Anda di halaman 1dari 37

PERANAN PANCASILA SEBAGAI MORAL DAN ETIKA POLITIK DALAM PEMBAHASAN ISU KENAIKAN BBM 1 APRIL 2012

Oleh : ARMIRIRI MEGA NUURU NIM 112010101027

KELOMPOK 1 PCL 04

UNIVERSITAS JEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan satu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar. Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Adapun manakala nilai - nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Pengamalan Pancasila dalam berbagai kehidupan dewasa ini memang sudah sangat sulit untuk ditemukan. Tidak terkecuali dikalangan intelek dan kaum elit politik bangsa Indonesia tercinta ini. Aspek kehidupan berpolitik, ekonomi, dan hukum serta hankam merupakan ranah kerjanya Pancasila di dunia Indonesia yang sudah menjadi dasar Negara dan membawa Negara ini merdeka hingga 64 tahun lebih. Secara hukum Indonesia memang sudah merdeka selama itu, namun jika kita telaah secara individu (minoritas) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang dilakukan para elit politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya menjungjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan Keadilan bagi seluruh warga

Negara Indonesia. Keadilan yang seharusnya mengacu pada Pancasil dan UUD 1945 yang mencita-citakan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana mana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea satu dan dua hilanglah sudah ditelan kepentingan politik pribadi. Sebagai contoh yaitu mengenai isu kenaikan Harga BBM di Bulan April tahun 2012 ini yang meresahakan warga. Dimana ketika pemerintah berencana menaikan harga BBM tersebut menuai pro dan kontra di masyarakat. Disisi pro tujuan dinaikannya BBM adalah untuk menghemat anggaran belanja negara dan mengurangi biaya subsidi yang digelontorkan untuk BBM dan disisi kontra dengan naiknya harga BBM dapat menyebabkan harga kebutuhan pokok sehari-hari menjadi meningkat, sehingga masyarakat menajadi sengsara. Maka dari itulah, penulis tertarik untuk melakukan study kasus mengenai etika politik dan moral para elit politik negara republik Indonesia dalam penanganan kasus isu kenaikan harga BBM tanggal 1 April 2012 yang dimana menimbulkan banyak pertanyaan bagi masyarakat Indonesia. baik dari sudut pandang ekonomi, politik, maupun hukum. Yang mana sangat erat kaitannya dengan pemahaman dan aplikasi dari nilai-nilai pancasila yang sudah menjadi dasar Negara selama lebih dari 60 tahun.

1.2 Rumusan masalah 1.2.1 Apa dampak dari adanya kenaikan harga BBM terhadap Etika dan Moral para elit Politik khususnya anggota DPR di Indonesia? 1.2.2 Bagaimana peranan Pancasila dalam membentuk moral dan etika berpolitik bagi para anggota DPR di indonesia dalam menangani Kasus isu kenaikan harga BBM 1 April 2012?

BAB II PEMBAHASAN

Proses kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan dari dimensi kehidupan politik. Akan tetapi, kehidupan politik di setiap negara tentu saja berbeda. Salah satu penyebabnya adalah faktor perbedaan ideologi. Kehidupan politik orang hidup di Negara yang menganut paham liberal, tentu saja berbeda dengan yang hidup di negara sosialis atau komunis. Begitu juga dengan kehidupan politik rakyat Indonesia, pasti berbeda dengan rakyat bangsa lainnya. Dimensi politik dalam etika politik di sini adalah dimaksudkan ada dalam pengertiannya yang lebih luas. Bukan hanya berkenaan dengan sistem kenegaraan atau hubungan antar negara. Misal, yang mencakup kehidupan kenegaraan, pemerintahan, penentuan dan pelaksanaan kebijakan negara tentang berbagai hal yang telah diutarakan sebelumnya. Akan tetapi di sini pengertian itu diperluas lagi ke dalam tataran manusia sebagai makhluk yang berpolitik. Secara kasar dapat disebutkan bahwa segala tindakan manusia atau bahkan manusia itu sendiri tidak akan lepas dari orientasi dan modamoda politik. Manusia hidup karena berpolitik. Secara kodrati sebagai makhluk individual atau sosial manusia akan memerlukan aturan-aturan atau norma-norma untuk dapat menjalani hidupnya. Kata kunci dari dimensi politik ini adalah kaitannya dengan hak dan kewajiban manusia. Sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, sebagai individu, dan sebagai makhluk Tuhan. Dengan melihat dua dimensi ini, etika dan politik, dalam Pancasila sebagai Etika Politik, maka kita dapat memberi kesimpulan awal bahwa Pancasila adalah pedoman hidup bersama kita, yang mengatur bagaimana kita bersikap dan bertindak antar satu dengan lain,yang disertai hak dan kewajibannya. Dengan kata lain Pancasila adalah moral identity kita. Baik sebagai warga dunia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat. Kita dikenali karena kita memiliki Pancasila dalam diri kita sebagai pedoman hidup bersama.

2.1 Dampak Dari Adanya Isu Kenaikan Harga BBM 1 April 2012 Terhadap Etika Dan Moral Para Elit Politik Khususnya Anggota DPR Di Indonesia dalam mengambil kebijakan. Isu kenaikan harga BBM memunculkan problem pelik bagaimana melakukan penilaian etika politik terhadap sesuatu kasus kebijakan yang salah dan memintai pertanggung jawaban oknum yang terlibat dalam pengambilan kebijakan yaitu para wakil rakyat. Untuk menangani kasus tersebut DPR RI memiliki beberapa Hak. Anggota DPR RI mempunyai hak sebagai berikut: (1) hak Interpelasi, yaitu hak para anggota DPR untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban kepada pemerintah mengenai kebijakannya dalam suatu bidang, (2) hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. dan (3) hak menyatakan pendapat yaitu Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kebanyakan keputusan yang dikeluarkan oleh para elit politik kita lebih mengarah ke pencarian aktor atau agensi yang bertanggung jawab. Sangat sedikit yang mengarah ke persoalan substansi materi permasalahan dan proses pengambilan kebijakan terhadap masalah yang kini menjadi problem. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk menilai etika politik dan moral para pengambil kebijakan dalam menangani kasus-kasus tersebut diatas. Pertanyaan pengusutan Pansus yang mengabaikan substansi

permasalahan dan bagaimana proses pengambilan keputusan diambil hanya

akan membenturkan masalah pada tembok kekuasaan. Hal ini akan membuat permasalahan yang ada sulit diungkap karena begitu kompleksnya realitas struktur relasi-relasi kekuasaan seputar kebijakan yang telah dikeluarkan. Mulai dari prosedur yang rumit dan harus melewati tingkat hirarkisme pemerintah yang berbelit-belit. Begitu riskannya masalah-masalah didunia perpolitikan Indonesia. Hal-hal seperti ini akan memberi pengaruh yang sangat buruk bagi etika dan moral politik bangsa. Hal itu terbukti, dari kegiatan pengusutan dana bail out Century di Pansus dan pembahasan dalam rapat paripurna mengenai kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBAM. Ungkapan-ungkapan dan bahasa yang tidak semestinya keluar dari wakil rakyat yang mengemban amanah penting dan menjadi momok masyarakat terhadap penilaian etika dan moral karakter politik bangsa ini. Bahkan kata yang tidak sopan dan diskriminatif santer keluar dari anggota Wakil rakyat yang mengusut kasus ini. Seperti Sidang paripurna DPR di Gedung Parlemen Jakarta, yang membahas rencana penaikan harga BBM bersubsidi berlangsung dalam suasana hujan interupsi dan cukup panas. Fraksi PKS tegas menolak keinginan pemerintah menaikkan harga BBM itu. Marzuki Alie, Ketua DPR, yang memimpin sidang berkali-kali menjelaskan dua opsi yang akan dibawa dalam mekanisme voting untuk menghasilkan keputusan. Opsi pertama adalah ayat 6 pasal 7 UU APBN 2012 tetap diberlakukan; sedang opsi kedua adalah menambahkan ayat 6(a) dalam pasal 7 UU APBN 2012 itu. Ayat dan pasal undang-undang inilah yang menjadi pangkal masalah pemberlakuan atau tidak jadi memberlakukan penaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah berdasarkan persetujuan DPR. Belasan anggota DPR sampai harus maju ke depan meja pimpinan sidang untuk menyampaikan keberatannya jika sidang paripurna langsung melaju ke tahap voting menuju pengambilan keputusan. 1

http://www.antaranews.com/berita/304021/sidang-paripurna-bbm-dpr-panas.

Bandingkan

dengan

etika

politik

yang

diamanahkan

oleh

Pancasila dan UUD 1945, sangat jauh dari konteks yang ada. Kehidupan berpolitik yang seharusnya senafas dengan nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi kebersamaan dan saling menghormati sudah hilang tertindas kepentingan politik pribadi dan golongan- golongan tertentu. Perilaku tersebut memang sudah mencoreng nama baik Pancasila sebagai dasar Negara, sumber dari segala sumber hukum, pedoman hidup bangsa dan jiwa luhur bangsa ini yang mengatur semua kegiatan warga Negara Indonesia. Politik memang susah ditebak, apa yang dilakukan oleh para elit politik kita dalan mengambil kebijakan hanyalah kesalahan segelintir orang, bukan berarti kegagalan Pancasila sebagai pengatur etika dan moral berpolitik yang jujur dan murni. Menyikapi masalah yang sarat dengan isu politik ini bukanlah hal yang baru bagi bangsa ini. Goncangan dan ancaman bagi penguasa ini sudah pernah terjadi di rezim sebelumnya. Jika disikapi dengan baik hal ini tidak akan seburuk yang kita banyangkan. Kasus seperti ini seolah menguji struktur, kultur, dan personel demokrasi bangsa benar- benar arif dalam menyikapi perbedaan, berhati luas dalam menghadapi tekanan. Ujian terhadap demokratisasi dan pembelajaran etika politik menjadi nyata dalam kasus ini. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.

Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila. Nilai mempunyai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum

hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah,

dalam arti dengan jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Pancasila merupakan dasar Negara dan sekaligus ideologi bangsa, oleh sebab itu nilai-nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus dijadikan landasan dan tujuan mengelola kehidupan Negara, bangsa maupun masyarakat. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila wajib dijadikan norma moral dalam menyelenggarakan Negara menuju cita-cita sebagaimana

dirumuskan dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Etika politik Pancasila mengamanatkan bahwa Pancasila sebagai nilainilai dasar kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat harus dijabarkan dalam bentuk perundang-undangan, peraturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Dengan kata lain semua produk hukum yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila.

2.2 Peranan Pancasila Dalam Membentuk Moral Dan Etika Berpolitik Bagi Para Anggota DPR Di Indonesia Dalam Menangani Isu Kasus Kenaikan Harga BBM 1 April 2012 Pancasila sebagai pedoman kehidupan berpolitik di Indonesia

mempunyai peran yang sangat penting. Pancasila sebagai sumber nilai dan

norma harus bisa meminimalisir kemungkinan yang bersifat destruktif. Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila akan bisa menjadi filter bagi penyelesaian kasus kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM. Kelima sila Pancasila wajib menjadi dasar dalam penyelesaian Permasalahan tersebut diatas. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, akan membawa kasus ini kedalam pemahaman yang morality dan religius. Sehingga pengambilan keputusan dalam penyelesaian permasalahan tersebut akan menghasilkan keputusan yang seadil- adilnya. Tak akan ada yang merasa rugi dan dirugikan. Dengan jiwa kekeluargaan yang tertanam dalam Pancasila memberikan peran pada kuatnya integralitas para wakil rakyat yang sedang melakukan penyelesaian di DPR. Berikut kami lebih menjelaskan mengenai Pancasila sebagai sistem etika dan moral politik di indonesia.

2.3 Dampak Apabila Kenaikan Harga BBM 1 April 2012 Terjadi Berita mengenai kenaikan Harga BBM tahun 2012 ini membuat kontrofersi di berbagai pihak. Pasalnya kenaikan harga BBM pasti akan mempengaruhi kenaikan bahan pokok di pasaran. Selain itu Kenaikan harga BBM tahun 2012 juga akan melemahkan perekonomian warga indonesia. Berbagai aksi penolakan harga BBM terus di lakukan oleh berbagai oknum baik mahasiswa, buruh maupun pihak lainnya. Di prediksikan kenaikan harga BBM akan mencapai 500 - 2500 per liter hal ini pasti akan membuat warga keberatan. Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo mengatakan, kenaikan harga BBM harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat. Walaupun naiknya tidak signifikan, namun akan memberikan dampak kepada masyarakat.

Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta meyakini kenaikan BBM murni bukan untuk penyelamatan APBN. Malah justru sangat membebani APBN-P 2012. Menurutnya, akibat selisih hitung subsidi BBM di RAPBN-P 2012, keuangan negara berpotensi rugi Rp 17,1 triliun. Dijelaskan, berdasar perhitungan Megawati Institute yang merujuk kepada RAPBN-P 2012 dan jawaban pemerintah kepada DPR ketika pembahasan asumsi makro, maka jumlah rencana anggaran untuk subsidi BBM (premium, solar dan minyak tanah) adalah sebesar Rp 104,1 triliun. Hasil perhitungan subsidi BBM dengan harga keekonomian premium Rp 8.022 (harga subsidi Rp6.000), Minyak tanah harga keekonomian Rp 7.600 (harga subsidi Rp 2.500), dan Solar harga keekomiannya Rp 8.130 (harga subsidi Rp 6.000), dengan asumsi ICP 105 USD/barel dan kuota total 40 juta kilo liter adalah sebesar Rp 87 Triliun. Dari rencana anggaran subsidi BBM yang diajukan oleh pemerintah sebesar Rp 104,1 triliun dan dibandingkan dengan rencana realisasi subsidi yang dihitung ulang sebesar Rp 87 triliun, maka terdapat selisih Rp 17,1 triliun. Selisih itulah yang pemerintah harus menjelaskan kembali kenapa selisih tersebut dapat terjadi. Jebolnya APBN lebih disebabkan oleh adanya penambahan subsidi listrik yang naik hingga 107,1 persen dan kenaikan Cost Recovery sebesar 25,5 Persen, Program BLSM dan Subsidi Angkutan Umum yang secara keseluruhan mencapai Rp 106,3 triliun. Serta usulan penurunan penerimaan pajak sebesar Rp 25,8 triliun dan PNBP Gas sebesar Rp 6,1 triliun. Ditegaskan, kenaikan subsidi listrik yang mencapai 107,1 persen sangat tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM yang hanya sebesar 30 persen. Sementara pada sisi lain kenaikan cost recovery juga tidak sebanding dengan terjadinya penurunan lifting minyak dari 950.000 bph menjadi 930.000 bph. BBM ini murni bukan untuk penyelamatan APBN, malah justru sangat membebani APBN-P 2012.

Atas dasar pertimbangan tersebut adalah sangat tidak tepat pada saat ini kenaikan BBM bersubsidi dilakukan hanya karena alasan kenaikan harga minyak dunia. Ini menunjukkan, RAPBN-P 2012 tidak disiapkan secara matang, karena unsur transparansi dan akuntanbilitas tidak dikedepankan pemerintah sehingga kredibilitas dan kualitas dari RAPBN-P 2012 ini patut diragukan.

2.4 Pembahasan Isu Kenaikan Harga BBM 1 April 2012 Mayoritas anggota fraksi DPR RI menyetujui opsi penambahan ayat 6a dalam Pasal 7 UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 dalam sidang paripurna DPR RI, Jumat (30/3/2012). Keputusan ini dihasilkan setelah pemungutan suara dilakukan dalam sidang paripurna, Sabtu (31/3/2012) dini hari. Melalui mekanisme ini, 356 anggota fraksi menyatakan mendukung opsi kedua yang menambahkan ayat 6 a pada Pasal 7 UU APBN 2012 yang memberi kesempatan kepada pemerintah menaikkan harga BBM, tetapi dengan syarat. "Dalam hal harga minyak mentah rata-rata Indonesia dalam kurun waktu berjalan yaitu enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, maka pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya," demikian bunyi penambahan ayat 6a tersebut. Selain Demokrat, fraksi-fraksi yang menyatakan setuju adalah Golkar, PAN, PKB dan PPP. Sementara itu, hanya 82 anggota yang menyetujui opsi pertama yang berbunyi bahwa Pasal 7 ayat 6 tidak berubah sehingga tak ada kenaikan harga BBM. Jumlah dukungan terhadap opsi pertama cukup kecil karena hanya terdiri dari Fraksi PKS dan Gerindra. Dua fraksi yang konsisten sejak awal menolak memutuskan untuk walk-out, yaitu PDI-P dan Hanura.

Hasil ini langsung memperoleh protes dari para mahasiswa yang mengikuti jalannya paripurna sejak Jumat pagi. Kericuhan kecil di balkon paripurna sempat terjadi. Para mahasiswa segera dipaksa keluar oleh satuan pengamanan dalam DPR RI. Selain terjadi protes dari para mahasiswa, demopun terjadi di berbagai daerah di Indonesia yang samapi menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa. Hingga akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan pembatalan kenaikan harga BBM 1 April 2012 karena itu hanya satu satunya cara untuk menghentikan aksi-aksi demonstrasi yang diwarnai kekerasan dan korban jiwa. Masyarakat menyambut gembira dengan dibatalkannya kenaikan harga bahan bakar minyak pada awal April 2012. Pembatalan kenaikan harga BBM itu tertuang dalam keputusan rapat Paripurna DPR tentang APBN-P 2012 pukul 01, 00 WIB, Sabtu (31/3/2012). Dalam rapat itu disetujui soal kenaikan BBM dengan syarat tertentu yang diatur dalam pasal 7 ayat 6A UU 22 tahun 2011 dinyatakan bahwa "Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam 6 bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung." Lewat pasal inilah harga BBM subsidi batal naik pada 1 April 2012. Harga minyak rata-rata 6 bulan terakhir belum 15% di atas asumsi ICP atau baru US$ 105 per barel. Dalam APBN-P 2012 juga disetujui soal subsidi energi Rp 225 triliun dengan rincian subsidi BBM Rp 137 triliun, subsidi listrik Rp 65 triliun, dan cadangan risiko fiskal energi Rp 23 triliun. Dilaporkan Jose reporter Suara Surabaya, Sabtu (31/3/2012), atas nama pemerintah, Agus Martowardoyo Menteri Keuangan menyatakan menerima keputusan ini. Dengan demikian, asumsi baru dalam UU APBN-P 2012 adalah pertumbuhan ekonomi 6,5%, inflasi 6,8%, nilai tukar rupiah Rp 9.000/US$, harga minyak Indonesia (ICP) US$105 per barel dan Lifting minyak 930 ribu barel per hari.

A. PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan satu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif

(menyeluruh) dan sistem ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.2 Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Adapun manakala ila-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa maupun negara maka nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi3 1. Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak susila.. Dalam kapasitas inilah Pancasila telah dijabarkan dalam suatu suatu norma-norma moralitas atau nirmanorma etika sehingga Pancasila merupakan sistem etika dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. Norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum nilai-nilai Pancasila yang sejakdahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk suatu negara. Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai
2 3

DR. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila, hal. 85. Ibid

Pancasila sebenarnyya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan perkataan lain bahwa bangsa Indonesia sebagai asal mula materi (kausa materialis) nilai-nilai Pancasila. Jadi, sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis mellainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma baik meliputi norma moral maupun hukum, yang gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan meupun kebangsaan.

1. PENGERTIAN ETIKA4 Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagai menjadi beberapa cabang menurut lingkungan bahasannya masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Kelompok pertama mempertanyakan segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Jadi filsafat teoritis mempertanyakan dan berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu, misalnya hakikat manusia, alam, hakikat resalitas sebagai suatu keseluuhan, tentang pengetahuan, tntang apa ynag kita ketahui, tentang yang transenden, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, filsafat teoritispun juga mempunyai maksud-maksud dan berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat praktis, karena pemahaman yangdicari menggerakkan kehidupannya. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kriti dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana
4

kita

harus

mengambil

sikap

yang

bertanggungjawab

Ibid, hal. 86

verhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan pelbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus. Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai susila dan tidak susila, baik dan buruk. Sebagai bahasan khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika lenih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dengan hubungna dalam tingkah laku manusia.

2. PENGERTIAN NILAI5 Nilai atau value termasuk bidang kajian filsafat. Persoalanpersoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan, dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.

Ibid, hal. 87

Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menariik suatu minat seseorang atau kelompok, (The believed capacity of any object to statisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Misalnya, bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian maka nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan kenyataan yang lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager). Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu sengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang dilakukan oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsure-unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsure-unsur jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan lain sebagainya. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan, dambaan, dan keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein , kita masuk kerokhanian bidang makna normative, bukan kognotif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, diantara keduanya, antara Das sollen dan das Sein, antara yang makna normative dan kognotif, antara dunia ideal dan dunia real itu saling berhubungan atau saling berkaitan erat. Artinya bahwa das sollen itu harus menjelma menjadi das sein, yang ideal harus menjadi

real, yang bermakna normative harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta. (Kodhi, 1989:21)

a) Hierarkhi Nilai6 Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai, hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan pengertian serta hierarkhi nilai. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material. Kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut. Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai yang lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingkatan ini terdapat deretan nilainilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Wertreihe des Angenehmen und Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak 2. Nilai-nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum. 3. Nilai-nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nila-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah

Ibid, hal. 88

keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4. Nilai-nilai kerohanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak suci (wermodalitat des Heiligen ung Heiligen). Nilai-nilai semacma ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam delapan kelompok, yaitu :7 1. Nila-nilai ekonomis (ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli) 2. Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi, dan keindahan dari kehidupan badan) 3. Niali-nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan) 4. Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan) 5. Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan) 6. Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni) 7. Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran) 8. Nilai-nilai keagamaan Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu : 1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material ragawi manusia 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas 3. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam : a. Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia
7

Ibid, hal. 89

b. Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, gevoel, rasa) manusia c. Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, karsa) manusia d. Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia. Masih banyak lagi cara pengelompokkan nilai misalnya seperti yang dilakukan N. Rescher, yaitu pembagian nilai berdasarkan pembawa nilai (trager), hakikat keuntungna ynag diperoleh, dan hubungan antara pendukung nilai dan keuntungan yang diperoleh. Begitu pula dengan pengelompokkan nilai menjadi nilai intrinsik dan ekstrinsik, nilai objektif dan nilai subjektif, nilai positif dan nilai negatif (disvalue) dan sebagainya. Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berujud non-material atau imaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat mengandung nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilainilai material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan alat indra maupun alat pengukur seperti berat, panjang, luas dan sebagainya. Sedangkan nilai kerohanian/spiritual lebih sulit mengukurnya. Dalam menilai hal-hal kerohanian /spiritual, yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra, cipta, rasa, karsa, dan keyakinan manusia. Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai pancasila tergolong nilai-nlai kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nikai-nlai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kenenaran, nilai keindahan, atau nilai estetis, nilai kebaikan, atau nilai moral, maupu nilai kesucian sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila

ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar sampai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan (Darmodiharjo, 1978). Selain nilai-nilani yang dikemukakan olh para okoh aksiolgi tersebut menyangkut tentang wujud macamnya, nilai-nilai tersebut juga berkaitan dengan tingkatan-tingkatannya. Hal ini kita lihat secara objektif karena nilai-nilai tersebut menyangkut segala aspek kehidupan mnusia. Ada sekelompok nilai yang memiliki kedudukan atau hirarki yang lebih tinggi dibandingkan dengan nlai-nilai lainnya ada yng lebih rendah bahkan ada tingkatan nilai yang bersifat mutlak. Namun demikian hal ini sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat atau bangsa sebagai subjek pendukung nilai tersebut misalnya bagi bangsa indonesia nilai religius merupakan satu niai yang tertinggi dan mutlak namun demikian hal ini sangat tergantung dari filsafat masyarakat atau bangsa sebagi subjek pendukung nilai-nilai tersebut. Misalnya bagi bangsa indonesia nilai religius merupakan suatu nilai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai religius tersebut hierarkinya diatas segala nilai yang ada dan tidak dapat dijustifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan tertentu nilai tersebut bersifat diatas dan diluar kemampuan jangkauan akal piir manusia. Namun demikian bagi bangsa yang menganut paham sekuler nlai yang tertinggi adalah pada akal manusia sehingga niali ketuhanan dibawh otoritas akal manusia.

b) Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praktis8 Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilainilai dapat dikelompokkan menjadi tigamacam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. a) Nilai Dasar Walau nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan
8

Ibid, Hal. 91

dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata (praktisis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar onotologis), yaitu merupakan hakika, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. Jikalau nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai tersebut bersifat mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa prima(sebab pertama), sehingga segala sesuatu diciptakan berasal dari Tuhan. Demikian juga jikalau nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber kepada hakikat kodrat manusia, sehingga jikalau nilai-nilai dasar kemanusiaan dijabarkan dalam norma hokum maka diistilahkan sebagai hak dasar atau hak asasi. Demikian juga hakikat nilai dasar itu dapat juga berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu.

Demikianlah sehingga nilai dasardapat juga disebut juga sebagai sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasi praksis tersebut. b) Nilai Instrumental Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut di atas harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur yang dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitand engan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental

itu berkaitan dengan suatu organisasi maupun Negara maka nilainilai instrumental itu merupkan suatu arahan, kebijaksanaan, atau strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan eksplisitasi dari nilai dasar. c) Nilai Praksis Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda

wujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.

3. PENGERTIAN MORAL Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsipprinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.

4. PENGERTIAN NORMA Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari- hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu

kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya: a) Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan b) Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri, c) Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat, d) Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau

kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.

5. HUBUNGAN NILAI, NORMA DAN MORAL9 Sebagamana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalm bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak. Nilai bebeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti, dan dihayati oleh manusia.
9

Ibid, hal. 92

Nilai berkaitan juga dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan internal (batiniah) manusia. Nilai dengan demikian tidak bersifat konkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung pokok nilai) dan bersifat objektif. Jikalau nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas dari penilaian manusia. Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikonkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai macam norma tersebut, noma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum. Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Isitlah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Hubungan antara moral dan dengan etika memang sangat erat sekali dan kadangkala kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memliki perbedaan. Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.adapun di pihak lain adalah suatu cabang filsafat

yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer, 1988, dalam Darmodiharjo, 1996). Atau juga sebagaimana dikemukakan oleh De Vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan. Adapun yang dimaksudkan dengan kesusilaan adalah identik dengan pengertian moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tenant prinsip-prinsip moralitas. Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri, tetapi tidak demikian halnya dengan etika tetapi tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Tidak semua orang peru melakukan pemikirna yang kritis terhadap etika. Terdapat suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola moralitas yang ada dalm masyarakat tanpa perlu merefleksikannya secara kritis. Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada di tangan pihak-pihak yang memberikan ajaran moral. Hal inilah yang menjadi kekuarangan dari etika jikalau dibandingkan dengan ajaran moral. Sekalipun demikian, dalma etika seseorang dapat mengerti mengapa, dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut normanorma tertentu. Hal yang terakhir inilah yang merupakan kelebihan etika jikalau dibandingkan dengan moral. Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran moral sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah mobil dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian pada kita tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri. Demikianlah hubungan yang sistematik antara nilai, norma dan moral, yang pada gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia.

B. ETIKA POLITIK10 Sebagai usaha ilmiah filsafatpun dibagi ke dalam beberapa cabang, terutama menurut bidang yang dibahas. Dua cabang utama filsafat adalah filsafat teoritis dan filsafat praktis. Yang pertama

mempertanyakan apa yang ada, sedangkan yang kedua, bagaimana manusia harus bersikap terhadap apa yang ada. Jadi, filsafat teoritis mempertanyakan apa itu manusia, alam, apa hakikat realita sebagai keseluruhan, apa itu pengetahuan, apa yang dapat kita ketahui tentang yang transendent dan sebagainya. Dalam ini filsafat teoritis pun mempunyai suatu maksud praktis karena pemahaman yang dicarinya diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupannya. Sedangkan filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Etika sendiri dibagi lagi ke dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum mempertanyakan prinsip prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya. Dibedakan antara etika individual yang mempertanyakan kewajiban manusia sebagai individu, terutama terhadap dirinya sendiri dan melalui suara hati terhadap Yang Ilahi, dan etika sosial. Etika sosial jauh lebih luas dari etika individual karena hampir semua kewajiban manusia bergandengan dengan kenyataan bahwa ia merupakan makhluk sosial. Dengan bertolak dari martabat manusia sebagai pribadi yang sosial, etika sosial membahas norma norma moral yang seharusnya menentukan sikap dan tindakan antar manusia. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah wilayah di kehidupan manusia tertentu. Di sini termasuk misalnya kewajiban kewajiban di setiap permulaan kehidupan, masalah pengguguran isi kandungan dan etika seksual, tetapi juga norma norma yang berlaku dalam hubungan dengan satuan satuan
10

Franz Magnis- Suseno, Etika Politik (Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern), hal. 12

kemas yarakatan yang berlembaga seperti etika keluarga, etika pelbagai profesi, etika pendidikan. Dan di sini termasuk juga etika politik atau filsafat moral mengenai dimensi politis kehidupan manusia.

a) Arti Kata Moral11 Akan tetapi, sebelum kita melihat dimensi politis itu dengan lebih terperinci, perlu dijelaskan arti satu kata yang memang merupakan kata kunci dalam seluruh traktat ini, kata moral. Apa yang kita maksud apabila kita menambah kata sifat moral pada salah satu kata benda seperti kewajiban, norma, pertimbangan, dan sebagainya? Apa yang membedakan kewajiban dan norma moral dari kewajiban dan normayang bukan moral? Di sini bukan tempatnya untuk memasuki diskusi yang sudah lama kontroversi tentang apa yang menjadi ciri khas suatu sifat yang kita sebut moral. Bagi kita cukup apabila kita memperhatikan segi mana yang selalu diintip apabila kita mempergunakan kata itu. Segi ini dapat enjadi jelas dengan bantuan beberapa contoh. Misalya kita dapat mengatakan bahwa si A adalah dosen yang buruk (jalan pikirannya kacau, omongannya tidak jelas, dan sebagainya), tetapi sebagai manusia ia baik sekali dan dicintai oleh para mahasiswa. Tentang orang yang sama kita dapat mengatakan bahwa dia sebagai dokter sangat baik, tetapi sebagai manusia ia buruk (misalnya karena bantuannya tergantung tinggi pembayaran yang diterimanya) dan apabila kita bicara tentang pemain bola yang baik, kita belum mengatakan apapun tentang kualitas moralnya. Dari contoh contoh itu menjadi jelas bahwa kekhususan kebaikan moral terletak dalam perspektif pemandangan. Entah seseorang baik atau buruk sebagai dosen, sebagai dokter, dan sebagai pelari, tetapi apakah ia baik dalam arti moral, tergantung dari apakah ia baik sebagai
11

Ibid, hal.13

manusia. Kalau kita berkata bahwa Bu Enny adalah orang baik, maka baik itu dimaksud dalam arti moral, kita mau mengatakan bahwa Bu Enny entah dia pandai masak atau tidak adalah baik sebagai manusia. Jadi kata moral selalu menunjuk pada manusia sebagai manusia. Maka kewajiban moral dibedakan dari kewajiban kewajiban lain, dan norma moral adalah norma untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia, dan bukan sebagai warga negara terhadap negara, hukum yang berlaku, dan sebagainya. Dua duanya, kebaikan manusia sebagai manusia dak kebaikannya sebagai warga negara memang tidak identik. Sudah Aristoteles menulis bahwa identitas antara manusia yang baik dan warga negara yang baik hanya terdapat apabila negara sendiri baik. Apabila negara buruk, maka orang yang baik sebagai warga negara, jadi yang dalam segala galanya hidup sesuai dengan aturan negara buruk itu, adalah buruk, barangkali jahat, sebagai manusia; dan sebaliknya dalam negara buruk, manusia yang baik, sebagai manusia jadi seseorang yang betul betul bertanggung jawab akan buruk sebagai warga negara, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan buruk negara itu.

6. MENCERMATI LIMA SILA Abdul Hadi W.M. dalam makalahnya12 menyatakan bahwa Pancasila adalah landasan ideologis berdirinya NKRI merupakan sekumpulan sistem nilai. Sebagai sistem nilai yang dijadikan pedoman hidup sebuah bangsa Pancasila adalah jiwa yang menghidupi kehidupan bangsa ini. 1. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa ada pada puncak pedoman hidup bangsa Indonesia. Dan seperti apa yang dikatakan Abdul Hadi W.M. sila
12

Abdul Hadi W.M,Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar Negara, makalah ini disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 06 November 2006, hal. 2.

ini menjadi pengayom bagi sila yang lain dalam prakteknya. Semangat kemanusiaan, semangat persatuan, semangat kerakyatan, dan dan semangat keadilan berjalan dengan berlandaskan pada Ketuhanan. 2. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara sempit atau ke dalam, sila ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara Indonesia memperoleh perlakuan yang adil dan beradab. Dan secara luas, bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa harus dibeda-bedakan. 3. Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ini paling tidak menggambarkan bahwa bangsa ini adalah satu keluarga besar yang di dalamnya didasari adanya kesadaran perbedaan satu sama lain. Dari perbedaan inilah sebenarnya bangsa ini ada. Bangsa ini adalah mozaik yang terdiri dari fragmen-fragmen yang membentuknya. 4. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan. Satu nilai yang menjadi ciri bangsa ini adalah kebersamaan dan suka bermusyawarah dalam menentukan satu kebijakan demi kepentingan bersama. Di dasari oleh tiga sila sebelumnya. 5. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan di sini seperti yang dikatakan Abdul Hadi W.M., adalah Keadilan yang mencakup tiga bentuk keadilan: (1) Keadilan distributif: menyangkut hubungan negara terhadap warganegara, berarti bahwa negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam membagi kemakmuran, kesejahteraaan penghasilan negara, yang terakhir ini dalam bentuk bantuan, subsidi dan kesempatan untuk hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang; (2) Keadilan legal, yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap negara, tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara; (3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal balik.13 Dari pencermatan pada lima sila ini, kembali pada pertanyaan di atas bahwa apakah Pancasila hadir sebagai jiwa dahulu ataukah badannya terlebih
13

Ibid.

dahulu? Jika Pancasila hadir dalam diri bangsa ini sebelum badan Pancasila itu dirumuskan, berarti bangsa Indonesia secara khas memang memiliki nilai-nilai atau pedoman yang berkesuaian dengan Pancasila setelah dirumuskan. Tetapi jika badannya terlebih dahulu yang hadir, kemudian bangsa ini menghayati nilai-nilainya, berarti ada kesepakat berikutnya tentang nilai-nilai baru yang terbentuk yang harus dipatuhi dan jadikan pedoman besama. Pertanyaan ini muncul karena terkait dengan fenomena sekarang ini, fenomena akan ketidakpercayaan bangsa Indonesia pada Pancasila. Atau pe-marginal-an Pancasila dari kehidupan bangsa ini. Sebenarnya tidaklah begitu penting apakah Pancasila hadir menjiwai terlebih dahulu sebelum badannya dirumuskan, atau sebaliknya. Hanya saja ada implikasi yang dapat digunakan untuk menganalisa masalah delegitimasi Pancasila akhir-akhir ini dengan melihat itu mana yang hadir terlebih dahulu. Ketika melihat Pancasila sebagai jiwa yang hadir terlebih dahulu, dengan melihat kondisi saat ini, berarti bukan Pancasilanya yang bermasalah. Bahwa Pancasila tidak lagi relevan adalah omong kosong belaka. Pancasila adalah tetap Pancasila yang tetap terbuka bagi semua golongan dan nilai-nilainya akan terus termutakhirkan sesuai dengan perkembangan zaman, seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Pancasila adalah sebuah ideologi, maka itu berarti terbuka lebar adanya kesempatan untuk semua kelom-pok sosial guna me-ngambil bagian secara positif dalam pengisian dan pelaksanaannya. Maka para pemu-ka Islam pun harus tanggap kepada masalah ini.14 Jadi manusia-manusianya yang kepribadiannya tergerus. Dan jika kemudian, jika yang hadir terlebih dahulu adalah badannya, maka kita memang perlu melihat kembali sila-sila Pancasila. Sudahkan hal itu sesuai dengan watak dan pribadi bangsa ini. Atau paling tidak sudah cukup dapat menampung watak dan kepribadian itu. Terakhir, yang bermasalah apakah Pancasila ataukah manusia-manusianya, masih menjadi pekerjaan rumah, yang bukan hanya diteliti dalam tataran teoritis atau sekedar wacana saja. Namun, juga dalam tataran praktisnya. Atau bahkan kita melepaskan itu
14

Budhi Munawar Rahman, Ensiklopedia Cak Nur, Jakarta; Paramadina, 2007, entri M-P.

semua, didasari ketakberdayaan kita dalam menghadapi gerusan arus globalisasi, dengan nilai-nilai positif dan negatifnya.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pertama, Pancasila merupakan dasar Negara dan sekaligus ideologi bangsa, oleh sebab itu nilai-nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus dijadikan landasan dan tujuan mengelola kehidupan Negara, bangsa maupun masyarakat. Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila wajib dijadikan norma moral dalam menyelenggarakan Negara menuju cita-cita sebagaimana

dirumuskan dalam alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Etika politik Pancasila mengamanatkan bahwa Pancasila sebagai nilainilai dasar kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat harus dijabarkan dalam bentuk perundang-undangan, peraturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Dengan kata lain semua produk hukum yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat Pancasila. Konflik dalam penentuan kebijakan, pemegang otoritas secara dominatif tak jarang melakukan berbagai manipulasi politik sehingga bawahan atau rakyat menjadi korban dan memikul beban impitan dominasi pemegang otoritas. Sistem demokrasi menyadari konflik politik permanen ini dengan segala impitan dominasi yang ditimbulkan. Karena itu, dalam sistem demokrasi, penentuan kebijakan selalu harus dimintai

pertanggungjawaban. Ini dilakukan bukan hanya pada aktor atau agensi penentu kebijakan, tetapi juga akuntabilitas substansial dan proses penentuan kebijakan. Pancasila yang berfungsi sebagai etika politik bangsa Indonesia harus menjadi penyaring dalam proses pengambilan keputusan agar tidak terjadi kesalahan pengambilan kebijakan yang bisa menggoncangkan jiwa dan raga bangsa Indonesia dan berindikasi pada krisis kepercayaan terhadap penguasa. Padahal sudah sangat jelas dicantumkan dalam Pancasila dan

Pembukaan UUD 1945, bahwa pengambilan keputusan kebijakan apapun urgensinya haruslah dengan musyawarah mufakat, sebagaimana tercantum dalam Pancasila sila ke-4. Kita bertekad menegakkan kehidupan politik demokratis. Para elit politik dalam menyelesaikan masalah tersebut diatas tak terkecuali, harus ada pertanggungjawaban secara demokratis dan terbuka. Bukan hanya aktor penentu kebijakan, tetapi juga pertanggungjawaban substansi materi kebijakan dan proses penentuan kebijakan.

Kedua, Pancasila sebagai pedoman kehidupan berpolitik di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting. Pancasila sebagai sumber nilai dan norma harus bisa meminimalisir kemungkinan yang bersifat destruktif. Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila akan bisa menjadi filter bagi penyelesaian kasus Bank Century dan kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM. Abdul Hadi W.M. dalam makalahnya15 menyatakan bahwa Pancasila adalah landasan ideologis berdirinya NKRI merupakan sekumpulan sistem nilai. Sebagai sistem nilai yang dijadikan pedoman hidup sebuah bangsa Pancasila adalah jiwa yang menghidupi kehidupan bangsa ini. 1. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa ada pada puncak pedoman hidup bangsa Indonesia. Dan seperti apa yang dikatakan Abdul Hadi W.M. sila ini menjadi pengayom bagi sila yang lain dalam prakteknya. Semangat kemanusiaan, semangat persatuan, semangat kerakyatan, dan dan semangat keadilan berjalan dengan berlandaskan pada Ketuhanan. 2. Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara sempit atau ke dalam, sila ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara Indonesia memperoleh perlakuan yang adil dan beradab. Dan secara luas, bangsa

15

Abdul Hadi W.M,Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar Negara, makalah ini disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 06 November 2006, hal. 2.

Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa harus dibeda-bedakan. 3. Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ini paling tidak menggambarkan bahwa bangsa ini adalah satu keluarga besar yang di dalamnya didasari adanya kesadaran perbedaan satu sama lain. Dari perbedaan inilah sebenarnya bangsa ini ada. Bangsa ini adalah mozaik yang terdiri dari fragmen-fragmen yang membentuknya. 4. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan. Satu nilai yang menjadi ciri bangsa ini adalah kebersamaan dan suka bermusyawarah dalam menentukan satu kebijakan demi kepentingan bersama. Di dasari oleh tiga sila sebelumnya. 5. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan di sini seperti yang dikatakan Abdul Hadi W.M., adalah Keadilan yang mencakup tiga bentuk keadilan: (1) Keadilan distributif: menyangkut hubungan negara terhadap warganegara, berarti bahwa negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam membagi kemakmuran, kesejahteraaan penghasilan negara, yang terakhir ini dalam bentuk bantuan, subsidi dan kesempatan untuk hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang; (2) Keadilan legal, yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap negara, tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku dalam negara; (3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal balik.16 Kelima sila Pancasila wajib menjadi dasar dalam penyelesaian Permasalahan tersebut diatas. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa hingga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, akan membawa kasus ini kedalam pemahaman yang morality dan religius. Sehingga pengambilan keputusan dalam penyelesaian permasalahan tersebut akan menghasilkan keputusan yang seadil- adilnya. Tak akan ada
16

Ibid.

yang merasa rugi dan dirugikan. Dengan jiwa kekeluargaan yang tertanam dalam Pancasila memberikan peran pada kuatnya integralitas para wakil rakyat yang sedang melakukan penyelesaian di DPR. Berikut kami lebih menjelaskan mengenai Pancasila sebagai sistem etika dan moral politik di indonesia.

Ketiga, Pembatalan kenaikan harga BBM itu tertuang dalam keputusan rapat Paripurna DPR tentang APBN-P 2012 pukul 01, 00 WIB, Sabtu (31/3/2012). Dalam rapat itu disetujui soal kenaikan BBM dengan syarat tertentu yang diatur dalam pasal 7 ayat 6A UU 22 tahun 2011 dinyatakan bahwa "Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam 6 bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung." Lewat pasal inilah harga BBM subsidi batal naik pada 1 April 2012. Selain itu, pembatalan keputusan kenaikan BBM 1 April 2012 karena untuk melindungi warga negara Indonesia dari demo yang mengakibatkan kekerasan, kerugian, dan menyebabkan banyak korban jiwa. Dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan ini jugasilandasi atas dasar Pancasila sebagai moral dan etika politik bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

I.

BUKU Abdul Hadi W.M,Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar Negara, disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 06 November 2006 Budhi Munawar Rahman, Ensiklopedia Cak Nur, Jakarta; Paramadina, 2007, entri M-P.

Frabz Magnis, dkk. ETIKA POLITIK (Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern), Penerbit : GRAMEDIA, Jakarta,1988. Kaelan, Yogyakarta, 2004. Suseno, Franz-Magniz, Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia, 2003 Pendidikan Pancasila,Penerbit : PARADIGMA,

II.

INTERNET

http://www.antaranews.com/berita/304021/sidang-paripurna-bbm-dprpanas.terakhir diakses pada tanggal 28 April 2012, jam 19:00 wib. https://www.facebook.com/note.php?note_id=229115287100113. diakses pada tanggal 6 Mei 2012, jam 14.00 wib

Anda mungkin juga menyukai