Anda di halaman 1dari 8

PENENTUAN KONSENTRASI OPTIMAL INHIBITOR KOROSI

PADA BAJA KARBON API 5L GRADE B


(Determination of Optimal Corrosion Inhibitor of Carbon Steel API 5L Grade B)

Abdul Kahar1, Teguh Wirawan2, Hasyim Kurniawan3


1
Dosen FT Unmul Keahlian Energi dan Sistem Proses Teknik Kimia;
2
Dosen FMIPA Unmul; 3Mahasiswa Kimia FMIPA Unmul
Jl. Ki Hajar Dewantara Kampus Gunung Kelua, Samarinda – 75123
Telp./Faks: (0541) 736834 / (0541) 749315, e-mail: kahar.abdul@gmail.com

ABSTRACT
The research was performed to obtain influence temperature on corrosion rate of carbon steel
API 5L Grade B and optimal inhibitor concentration need to suppress corrosion rate. The
reasearch was performed by weight loss method at temperature of 28,5OC, 50OC and 80OC. The
result shown that corrosion rate increases as the temperature increases. Optimal inhibitor
concentration at temperatur of room and 50OC was obtained at 150 ppm. At temperature of
80OC, optimal inhibitor concentration was obtained at 200 ppm.
Keywords: carbon steel, corrosion inhibitor, corrosion rate, inhibition efficiency

A. PENDAHULUAN adalah pengendapan padatan (seperti hidrat dan


Lapangan Tunu yang terletak di Delta kerak), erosi dan korosi. Pengendapan padatan
Mahakam merupakan penghasil gas alam dan seperti hidrat dan kerak mengakibatkan
kondensat dengan produksi gas alam sekitar 1,3 berkurangnya volume efektif dari pipa. Erosi
milyar kaki kubik standar per hari dan 26.000 dan korosi yang timbul dapat mengakibatkan
barel kondensat per hari. Lapangan Tunu yang berkurangnya ketebalan pipa, sehingga
mulai diproduksi tahun 1990 oleh Total E&P kemampuan menahan tekanan akan berkurang
Indonesie memiliki 289 sumur aktif yang pula dan memperpendek masa pakai pipa
tersebar di area seluas 400 kilometer persegi. tersebut (Schmitt, 2003).
Fluida multifase (gas, kondensat dan air) yang Penggunaan teknik pengendalian
dihasilkan oleh sumur-sumur tersebut dialirkan korosi yang tepat dapat mengurangi kerugian
menuju GTS (Gathering and Testing Sattelite) akibat korosi. Beberapa cara yang digunakan
yang berjumlah 29 buah. Dari GTS yang berada untuk menekan laju korosi pada pipa antara lain
di wilayah selatan, fluida dialirkan ke anjungan adalah proteksi katodik dan pemasangan lapisan
manifold yang berjumlah dua buah dan pelindung untuk mencegah korosi pada bagian
kemudian dialirkan menuju CPU (Central luar pipa, penggunaan inhibitor korosi untuk
Processing Unit). Sedangkan dari GTS yang mencegah korosi pada bagian dalam pipa, dan
berada di wilayah utara, fluida dialirkan ke penggunaan material pipa yang tahan terhadap
anjungan manifold yang juga berjumlah dua lingkungan korosif (Fontana, 1987).
buah dan kemudian dialirkan menuju NPU Akibat yang ditimbulkan korosi sangat
(North Processing Unit). Di CPU dan NPU, bervariasi, dan efek korosi terhadap keamanan,
fluida dari sumur dipisahkan menjadi gas, kemampuan, dan efesiensi dari operasi suatu
kondensat dan air. Gas hasil pemisahan peralatan atau struktur seringkali lebih serius
dikompresi dan dikurangi kandungan airnya dibandingkan dengan sekedar hilangnya logam
menggunakan tri etilena glikol sebelum dikirim itu sendiri. Kegagalan fungsi peralatan dan
ke Bontang. Kondensat yang diperoleh dikirim biaya penggantian yang mahal dapat terjadi
ke Terminal Senipah untuk distabilkan sebelum walaupun logam yang rusak hanya dalam
dimuat ke kapal tanker. Sedangkan air sebagai jumlah kecil. Penggunaan inhibitor korosi untuk
hasil ikutan dari sumur diproses di Oily Water mengendalikan korosi internal pipa merupakan
Treatment Unit untuk memisahkan kandungan cara yang umum digunakan. Inhibitor dengan
minyak sebelum dibuang ke badan sungai senyawa aktif dari nitrogen banyak digunakan
(Total, 2007). di industri minyak dan gas bumi, pasangan
Pengoperasian jaringan pipa yang elektron bebas nitrogen dapat terjerap pada
mengalirkan fluida multifase dari sumur sampai permukaan logam dan rantai hidrokarbon
menuju CPU dan NPU secara aman dan efesien membentuk lapisan hidrofobik sehingga
sangat diperlukan untuk memastikan kelancaran memberikan inhibisi (Huey dkk, 2000). Akan
produksi. Beberapa masalah yang dihadapi tetapi terdapat beberapa faktor yang harus
dalam mengoperasikan jaringan pipa antara lain diperhatikan agar inhibitor bekerja efektif,
antara lain struktur molekul inhibitor korosi, 2006). Skema dari proses korosi dapat dilihat
temperatur, pH dan komposisi logam (Tantawy, pada gambar 1 a dan 1b.

.....
Gambar 1. a. Ilustrasi Proses Korosi; b. Aliran listrik pada proses korosi

Proses inhibisi merupakan hasil konsentrasi yang cukup harus diperhatikan


penjerapan inhibitor organik pada permukaan (Fontana, 1987).
logam. Hampir semua senyawa aktif yang Penggunaan inihibtor dengan
digunakan di industri minyak dan gas bumi konsentrasi yang terlalu kecil menyebabkan
terbuat dari senyawa nitrogen seperti amina inhibitor tidak dapat bekerja secara maksimal.
kuaterner. Senyawa tersebut merupakan Akan tetapi penggunaan inhibitor yang terlalu
inhibitor yang baik karena pasangan elektron banyak juga dapat menyebabkan masalah,
bebas atom nitrogen akan terjerap pada antara lain adalah terjadinya emulsi dan
permukaan logam dan rantai hidrokarbon pembuihan akibat sifat inhibitor sebagai
membentuk lapisan film hidrofobik sehingga surfaktan (Widharto, 2001). Hal ini
memberikan inhibisi dengan memisahkan menyebabkan penurunan efesiensi dari
permukaan logam dengan lingkungannya (Huey pengolah air buangan di industri minyak dan
dkk, 2000). gas bumi yang berfungsi memisahkan
Agar inhibitor korosi dapat bekerja kandungan minyak dari air sebelum dibuang.
secara maksimal, penggunaan inhibitor dengan Selain itu penggunaan inhibitor secara
berlebihan juga memboroskan biaya.

Gambar 2. Ilustrasi Penjerapan Inhibitor Organik pada Permukaan Logam

Penggunaan inhibitor korosi 1,3- menggunakan inhibitor korosi


diaminpropana oleh Siddique dkk (2005) dalam Didesilbenziltrietil amonium klorida dalam
larutan H2SO4 1 N pada temperatur 298 K larutan H2SO4 1 M pada temperatur 30OC
dengan konsentrasi 0,1 M dan 10-7 M diperoleh diperoleh efisiensi inhibisi 50,9% dan 76,7 %
efesiensi inhibisi 90,58% dan 56,10%. Pada pada konsentrasi inhibitor 10 ppm dan 75 ppm.
temperatur 328 K efesiensi inhibisi menjadi Penggunaan inhibitor Nonil fenol etoksilat
60,54% dan 23,42%. Penggunaan larutan HNO3 memberikan efisiensi inhibisi 49,6% dan 74,7%
1 N sebagai larutan uji pada temperatur 298 K pada konsentrasi yang sama. Penggunaan
memberikan efisiensi inhibisi 87,7% dan 75,7% inhibitor korosi N-sikloheksilbenzotiazolsulfen
pada konsentrasi inhibitor 0,1 M dan 10-7 M, oleh Patru dan Preda (2005) untuk melindungi
dengan menaikkan temperatur menjadi 328 K baja karbon dalam larutan NH4Cl 0,1 M dengan
efisiensi menurun menjadi 60,0% dan 20,0%. konsentrasi 50 ppm - 200 ppm pada temperatur
Tantawy (2006) melakukan penelitian dengan 25oC - 55oC menunjukkan penurunan laju korosi
seiring dengan peningkatan konsentrasi 2. Baja karbon sedang, dengan
inhibitor dan penurunan temperatur. kandungan karbon 0,3% sampai 0,7%.
Dalam Smallman dan Bishop (1999), Baja karbon sedang umumnya
berdasarkan banyaknya kadar karbon yang dipergunakan sebagai material as roda,
dikandung, baja diklasifikasikan menjadi : poros, roda gigi dan rel.
1. Baja karbon rendah, dengan kandungan 3. Baja karbon tinggi, dengan kandungan
karbon sampai 0,3%. Baja karbon karbon 0,7% sampai 1,7%. Baja
rendah memiliki kekuatan sedang karbon tinggi umumnya dikeraskan
dengan keuletan yang baik. Baja dengan kuens dan ditemper ringan
dengan kandungan karbon sampai pada 250OC untuk menghasilkan
0,10% dan kandungan mangan 0,4% kekuatan dan keuletan yang memadai
biasanya digunakan sebagai badan untuk per dan perkakas potong.
mobil, dan kabel. Untuk penggunaan Standar yang umum digunakan adalah
konstruksi, kadar karbon dapat ASME SA106 Grade B (Seamless carbon steel
dinaikkan menjadi sekitar 0,3% dengan pipe for high temperature service) dan ASTM
kandungan Mn yang lebih tinggi A312 (Seamless and welded austenitic stainless
sampai 1,5%. Material ini biasanya steel pipe) . Selain itu juga terdapat API 5L
digunakan sebagai baja tempa, pipa Grade B yang mencantumkan syarat komposisi
tanpa sambungan dan boiler. dari pipa tanpa sambungan, seperti pada Tabel
1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Spesimen Uji Baja Karbon API 5L Grade B


C Mn S P
Unsur Fe
(maks.) (maks.) (maks.) (maks.)
Kadar
0,28 1,20 0,03 0,03 98,46
(%berat)

Dalam larutan brine, laju korosi baja a. Observasi lapangan meliputi pengambilan
karbon pada temperatur 150 oF dan 300 oF sampel air dari sumur gas Lapangan Tunu
adalah 41,6 mpy dan 242,0 mpy pada Total E&P Indonesie.
pemaparan selama 72 jam. Penggunaan b. Eksperimen laboratorium berupa
inhibitor korosi senyawa imidazolin 100 ppm perendaman sampel baja karbon dalam
dan senyawa amida 100 ppm pada temperatur sampel air pada kondisi statis dengan
150oF memberikan efesiensi inhibisi 95,9% dan konsentrasi inhibitor korosi dan temperatur
96,7%, pada temperatur 300oF efesiensi inhibisi yang bervariasi selama 6 dan 7 hari.
menurun menjadi 37,9% dan 72,3% (Huey dkk,
2000). 3.3 Sampel dan Teknik Sampling
Dalam penelitian ini akan diteliti Sampel penelitian berupa sampel air
konsentrasi optimal dari inhibitor korosi pada dari sumur gas Lapangan Tunu Total E&P
temperatur yang berbeda untuk mengendalikan Indonesie di Kabupaten Kutai Kartanegara
korosi pada jaringan pipa di Lapangan Tunu Provinsi Kalimantan Timur dan sebagai
yang memiliki temperatur operasi bervariasi dan spesimen uji digunakan kupon baja karbon jenis
menggunakan material baja karbon dengan API 5L Grade B. Sampel air diambil dari sumur
standar API 5L Grade B. Inhibitor korosi dalam gas dan dipisahkan dari kondensatnya. Botol
penelitian ini adalah inhibitor korosi yang sampling diisi penuh dan ditutup rapat.
digunakan di jaringan pipa Lapangan Tunu 3.6 Bahan dan alat yang digunakan
dengan senyawa aktif amina kuaterner. Bahan yang digunakan dalam
Bagaimanakah pengaruh temperatur pada laju penelitian ini sebagai berikut: Inhibitor korosi
korosi baja karbon API 5L Grade B? Berapakah merek Champion SRN-4407 dengan senyawa
konsentrasi optimal dari inhibitor korosi yang aktif amonium kuaterner; Aseton merek Univar;
diperlukan agar laju korosi bisa ditekan? Aquades; Asam klorida 37% merek Merck dan
Spesimen uji berupa kupon baja karbon API 5L
C. METODOLOGI PENELITIAN Grade B. Sedangkan alat yang digunakan:
3.1 Rancangan Penelitian Bejana uji dilengkapi dengan tutup; Water bath;
Penelitian ini dirancang dalam bentuk Neraca analitis merek Mettler Toledo dengan
observasi lapangan dan eksperimen di ketelitian 0,01 mg; dan peralatan gelas.
laboratorium :
3.6.3 Prosedur h. Spesimen uji direndam kembali dalam
3.6.3.1 Preparasi Larutan Pickling larutan uji yang telah digunakan pada
a. 100 mL HCl pekat dan 2 mL inhibitor perendaman 6 hari sebelumnya.
korosi dilarutkan dengan aquades menjadi i. Setelah 7 hari spesimen uji diangkat dari
1000 mL. larutan uji untuk dibersihkan dan
b. Dibuat sebelum membersihkan spesimen ditimbang.
uji yang telah direndam. 3.6.3.4 Pembersihan Produk Korosi dan
3.6.3.2 Preparasi Spesimen Uji Penimbangan
a. Permukaan spesimen dipoles dengan a. Spesimen uji dibersihkan dari produk
amplas halus sehingga tidak tampak adanya korosi dengan menggunakan sikat plastik.
goresan atau pitting. b. Spesimen uji dicelupkan dalam larutan
b. Spesimen uji dibersihkan dengan aquades. pembersih karat sampai terbentuk
c. Spesimen uji dibersihkan dengan aseton gelembung gas.
untuk menghilangkan minyak dan lemak c. Spesimen uji disikat dengan sikat plastik
yang menempel. dan dibilas dengan air keran.
d. Spesimen uji dikeringkan dan disimpan d. Spesimen uji dibilas dengan aquades,
dalam desikator sebelum ditimbang. kemudian spesimen uji dibilas lagi dengan
e. Spesimen uji ditimbang dengan aseton.
menggunakan neraca analitis. e. Spesimen uji dikeringkan dalam desikator
f. Spesimen uji diukur dimensinya dengan dan ditimbang.
menggunakan jangka sorong.
3.6.3.3 Preparasi Larutan Uji 3.6.3.5 Perhitungan Laju Korosi dan Efesiensi
a. 0,05 mL inhibitor korosi dilarutkan ke Inhibisi
dalam 1000 mL sampel air yang diambil Laju pengurangan ketebalan logam
dari Lapangan Tunu, untuk mendapatkan dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
konsentrasi inhibitor korosi sebesar 50 K C x ((W0 − Wt ) − ( B0 − Bt ))
ppm. C=
b. Larutan dihomogenkan. Axt xD
c. Diulangi prosedur a dan b dengan Laju kehilangan berat logam dihitung
menggunakan 0,1 - 0,25 mL untuk dengan menggunakan rumus berikut :
mendapatkan konsentrasi 100 - 250 ppm. K L x ((W0 − Wt ) − ( B0 − Bt ))
L=
d. Disiapkan 1000 mL larutan uji tanpa Axt
menggunakan inhibitor korosi.
dimana:
3.6.3.4 Perendaman Spesimen Uji dalam
C = Laju pengurangan ketebalan logam
Larutan Uji
(µm.tahun-1)
a. Bejana uji diisi larutan uji sampai penuh. L = Laju kehilangan berat logam (g.m-2.tahun-1)
b. Spesimen uji direndam sampai semua KC = Faktor konversi (8,76.107 µm.jam.cm-
permukaannya tercelup dalam larutan uji 1
.tahun-1)
dengan menggunakan penyangga. KL = Faktor konversi (8,76.107 cm2.jam.m-
c. Selama uji dilakukan, bejana harus ditutup 2
.tahun-1)
rapat untuk menghindari hilangnya larutan W0 = Berat spesimen uji sebelum perendaman
akibat penguapan. (g)
d. Perendaman dilakukan dalam temperatur Wt = Berat spesimen uji setelah perendaman (g)
ruangan, 50oC, dan 80oC untuk setiap B0 = Berat blanko sebelum perendaman (g)
variasi konsentrasi. Bt = Berat blanko setelah perendaman (g)
e. Perendaman pada temperatur 50oC dan A = Luas permukaan (cm2)
t = Lama perendaman (jam)
80oC dilakukan dalam water bath.
D = Berat jenis (g.cm-3)
f. Temperatur udara ambien diukur secara
berkala. Sedangkan efesiensi inhibisi dihitung
g. Perendaman dilakukan selama 6 hari. dengan menggunakan rumus berikut :
Setelah 6 hari spesimen uji diangkat dari C tak terinhibisi − C terinhibisi
larutan uji untuk dibersihkan dan E= x 100%
ditimbang. C tak terinhibisi
dimana:
E = Efesiensi inhibisi ( % )
CTak Terinhibisi = Laju korosi tanpa inhibitor korosi setiap hari menggunakan termometer raksa dan
(µm.tahun-1) memberikan hasil rata-rata 28,5oC.
CTerinhibisi = Laju korosi dengan inhibitor korosi Berdasarkan pengamatan visual, korosi
(µm.tahun-1) yang terjadi merupakan korosi merata. Gambar
spesimen uji tanpa inhibitor korosi pada
D. HASIL DAN PEMBAHASAN masing-masing temperatur dapat dilihat pada
Perendaman spesimen uji dalam larutan gambar 3 dan 4.
uji dilakukan sebanyak 2 kali pada masing- Korosi merata dapat terjadi akibat
masing variasi temperatur dan konsentrasi adanya sisi katoda dan anoda yang terdistribusi
inhibitor. Laju korosi baik sebagai laju secara merata di permukaan logam. Timbulnya
pengurangan berat logam maupun laju perbedaan potensial antara sisi katoda dan
pengurangan ketebalan logam selama 6 dan 7 anoda dapat timbul karena adanya unsur paduan
hari dihitung dari selisih penimbangan sebelum dalam baja karbon seperti mangan, nikel dan
dan sesudah perendaman. Perendaman spesimen krom yang terdistribusi secara merata dan
uji dilakukan pada temperatur ruang, 50oC dan memiliki potensial reduksi yang berbeda dengan
80oC untuk mengetahui pengaruh temperatur besi sebagai penyusun utama baja karbon.
terhadap laju korosi. Temperatur ruang diukur

a b c
Gambar 3. Permukaan spesimen uji setelah perendaman 6 hari pertama pada temperatur
(a) 28,5OC (b) 50OC dan (c) 80OC

a b c
Gambar 4. Permukaan spesimen uji setelah perendaman 7 hari kedua pada temperatur
(a) ruang (b) 50OC dan (c) 80OC

4.2 Pembahasan 50OC serta 2562,534 g.m-2.tahun-1 pada


4.2.1 Pengaruh Temperatur Terhadap Laju temperatur 80OC. Laju korosi sebagai laju
Korosi pengurangan berat logam terhadap temperatur
Perendaman dilakukan dalam tiga pada perendaman selama 6 dan 7 hari dapat
temperatur yang berbeda untuk mengetahui dilihat pada gambar 5. Pembahasan mengenai
pengaruh temperatur terhadap laju korosi, yaitu korosi dapat dibagi menjadi dua yaitu
pada temperatur ruang, 50oC dan 80oC. Pada termodinamika dan kinetika. Termodinamika
perendaman 6 hari pertama dalam larutan uji digunakan untuk mengetahui apakah suatu suatu
tanpa inhibitor korosi, laju korosi pada proses korosi dapat terjadi dan kinetika
temperatur ruang adalah sebesar 1366,083 g.m- digunakan untuk memahami dan
2
.tahun-1, dan naik menjadi 1881,061 g.m- memperkirakan laju korosi. Korosi merupakan
2
.tahun-1 pada temperatur 50 oC serta 2687,944 reaksi spontan dan berjalan walapun tanpa ada
g.m-2.tahun-1 pada temperatur 80oC. pengaruh dari luar logam.
Pada perendaman kedua selama 7 hari Penggunaan konsentrasi inhibitor
dalam larutan uji tanpa inhibitor korosi juga korosi yang sama pada temperatur yang berbeda
didapatkan laju korosi naik dengan naiknya menunjukkan adanya kenaikan laju korosi
temperatur. Pada temperatur ruang laju korosi seiring dengan naiknya temperatur baik pada
adalah sebesar 1408,586 g.m-2.tahun-1, dan naik perendaman selama 6 hari maupun 7 hari.
menjadi 1836,826 g.m-2.tahun-1 pada temperatur Grafik laju korosi terhadap konsentrasi inhibitor
pada temperatur berbeda di 6 hari pertama dan 7 meningkatnya konsentrasi inhibitor korosi.
hari kedua dapat dilihat pada gambar 6. Efesiensi maksimal pada temperatur ruang
Kenaikan laju korosi ini menunjukkan diperoleh pada konsentrasi 150 ppm sebesar
adanya penurunan kemampuan dari inhibitor 91,999%. Pada temperatur 50oC efesiensi
organik ketika temperatur dinaikkan, bahwa inhibisi juga meningkat dengan naiknya
peningkatan temperatur akan menurunkan konsentrasi inhibitor korosi dan efesiensi
potensial atau polarisasi sehingga kekuatan inhibisi maksimal diperoleh pada konsentrasi
pelekatan penjerapan juga menurun dan memicu 150 ppm sebesar 78,172%. Pada temperatur
proses desorpsi sehingga efesiensi inhibisi akan 80oC efesiensi inhibisi maksimal diperoleh pada
menurun dan laju korosi akan meningkat. konsentrasi 200 ppm sebesar 72,275%.
4.2.2 Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Korosi Efesiensi inhibisi pada perendaman 6 hari
Terhadap Laju Korosi pertama dapat dilihat pada gambar 7.a.
Pada perendaman selama 6 hari
pertama efesiensi inhibisi meningkat dengan

3000 3000
0 ppm

50 ppm
2500 2500
100 ppm
Laju Korosi (g.m-2.thn-1 )
150 ppm
.thn-1)

2000 2000
200 ppm
Laju Korosi (g.m
-2

250 ppm
1500 1500

1000 1000

500 500

0 0
0 20 40 60 80 0 20 40 60 80
(T emperatur o C) (T emperatur o C)

a. b.
Gambar 5. Laju Pengurangan Berat Logam Terhadap Temperatur
pada (a) 6 Hari Pertama dan (b) 7 Hari Kedua

3000
3000
R 6-12
Temp 28,5oC

2500 2500 Temp 50oC


50 6-12
Laju Korosi (g.m .tahun )
-1
.tahun
-1
)

80 6-12
Temp 80oC
2000 2000
Laju Korosi (g.m

-2
-2

1500 1500

1000 1000

500 500

0 0
0 50 100 150 200 250 0 50 100 150 200 250
Konsent rasi Inhibit or (ppm) Konsentrasi Inhibitor (ppm)

a b
Gambar 6. Laju Pengurangan Berat Logam Terhadap Konsentrasi Inhibitor
pada (a) 6 Hari Pertama dan (b) 7 Hari Kedua
100 80

80
60
Efesiensi Inhibisi (%)

Efesiensi Inhibisi ( % )
60

40

40
T=28,5 C
T=28,5 C
T=50 C 20
20 T=50 C
T=80 C
T=80 C

0 0
0 50 100 150 200 250 0 50 100 150 200 250

Konsentrasi Inhibitor (ppm) Konsentrasi Inhibitor (ppm)

a. b.
Gambar 7. Efesiensi Inhibisi pada (a). 6 hari pertama (b). 7 hari kedua

Pada perendaman selama 7 hari kedua Karbon API 5L Grade B dapat diperoleh
juga diperoleh penurunan efesiensi inhibisi kesimpulan sebagai berikut :
dengan naiknya temperatur. Efesiensi inhibisi 1. Laju korosi naik dengan meningkatnya
maksimal diperoleh pada konsentrasi inhibitor temperatur. Pengaruh dari kenaikan
150 ppm sebesar 70,762% dan 64,550% untuk temperatur cukup besar untuk
temperatur ruang dan 50 oC. Pada temperatur 80 meningkatkan laju korosi.
o
C efesiensi inhibisi optimal diperoleh pada 2. Kenaikan konsentrasi inhibitor korosi dapat
konsentrasi 200 ppm sebesar 62,243%. menurunkan laju korosi. Laju korosi akan
Efesiensi inhibisi pada perendaman 7 hari kedua turun seiring dengan naiknya konsentrasi
dapat dilihat pada gambar 7.b. inhibitor sampai pada konsentrasi optimal.
Dari gambar diatas dapat disimpulkan Pada temperatur ruang dan 50 oC
bahwa peningkatan konsentrasi inhibitor konsentrasi optimal dari inhibitor korosi
organik akan menaikkan efesiensi inhibisi, adalah sebesar 150 ppm dan pada
dengan kata lain jika jumlah inhibitor dalam temperatur 80 oC adalah sebesar 200 ppm.
larutan bertambah, maka bertambah pula 5.2 Saran
inhibitor yang terjerap pada permukaan logam. 1. Disarankan injeksi inhibitor korosi pada
Semakin banyak molekul inhibitor terjerap sumur di Lapangan Tunu disesuaikan antara
maka kemampuan lapisan film untuk kandungan air dan temperatur operasi
melindungi permukaan logam semakin baik. dengan konsentrasi optimal yang telah
Efesiensi inhibisi akan bertambah seiring diketahui.
dengan naiknya konsentrasi hingga permukaan 2. Disarankan dilakukan penelitian lebih
menjadi jenuh, yakni apabila seluruh permukaan lanjut dengan metode yang lain seperti
telah menjerap molekul. galvanostatis atau potensiostatis dan
menggunakan jenis inhibitor lainnya untuk
E. KESIMPULAN DAN SARAN dibandingkan dengan hasil penelitian ini.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Penentuan
Konsentrasi Optimal Inhibitor Korosi pada Baja

F. DAFTAR PUSTAKA
American Petroleum Institute. 1990. Corrosion of Oil and Gas Well Equipment. Dallas: API.

American Standard for Testing and Materials. 2004. Designation G1-03: Standard Practice for
Preparing, Cleaning, and Evaluation Corrosion Test Specimens. New York: ASTM
International.

American Standard for Testing and Materials. 2004. Designation G31-72: Standard Practice for
Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metals. New York: ASTM International.

Anonim. 2002. Lab Standing Instruction 3-4-06 (Cleaning of Corrosion Coupon). Balikpapan: Total
E&P Indonesie.
Beavers, J. A. 2001. “Introduction to Corrosion”. In Ronald L. Bianchetti (Ed). Peabody’s : Control of
Pipeline Corrosion. Houston: NACE International.

Dalimunthe, I. S. 2004. Kimia Dari Inhibitor Korosi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Fontana, M. G. 1987. Corrosion Engineering. Singapura: McGraw-Hill Book Co.

George, K. S. 2003. Electrochemical Investigation of Carbon Dioxide Corrosion of Mild Steel in the
Presence of Acetic Acid. Ohio: Ohio University.

Huey, C. J, Tao H. and Jepson, W. P. 2000. High Temperatur Corrosion Inbition Performance of
Imidazolin and Amide. Houston: NACE International.

Nimno, B. and Hinds, G. 2003. Beginners Guide to Corrosion. NPL’s Corrosion Group. Diakses pada
tanggal 20 Januari 2007 dari www.corrosiondoctor.com.

Schmitt G. 2003. “Future Challange for Functional Chemicals in Oil and Gas Production”. The Journal of
Corrosion Science and Engineering. Vol 6 No.60.

Siddique, W. A., Monika and Dubey, A. 2005. ”Inhibition of Acid Corrosion of Mild Steel with 1,3-
Diaminopropana” The Journal of Corrosion Science and Engineering. Vol 7 No.23

Smallman, R. E. And Bishop, R. J. 2001. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Total. 2006. Company Profile Total E&P Indonesie. Balikpapan: Total E&P Indonesie.

Widharto, S. 2001. Karat dan Pencegahannya. Jakarta: Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai