Anda di halaman 1dari 17

BAB II RUTE PEMBERIAN OBAT

1) TUJUAN Mengenal teknik teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya. Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.

2) TINJAUAN PUSTAKA Rute pemberian obat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak mula obat dan tubuh. Karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda struktur anatomi dan lingkungan kontak antara obat-tubuh yang berbeda (enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda). Hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat. Rute pemberian obat yang berbeda akan mempengaruhi onset of action, intensitas of action dan duration of action. Obat yang biasanya beredar di pasaran dan kita kenal secara umum adalah obat dengan pemakaian melalui oral. Selain melalui oral, rute pemberian juga dapat dilakukan secara intravena, intramuskular, intraperitoneal, intra dermal, dan subkutan. Tentunya rute pemberian ini akan berpengaruh pada kinerja obat yang dapat diamati dari onset dan durasi obat.

Onset adalah waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk menimbulkan efek. Onset dihitung mulai saat pemberian obat hingga munculnya efek pada pasien atau hewan percobaan. Durasi adalah lamanya obat bekerja didalam tubuh. Durasi dapat diamati mulai saat munculnya efek hingga hilangnya efek pada pasian atau hewan percobaan. Jenis jenis dari rute pemberian obat antara lain :

a. Oral Rute pemberian oral memberikan efek sistemik dan dilakukan melalui mulut kemudian masuk saluran intestinal (lambung) dan penyerapan obat melalui membran mukosa pada lambung dan usus. Cara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, murah, dan aman. Pemberian per oral akan memberikan onset paling lambat karena melalui saluran cerna dan perlu melalui proses metabolisme sehingga lambat diabsorbsi oleh tubuh. Selain itu, pemberian secara oral membutuhkan dosis yang paling besar diantara rute pemberiannya. Karena obat perlu melalui metabolisme di hati dan eliminasi.

b. Intravena (IV) Intravena (IV) dilakukan dengan penyuntikan melalui pembuluh darah balik (vena), memberikan efek sistematik. Melalui cara intravena ini, obat tidak mengalami absorpsi. Tetapi langsung masuk pada sirkulasi sistemik. Karena itulah kadar obat yang dibutuhkan lebih sedikit.

c. Intraperitonial (IP) Penyuntikan dilakukan pada rongga perut sebelah kanan bawah, yaitu di antara kandung kemih dan hati. Cara ini hanya dilakukan untuk pemberian obat untuk hewan uji, karena memiliki resiko infeksi yang sangat besar. Intraperitonial akan memberikan efek yang cepat karena pada daerah tersebut banyak terdapat pembuluh darah. Hewan uji dipegang pada

punggung supaya kulit abdomen menjadi tegang. Pada saat penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan jarum membentuk sudut 10 menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.

d. Intramuskular (IM) Suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Preparat yang larut dalam minyak diabsorbsi dengan lambat, sedangkan yang larut dalam air diabsorbsi dengan cepat. Penyuntikan dilakukan pada otot gluteus maximus atau bisep femoris. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat. Intramuskular memiliki onset lambat karena membutuhkan waktu untuk diabsorpsi dalam tubuh. Dosis yang dibutuhkan untuk rute pemberian secara intramuskuler cenderung sangat sedikit.

e. Subkutan (SK) Pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, Penyuntikan dilakukan di bawah kulit dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah, rute pemberian ini memberikan efek sistemik. Absorbsi dapat diatur dengan formulasi obat. f. Rektal Pemberian obat melalui rectum. Dimana kateter obat dibasahi dulu dengan paraffin atau gliserin, baru kemudian dimasukkan sejauh kira kira 4cm dalam rectum dan larutan obat didesak keluar.

Efek Farmakologi dari suatu obat dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain : rute pemberian obat, bentuk sediaan, faktor

biologis (jenis kelamin, usia, berat badan, dll), toleransi atau riwayat kesehatan, dan spesies. Onset dan durasi dari suatu obat tidak hanya ditentukan dari rute pemberian. Jenis kelamin, berat badan, usia, dan spesies hewan percobaan yang digunakan juga berpengaruh pada kedua hal tersebut. Usia hewan memiliki pengaruh yang nyata terhadap kerja obat. Hewan yang berusia lebih muda tentu saja membutuhkan dosis yang lebih sedikit dibanding yang lebih tua. Berat badan juga merupakan suatu faktor yang berhubungan terhadap kerja obat. Hewan yang bobotnya lebih besar memerlukan dosis yang lebih banyak daripada dosis rata-rata untuk menghasilkan suatu efek tertentu. Begitupun sebaliknya. Berdasarkan jenis kelamin, betina lebih peka terhadap efek obat tertentu daripada jantan. Toleransi adalah penurunan efek farmakologik akibat pemberian berulang. Berdasarkan mekanisme nya ada dua jenis toleransi, yakni toleransi farmakokinetik dan toleransi farmakodinamik. Toleransi

farmakokinetik biasanya terjadi karena obat meningkat metabolismenya sendiri, misalnya barbiturat dan rifampisin. Toleransi farmakodinamik atau toleransi seluler terjadi karena proses adaptasi sel atau reseptor terhadap obat yang terus-menerus berada di lingkungannya. Dalam hal ini jumlah obat yang mencapai reseptor tidak berkurang, tetapi karena sensitivitas reseptornya berkurang maka responnya berkurang.

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Cara pemberian obat yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi obat yang berbeda-beda pula. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per oral, karena mudah, aman, dan murah . Dengan cara ini tempat

absorpsi utama adalah usus halus, karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200m2. Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat pada saluran cerna antara lain: 1. Bentuk Sediaan Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan. 2. Sifat Kimia dan Fisika Obat Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak. 3. Faktor Biologis Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi. 4. Faktor Lain-lain Antara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan adanya penyakit tertentu. Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan diabsorpsi dengan sangat cepat, misalnya nitrogliserin. Karena darah dari mulut langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan melalui sublingual ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati.

Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma. Pada pemberian obat melalui rektal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rektum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat melalui mukosa rektum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat menyebabkan iritasi mukosa rektum. Pemberian obat secara parenteral memiliki beberapa keuntungan, yaitu : Efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah. Sangat berguna dalam keadaan darurat. Kerugiannya antara lain dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri, dan kurang ekonomis.

Pemberian intravena (IV) tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali.

Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus. Injeksi intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar. Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah. Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990). Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara : Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.

3) BAHAN DAN ALAT Hewan percobaan Obat yang diberikan Dosis Alat : mencit putih jantan : glibenclamide : 5mg/70kgBB : alat suntik 1ml dan jarum oral.

4) CARA KERJA Cara kerja pemberian obat secara oral : Timbang berat mencit Cari dosis obat untuk mencit Timbang berat tablet kemudian gerus tablet Hitung bagian tablet yang ditimbang (X) C (mg) = dosis obat manusia (mg) X (g) berat tablet (g) Pembuatan suspense sebanyak 10ml Pemberian obat secara oral kepada hewan percobaan Amati aktivitas dan gerak gerik mencit selama satu jam setelah diberi obat.

Cara kerja pembuatan suspense : Air panas diambil sebanyak 2ml, masukkan dalam lumpang Taburkan Na CMC kedalam airpanas biarkan mengembang 15 menit Gerus sampai homogeny, tambahkan air sedikit agar tidak kental Masukkan obat glibenclamide yang telah digerus kedalam suspense Gerus homogeny, masukkan kedalam botol vial yang telah dikalibrasi Ad-kan dengan air 10mL

5) PERHITUNGAN Dik : dosis untuk manusia 5mg/70kgBB Dit : dosis untuk mencit? Jawab : 5mg/70kgBB x 0,0026 = 0,013mg/20gBB

Berat tablet utuh : 0,2070 g Berat mencit : 28 g

VAO = 1% BB = 1% x 20 g = 0,2 ml

VAO = BB x Dosis Konsentrasi 0,2 ml = 20 x 0,013 mg/20 gBB Konsentrasi C = 0,013 0,2 = 0,065 mg/mL = 0,65 mg/10 mL

Glibenclamid yang ditimbang : 0,65 mg = 5 mg X X 0,2070 g = 0,02691

VAO = 0,013 mg/ 20 g BB x 19 0,065 mg/ml = 0,19 ml Na CMC = 1% x 10mL = 0,1 g Air panas untuk suspense = 0,1 g x 20 mL = 2 mL

6) HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil pengamatan

Reaksi mencit setelah diberikan obat secara oral : 5 menit 10 menit 15 menit 30 menit 45 menit : Badan menggigil, kurang agresif : Badan menggigil, kurang agresif : Diam di tempat : Berhenti total, diam di tempat : Efek obat mulai berkurang, mulai lincah

b. Pembahasan Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengenal, mempraktikan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsi obat. Masing-masing cara pemberian memiliki keuntungan dan manfaat tertentu. Suatu senyawa obat mungkin efektif jika diberikan dengan cara tertentu namun kurang efektif dengan cara lain. Perbedaan ini akan berefek pada kecepatan absorbsi yang berpengaruh pada efektifitas obat. Hewan uji yang digunakan hanya mencit. Adapun cara unntuk memegang mencit yang benar agar siap untuk diberi sediaan yaitu denagn cara : Awalnya ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan ataupun kiri ( tergatung nyamannya praktikan). Kemudian telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk, sedangkan ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan (ataupun sebaliknya). Selanjutnya, posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga

permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan diantara jari manis dan kelingking tangan kiri.

10

Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap hewan uji. Tujuannya agar nantinya mencit tersebut lebih mudah untuk dipegang. Jangan justru membuat mencit stres, membuatnya berontak yang bisa melukai diri kita sendiri. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi mencit diantaranya adalah kebisingan suara di dalam laboratorium, frekuensi perlakuan terhadap mencit tersebut, dan lainlain. Dalam menangani mencit, semua kondisi yang menjadi faktor internal dan eksternal dalam penanganan hewan percobaan harus optimal, untuk menjaga kondisi mencit tersebut tetap dalam keadaan normal. Apabila kondisinya terganggu, maka mencit tersebut akan mengalami stress. Kondisi stress yang terjadi pada mencit akan mempengaruhi hasil percobaan yang dilakukan. Cara pemberian secara oral diberikan dengan cara mencit dipegang pada tengkuknya, kemudian jarum oral yang telah dipasang pada alat suntik yang berisi obat diselipkan dekat langit langit mencit dan diluncurkan masuk kedalam esophagus, larutan didesak keluar dari lat suntik, pada mencit secara oral dapat diberikan maksima 1mL. Pada percobaan kali ini digunakan pengujian dengan tablet glibenclamide yang disuspensi dengan Na CMC. Glibenclamide ini merupakan obat antidiabetik oral yang ditujukan untuk penderita diabetes mellitus tipe 2. Glibenclamide yang diberikan kepada mencit secara oral membuat mencit terlihat lelah dan malas bergerak, lebih banyak diam, kurang agresif dan badan mengigigil. Efek dari glibenclamide yang diberikan secara oral membuat mencit menjadi lemas dan tidak terlalu banyak bergerak. Dosis obat yang diberikan kepada mencit sesuai dengan berat badan dari mencit. Efek obat apabila diberikan secara oral akan memberifan efek yang lama terlihat karna obat yang diberikan secara oral di absorbsi terlebih dahulu ke saluran pencernaan.

11

Banyak factor yang mempengaruhi efek obat salah satu diantaranya adalah rute pemberian obat, jenis kelamin, dll. Rute pemberian obat dengan sonde oral harus diberikan sudah mencapai rahang mencit, karena jika tidak, obat yang diinjeksikan akn dimuntahkan kembali oleh mencit tersebut. Oleh karena itu, batang sonde oral dimasukkan kurang lebih bagian hingga terbenam ke dalam mulut atau rahang mencit tersebut.

12

7) KESIMPULAN Rute pemberian obat dapat mempengaruhi efek obat yang terjadi pada hewan percobaan (mencit) Pemberian obat secara peroral memberikan efek yang lama karna obat terlebih dahulu di absorbsi ke saluran pencernaan. Dosis obat yang dapat diberikan ke mencit masimal 1mL Dosis obat yang diberikan disesuaikan dengan berat badan dari mencit yang diuji coba Rute pemberian obat ada banyak, antara lain oral, intravena, intraperitoneal, intramuscular,subkutan, dan rectal. Efek obat dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal.

13

8) JAWABAN PERTANYAAN-PERTANYAAN Jelaskan tentang cara cara pemberian obat! Oral Rute pemberian oral memberikan efek sistemik dan dilakukan melalui mulut kemudian masuk saluran intestinal (lambung) dan penyerapan obat melalui membran mukosa pada lambung dan usus. Cara oral merupakan cara pemberian obat yang paling umum dilakukan karena mudah, murah, dan aman. Pemberian per oral akan memberikan onset paling lambat karena melalui saluran cerna dan perlu melalui proses metabolisme sehingga lambat diabsorbsi oleh tubuh. Selain itu, pemberian secara oral membutuhkan dosis yang paling besar diantara rute pemberiannya. Karena obat perlu melalui metabolisme di hati dan eliminasi.

Intravena (IV) Intravena (IV) dilakukan dengan penyuntikan melalui pembuluh

darah balik (vena), memberikan efek sistematik. Melalui cara intravena ini, obat tidak mengalami absorpsi. Tetapi langsung masuk pada sirkulasi sistemik. Karena itulah kadar obat yang dibutuhkan lebih sedikit.

Intraperitonial (IP) Penyuntikan dilakukan pada rongga perut sebelah kanan bawah,

yaitu di antara kandung kemih dan hati. Cara ini hanya dilakukan untuk pemberian obat untuk hewan uji, karena memiliki resiko infeksi yang sangat besar. Intraperitonial akan memberikan efek yang cepat karena pada daerah tersebut banyak terdapat pembuluh darah. Hewan uji dipegang pada punggung supaya kulit abdomen menjadi tegang. Pada saat penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan jarum membentuk sudut 10 menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.

14

Intramuskular (IM) Suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya

dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Preparat yang larut dalam minyak diabsorbsi dengan lambat, sedangkan yang larut dalam air diabsorbsi dengan cepat. Penyuntikan dilakukan pada otot gluteus maximus atau bisep femoris. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat. Intramuskular memiliki onset lambat karena membutuhkan waktu untuk diabsorpsi dalam tubuh. Dosis yang dibutuhkan untuk rute pemberian secara intramuskuler cenderung sangat sedikit.

Subkutan (SK) Pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk

obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, Penyuntikan dilakukan di bawah kulit dan menembus dinding kapiler untuk memasuki aliran darah, rute pemberian ini memberikan efek sistemik. Absorbsi dapat diatur dengan formulasi obat.

Rektal Pemberian obat melalui rectum. Dimana kateter obat dibasahi dulu

dengan paraffin atau gliserin, baru kemudian dimasukkan sejauh kira kira 4cm dalam rectum dan larutan obat didesak keluar.

Jelaskan factor factor apa saja yang mempengaruhi efek dari suatu obat! Faktor internal meliputi variasi biologik, ras dan sifat genetis, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh dan luas permukaan tubuh mampu mempengaruhi hasil percobaan dalam efek farmakologi obat karena dosis yang sama pada suatu obat akan diterima berbeda oleh masing-

15

masing individu hewan percobaan dengan segala bentuk perbedaan pada tiap-tiap individu hewannya. Faktor eksternal yang meliputi suplai oksigen, pemeliharaan linkungan fisiologis, dan pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ percobaan juga dapat mempengaruhi hasil percobaan dalam efek farmakologi obat, karena obat tersebut akan memberikan reaksi berbeda pada setiap kondisi lingkungan yang berbeda pula.

16

9) DAFTAR PUSTAKA Departemen Farmakologi dan Terapi. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : UI press Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai