Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asetilen adalah hidrokarbon sederhana yang memiliki sebuah ikatan rangkap tiga. Sebelum minyak ditemukan dan dipergunakan secara meluas sebagai bahan baku untuk industri kimia, asetilen merupakan blok bangunan utama untuk industri kimia organik. Pada tahun 1800-an, asetilen mulai diproduksi dalam jumlah banyak dengan proses kalsium karbida, yakni dengan mereaksikan kalsium karbida dengan air. Metode ini terus dipergunakan hingga tahun 1940, proses thermal cracking menggunakan methane dan hidrokarbon lainnya mulai diperkenalkan. Awalnya, proses thermal cracking menggunakan pancaran bunga api listrik, kemudian pada tahun 1950-an mulai dikembangkan proses dengan metode oksidasi parsial dan regenerasi. Saat ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat adalah produsen asetilen dari hidrokarbon terbesar, yakni lebih dari 80%. Negara lainnya, khususnya Eropa timur dan Jepang masih memproduksi asetilen dari kalsium karbida. Kegunaan asetilen sendiri sangat luas. Asetilen dapat digunakan dalam proses pembuatan logam dan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produksi bahan kimia. Sampai saat ini asetilen memerankan peranan penting dalam industri kimia. Oleh sebab itu, berbagai macam penemuan proses produksi asetilen telah banyak dilakukan dan dikembangkan dari tahun ke tahun. Secara umum metode produksi asetilen dapat digolongkan ke dalam chemical reaction process (bekerja pada temperatur normal) dan thermal cracking process (berkerja pada temperatur tinggi). Proses produksi asetilen yang akan dibahas ada empat proses, yakni produksi dari reaksi kalsium karbida-air, proses BASF (partial combustion), produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking, dan produksi asetilen dari batubara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Produk dan Bahan Baku 2.1.1 Sifat Kimia dan Fisika Asetilen (Produk) Gas asetilen merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau. Sebenarnya, gas asetilen dengan konsentrasi 100% pun tidak berbau, namun gas asetilen yang dijual dipasaran berbau seperti bawang dengan bau yang tajam, hal tersebut tergantung pada proses yang digunakan dalam penghasilan gas asetilen itu sendiri. Sifat-sifat lain dari gas asetilen adalah sebagai berikut: - Kemurnia : 99% - Impuritis : 1% - Spesifik grafiti : 0,906 - Berat Molekul : 26,04 gr/mol - Titik didih (10 psig) : -103,4 F (-75 C) - Berat Jenis (udara = 1) : 0,906 - Titik lebur : -116 F (-82,2 C) - Tekanan uap (pada 70 F) : 635 Psig - Rapat massa gas (pada 32 F dan 1 atm) : 0,07314 lb./cu ft - Kelarutan dalam air (pada 32 F dan 1 atm) : 1,7 - Konstanta Antoine : A (16,348); B (1637,1); C (-19,77) Gas etilen jangan digunakan pada tekanan di atas 15 psig. Dalam kondisi tertentu, asetilen dapat bereaksi dengan tembaga, perak, dan merkuri dan membentuk asetilida, suatu senyawa yang dapat menjadi sumber pengapian. Kuningan yang mengandung kurang dari 65% tembaga dalam bentuk alloy dan alloy nikel tertentu cocok digunakan untuk asetilen dalam kondisi normal. Asetilen dapat bereaksi dengan menimbulkan ledakan bila dikombinasikan dengan oksigen dan oksidator lain termasuk semua halogen dan senyawa halogen. Kehadiran cairan, asam-asam tertentu, atau zat basa cenderung mempercepat laju pembentukan tembaga asetilida.

Gas asetilen dapat menimbulkan gangguan pernafasan seperti sesak. Akan tetapi, asetilen tidak menimbulkan korosi pada suatu peralatan, tidak merugikan lingkungan, dan tidak mengandung bahan kimia tingkat I dan II yang dapat merusak lapisan ozon dan tidak menyebabkan polutan laut. Adapun fungsi utama penggunaan gas asetilen sebagai berikut: - Gas Asetilen apabila dibakar dengan oksigen akan menghasilkan temperatur yang tinggi yang dipergunakan untuk mengelas (memotong atau menyambung logam) - Gas asetilen pada pembakaran dengan udara dapat menghasilkan nyala yang terang, maka dapat digunakan sebagai penerangan - Gas asetilen dapat pula digunakan sebagai bahan baku pembutan karet sintetis (Neopren) dengan melalui pembuatan venil asetilen - Gas asetilen dapat digunakan untuk pembuatan asam asetat melalui pembuatan etanal yang kemudian dioksidasi menghasilkan asam asetat - Gas asetilen bila direaksikan dengan ClAsCl2 akan menghasilkan gas beracun (kloro vinil dikloro arsin) yang dibuat oleh Amerika Serikat pada perang dunia I.

2.1.2 Sifat Kimia dan Fisika Bahan Baku

A. Kalsium Karbida Bentuk fisik dari kalsium karbida adalah kristal hitam dengan bau seperti bawang putih. Kalsium karbida merupakan gas yang beracun, dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit seperti luka bakar, kerusakan lapisan kulit dalam, dan nyeri yang hebat. Kalsium karbida merupakan suatu senyawa yang berbahaya bagi kesehatan apabila kontak langsung. Sifat-sifat lain dari kalsium karbida adalah sebagai berikut: - Densitas : 2,22 gr/cm3 - Massa molar : 64,099 gr/mol - Berat Molekul : 74,1 - Bentuk : Padat

- Titik leleh : 580 C - Spesifik graviti : 2,2 - Kelarutan : larut dalam air

B. Sifat Kimia dan Fisika Air (Bahan Baku) - Berat molekul : 18 - Bentuk : Cairan bening tidak berwarna - Titik didih : 100 C - Titik lebur : 0 C - Suhu kritis : 274 C - Tekanan kritis : 374,25 atm - Densitas (25 C) : 1000 kg/m3 - Viskositas : 0,951 cp - Kapasitas panas (Cp) : 1 Kkal/kg C - Spesifik graviti : 1

2.2 Pemilihan dan Deskripsi Proses 2.2.1 Jenis-Jenis Proses 1. Asetilen dari Reaksi Kalsium Karbida-Air

Gambar 2.1 Diagram Blok Proses Produksi Asetilen dari Kalsium Karbida
4

Deskripsi proses: Dua buah reaktor disusun dimana air dan kalsium karbida dicampur dan dialirkan. Reaksi berlangsung dalam fasa liquid dengan residence time dan reaksi berjalan 60%-90% saat di reaktor pertama. Aliran produk reaksi dan material umpan yang tak bereaksi yang terdiri dari fasa padat menuju reaktor ke dua dengan tipe laminar plug-flow. Kalsium hidroksida yang dihasilkan diendapkan dan dipisahkan dari bagian bawah reaktor. Air yang tak bereaksi dipisahkan dari kalsium hidroksida dan kemudian di-recycled menuju reaktor pertama. Yield yang dihasilkan dari prosesn ini sebesar 93% - 95%. Namun ada beberapa masalah yang timbul dalam operasi ini, yakni: 1. Kontak antara karbida dengan air tidak terkendali. Jika tekanan asetilen lebih tinggi dari 27 lb/inch2 absolut, akan terjadi reaksi detonasi atau deflagarasi dalam asetilen yang menyebabkan peningkatan tekanan yang semakin besar, pecahnya bejana, dan isi yang bisa saja tumpah. Kondisi ini bisa menimbulkan api yang besar dan membahayakan. Karena itu proses hanya bisa dilakukan dengan tekanan rendah. 2. Bejana didesain berpengaduk, baik CSTR ataupun plug-flow reaktor, yang bersifat kurang mendukung karena bejana yang digunakan besar, menghasilkan rate control yang lemah dan unsteady operation. Oleh karena itu dibutuhkan desain bejana yang sangat tepat untuk proses.

Produk samping berupa kalsium hidroksida berkualitas rendah dan tidak memiliki nilai jual. Masalah ini bisa diatasai dengan menambah unit neutralizer dimana kalsium hidroksida akan bereaksi dengan hidrogen klorida membentuk kalsium klorida yang memiliki nilai jual.

2. BASF Proses

2.2 Flowsheet Proses Produksi Asetilen dengan Metode BASF

Deskripsi proses: Pertama-tama umpan berupa natural gas (1) dan oksigen (2) dipanaskan terlebih dahulu di fire preheaters secara terpisah (3). Kemudian keluaran dari fire preheaters (3), masuk dan dicampur ke dalam zona pencampuran (4) kemudian reaksi pembakaran terjadi di dalam ruang pembakaran (5). Kemudian

pembakaran dipadamkan dari bawah ruang pembakaran dengan menyemprotkan air proses (6). Gas yang dihasilkan (7) yakni asetilen dan pengotor masuk ke kolom pendingin (8) kira-kira pada temperatur kolom pendingin yang terbatas dan uap jenih. Gas yang masuk (7) didinginkan dengan tambahan air dingin proses (9) dan sebagian besar dari steam dikondensasikan. (10) api dibutuhkan untuk proses startup dan rundown. Gas keluaran kolom bagian atas (11) kemudian didinginkan pada suhu sekitar 40oC.(45000 m3 (S.T.P)/h dry), yang kemudian dikompresikan dengan stwo-stage screw compressor (12). Pertama-tama dari 1.1 ke 4.2 dan kemudian ke 11 bar (abs), pengotor kemudian diendapkan. 7.5 m3/h air proses (13) disemprotkan ke tiap stage komprosor. Untuk mengunci dari atmosfer, air demineralisasi (14) yang disebut dengan sealing liquid, ditambah nitrogen, dengan hasil 4m3/h masuk ke sirkulasi air proses. Keluaran dari stage pertama (15), bersuhu 85oC dan pengotor yang terkandung dalam air sebesar 0.22% berat.

Setelah dikompres di tiap stage kompresi, gas keluaran didinginkan ke suhu 40oC oleh air dingin proses (16) dari kolom pendingin (17). Setelah dikompresi, gas keluaran dipisahkan menjadi unsur-unsurnya. Air yang dikondensasikan selama kompresi dan pendinginan berikutnya dan air dari proses demineralisasi disirkulasikan dan kemudian dikeluarkan (19). Jelaga yang dihasilkan merupakan suatu masalah utama dalam proses ini karena dapat mengurangi efektifitas proses, oleh karena itu harus dipisahkan terlebih dari gas keluaran kolom. Selain itu, jelaga juga bisa merusak kinerja kompresor, oleh karena itu gas yang masuk kompresor harus setidaknya bebas dari jelaga. Normalnya, burner proses dapat menghasilkan 25 ton asetilen per hari dari natural gas.

3. Produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking Di dalam steam cracking hidrokarbon jenuh dikonversi menjadi produk olefin seperti ethylene dan propylene. Selain itu masih banyak produk yang dihasilkan seperti asetilena sebagai produk samping. Konsentrasi asetilena tergantung pada jenis umpan, waktu tinggal, dan temperature. .Konsentrasi acetylene dalam gas keluaran dari furnace antara 0,25 dan 1,2% wt. Pabrik etilen yang memproduksi 400 000 t / a etilena menghasilkan 4500-11 000 t / a asetilena. Pada produksi etilen, asetilen yang dihasilkan dipisahkan dengan hidrogenasi katalitik yang selektif atau dengan ekstraksi.

Hidrogenasi asetilena. Kebanyakan produksi etilen dilengkapi dengan unit hidrogenasi dengan bantuan katalis Pd. Kondisi operasi meliputi suhu sekitar 40oC-120oC, tekanan 15 bar-40 bar, dan kecepatan 1000-120000 kg/L.h. kondisi ini bergantung pada jenis umpan yang digunakan.

Acetylene recovery Asetilen diekstrak dari fraksi C2 steam cracker dengan bantuan solven. Solven yang paling sesuai untuk proes yaitu DMF. Deskripsi proses : Campuran gas C2 yang terdiri dari etilena, etana, dan asetilen, diumpankan ke absorber acetylene, aliran gas dihubungkan dengan counterflowing DMF pada tekanan 0,8-3,0 MPa. Seluruh asetilen dan beberapa etilena dan etana terlarut oleh pelarut. Fraksi C2 yang telah dimurnikan, mengandung <1 ppm asetilen, diumpankan ke C2 splitter. Aliran yang kaya akan pelarut dikirim ke stripper ethylene, yang beroperasi sedikit di atas tekanan atmosfer. Etilena dan etana yang terpisah didaur ulang menuju kompresor tahap pertama untuk cracked gas. Asetilen keluaran kemudian dicuci dengan pelarut dingin di bagian atas splitter. Dalam stripper asetilen, asetilena murni terisolasi dari bagian atas kolom. Setelah pendinginan dan heat recovery, asetilena bebas pelarut didaur ulang ke absorber dan etilen stripper. Produk asetilena memiliki kemurnian> 99,8% dan kandungan DMF kurang dari 50 ppm dan tersedia pada tekanan 10 kPa dan suhu ambien. Evaluasi ekonomi menunjukkan bahwa asetilena petrokimia tetap menarik bahkan meskipun harga etilena dua kali lipat. Hal ini ekonomis untuk retrofit penyerapan asetilena di pabrik olefin yang ada dilengkapi dengan hidrogenasi katalitik.

4. Produksi Asetilen dari Batu bara (arc coal process) Banyak tes laboratorium konversi batubara menjadi asetilen menggunakan proses arc atau plasma telah dilakukan sejak awal 1960-an. Secara ringkas proses yang didapat yaitu: 1. Acetylene yang dihasilkan mencapai 30%. 2. Karena pemanasan batubara yang cepat di jet plasma, total yield gas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan yang ditunjukkan oleh pengukuran volatil batubara dalam kondisi standar. 3. Hidrogen (bukan argon) gas plasma dapat meningkatkan hasil asetilena.

Baru-baru ini, Corp AVCO di Amerika Serikat dan Chemische Werke Hls di Jerman membangun pabrik percontohan di pinggir sungai untuk pengembangan teknis dari proses. AVCO arc furnace terdiri dari air-cooled tungsten-tip katoda dan air-cooled anoda. katoda. Batubara kering dan halus disuntikkan melalui aliran gas hidrogen di sekitar katoda. Gas tambahan tanpa batubara dimasukkan sekitar katoda dan anoda sebagai selubung. Saat melewati zona pembakaran, partikel batubara dipanaskan dengan cepat. Volatil dilepaskan dan terpecah-pecah menjadi asetilena dan produk berbagai sampingan, meninggalkan residu coke halus yang tertutup jelaga. Setelah waktu tinggal beberapa milidetik, campuran gas-coke dipadamkan dengan cepat dengan air atau gas. Tekanan sistem dapat bervariasi antara 0,2 dan 1,0 bar (20 dan 100 kPa). Pilot plant Hls menggunakan tungku plasma yang sama untuk perengkahan minyak mentah, tetapi dengan 500 kW. Batubara kering disuntikkan ke dalam jet plasma, dan batubara yang terengkah menjadi asetilen dan produk sampingan dalam reaktor. Limbah reaktor dapat di-prequenched dengan hidrokarbon untuk produksi ethylene atau langsung dipadamkan dengan air atau minyak. Char dan komponen didih lebih tinggi masing-masing dipisahkan oleh cyclones dan scrubber. Masalah utama dalam desain reaktor adalah pencapaian menyeluruh dan cepat pencampuran batubara dengan jet plasma dan menghindari pembentukan deposit karbon di dinding reactor. sejumlah kecil deposit dapat diatasi dengan pencucian dengan air secara periodic. Percobaan yang dilakukan oleh Hls dan AVCO menunjukkan bahwa waktu tinggal optimal, energy density jet plasma, daya spesifik, dan tekanan sangat mempengaruhi hasil asetilen. Parameter lain yang mempengaruhi hasil adalah jumlah volatil di batubara dan ukuran partikel. Keuntungan dari proses ini adalah, dengan cara pirolisis batu bara, produksi asetilen jauh lebih mudah sehingga membutuhkan biaiya investasi yang lebih rendah dibandingkan untuk produksi utama etilen. Yield gas yang dihasilkan berkisar 33% sampai 50%. Artinya, 50% dari batubara tetap sebagai char. Namun, char yang terbentuk bisa pula bernilai ekonomis. Char yang dihasilkan bisa diaplikasikan ke industri karet, untuk gasifikasi, atau sebagai bahan bakar.

Dari empat proses produksi asetilen di atas, semua proses memiliki keunggulan dan kekurangan tersendiri. Untuk bahan baku, proses BASF lebih bagus karena menggunakan gas alam yang banyak tersedia bebas di alam dan penggunaanya saat ini masih kurang meluas. Untuk proses, proses produksi asetilen dari batu bara memperlihatkan singkatnya dan mudahnya proses sehingga meminimalkan modal. Untuk kualitas produk, proses produksi asetilen sebagai produk samping sangat bagus, karena menghasilkan kemurnian mencapai 99,8%. Untuk kemudahan kondisi opersi, proses produksi dari kalsium karbida memiliki keunggulan karena operasi berjalan pada temperature normal.

2.2.2 Pemilihan Proses Dari uraian proses di atas serta bahan baku yang akan membentuk gas asetilen, proses pembuatan yang sering digunakan adalah proses dengan kalsium karbida. Hal ini dikarenakan proses karbida sangat sederhana, ekonomis, dan dapat terjangkau oleh investor-investor menengah ke atas. Pemilihan proses didasarkan atas beberapa pertimbangan-pertimbangan lain, antaranya adalah: 1. Konversi dan yield yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan proses lainnya 2. Produk samping yang dihasilkan bernilai ekonomis 3. Proses karbida merupakan proses yang banyak digunakan pada berbagai industri asetilen lainnya, sehingga memudahkan dalam sharing problem/hal konsultan dan merupakan sparing partner dalam kompetisi merebut pasar 4. Dari analisa ekonomi proses dengan menggunakan karbida lebih menguntungkan, karena bahan baku yang digunakan lebih ekonomis dibandingkan bahan baku pada proses lainnya. 5. Dari segi produk, proses menggunakan karbida memberikan keuntungan yang lebih baik.

10

2.3 Perancangan Proses 2.3.1 Uraian Proses 1. Dasar Reaksi Asetilen secara komersial dibuat dengan fasa padat-cair: CaC2 (s) + 2H2O(l) C2H2(g) + Ca(OH) Karbid diuapkan dan direaksikan pada tekanan atmosfer dan temperature 30 - 90

C, pada suhu tersebut kondisi reaktan adalah fasa gas, maka digunakan reaktor

cyclone.

2.3.2 Kondisi Operasi Asetilen secara komersial dibuat dengan dehidrogenasi fasa padat. Karbida diuapkan dan direaksikan pada tekanan 1 atm dan temperature 30-90 C. Pada suhu tersebut kondisi reaktan adalah fasa gas, maka digunakan reaktor cyclone dan untuk perhitungannya digunakan metode Shringking Core Model.

2.4.3 Tinjauan Termodinamika Reaksi yang terjadi: CaC2 (s) + 2H2O(l) C2H2(g) + Ca(OH) = -758,61 (-631,461) = -127,15 kkal/mol Hasil menunjukkan nilai yang negatif, berarti reaksi yang terjadi adalah reaksi

eksotermis.

2.4.4 Alir Proses Secara garis besar ada tiga tahap utama dalam pembuatan asetilen ini, yaitu: a. Persiapan Bahan Baku b. Reaksi Dehidrogenasi Karbid c. Pemurnian Produk

11

1. Persiapan Bahan Baku Persiapan bahan baku bertujuan untuk mengkondisikan bahan baku agar sesuai dengan persyaratan kondisi operasi di dalam reaktor. Hal-hal yang diatur dalam tahapan menyangkut kondisi penyimpanan bahan baku dan proses fisis yang diperlukan untuk mengubah kondisi bahan baku agar sesuai dengan kondisi umpan yang masuk ke dalam reaktor. Bahan baku karbida disimpan dalam fasa padat di dalam silo atau tangkin penyimpanan. Kondisi penyimpanan karbid ini adalah pada tekanan atmosfer dan pada temperatur kamar. Karbida dialirkan dengan belt conveyor, bucket elevator, screw conveyor dari silo yang kemudian dialirkan ke reaktor, sedangkan air dialirkan melalui pompa. Reaksi dehidrogenasi dioperasikan pada tekanan 1 atm dan temperatur 90C. Pompa air beroperasi pada tekanan 2,7 atm.

2. Reaksi Dehidrogenasi Karbida Reaksi dehidrigenasi karbida menjadi asetilen berlangsung dalam fasa padat. Kondisi reaksi di dalam reaktor adalah dengan tekanan 1 atm dan temperatur 90C, reaksi yang terjadi adalah: CaC2 (s) + 2H2O(l) C2H2(g) + Ca(OH) Konversi reaksi adalah 90%

3. Pemurnian Produk Kalsium karbida dari silo ditransportasikian dengan belt conveyor ke bucket elevator dan screw conveyor. Selanjtnya kalsium karbida dialirkan dari screw conveyor menuju bagian inlet reaktor. Pada bagian inlet reaktor terdapat lubanglubang kecil yang bertujuan untuk memudahkan jatuhnya kalsium karbida. Air dari unit utilitas dipompakan masuk ke dalam reaktor, kemudian disemprotkan melalui sistem spray yang terletak pada dinding reakstor, sehingga terjadi reaksi antara air dan dengan kalsium karbida. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis, yaitu reaksi yang menghasilkan panas. Reaktor beroperasi pada tekanan 1 atm dan temperatur 30-90C. Hasil reaksi yang terbentuk adalah gas

12

asetilen (C2H2) basah dan kalsium karbida (Ca(OH)2) basah. Reaksi yang terjadi pada reaktor adalah sebagai berikut: CaC2 (s) + 2H2O(l) C2H2(g) + Ca(OH) Gas asetilen yang terbentuk pada reaktor merupakan gas asetilen basah yaitu banyak mengandung uap air, keluar melalui bagian atas dengan temperatur 90 C dan masuk ke kondensor. Produk samping Ca(OH)2 slurry/basah keluar dari bagian bawah reaktor an masuk ke dalam belt conveyor yang dilengkapi dengan pengering yaitu udara. Pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air di dalam Ca(OH)2. Ca(OH)2 kering kemudian dialirkan menuju silo sebagai tempat penampungan dengan menggunakan bucket elevator dan Ca(OH)2 siap dipasarkan kepada konsumen. Gas asetilen yang berasal dari bagian atas reaktor masuk ke dalam kondensor. Padaa kondensor terjadi pengembunan gas H2O dengan media pengembunan adalah air pendingin. Air pendingin yang digunakan untuk pengembunan ini berasal dari unit utilitas. Kondisi operasi pada kondensor adalah dengan temperatur 30C dan tekanan 1 atm. Hasil atas dari kondensor adalah asetilen basah masuk ke separator untuk memisahkan antara asetilen dengan H2O. Sedangkan hasil bawah adalah air pendingin yang akan dikembalikan kembali ke dalam unit utilitas. Produk atas yang keluar dari separator adalah gas asetilen dengan kemurnian hingga 88% karena masih mengandung H2O. Selanjutnya produk dialirkan menuju adsorber untuk menaikkan kemurnian gas asetilen menjadi 99% dengan cara penyerapan gas H2O menggunakan adsorbent yaitu silica gel. Kondisi operasi adsorber adalah dengan tekanan 1 atm dan temperatur 30C, sedangkan hasil bawah berupa embun gas H2O berupa kondensat yang dialirkan ke unit utilitas. Gas asetilen 99% (gas asetilen yang kering) diumpankan ke compressor untuk ditekan dari kondisi 1 atm menjadi 15 atm, kemudian dialirkan menuju tangki. Kondisi operasi tangki adalah dengan tekanan 15 atm dan temperatur 40C.

13

2.3 Diagram Alir Kuantitas

14

BAB III KESIMPULAN

Dari penjelasan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Asetilen merupakan senyawa karbon alifatis yang tidak jenuh, tidak berwarna, tidak berbau, larut dalam alkohol dan aseton, serta mudah terbakar. 2. Ada empat proses untuk memproduksi asetilen, yaitu dengan mereaksikan kalsium karbida-air, proses BASF, produk samping steam cracking, dan proses dengan bahan baku batu bara. 3. Proses yang dipilih adalah proses dengan mereaksikan kalsium karbida-air, dikarenakan proses tersebut ekonomis, kualitas produk baik, dan bahan baku mudah didapat.

15

16

Anda mungkin juga menyukai