapat dijadikan sebagai materi tambahan untuk mempelajari materi dengan tingkat yang lebih tinggi lagi. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Piter Lepong, M.Si dan Kadek Subagiada, S.Si, M.Si yang telah menjadi dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam melakukan seluruh data ini. Kekurangan dalam segala hal tentu ada. Kami berlapang dada dan dengan tangan terbuka akan menerima kritik saran serta tegur sapa yang bersifat membangun demi kesempurnaan Peper Geologi Lingkungan ini untuk kemajuan bersama. Hal demikian bahkan sangat kami nantikan datangnya dari semua pihak Akhirnya hanya kepada Allah SWT. Kami memohon pertolongan dan perlindunganNya, semoga laporan ini membawa berkah dan manfaat bagi kita semua.

Samarinda, 26 Oktober 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan bagian dari alam. Dalam melangsungkan kegiatan kehidupan, manusia secara otomatis tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungnya pada lingkungan alam. Paham ekosentris menganggap bahwa manusia adalah bagian dari alam dan tunduk pada hukumhukum alam. Sekali manusia menentang sunnah lingkungan, maka sejak itu mereka layaknya mendeklarasikan kerusakan alam dan jaringannya dalam waktu yang lama. Oleh karena itu sejatinya dalam melakukan eksploitasi sumber daya alam, manusia seharusnya memperhatikan dan memprioritaskan keseimbangan alam. Dalam hukum ekologis, setiap gangguan keseimbangan ekosistem akan selalu mengarah pada proses keseimbangan kembali (re-equilibrium process). Adanya hubungan-hubungan timbal balik antara manusia sebagai komponen biotik dengan komponen abiotik yang saling berinteraksi dan saling

mempengaruhi akan membentuk sebuah keseimbangan. Inilah yang kemudian disebut dengan keseimbangan ekologis. Fenomena yang terjadi sekarang ini, kelihatannya pendekatan lingkungan menjadi semakin terbelakang ditengah derasnya arus pembangunan yang bergeser kearah globalisasi. Akibatnya sejumlah dampak yang merugikan muncul berkaitan dengan sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip global dan sudah pasti, secara keseluruhan korban utama adalah kerusakan lingkungan melalui eksploitasi sumber daya alam. Terkadang manusia pura-pura lupa bahwa selain dapat dimanfaatkan, dalam dalam hal ini lingkungan juga perlu dijaga kelestariannya. Banjir sebagai salah satu akibat dari menurunnya kualitas ekosistem hanyalah akibat kecil dari perilaku dan hasil kerja manusia dalam memberlakukan dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Banyak perilaku manusia yang

hanya mementingkan diri sendiri untuk memenuhi nafsu perut dan kekuasaan, tanpa mencoba mengembangkan nalar empati kepada alam lingkungannya.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui kualitas air tanah yang ada di tempat penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Sejarah Umum TPA Bukit Pinang Tempat pembuangan akhir (TPA) Bukit Pinang adalah tempat

pembuangan akhir sampah kota Samrinda yang terletak di kecamatan Samarinda Ulu Kelurahan Bukit Pinang, Desa Air Putih dengan jarak + 5 Km dari pusat kota. Lokasi TPA seluas 9,5 (lima) Ha berupa jurang dengan kedalaman + 15 s/d 30 meter, TPA Bukit Pinang menjadi salah satu pusat tempat dimana seluruh sisa atau buangan dari kegiatan masyarakat Samarinda. TPA Bukit Pinang didirikan dengan pertimbangan untuk digunakan sebagai tempat menampung jumlah sampah kota yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Hingga sekarang TPA Bukit Pinang masih menggunakan metoda open dumping, dimana sampah dibongkar dari truck dan ditimbun di bibir jurang kemudian didorong dengan tracktor untuk diratakan (control landfill). Masalah sampah merupakan salah satu isu utama yang timbul di setiap kota di Indonesia termasuk kota Samarinda. Sampah perkotaan merupakan salah satu persoalan rumit yang dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakan sarana dan prasarana perkotaan. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi disertai kemajuan tingkat perekonomian, maka akan sangat mempengaruhi peningkatan jumlah timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sehingga apabila tidak dikelola dengan baik akan mempengaruhi tingkat kebersihan dan mencemari lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Penimbunan sampah di dalam Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Ketika air hujan dan air permukaan meresap kedalam timbunan sampah maka akan menghasilkan cairan rembesan dengan kandungan polutan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang disebut dengan leachate. Leachate atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Pada umumnya leachate terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah

dan air yang masuk dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah atau dari sumber lain di sekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) (Martono,1996). Leachate dapat merembes melalui tanah dan dimungkinkan pula akan mencemari air tanah yang ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang yang digunakan untuk penimbunan sampah terjadi proses dekomposisi biologi dan ditambah pula masuknya air eksternal kedalam bak timbunan sampah yang kemudian membawa zat-zat berbahaya keluar dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan cara meresap ke dalam tanah atau mengalir di permukaan menuju badan air penerima (sungai) dan dapat menyebabkan turunnya kualitas air di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang kota Samarinda leachate yang dihasilkan hanya di olah menggunakan setlingpond yaitu bak penampung yang terdiri lima bak lalu setelah itu leachate di buang ke badan air (sungai) di sekitar tanpa melalui pengolahan selanjutnya seperti flokulasi, koagulasi, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa terhadap kualitas air di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang kota Samarinda Kalimantan Timur. Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis (Sitepoe, 1997).

2. Upaya Pengeloalan Leachate pada TPA Bukit Pinang Pada TPA Bukit Pinang upaya Pengolaan Leachate dilakukan dengan sistem gravitasi dimana Leachate dari tempat yang lebih tinggi secara gravitasi dialirkan ke saluran umum yang letaknya lebih rendah (Inlet), air lindi yang mengalir di tampung pada unit sedimentasi yang merupakan peralatan yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui

pengendapan secara gravitasi, pada TPA Bukit Pinang unit ini terdapat lima bak sedimentasi. Setelah lumpur mengendap air lindi langsung di buang (outlet) ke badan anak sungai di sekitar TPA tanpa pengolahan lebih selanjutnya seperti flokulasi, filtrasi, aerasi dan lain-lain. Menurut Suripin (2002) mekanisme masuknya leachate masuk ke lapisan air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai berikut: leachate ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai open dumping, yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah secara khusus, bila leachate masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera permukaan tanah dijenuhi air. Akibat adanya faktor seperti air hujan, mempercepat leachate masuk ke lapisan tanah yaitu zona aerasi yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah (Sugiharto,1987), lalu akibat banyaknya leachate yang terbentuk menyebabkan leachate masuk ke lapisan air tanah dangkal atau lapisan air tanah jenuh dan di lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan leachate dimana di air tanah dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.

3. Timbulan Sampah Timbulan sampah di Kota Samarinda beasal dari enam kecamatan yaitu Samarinda Ilir, Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Samarinda Seberang, Sungai Kunjang dan Palaran. Timbulan sampah perhari dan per bulan dapat di lihat berturut-turut pada Tabel 1 dan Tabel 2.

4. Sumber Sampah Timbulan sampah kota Samarinda berasal dari beberapa sumber kegiatan dan aktivitas masyarakat pada umumnya seiring dengan kemajuan industri pembangunan di era globalisasi ini, seperti terlihat pada Tabel 3.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan pengamatan dan penilaian langsung kepada tempat yang di teliti. Penelitian ini dilakukan di TPA Bukit Pinang, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Pengambilan sampel leachate diambil pada 2 lokasi; yaitu inlet dan pada saluran outlet. Sampel air sungai di ambil di dua titik yaitu di 50 m dari hilir sungai dan 50 m dari hulu sungai, dimana parameter yang akan di amati adalah sebagai berikut: Temperature, pH, Dissolved Oksigen, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid, Turbiditas, Ammonia, Oil Grease dan Bakteri E. Coli. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik seperti : 1. Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala atau peristiwa yang diselidiki pada objek penelitian. Pada penelitian ini, observasi digunakan untuk mengamati secara langsung faktorfaktor yang berpengaruh dari TPA yang salah satunya adalah kulitas air. 2. Pengambilan sampel dan pengukuran kualitas air dilakukan pada setiap lokasi, dengan menggunakan botol sampel kaca dan diberi pengawet sesuai peruntukannya. Sampel selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk dianalisa lebih lanjut. Untuk parameter insitu seperti DO, temperatur dan pH langsung di analisa pada saat pengambilan.

Analisis laboratorium dilakukan setelah sampel air yang ada didalam botol terisi air penuh, tidak boleh terdapat gelembung udara dan diberi bahan pengawet berupa Asam Sulfat untuk parameter BOD, kemudian ditutup dengan menggunakan penutup yang rapat udara. Langkah selanjutnya air sampel yang telah diambil untuk diujikan tidak boleh melebihi batas waktu yang telah ditentukan yaitu 72 jam setelah pengambilan. Analisa sampel dilakukan di Lab. Sucofindo Samarinda.

1. Pengukuran Kualitas Air Inlet dan Oulet TPA Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada inlet dan oulet TPA Bukit Pinang, pada setiap lokasi sampling analisa diperoleh hasil kualitas air yang hampir sama, seperti terlihat pada Tabel 4, dimana nilai rata-rata kualitas air pada inlet dan outlet TPA Bukit Pinang Samarinda. Hasil pengukuran tersebut di bandingkan dengan baku mutu yang terdapat di SK. Gub. Kaltim No. 26/2002 tentang Baku Mutu limbah cair bagi kegiatan industri dan usaha lainnya dalam provinsi Kalimantan Timur. Dapat dilihat pada Tabel 4, di atas bahwa setiap parameter rata-rata melebihi NAB dan nilai antara inlet dan outlet tidak mengalami hasil yang signifikan. Perbedaan hasil yang tidak signifikan ini di karenakan pengolahan IPALnya tidak maksimal, dimana pada IPALnya hanya terdapat bak sedimentasi saja, yang pada prosesnya setelah lumpur mengendap air lindi langsung di buang (outlet) ke badan anak sungai di sekitar TPA tanpa pengolahan lebih selanjutnya seperti flokulasi, filtrasi, aerasi dan lain-lain.

2. Pengukuran Kualitas Air Sumur Untuk hasil pengukuran kualitas air sumur dapat di lihat pada Tabel 5. Dari hasil pengukuran pada Tabel 5, terlihat bila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah RI No. 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemar air sumur yang melebihi dari nilai ambang batas adalah sumur-sumur yang berada di dalam kawasan TPA yaitu sumur monitoring 01, sumur penduduk belakang TPA dan sumur monitoring 03 hal ini dapat dilihat dari tulisan yang berwarna merah. Sementara itu sumur-sumur yang masih layak adalah sumursumur yang di luar kawasan TPA yaitu sumur pengumpul penduduk, Pak Haji dan Ibu Edy. Pada Tabel 5, juga dapat dilihat bahwa jarak sumur yang paling dekat dengan sumber pencemar (TPA) ternyata memiliki kualitas air yang lebih buruk, hal ini dapat dilihat pada sumur monitoring 03 dengan jarak 5 meter serta sumur

monitoring 01 yang berjarak 7 m, yang setiap parameternya pada tulisan biru paling tinggi dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh jarak sumur terhadap TPA, kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis, geografis, dan juga faktor konstruksi IPAL pada TPA yang tidak sempurna. Pada sumur monitoring 03 tidak layak dikonsumsi untuk air bersih namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian. Selain itu keberadaan sumur monitoring adalah untuk mengecek sejauh mana pencemaran leachate yang ada pada IPAL TPA terhadap kualitas air tanahnya sehingga menyebabkan nilai hasil pengukurannya lebih tinggi dibandingkan dengan sumur-sumur lainnya.

3. Pengukuran Kualitas Air Pada Hulu dan Hilir TPA Untuk hasil Rata-rata pengukuran kualitas air di hulu dan hilir TPA dapat di lihat pada Tabel 6. Hasil pengukuran pada Tabel 6 di bandingkan dengan Peraturan Pemerintah RI No. 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemar air. Jika di bandingkan dengan baku mutu nilai parameter pada hilir melebihin ambang batas di banding hulu dengan nilai yang sangat signifikan, sementara itu tidak terjadi perbedaan nilai yang signifikan antara parameter kualitas air di outlet dan bagian hilir yang mengindikasikan terpengaruhnya perairan bagian hilir oleh limbah dari outlet TPA. Perbedaan yang sangat signifikan antara lain parameter kualitas air di bagian hulu dengan di bagian hilir antara lain dapat dilihat pada nilai DO, TSS, Turbidity, Ammoniak, BOD serta E. Coli, dimana nilai Dissolved Oxygen (DO) dibagian hilir 2.99 mg/L sedang dihulunya 4.69 mg/L, sementara itu nilai Total Suspended Solids (TSS) dibagian hilir 467 mg/L sedang dihulunya 122 mg/L, sementara nilai Turbidity dibagian hilir 63 FTU sedang dihulunya 29 FTU, sementara itu nilai Ammoniak (NH3) dibagian hilir 14.18 mg/L sedang dihulunya 0.58 mg/L, sementara nilai BOD dibagian hilir 1,505 mg/L sedang dihulunya 14 mg/L, sementara nilai E. Coli dibagian hilir 6,033 jml/100 ml sedang dihulunya 102 jml/100 ml. Pada Table 5 hasil pengukuran antara outlet dengan hilir sementara antara outlet dengan hulu serta hulu dengan hilir, perbedaan nilainya sangat kecil, hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata hasil pengukuran antara outlet dengan hilir TPA sementara dengan hulunya terdapat perbedaan nyata hasil analisanya. Signifikannya perbedaan nilai parameter kualitas air antara outlet dan hulu serta antara hilir dan hulu dapat dijadikan indikasi bahwa IPAL TPA Bukit Pinang pengolahan leachate tidak sempurna karena langsung dibuang melalui outlet, hal ini sangat berpengaruh pada hulu dan hilir sungai yang berada dekat TPA dan hasil pengukuran setiap parameter air untuk analisis Dissolved Oxygen, Total Suspended Solids, Kekeruhan, Ammoniak, Minyak, BOD dan E. Coli jauh berbeda.

BAB IV KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terhadap Kualitas Air Sekitar diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a. Leachate (air lindi) berpengaruh terhadap kualitas air sungai sekitar terutama di bagian hilir, karena pada daerah ini merupakan daerah aliran air dari outlet IPAL TPA Bukit Pinang yang pengolahannya tidak sempurna. b. Kualitas air sumur gali dikawasan TPA Bukit Pinang kurang layak digunakan sebagai baku mutu air minum sebab telah melampaui nilai ambang baku mutu. c. Adanya pengaruh jarak sumur terhadap kulitas air yang berada dekat TPA, yang terlihat dari hasil pengukuran sumur monitoring 03 dengan jarak 5 meter dengan sumur monitoring 01 yang berjarak 7 m, yang setiap parameternya paling tinggi. Kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis, geografis, dan juga faktor konstruksi IPAL pada TPA yang tidak sempurna. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa secara umum kualitas air sumur wilayah sekitar TPA tergolong buruk dan tidak layak dikonsumsi untuk air minum namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts G, Sri Simestri Santika, 1987. Metoda Penelitian air. Surabaya. Penerbit Usaha Nasional. Anonim. 2003. Pedoman pengelolaan sampah bagi pelaksana. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Enri Damanhuri DR.1995. Teknik Pembuangan Limbah, Jurusan Teknik Lingkungan Fakutas Teknik Sipil danPerencanaan Institut Teknologi Bandung, Bandung. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetuan Status Mutu Air. Linsley, Ray, K. & Franzini, JB., 1989. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta : Erlangga. Martono D H,1996, Pengendalian Air Kotor (Leachate) dari Tempat Pembuangan akhir (TPA) Sampah, Analisis Sistem Badan Pengkajian Penerapan Teknologi, Jakarta. Martopo, Sugeng. 1984. Ketersediaan Dan Kebutuhan Air di Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82/2001 Syarat-syarat Pengawasan Kualitas Air. Jakarta. Sugiharto,1987,Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah, Penerbit UI Press,Jakart Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset.

Sutrisno, C Totok, 2000. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta :Rineka Cipta.

Sitepoe, Mangku.1997. Air Untuk Kehidupan, Pencemaran Air Dan Usaha Pencegahannya. Jakarta. PT. Grasindo.

Tabel 1. Timbulan Sampah per Kecamatan per hari


No. 1 2 3 4 Kecamatan Samarinda Ilir Samarinda Ulu Samarinda Utara Samarinda Seberang 5 6 Sungai Kunjang Palaran Jumlah 6.399 20.437 71.803 95.107 44.592 621.289 237,77 111,48 1.553,23 86.786,05 40.690,20 566.928,15 Luas (Ha) Jumlah Jiwa 13.073 2.987 8.420 20.487 113.282 108.208 164.066 96.034 Timbulan Sampah Per hari (m3) 283,20 270,52 410,16 240,10 Per tahun (m3) 103.368,00 98.739,00 149.708,40 87.636,50

Tabel 2. Timbulan sampah kota per bulan


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sumber Sampah Permukiman Lingk. Pasar Fasilitas Umum Pertokoan/Mall Restoran/Rumah Makan Hotel/Penginapan Sapuan jalan/ tebangan pohon Kaw. Industri Jumlah 14.173,20 14.173,20 566.928,15 2,5 100,0 8.503,92 8.503,92 1,5 1,5 2,5 Timbunan M / Th 422.361,47 82.204,58 8.503,92 8.503,92
3

% 74,5 14,5 1,5 1,5

Tabel 3. Sumber Timbulan Sampah


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sumber Sampah Pemukiman Lingkungan Pasar Fasilitas Umum Pertokoam/Mall Restoran/Rumah Makan Hotel/Penginapan Sapuan Jalan/Tebangan Pohon Kawasan Industri Jumlah Timbunan M /Th 422.361,47 82.204,58 8.503,92 8.503,92 8.503,92 8.503,92 14.173,20 14.173,20 566.928,15
3

% 74,5 14,5 1,5 1,5 1,5 1,5 2,5 2,5 100,0

Tabel 4. Hasil Rata-Rata Pengukuran Kualitas Air Pada Inlet dan Outlet TPA
Parameter PH Temperatur DO TSS Kekeruhan NH3 Minyak BOD E. Coli Hasil analisa Inlet 8,29 32,2 2,73 491 67 15,52 8,14 1.818 6.767 Outlet 8,15 31,8 2,79 485 67 15,33 8,05 1.807 6.567 Satuan mg/L
O

NAB I 6.0 38 3 200 5 1 5 50 1.000 5 10 150 2.000 II 9.0 40 0 400

mg/L mg/L mg/L FTU mg/L mg/L mg/L Jml/100 ml

NAB : Keputusan Gubenur No.26 Tahun 2002

Tabel 5. Hasil Rata-Rata Pengukuran Air Sumur


Sumur Parameter Satuan Monitoring 03 (5 m) pH Temperatur DO TSS Kekeruhan NH3 Minyak BOD E. Coli

Sumur Monitoring (7m) 7,28 31,0 4,41 164 13 0,92 0,51 34 257

Sumur I Penduduk Belakang TPA (100m) 6,62 30,8 4,53 25 8 0,54 0,33 21 143

Sumur II Pengumpul Penduduk (235m) 7,21 29,1 5,27 10 3 0,02 <0,01 2 26

Sumur III Pak Haji (280m) 6,87 28,3 5,59 4 1 0,21 <0,01 1 31

Sumur IV Bu Edy (360m) 6,55 28,8 4,64 21 4 0,39 0,09 2 80 0,5 1 2 100 I

NAB

II

7,34 C 30,7 4,43 108 25 1,26 0,60 52 280

6,0-9,0 Deviasi 3 6 50 5

6,0-9,0 Deviasi 3 4 50

mg/L mg/L FTU mg/L mg/L mg/L Jml/100 mL

1 3 1.000

Tulisan berwarna menunjukkan hasil melebihi dari NAB NAB : PP 82 Tahun 2001

Tabel 6. Hasil Rata-Rata Pengukuran Kualitas Air Pada Hulu dan Hilir TPA
Parameter PH Temperatur DO TSS Kekeruhan NH3 Minyak BOD E. Coli Satuan mg/L
O

Hasil analisa Hulu 7,34 30,9 4,69 122 29 0,58 0,41 14 102 Hilir 8,00 30,8 2,99 467 63 14,18 7,62 1.505 6.033 0.5 1 2 100 I 60-9.0 Deviasi 3 6 50

NAB II 6.0-9.0 Deviasi 3 4 50 5 1 3 1000

mg/L mg/L FTU mg/L mg/L mg/L Jml/100 ml

NAB : PP 82 Tahun 2001

Anda mungkin juga menyukai