Anda di halaman 1dari 13

INDUSTRI GAS ASETILEN

Nama Anggota Kelompok :


1. Bunga Ayu Sari
(13314100)
2. Errika Anggraini Maulida
(1331410055)
3. Journa Afriska A.
(1331410078)

POLITEKNIK NEGERI MALANG


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asetilen adalah hidrokarbon sederhana yang memiliki sebuah ikatan
rangkap tiga. Sebelum minyak ditemukan dan dipergunakan secara meluas sebagai
bahan baku untuk industri kimia, asetilen merupakan blok bangunan utama untuk
industry kimia organic. Pada tahun 1800-an, asetilen mulai diproduksi dalam
jumlah banyak dengan proses kalsium karbida, yakni dengan mereaksikan kalsium
karbida dengan air. Metode ini terus dipergunakan hingga 1940-an, proses thermal
cracking menggunakan methane dan hidrokarbon lainnya mulai diperkenalkan.
Awalnya, proses thermal cracking menggunakan pancaran bunga api listrik,
kemudian pada tahun 1950-an mulai dikembangkan proses dengan metode oksidasi
parsial dan regenerasi.
Saat ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat adalah produsen
asetilen dari hidrokarbon terbesar, yakni lebih dari 80%. Negara lainnya,
khususnya Eropa timur dan Jepang masih memproduksi asetilen dari kalsium
karbida.
Kegunaan asetilen sendiri sangat luas. Asetilen dapat digunakan dalam
proses pembuatan logam dan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produksi
bahan kimia. Sampai saat ini asetilen memerankan peranan penting dalam industri
kimia. Oleh sebab itu, berbagai macam penemuan proses produksi asetilen telah
banyak dilakukan dan dikembangkan dari tahun ke tahun. Secara umum metode
produksi asetilen dapat digolongkan ke dalam chemical reaction process (bekerja
pada temperatur normal) dan thermal cracking process (berkerja pada temperatur
tinggi). Proses produksi asetilen yang akan dibahas ada empat proses, yakni
produksi dari reaksi kalsium karbida-air, proses BASF ( partial combustion),
produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking, dan produksi asetilen
dari batubara.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:
a. Bagaimana proses pembuatan gas asetilen dalam skala industri?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah:
a.Mengetahui proses pembuatan gas asetilen dalam skala industri dalam
kaitannya dengan teknik-teknik yang ada dalam bidang ilmu kimia.

1.4 Manfaat
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini antara
lain:
a. Melalui makalah ini, baik penulis dan pembaca dapat mengetahui lebih jauh
mengenai proses pembuatan gas asetilen dalam industri.
b. Mengaitkan teknik-teknik yang digunakan dalam proses industri dengan
aplikasi dalam bidang ilmu kimia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asetilen
2.1.1 Sejarah Asetilen
Asetilen ditemukan pada tahun 1836, ketika Edmund Davy melakukan
ekserimen dengan potassium karbida.Salah satu produk reaksi kimianya adalah
gas yang mudah terbakar yang disebut dengan asetilen. Pada tahun 1859 Marcel

Morren sukses menghasilkan asetilen ketika menggunakan electrode karbon dan


menyatukannya dengan atom hydrogen untuk membentuk molekul asetilen.
Morren menyebut gas ini dengan karbonisasi hydrogen.
Pada akhir tahun 1800, sebuah metode telah dikembangkan untuk membuat
asetilen dengan mereaksikan kalium karbida dengan air. Reaksi ini menghasilkan
asetilen yang bias terbakar di udara untuk menghasilkan cahaya putih yang
banyak digunakan untuk lampu-lampu di jalan raya sebelum lampu listrik
ditemukan. Pada tahun 1897 George Claude dan A.Hess bahwa gas asetilen bias
disimpan dengan aman dengan melarutkannya dengan aseton. Nils Dalen
menggunakan metode ini pada tahun 1905 untuk mengembangkan pembakaran
yang lama, marinasi otomatis dan lampu sinyal. Pada 1906, Dalen
mengembangkan asetilen untuk welding dan metal cutting.
Pada tahun 1902 Perusahaan BASF di Jerman, mengembangkan proses
pembuatan asetilen dari gas alam dan petroleum yang berbasis hidrokarbon yang
dijalankan pertama kali pada tahun 1940. Teknologi ini kemudian digunakan di
Amerika pada awal tahun 1950 dan menjadi metode utama pembuatan asetilen.
Permintaan terhadap asetilen semakin bertambah seiring dengan penemuan proses
baru untuk mengkonversi asetilen menjadi plastic dn bahan kimia. Di Amerika
penurunan permintaan yang sangat tajam terjadi pada tahun 1965 dan 1970
sampai ditemukannya konversi bahan dengan biaya yang lebih murah. Sehingga
sejak awal tahun 1980, permintaan terhadap asetilen mulai naik kembali secara
perlahan.
Tahun 1991, ada 8 pabrik di Amerika yang memproduksi asetilen yang
secara bersamaan memproduksi 352 juta lb (160 juta kg) asetilen per tahun. Dari
produksi ini, 66% diperoleh dari gas alam dan 15% dari proses petroleum dan
19% dibuat dari kalium karbida. Beberapa dari asetilen ini digunakan untuk
membuat bahan kimia organik. Dan sisanya digunakan oleh industry regional
local untuk mengisi silinder bertekanan untuk welding dan metal cutting. Di Eropa
Barat, gas alam dan petroleum ada bahan baku utama untuk pembuatan asetilen
pada tahun 1991, sedangkan kalium karbida digunakan sebagai bahan baku utama
di Eropa Timur dan Jepang.
2.1.2 Definisi Asetilen
Asetilena (Nama sistematis: etuna) adalah suatu hidrokarbon yang tergolong
kepada alkuna, dengan rumus C2H2. Asetilena merupakan alkuna yang paling

sederhana, karena hanya terdiri dari dua atom karbon dan dua atom hidrogen.
Pada asetilena, kedua karbon terikat melalui ikatan rangkap tiga, dan masingmasing atom karbon memiliki hibridisasi orbital sp untuk ikatan sigma. Hal ini
menyebabkan keempat atom pada asetilena terletak pada satu garis lurus, dengan
sudut C-C-H sebesar 180.
2.1.3 Sifat Kimia dan Fisika Asetilen
Gas asetilen merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau. Sebenarnya
gas asetilen dengan konsentrasi 100% pun tidak berbau, namun gas asetilen yang
dijual di pasaran berbau seperti bawang dengan bau yang tajam, hal tersebut
tergantung pada proses yang digunakan dalam penghasilan gas asetilen itu sendiri.
Sifat-sifat lain dari gas asetilen adalah sebagai berikut:
-Kemurnian
: 99%
-Impuritis
: 1%
-Spesifik Grafiti
: 0,906
-Berat molekul
: 26,04 gr/mol
-Titik didih (10 psig)
: -103,4oF (-75oC)
-Berat jenis (udara=1) : 0,906
- Titik lebur
: -116oF (-82,2oC)
-Tekanan uap (70oF)
: 635 Psig
- Rapat massa gas
: 0,07314 lb/ft3
-Kelarutan dalam air
: 1,7
-Konstanta Antoine
:A(16,348), B(1637,1), C(-19,77)
Gas etilen jangan digunakan pada tekanan di atas 15 psig. Dalam kondisi
tertentu, asetilen dapat bereaksi dengan tembaga, peral, dan merkuri dan
membentuk asetilida, suatu senyawa yang dapat menjadi sumber pengapian.
Kuningan yang mengandung kurang dari 65% tembaga dalam bentuk allot dan
alloy nikel tertentu cocok digunakan untuk asetilen dalam kondisi normal.
Asetilen dapat bereaksi dengan menimbulkan ledakan bila dikombinasikan dengan
oksigen dan oksidator lain termasuk semua halogen dan senyawa halogen.
Kehadiran cairan, asam-asam tertentu atau zat basa cenderung mempercepat laju
pembentukan tembaga asetilida
2.1.4 Fungsi Asetilen
Asetilen memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

- Gas asetilen apabila dibakar dengan oksigen akan menghasilkan temperature


yang tinggi yang dipergunakan untuk mengelas (memotong atau menyambung
logam)
- Gas asetilen pada pembakaran dengan udara dapat menghasilkan nyala yang
terang, maka dapat digunakan sebagai penerangan
- Gas asetilen dapat pila digunakan sebagai bahan baku pembuatan karet sintetis
(Neopren) dengan melalui pembuatan venil asetilen
- Gas asetilen dapat digunakan untuk pembuatan asam asetat melalui pembuatan
etanal yang kemudian dioksidasi menghasilkan asam asetat
- Gas asetilen bila direaksikan dengan ClAsCl 2 akan menghasilkan gas beracun
(kloro vinil dikloro arsin) yang dibuat oleh Amerika Serikat pada perang dunia
I.
2.2 Bahan Baku
2.2.1 Kalsium Karbida
2.2.1.1 Sifat Fisik dan Kimia
Bentuk fisik dari kalsium karbida adalah kristal hitam dengan bau seperti
bawang putih. Kalsium karbida merupakan gas yang beracun, dapat menyebabkan
iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit seperti luka bakar, kerusakan
lapisan kulit dalam, san nyeri yang hebat. Kalsium karbuda merupakan suatu
senyawa yang berbahaya bagi kesehatan apabila kontak langsung.
Sifat-sifat lain dari kalsium karbida adalah sebagai berikut:
-Densitas
:2,22 gr/cm3
-Massa molar
:64,099 gr/mol
-Berat molekul :74,1
-Bentuk
:Padat
-Titik leleh
:580oC
-Spesifik Grafiti :2,2
-Kelarutan
:Larut dalam air
2.2.2 Air
2.2.2.1 Sifat kimia dan Fisika
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 C). Zat

kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk
melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa
jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Sifat-sifat lain dari kalsium karbida adalah sebagai berikut:
-Berat molekul
:18
-Bentuk
:Cairan bening tidak berwarna
o
-Titik didih
:100 C
-Titik lebur
:0oC
-Suhu Kritis
:274oC
-Tekanan kritis
:374,25 atm
-Densitas (25o)
:1000 kg/m3
-Viskositas
:0,951 cp
-Kapasitas panas (Cp) :1 Kkal/kgoC
-Spesifik grafiti
:1
2.2.3 Gas Alam
Gas alam sering juga disebut sebagai gas Bumi atau gas rawa, adalah bahan
bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana CH4). Ia dapat
ditemukan di ladang minyak, ladang gas Bumi dan juga tambang batu bara.
2.2.3.1 Komposisi
Komponen utama dalam gas alam adalah metana (CH4), yang merupakan
molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung
molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana
(C3H8) dan butana (C4H10), selain juga gas-gas yang mengandung sulfur
(belerang). Gas alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium.
Metana adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global ketika
terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang sumber
energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan ozon,
memproduksi karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana
yang terlepas ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang
berasal dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan
pertanian (diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun
secara berturut-turut).

Komponen %
Metana (CH4)
80-95
Etana (C2H6)
5-15
Propana (C3H8) and Butana (C4H10)
<5
Nitrogen, helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan air
dapat juga terkandung di dalam gas alam. Merkuri dapat juga terkandung dalam
jumlah kecil. Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan sumber ladang gasnya.
Gas alam dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan
menimbulkan ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung
mudah tersebar di atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup,
seperti dalam rumah, konsentrasi gas dapat mencapai titik campuran yang mudah
meledak, yang jika tersulut api, dapat menyebabkan ledakan yang dapat
menghancurkan bangunan. Kandungan metana yang berbahaya di udara adalah
antara 5% hingga 15%.Ledakan untuk gas alam terkompresi di kendaraan,
umumnya tidak mengkhawatirkan karena sifatnya yang lebih ringan, dan
konsentrasi yang di luar rentang 5 - 15% yang dapat menimbulkan ledakan.
2.2.4 Oksigen
2.2.4.1 Sifat Kimia dan Fisika
Oksigen lebih larut dalam air daripada nitrogen. Air mengandung sekitar
satu molekul O2 untuk setiap dua molekul N2, bandingkan dengan rasio
atmosferik yang sekitar 1:4. Kelarutan oksigen dalam air bergantung pada suhu.
Pada suhu 0 C, konsentrasi oksigen dalam air adalah 14,6 mgL1, manakala
pada suhu 20 C oksigen yang larut adalah sekitar 7,6 mgL1. Pada suhu 25 C
dan 1 atm udara, air tawar mengandung 6,04 mililiter (mL) oksigen per liter,
manakala dalam air laut mengandung sekitar 4,95 mL per liter. Pada suhu 5 C,
kelarutannya bertambah menjadi 9,0 mL (50% lebih banyak daripada 25 C) per
liter untuk air murni dan 7,2 mL (45% lebih) per liter untuk air laut.
Oksigen mengembun pada 90,20 K (182,95 C, 297,31 F), dan membeku
pada 54.36 K (218,79 C, 361,82 F). Baik oksigen cair dan oksigen padat
berwarna biru langit. Hal ini dikarenakan oleh penyerapan warna merah. Oksigen
cair dengan kadar kemurnian yang tinggi biasanya didapatkan dengan distilasi
bertingkat udara cair; Oksigen cair juga dapat dihasilkan dari pengembunan udara,
menggunakan nitrogen cair dengan pendingin. Oksigen merupakan zat yang
sangat reaktif dan harus dipisahkan dari bahan-bahan yang mudah terbakar.

2.3 Proses Pembuatan Asetilen


2.3.1 Reaksi Kalsium Karbida
(gambar)

Dua buah reaktor disusun dimana air dan kalsium karbida dicampur dan
dialirkan. Reaksi berlangsung dalam fasa liquid dengan residence time dan reaksi
berjalan 60%-90% saat direaktor pertama. Aliran produksi reaksi dan material
umpan yang tak bereaksi yang terdiri dari fasa padat menuju reaktor kedua dengan
tipe laminar plug-flow. Kalsium hidroksida yang dihasilkan diendapkan dan
dipisahkan dari bagian bawah reaktor. Air yang tak bereaksi dipisahkan dari
kalsium hidroksida dan kemudian di-recycled menuju reaktor pertama. Yield yang
dihasilkan dari proses ini sebesar 93%-95%.
Namun ada beberapa masalah yang timbul dalam operasi ini, yakni:
1. Kontak antara karbida dengan air tidak terkendali. Jika tekanan asetilen lebih
tinggi dari 27 lb/in2abs , akan terjadi reaksi detonasi atau deflagarasi dalam
asetilen yang menyebabkan peningkatan tekanan yang semakin besar,
pecahnya bejana, da nisi yang bias saja tumpah. Kondisi ini bias menimbulkan
api yang besar dan membahayakan. Karena itu proses hanya bias dilakukan
dengan tekanan rendah.
2. Bejana didesain berpengaduk, baik CSTR ataupun plug-flow reaktor, yang
bersifat kurang mendukung karena bejana yang digunakan besar, menghasilkan
rate control yang lemah dan unsteady operation. Oleh karena itu dibutuhkan
desain bejana yang sangat tepat untuk proses.
Produk samping berupa kalsium hidroksida berkualitas rendah dan tidak
memiliki nilai jual. Masalah ini dapat diatasi dengan menambah unit
neutralizer dimana kalsium hidroksida akan bereaksi dengan hydrogen klorida
membentuk kalsium klorida yang memiliki nilai jual.
2.3.2 BASF process
(gambar)

Pertama-tama umpan berupa natural gas(1) dan oksigen (2) dipanaskan


terlebih dahulu di fire preheaters secara terpisah (3). Kemudian keluaran dari fire
preheaters (3), masuk dan dicampur kedalam zona pencampuran (4) kemudian
reaksi pembakaran terjadi di dalam ruang pembakaran (5). Kemudian pembakaran
dipadamkan dari bawah ruang pembakaran dengan menyemprotkan air proses (6).
Gas yang dihasilkan (7) yakni asetilen dan pengotor masuk ke kolom pendingin (8)
kira-kira pada temperature kolom pendingin yang terbatas dan uap jernih. Gas
yang masuk (7) didinginkan dengan tambahan air dingin proses (9)n dan sebagian
besar dari steam dikondensasikan. (10) Api dibutuhkan untuk proses start up dan
run down. Gas keluaran kolokm bagian atas (11) kemudian didinginkan pada suhu
sekitar 40oC. (45.000m3 (S.T.P) / h dry), yang kemudian dikompresikan dengan
stwo-state screw compressor (12). Pertama-tama dari 1.1 ke 4.2 dan kemudian ke
11 bar (abs), pengotor kemudian diendapkan. 7,5 m3/h air proses (13) disemprotkan
ke tiap state kompresor. Untuk mengunci dari atmosfer, air demineralisasi (14)
yang disebut dengan sealing liquid , ditambah nitrogen, dengan hasil 4m3/h masuk
ke sirkulasi air proses. Keluaran dari state pertama (15), bersuhu 85oC dan
pengotor yang terkandung dalam air sebesar 0.22% berat. Setelah dikompres di
tiap state kompresi, gas keluaran didinginkan ke suhu 40oC oleh air dingin proses
(16) dari kolom pendingin (17). Setelah dikompresi, gas keluaran dipisahkan
menjadi unsur-unsurnya. Air yang dikondensasikan selama kompresi dan
pendinginan berikutnya dan air dari proses demineralisasi disirkulasikan dan
kemudian dikeluarkan (19).
Jelaga yang dihasilkan merupakan suatu masalah utama dalam proses ini
karena dapat mengurangi efektifitas proses, oleh karena itu harus dipisahkan
terlebih dahulu dari garis keluaran kolom. Selain itu, jelaga juga dapat merusak
kinerja kompresor, oleh karena itu gas yang masuk kompresor harus setidaknya
bebas dari jelaga. Normalnya, burner proses dapat menghasilkan 25 ton asetilen
per hari dari natural gas.
2.3.3 Produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking
Di dalam steam cracking hidrokarbon jenuh dikonversi menjadi produk
olefin seperti etilen dan propilen. Selain itu masih banyak produk yang dihasilkan
seperti asetilena sebagai produk samping. Konsentrasi asetilena tergantung pada
jenis umpan, waktu tinggal, dan temperature. Konsentrasi asetilen dalam gas
keluaran dari furnace antara 0,25 dan 1,2% wt. Pabrik etilen yang memproduksi

400.000 t/a etilen menghasilkan 4500-11.000 t/a asetilena. Pada produksi etilen,
asetilen yang dihasilkan dipisahkan dengan hidrogenasi katalitik yang selektif atau
dengan ekstraksi.
Hidrogenasi asetilena
Kebanyakan produksi etilen dilengkapi dengan unit hidrogenasi dengan
bantuan katalis Pd. Kondisi operasi mengikuti suhu sekitar 40oC-120oC tekanan
15-40 bar dan kecepatan 1000-120.000 kg/l.h. Kondisi ini bergantung pada jenis
umpan yang digunakan.
Asetilen Recovery
Asetilen diekstrak dari C2 steam cracker dengan bantan solvent. Solven yang
paling sesuai untuk proses yaitu DMF.
(gambar)

Campuran gas C2 yang terdiri dari etilen, etana, dan asetilen, diumpakan ke
absorber asetilen, aliran gas dihubungkan dengan counter flowing besar DMF pada
tekanan 0,8-3,0 MPa. Seluruh asetilen dan beberapa etilen dan etana terlarut oleh
pelarut. Fraksi C2 yang telah dimurnikan, mengandng <1 ppm asetilen, diumpankan
ke C2 splitter. Aliran yang kaya akan pelarut dikirim ke stripper etilen, yang
beroperasi sedikit diatas tekanan atmosfer. Etilen dan etana yang terpisah didaur
ulang menuju kompresor tahap pertama untuk cracked gas. Asetilen keluaran
kemudian dicuci dengan pelarut dingin di bagian atas splitter. Dalam stripper
asetilen, asetilen murni terisolasi di bagian atas kolom. Setelah pendinginan dan
heat recovery, asetilena bebas pelarut didaur ulang ke absorber dan etilen stripper.
Produk asetilena memiliki kemurnian >99.8% dan kandungan DMF kurang dari 50
ppm dan tersedia pada tekanan 10 kPa dan suhu ambien. Evaluasi ekonomi
menunjukkan bahwa asetilena petrokimia tetap menarik bahkan meskipun harga
etilena dua kali lipat. Hal ini ekonomis untuk retrofit penyerapan asetilena di
pabrik olefin yang ada dilengkapin dengan hidrogenasi katalitik.
2.3.4 Produksi Asetilena dari Batu Bara (arc coal process)

Banyak tes laboratorium konversi batubara menjadi asetilen menggunakan


proses arc atau plasma telah dilakukan sejak awal 1960-an. Secara ringkas proses
yang didapat yaitu:
1. Asetilen yang dihasilkan mncapai 30%
2. Karena pemanasan batubara yang cepat di jet plasma, total yield gas
yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan yang ditunjukkan oleh
pengukuran volatile batubara dalam kondisi standar.
3. Hidrogen (bukan argon) gas plasma dapat meningkatkan hasil asetilen.
Baru-baru ini, Corp AVCO di Amerika Serikat dan Chemische Werke Huls
di Jerman membangun pabrik percontohan di pinggir sungai untuk pengembangan
teknis dari proses. AVCO acr process terdiri dari air-cooled tungsten-tip katoda dan
air-cooled anoda. Batubara kering dan halus disuntikkan melalui aliran gas
hydrogen di sekitar katoda. Gas tambahan tanpa batubara dimasukkan sekitar
katoda dan anoda sebagai selubung. Saat melewati zona pembakaran, partikel
batubara dipanaskan dengan cepat. Volatil dilepaskandan terpecah-pecah menjadi
asetilena dan produk berbagai sampingan, meninggalkan residu coke halus yang
tertutup jelaga. Setelah waktu tinggal bebeapa milidetik, camouran gas-coke
dipadamkan dengan cepat dengan air atau gas. Tekana system dapat bervariasi
antara 0.2 dan 1.0 bar (20 dan 100 kPa). Pilot plant huls menggunakan tungku
plasma yang sama untuk perengkahan minyak mentah, tetapi dengan 500 kW.
Batubara kering disuntikkan ke dalam jet plasma, dan batubara yang terengkah
menjadi asetilen dan produk sampingan dalam reaktor. Limbah reaktor dapat diprequenched dengan hidrokarbon untuk produksi etilen atau langsung dipadamkan
dengan air atau minyak. Char dan komponen didih lebih tinggi masing-masing
dipisahkan oleh cyclones dan scrubber. Masalah utama dalam desain reaktor
adalah pencapaian menyeluruh dan cepat pencampuran batubara dengan jet plasma
dan menghindari pembentukan deposit karbon di dinding reaktor. Sejumlah kecil
deposit dapat diatasi Denham pencucian dengan air secara periodic.
Percobaan yang dilakukan oleh Huls dan AVCO menunjukkan bahwa waktu
tinggal optimal, energy density jet plasma, daya spesifik, dan tekanan sangat
mempengaruhi hasil asetilen. Parameter lain yang mempengaruhi hasil adalah
jumlah volatile di batubara dan ukuran partikel.
Keuntungan dari proses ini adalah, dengan cara pirolisis batubara, produksi
asetilen jauh lebih mudah sehingga membutuhkan biaya investasi yang lebih

rendah dibandingkan untuk produksi utama etilen. Yield gas yang dihasilkan
berkisar 33% sampai 50%. Artinya 50% dari batubara tetap sebagai char. Namun,
char

Anda mungkin juga menyukai