Anda di halaman 1dari 6

Manajemen Farmakologi Gangguan Cemas dan Mood Pada Pasien Nyeri Kepala

disusun dalam rangka pengganti kegiatan PPK di Rumah Sakit Grhasia

disusun oleh : Nama / NIM : Qoriah Alfa Merlina Ria Fatika / 08711127 / 08711233

Syarief Muhammad Hannifan / 08711158 Kelompok Nama Tutor : 12 : dr. Rosmelia, M.Kes, Sp. KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2010

Nyeri kepala, umumnya migrain dan nyeri kepala kronik, mempunyai comorbid yang tinggi terhadap gangguan mood dan cemas. Terdapat bukti yang mendukung, bahwa gangguan mood dan cemas merupakan penyebab nyeri kepala menjadi kronik. Terdapat juga bukti yang menguatkan, bahwa intervensi farmakologi dengan sasaran semua nyeri kepala dan depresi komorbid atau gangguan cemas dapat menghasilkan pengobatan nyeri kepala yang lebih baik.

GANGGUAN DEPRESIF MAYOR Gangguan depresif mayor, dapat ditegakkan diagnosisnya, ketika pasien mengalami 5 dari 9 gejala berikut, paling sedikit selama 2 minggu. Gejalanya, antara lain, perasaan depresi (sedih sekali, merasa kosong, menangis terus), anhedonia (berkurang kapasitasnya untuk memenuhi kesenangan), berat badan berkurang secara signifikan atau perubahan nafsu makan, insomnia atau hipersomnia, menurunnya fungsi psikomotor, lemah atau seperti tidak bertenaga, selalu merasa bersalah, susah berkonsentrasi, adanya pikiran untuk bunuh diri. Untuk pasien depresi tanpa nyeri kepala, pengobatan dengan antidepresan menyebabkan remisi, sekitar 60 70 % kasus. Riwayat pengobatan pasien terhadap kelas obat tertentu, atau adanya riwayat keluarga terhadap pengobatan tertentu, dapat menentukan untuk memilih antidepresan yang tepat. Namun, bukti yang mendukung, masih kurang untuk membandingkan obat yang satu dengan yang lainnya dalam hal keberhasilan terapinya, dengan pengecualian depresi atipikal, yang secara khusus responsif terhadap inhibitor monoamine-oksidase. Untuk pasien nyeri kepala, antidepresan pilihan adalah, yang dapat memberikan efek kepada nyeri kepala maupun depresinya. Antidepresan dengan kerja demikian, merupakan kombinasi dari inhibisi reuptake serotonin, dan inhibisi reuptake nprepinefrin. Amitriptyline, beberapa trisiklik antidepresan, dan venlafaxine, merupakan obat-obat yang dapat mengobati nyeri kepala, maupun depresinya, dan didukung oleh bukti yang kuat. Namun, pengobatan untuk gangguan depresi mayor, membutuhkan dosis 150 mg atau lebih untuk amitriptyline dan setara dengan dosis trisiklik. Dosis ini lebih baik daripada yang diperlukan untuk nyeri kepala atau untuk mengontrol

nyeri yang kronik. Batasan untuk penggunaan amitriptyline dan trisiklik, adalah efek sampingnya, yaitu, mudah tidur, mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, retensi urin, berat badan bertambah. Untuk pasien dengan percobaan bunuh diri, dosis hanya 3 5 kali dari dosis terapetik, dapat berakibat fatal. Venlafaxine, adalah non-trsiklik antidepresan, dimana mendapat kriteria level A, untuk pengobatan nyeri kepala dan depresi. Venlafaxine lebih poten dalam reuptake inhibitor serotonin daripada norepinefrin. Untuk itu, pada dosis rendah, obat ini berfungsi sebagai SSRI, menjadi antidepresan kerja ganda, dengan dosis diatas 100 mg per hari. Paling sedikit, 75 mg sampai 150 mg per hari diperlukan untuk pengobatan migrain. Venlafaxine biasanya memberikan sedikit efek samping, termasuk peningkatan berat badan, walau sedikit. Beberapa pasien menunjukkan gejala gangguan gastrointestinal atau disfungsi seksual, dan hipertensi ringan terjadi pada 5% pasien, dengan penggunaan diatas 300 mg per hari.

GANGGUAN BIPOLAR Gangguan bipolar, dapat ditegakkan diagnosisnya, apabila terdapat mood yang meningkat, berlebihan, atau tidak tentu, dengan durasi minimal satu minggu, dimana terjadinya pada periode lain depresi. Diagnosis gangguan bipolar juga ditegakkan dengan munculnya 3 gejala atau lebih, yaitu, kebesaran, penurunan kebutuhan untuk tidur, terlalu banyak bicara, pemikiran yang melompat-lompat, aktivitas berdasar tujuan meningkat, dan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan meningkat, bahkan cenderung ada kosnsekuensi membahayakan. Mania, dapat ditegakkan diagnosisnya, ketika didapatkan penurunan kemampuan bekerja, sosial, atau fungsi dalam berhubungan yang ditandai dengan timbulnya gejala psikotik, dimana hipomania mengacu kepada tingkat keparahan yang lebih rendah. Gangguan bipolar I, dapat di diagnosis apabila ada episode mania, gangguan bipolar II, didapatkan hanya episode hipomania dengan alternatif episode depresi. Untuk pasien tanpa nyeri kepala, pengobatan episode mania, atau campuran dapat digunakan lithium karbonat dan dikombinasikan dengan obat antipsikotik, valproat, atau antipsikotik atipikal, seperti olanzapine.

Di beberapa negara, valproat lebih sering dipakai daripada lithium. Untuk pasien nyeri kepala dengan gangguan bipolar, obat untuk menyeimbangkan mood dapat dipilih dimana juga mempunyai efek untuk nyeri kepala. Valproat telah menunjukkan dapat menurunkan frekuensi migrain sampai 27%, berdasarkan percobaan. Lithium, tidak efektif untuk migrain, tetapi mempunyai peranan penting dalam pengobatan cluster headache. Namun, tidak ada satupun obat yang menunjukkan efektif untuk terapi nyeri kepala. Hal ini wajib diperhatikan, dimana pengobatan antidepresan pada episode depresi pasien gangguan bipolar, dapat menjadi faktor pencetus terjadinya mania. Pasien dengan gangguan bipolar, seharusnya diobati dengan obat penyeimbang mood sepanjang waktu, terlepas ada atau tidaknya antidepresan yang ditambahkan dalam periode depresi.

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH Gangguan cemas menyeluruh mempunyai karakteristik, kekhawatiran yang menetap tentang semua kejadian dalam hidup dengan peningkatan keadaan psikologis. Durasi, frekuensi, dan intensitas cemas diluar batas, sehingga mencapai batas harus diterapi. Venlafaxine dapat diberikan untuk terapi jangka lama gangguan cemas menyeluruh. Venlafaxine juga dapat direkomendasikan untuk terapi gangguan cemas menyeluruh dengan komorbid nyeri kepala. Gabapentin mempunyai efikasi untuk profilaksis migrain dan dapat digunakan sebagai obat tambahan untuk gangguan cemas menyeluruh. Buspiron merupakan obat non-sedatif agonis serotonin, yang dapat digunakan untuk gangguan cemas menyeluruh, dan juga efektif untuk profilaksis migrain. Efek anti-anxietas dari buspiron seringnya baru muncul sekitar 1-4 minggu penggunan. Buspiron dapat dipakai secara aman pada pasien dengan ketergantungan alkohol, dimana benzodiazepine tidak

diperbolehkan penggunannya. Untuk pasien tanpa nyeri kepala, serotonin reuptake inhibitor, termasuk fluoxentine, paroxentine, citalopram, escitalopram, dan fluvoxamine, umumnya sering dipakai untuk pengobatan gangguan cemas menyeluruh. Benzodiazepine,

termasuk diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam, alprazolam, dan clonazepam, juga sanagat efektif. Karena efek anti-anxietas benzodiazepine, terjadi sekitar 1-2 jam setelah ditelan. Benzodiazepine dapat dipakai sebagai terapi utama dari gangguan cemas menyeluruh, kemudian dikarangi setelah venlafaxine atau antidepresan lain digunakan untuk menginduksi gejala remisi, setelah 2-6 minggu pengobatan.

GANGGUAN PANIK Gangguan panik mempunyai ciri, adanya serangan panik yang berulang. Serangan paniknya, terjadi tiba-tiba dengan adanya episode yang sering tentang takut mati ataupun kehilangan kendali, bersamaan dengan gejala fisik seperti sesak nafas, berdebar-debar, berkeringat, gemetar, pusing, dan perasaan panas dingin. Ada banyak jenis obat yang dapat dipakai secara efektif untuk gangguan panik. Untuk pasien nyeri kepala, venlafaxine, antidepresan trisiklik, dan inhibitor monoamin oksidase dapat dipakai secara efektif untuk semua gangguan. Untuk pasien tanpa nyeri kepala, serotonin reuptake inhibitor, masih dianggap yang paling baik, karena perbandingan antara keberhasilan efek terapinya lebih tinggi dibanding dengan efek sampingnya. Alternatif lainnya, benzodiazepine, dapat dipakai untuk mengontrol gejala yang timbul secara cepat. Buproproion dan trazodone, adalah antidepresan yang efektif untuk depresi, tetapi tidak efektif untuk gangguan panik. Dari hasil penelitian, gabapentin dapat berperan sebagai obat tambahan, tetapi tidak sebagai obat utama dalam gangguan panik. Buspiron juga tidak efektif untuk gangguan panik, walau sangat efektif untuk gangguan cemas menyeluruh.

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan jiwa kronik, yang mempunyai ciri adanya jarak antara perilaku obsesif maupun kompulsif. Obsesif adalah adanya sesuatu yang berulang atau berkelanjutan, bisa berupa pikiran, gambar, ataupun impuls, dimana pasien tidak menginginkannya, tetapi tidak dapat

mengendalikan dengan kekuatannya (misal : agresif atau pikiran seksual). Kompulsif adalah, dorongan untuk bertindak yang berulang-ulang dan memiliki kepentingan yang tidak tertahankan (misal : membersihkan, memeriksa, menghitung). Terapi farmakologi dari gangguan obsesif kompulsif membutuhkan dosis tinggi dari antidepresan, dimana mempunyai potensi menginhibisi serotonin reuptake. Dosis efektifnya 3-4 kali dari pengobatan yang dibutuhkan untuk depresi. Remisi gejala lebih sering terjadi, dan kekambuhan terjadi jika pengobatan tidak dilanjutkan. Clomipramine adalah satu-satunya trisiklik antidepresan dimana juga merupakan serotonin reuptake inhibitor. Sebagai antidepresan kerja ganda, clomipramine memberikan keuntungan lebih dalam mengatasi migrain, dibanding SSRI lain, ketika nyeri kepala merupakan komorbid dari gangguan obsesif kompulsif. Kerugian dari clomipramine adalah frekuensi dari efek samping, termasuk mulut kering, berat badan naik, hipotensi, sedasi, menurunkan ambang kejang. Pada populasi pasien gangguan jiwa tanpa nyeri kepala, SSRI antidepresan, seperti fluoxetine 60-80 mg per hari atau sertraline 200-250 mg per hari, lebih berefek pada pengobatan gangguan obsesif kompulsif.

Anda mungkin juga menyukai