Anda di halaman 1dari 36

Suspect Sindrom Down

Oleh Kelompok B7

Bella Kurnia Flavianus Reolelang Wayan Rucmana Aga Petricia Dedeh Anggreyani Jacob Benedick Sirait Hernita

102010049 102010237 102010350 102010256 102010192 102010287 102010123

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Pendahuluan
Kita mengenali berbagi macam penyakit yang dapat menyerang tubuh kita, baik penyakit karena infesksi, degenratif, penyakit congenital, dan juga penyakit keturunan dan penyakit dengan cacat bawaan. Semua manusia memiliki kromosom dimana kromosom sangat berperan penting dalam menunjang kehidupan manusia. Penyakit-penyakit kelainan kromosom tidak sedikit seperti sindrom down,sindrom turner,sindrom marfan dan masih bayak lagi. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai sindrom down.

John Langdon Down adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kali menggambarkan kumpulan gejala dari sindrom Down pada tahun 1866. Tetapi sebelumnya Esquirol pada tahun 1838 dan Seguin pada tahun 1846 telah melaporkan seorang anak yang mempunyai tanda-tanda mirip dengan sindrom Down. Berdasarkan fenotip dari pasien yang menunjukkan tanda-tanda tuna mental dan adanya lipatan pada kelopak mata, maka kelainan ini semla disebut mongolisme. Tetapi agar supaya tidak menyakiti hati bangsa Mongol, maka cacat ini kemudian dinamakan sindroma Down Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletka pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat. Oleh karena kelainannya terjadi pada autosom, maka penderita sindroma Down dapat laki-laki ataupun perempuan. 1 Para individu yang mengalami down syndrome hampir selalu memiliki 47 kromosom, bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu kromosom terkecil gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma, akan terdapat kromosom 21yang istilah teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome bukanlah suatu

penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi sejak dalam kandungan. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana sistematika dalam membuat diagnose pasien yang menderita sindrom down dan bagaimana penatalaksaan, serta prognosis dari seorang penderita sindrom down.

Pembahasan Identifikasi Istilah


Kelainan AVSD (atrioventricular septal defect) artinya ada lubang di bagian bawah sekat serambi (pembatas serambi kiri dan kanan), mungkin disertai lubang di bagian atas sekat bilik (pembatas bilik kiri dan kanan), sering kali disertai kebocoran katup-katup jantung di area dekat lubang tersebut.2,3

Anamnesis
Alloanamnesis yang harus ditanyakan adalah : 1 Identitas pasien (alloanamnesis) Identitas orang tua pasien Yang terpenting dari identitas orang tua pasien adalah usia kedua orang tua pasien, karena semakin lanjut usia orang tua pasien kemungkinan terjadinya kelainan kromosom akan semakin tinggi Keluhan utama Ibu yang membawa anaknya berusia 3 tahun yang belum bisa duduk sendiri, kalau menangis sering bibirnya biru. Riwayat penyakit sekarang Anak menderita kelainan jantung bawaan berupa AVSD (diperiksa oleh dokter spesialis) Riwayat kehamilan,persalinan dan perkembangan bayi Umur berapa ibu ketika mengandung? Bagaimana proses persalinan? Normal atau Caesar? Bagaimana kehamilan anak sebelumnya? Keluhan-keluhan apa saja yang menyertai kehamilan? Bagaimana tumbuh kembang anak 0-3 tahun? Ibu hamil berisiko tinggi : Usia wanita mempengaruhi resiko kehamilan. Anak perempuan berusia 15 tahun atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya pre-

eklamsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam air kemih dan penimbunan cairan selama kehamilan) dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi. Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan. Diatas usia 35 tahun, resiko memiliki bayi dengan kelainan kromosom (misalnya sindroma Down) semakin meningkat. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun bisa dilakukan pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis) untuk menilai kromosom janin. Seorang wanita yang pada saat tidak hamil memiliki berat badan kurang dari 50 kg, lebih mungkin melahirkan bayi yang lebih kecil dari usia kehamilan (KMK, kecil untuk masa kehamilan). Jika kenaikan berat badan selama kehamilan kurang dari 7,5 kg, maka resikonya meningkat sampai 30%. Sebaliknya, seorang wanita gemuk lebih mungkin melahirkan bayi besar. Obesitas juga menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diabetes dan tekanan darah tinggi selama kehamilan. Seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 1,5 meter, lebih mungkin memiliki panggul yang sempit. Selain itu, wanita tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil. Riwayat penyakit dahulu Riwayat demam anak apakah ada kejang ? Kejang pada bayi dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan kognitif pada bayi Riwayat ikterus pada waktu bayi dilahirkan ?

Penting untuk diketahui karena kern ikterus yang terjadi pada waktu lampau dapat mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif pasien karena intoksikasi bilirubin pada otak. Riwayat keluarga Apakah di keluarga ada yang menderita penyakit keturunan? Apakah ada anggota keluarga yang menderita sindrom down ?

Riwayat pengobatan Apakah saja obat yang ibu minum ketika mengandung? Obat-obat teratogenik dapat menyebabkan berbagai penyakit kelainan kromosom termasuk sindrom down.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan seorang penderita down antara lain

1) Keadaan Umum Pada pasien dengan sindrom down pada umumnya dapat diketahui dengan melihat keadaan umum pasien, penderita sindrom Down sering secara umum terlihat memiliki

keterbelakangan mental yang sedang, namun tidak semua penderita down akan mengalami keterlambatan mental. Penderita sindrom down yang terlihat lemah perlu dicurigai adanya kelainan jantung bawaan karena sindrom Down sering disertai dengan kelainan jantung bawaan, dan sindrom down. kelainan jantung ini merupakan penyebab kematian usia muda pada penderita

2) Tanda tanda vital Yang perlu diukur pada tanda-tanda vital adalah suhu, denyut nadi, tekanan darah dan frekuensi nafas.

3) Inspeksi

Inspeksi pada penderita sindrom down harus dilakukan seluruh tubuh karena penderita Down sering ditemukan dengan berbagai bentuk kelainan, diantaranya adalah

Bentuk wajah yang khas yang disebut bentuk wajah mongoloid yang terjadi karena hipotonia otot wajah sehingga wajah terlihat datar, jarak antara kedua mata yang lebar, pada bagian mata tampak adanya kelainan garis mata yang tampak miring ke atas, juga terdapat lipatan epichantal, yaitu lipatan palpebra superior yang menutupi bagian epicanthus medial.

Mata; pada mata pasien selain jaringan penutup mata iris mata penderita down juga tampak mengalami kelainan yaitu adanya suatu brushfield spot berupa bercak putih pada iris mata penderita sindrom Down.

\Kepala; beberapa penderita sindrom down dapat mengalami bentuk tengkorak yaitu dibagian occiput yang tampak lebih datar dibandingkan dengan orang normal

Telinga; telinga penderita sindrom down akan tampak kecil dan memiliki letak yang lebih rendah (low set ear) kira-kira 3 dibandingkan dengan orang normal.
0

Gigi dan mulut; gigi dan mulut penderita sindrom Down sering bermasalah hal ini terjadi karena kelainan bentuk tengkorak pada down sering kali

penderita sindrom down. Gigi penderita sindrom

berukuran kecil dan tidak tumbuh dengan benar, beberapa penderita sindrom Down juga mengalami keterlambatan pertumbuhan gigi. Palatum penderita sindrom Down juga akan tampak lebih kecil dan lunak yang juga merupakan penyebab terjadinya kelainan bentuk gigi pada penderita Down sindrom. Perlu juga diperhatikan ukuran lidah penderita sindrom Down, lidah penderita sindrom Down akan tampak lebih besar dibandingkan lidah bayi normal, tetapi lidah yang berukuran besar juga mengindikasikan adanya hipotiroidisme konginetal yang dapat memperberat kemunduran kemampuan kognitif pada penderita sindrom

Down. Tonsil adenoid penderita sindro Down yang masih anak-anak juga sering membesar dan dapat mengganggu pernapasan penderita sindrom down bila ukurannya terlalu besar sehingga terjadi sleep apneu obstruktif disorder Leher; leher penderita sindrom down akan tampak lebih pendek dan banyak lemak dibandingkan orang normal, beberapa penderita sindrom down juga disertai dengan hipotiroidisme yang dapat dicurigai bila adanya pembesaran kelenjar tiroid. Tangan; terdapat tanda simian crase yaitu hanya terdapat satu garis tangan pada penderita sindrom down, tetapi beberapa orang normal juga memiliki simean crase dan terbukti tidak menderita sindrom down, jarijari penderita sindrom down akan tampaklebih pendek dan berukuran lebih besar, jari ke lima penderita sindrom Down akan mengalami cianodaktil.

4) Pemeriksaan Jantung Jantung harus diperiksa secara sistematis yaitu dengan inspeksi, palpasi dan auskultasi. Dari inspeksi dapat dilihat ada tidaknya benjolan prekordial, benjolan prekordial menunjukkan adanya pembesaran jantung. Benjoan prekordia disebelah kiri menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kiri sementara dorongan pada daerah sternum menunjukkan adanya pembesaran ventrikel kanan. Dengan palpasi kita dapat meraba thrills (getaran) adalah bising yang teraba.
4

Dengan tehnik auskultasi yang baik, kelainan jantung bawaan pada penderita sindrom down dapat segera beberapa kelainan jantung lain yang dapat ditemukan pada penderita sindrom Down adalah AVSD, VSD, TOF, PDA.

5) Pemeriksaan abdomen Pada penderita sindrom down juga sering diikuti dengan hernia umbilikalis

sehingga pemeriksaan abdomen perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan komplikasi

jangka panjang bila hernia tidak segera di obati.

6) Pemeriksaan panggul dan extremitas bawah Untuk bagian extremitaas inferior distal sering ditemukan adanya jarak yang besar antara jari 1 dan jari 2 pada kaki penderita sindrom Down.

7) Pemeriksaan refleks-refleks pada bayi Pada penderita sindrom down akan mengalami penurunan refleks moro yang terjadi karena gangguan pada kemampuan motorik dan kognitif penderita down sindrom.

8) Pemeriksaan antropometri anak Penderita Sindrom Down yang mengalami kelainan jantung akan mengalami hambatan tubuh sehingga pertumbuhannya akan lebih terhambat. Beberapa antropometri yang sering dilakukan pada anak dibawah usia 2 tahun adalah panjang anak, berat badan dan lingkar kepala.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Ibu Pranatal. Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat tes standar, yang dikenal bersama sebagai tripel tes. Tes ini merupakan independen pengukuran, dan ketika dibawa bersama-sama dengan usia ibu (dibahas di bawah), dapat menghitung risiko memiliki bayi dengan sindrom Down. Selama lima belas tahun terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15 sampai minggu ke18. Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa berguna bahkan lebih awal. a. Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP menurun dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari biasanya.

b.

Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam sindrom Down kehamilan.

c. Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu dari hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada kehamilan. d. Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome. e. PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down kehamilan.5
2. Ultrasound Screening (USG Screening)

Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu siklus haid terakhir).Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah alam medis serius, seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir. Pengukuran Nuchal fold juga sangat direkomendasikan. Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG bahwa beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki hubungan yang bermakna dengan sindrom Down. Temuan ini dapat dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa dokter kandungan percaya bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin mengalami sindrom Down atau abnormalitas kromosom lain. Echogenic pada usus, echogenic intracardiac fokus, dan dilitation ginjal (pyelctasis). marker ini sebagai tanda sindrom Down masih kontroversial, dan orang tua harus diingat bahwa setiap penanda dapat juga ditemukan dalam persentase kecil janin normal.

Penanda yang lebih spesifik yang sedang diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin dengan Down syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil dari USG pada janin tanpa kelainan kromosom. masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung dan dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini. Penting untuk diingat bahwa meskipun

kombinasi terbaik dari temuan USG dan variabel lain hanya prediksi dan tidak diagnostik. Untuk benar diagnosis, kromosom janin harus diperiksa.5 3. Amniosentesis Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di rahim. Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim, menggunakan USG untuk memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian. Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak. Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu kehamilan;

beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13. Efek samping kepada ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah itu. Ada sedikit peningkatan risiko keguguran: tingkat normal saat ini keguguran kehamilan adalah 2 sampai 3%, dan amniosentesis meningkatkan risiko oleh tambahan 1 / 2 sampai 1%. Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan. Rekomendasi saat ini wanita dengan risiko memiliki anak dengan sindrom Down dari 1 dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan amniosentesis. Ada kontroversi mengenai apakah akan menggunakan risiko pada saat penyaringan atau perkiraan resiko pada saat kelahiran. (Risiko pada saat skrining lebih tinggi karena banyak janin dengan Down syndrome membatalkan secara spontan sekitar waktu penyaringan atau sesudahnya.5 4. Chorionic Villus Sampling (CVS) Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Sel dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina. CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan. Efek samping kepada ibu adalah sama dengan amniosentesis. Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan keguguran normal 3 sampai 5%. Penelitian

telah menunjukkan bahwa dokter lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran.5 5. Cytogenetic studi Diagnosis terhadap sindrom down harus dikonfirmasi dengan karyotyping. Karyotyping sangat penting dalam menentukan resiko rekurensi Dalam translokasi down syndrome, pemeriksaan karyotyping pada orang tua atau keluaga lainnya dibutuhkan untuk konseling genetic terhadap pemeriksaan sindrom down.5

Gambar no.1 G-banded karyotype showing trisomy 21 (47,XY,+21).5 6.Test skrining perkembangan menurut denver (denver developmental screening test/DDST) Denver II (DDST II) adalah revisi utama dari standarisasi ulang dari Denver developmental screening Test (DDST) dan Revised Denver Developmental Screening Test (DDST-R). DDST adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tujuan dari DDST II adalah untuk mengetahui dan mengikuti proses perkembangan anak dan untuk mengatasi secara dini bila ditemukan kelainan perkembangan. Manfaat dari DDST II adalah untuk mengetahui tahap perkembangan yang telah dicapai anak, untuk menemukan adanya keterlambatan perkembangan anak sedini mungkin, dan untuk meningkatkan kesadaran orang tua atau pengasuh anak untuk berusaha menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan anak.6 7.Tes fungsi tiroid

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-tes fungsi tiroid. Tes-tes yang sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid adalah kadar total tiroksin dan triiodotironin serum, tiroksin bebas, kadar TSH serum, dan ambilan iodium radioisotop.7 Kadar total tiroksin dan triiodotironin serum diukur dengan radiogland assay. Pengukuran termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas. Kadar normal tiroksin adalah 4 sampai 11 g/dl; untuk triiodotironin kadarnya berkisara dari 80 samapi 160 ng/dl. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif.7

Diagnosis Kerja Sindroma Down


Diagnosis kerjanya adalah Suspect Sindrom Down. Dikatakan suspect, karena diagnosis ini ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis yang tampak pada pasien. Oleh karena itu, untuk memastikannya, diperlukan pemeriksaan kariotiping (analisa kromosom). Sindrom Down ini memiliki gejala-gejala yang khas, berupa wajah mongoloid, sehingga disebut juga dengan Mongoloid disease. Namun sekarang, istilah ini sudah tidak digunakan lagi. Selain pada wajah, kelainan lainnya juga bisa terdapat pada lidah (membesar dan tampak keluar dari mulut), terdapat Simian crease (tampak satu garis pada telapak tangan yang lurus, menggambarkan keadaan hipotoni pada saat di rahim ibu) dan kelainan jantung bawaan berupa ASVD. VSD, ToF, PDA.1 Down Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan 12enetic yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. 3,4,5 Kromosom adalah merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat bahan-bagan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang. Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa

konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat. Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom.Keadaan ini boleh melibatkan kedua-dua jantina (lelaki dan perempuan).4,5,6 Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Gambar no.2 gambaran kromosom anak dengan sindrom down.2,3,6 Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta penderita down syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia. Analisis baru menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak bayi dilahirkan dengandown syndrome dibanding 15 tahun lalu. Karena merupakan suatu kelainan yang tersering yang tidak letal pada suatu

kondisi trisomi, maka skrining genetik dan protokol testing menjadi fokus dibidang obstetri. Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung 30-40%. atresia gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-50.Insidensnya pada Wanita yang hamil diatas usia 35 th meningkat dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 th semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.4,5,6

Diagnosis Banding
Berdasarkan gejala yang diderita, maka sindrom Down ini dapat dibandingkan dengan penyakit lain yang mirip, yaitu 1. Hipotiroidisme Hipotiroidisme didiagnosis dengan penurunan T4 bebas dalam serum.Hal ini dapat diakibatkan oleh penyakit tiroid (hipotiroidisme primer) atau kelainan kelenjar hipofisis (sekunder) atau akibat kelainan hipotalamus (tersier).Hipotiroidisme dibagi menjadi kelainan kongenital atau di dapat dan dapat disertai dengan goiter. Hipotiroidisme

kongenital.Hipertiroidisme kongenital terjadi pada sekitar 1: 4000 kelahiran hidup dan biasanya disebabkan oleh malformasi fisgenetik (agenesis, aplasia, ektopia) kelenjar tiroid.Jaringan tiroid biasanya tidak dapat diraba pada keadaan non goiter sporadis ini. Kadar T4 bebas rendah dan kadar TSH meningkat, yang membuktikan hipotiroidisme primer. Program skrining neonatus rutin untuk mengukut kadar TSH stick pada darah tali pusat atau tumit sekarang tersedia di setiap negara bagian di Amerika Serikat dan di banyak negara. Sampel serum segera untuk mengkonfirmasi penyakit ini harus diambil dari setiap bayi yang memiliki hasil positif pada uji skrining (T$ rendah TSH tinggi mengkonfirmasi temuannya) Defisiensi TBG kongenital terjadi pada sekitar 1:10.000 kelahiran hidup dan disertai dengan kadar T4 total serum rendah, TSH normal, dan T$ bebas dalam serum serta status klinis eutiroid. Hipotiroidisme sekunder atau tersier murni jarang dijumpai, terjadi pada 1:100.000 kelahiran hidup; kadar T4 bebas berkisar dari normal sampai rendah pada keadaan ini. Bila hipotiroidisme tersier atau sekunder terdeteksi, penilaian hormon hipofisis lain dan pengamatan anatomi hipofisis-hipotalamus dengan MRI diindikasikan. Hipotiroidisme kongenital dengan goiter terjadi sekitar 1 dalam 30.000 kelahiran hidup.Goiter menggambarkan kelainan

metabolisme bawaan pada jalur penggabungan iodida atau biosintesis hormon tiroid atau menggambarkan pasase obat-obat antitiroid transplasenta yang diberikan pada ibu. Manifestasi klinis hipotiroidisme kongenital pada masa bayi baru lahir biasanya tidak terlihat jelas , tetapi menjadi lebih nyata beberapa minggu atau beberapa bulan sesudah lahir.Oleh sebab itu, skrining bayi baru lahir penting untuk membuat diagnosis awal dan memulai terapi penggantian tiroid tanpa adanya tanda definitif. Namun, temuan pada berbagai stadium sesudah lahir dapat meliputi kehamilan yang lebih lama dari 42 minggu, berat badan lahir yang lebih besar dari 4 kg, hipotermia, akrosianosis, distres pernapasan, fontanel posterior yang besar, distensi perut, letargi dan sulit makan, ikterus lebih dari 3 hari sesudah lahir, edema, hernia umbilikalis, kulit burik, konstipasi, lidah besar, kulit kering dan tangisan parau (hoarse cry). Hormon tiroid penting untuk maturasi dan diferensiasi jaringan, seperti tulang (usia tulang sering terlambat pada saat lahir akibat hipotiroidisme intrauterin) dan otak (kebanyakan maturasi otak yang bergantung tiroid terjadi pada 2-3 tahun sesudah lahir). Bila pengobatan dimulai dalam 1 bulan atau kurang sesudah lahir, prognosis untuk perkembangan intelektual normal sangat baik; program skrining biasanya menawarkan terapi dalam 1-2 minggu setelah lahir.Jika terapi diberikan sesudah 6 bulan, dan bila terdapat tanda hipotiroidisme berat (misalnya kreatinisme, istilah yang merendahkan tidak digunakan bila menyinggung keluatga), kemungkinan fungsi intelektual normal sangat menurun.Pertumbuhan membaik sesudah penggantian tiroid bahkan pada kasus yang terdiagnosis lambat. Dosis tiroksin diubah menurut usia; 10-15 g T4/kg digunakan untuk bati baru lahir, tetapi sekitar 3g/kg digunakan nantinya pada masa kanak-kanak. Pada hipotiroidisme neonatus, tujuannya adalah mempertahankan kadar T4 bebas serum pada pertengahan atas kisaran nilai normal, tetapi supresi demikian dapat menyebabkan dosis tiroksin menjadi berlebih.9 2. Sindrom Beckwith-Wiedemann Sindrom Beckwith-Wiedemann ditandai dengan prenatal dan postnatal overgrowth,

macroglossia, dan cacat dinding anterior abdomen yang berkisar dari hernia umbilikalis ringan sampai exom phalos. Fitur tambahan yang bervariasi hadir termasuk organomegali, hipoglikemia neonatal, hemihypertrophy dan kelainan urogenital. kecerdasan biasanya normal tetapi keterlambatan perkembangan kadang-kadang hadir, khususnya jika hipoglikemia terjadi dalam

periode neonatal. Lipatan pada permukaan anterior lobus telinga dan lubang di atas permukaan posterior pinna dapat membantu dalam membuat diagnosis.Sindrom mempengaruhi sekitar 1 dari 14000 kelahiran. Peningkatan pertumbuhan janin biasanya dicatat pada trimester terakhir dan bisa disertai dengan polyhidramnion, plasenta besar dan kelahiran prematur. Berat lahir dan panjang lahir biasanya meningkat, meskipun kadang-kadang penigkatan pertumbuhan mungkin tidak mulai sampai setelah lahir. Kecepatan pertumbuhan dan usia tulang maju dalam 4-6 tahun pertama kehidupan, setelah itu mereka dapat kembali normal. Tinggi badan akhir cenderung di ujung atas dari kisaran normal. Sekitar 5 persen anak-anak dengan sindrom Beckwith Wiedemann mengembangkan tumor embrional. Wilms tumor paling sering terjadi tetapi hepatoblastoma juga dapat terjadi. lebih dari 90 persen tumor berkembang dengan 7 tahun. Risiko tumor lebih besar dalam kasuskasus dengan hemihypertrophy dan mungkin berbeda sesuai dengan penyebab yang mendasari. Ada kontroversi tentang manfaat dari skrining, tapi 3 bulan abdominal ultrasound untuk sekurangnya 7 tahun umumnya direkomendasikan. Dasar genetik dari sindrom Beckwith Wiedemann adalah kompleks dan melibatkan fungsi berubah beberapa gen terkait erat di wilayah yang dicantumkan pada kromosom 11p15.5. Pencetakan merupakan modifikasi epigenetik yang memungkinkan ekspresi gen untuk diubah sesuai dengan induk Orgin. Gen dicetak terlibat dalam sindrom Beckwith Wiedeman termasuk paternal diungkapkan IGF2 dan KCNQIOTI (Liti) gen dan maternal menyatakan H19, CDKINIC (p57KIP2) dan gen KCNQI. Ada tiga sub kelompok utama dari sindrom Beckwith Wiedemann. kromosom (2 persen, duplikasi 11p15) keluarga (15 persen, yang 40 persen adalah karena mutasi CDKNIC) dan sporadis (83 persen). Kasus sporadis Wiedemann Beckwith dapat dibagi lagi sesuai dengan yang mendasari patologi molekuler. Sekitar 5 persen adalah karena mutasi CDKNIC dan 10-20 persen adalah karena disorny uniparental. Hingga 60 persen dari kasus sporadis disebabkan oleh modifikasi epigenetik Dikenal sebagai epimutations yang mempengaruhi dua pusat pencetakan separe. Pusat pencetakan kedua terletak di intron 10 dari gen KCNQ1 dan dikenal sebagai KvDMR1. Hilangnya metilasi pada KvDMR1 terlihat pada 50 persen dari kasus sporadis Beckwith Wiedemann dan merupakan yang paling umum diketahui penyebab sindrom.10

Epidemiologi
Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Kelainan ini ditemukan di seluruh dunia, pada semua suku bangsa. Insiden sindrom Down diperkirakan satu per 800 untuk satu per 1000 kelahiran. Sindrom Down terjadi di seluruh kelompok etnis dan di antara semua kelas ekonomi. Umur ibu kemungkinan mempengaruhi

hamil bayi dengan sindrom Down. Pada ibu usia 20-24, kemungkinan

merupakan pada 1562; pada usia 35-39 kemungkinan adalah satu di 214, dan di atas usia 45 kemungkinan adalah satu di 19. 3,4 Meskipun kemungkinan meningkat dengan umur ibu, 80% dari anak-anak dengan sindrom Down dilahirkan untuk wanita di bawah usia 35, mencerminkan kesuburan keseluruhan kelompok usia.Data baru-baru ini juga menyarankan bahwa usia dari, terutama luar 42, juga meningkatkan risiko mewujudkan sindrom Down. Penelitian saat ini (seperti tahun 2008) telah menunjukkan bahwa Down syndrome karena untuk acara acak selama pembentukan sel kelamin atau kehamilan.,6,7

Etiologi
Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down yang dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian non disjunctional sebagai penyebabnya, yaitu3,4,6 1. Genetik. Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap non disjucntional. Bukti yang mendukung teori ini ad alah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom Down. 2. Radiasi. Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya non disjunctional pada sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut

sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan penelitian lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom. 3. Infeksi. Infeksi juga dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan terjadinya non disjunction. 4. Autoimun. Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikatikan dengan tiorid. Penelitian Fialkow 1966 secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama. 5. Umur ibu. Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non disjunction pada k romosom. Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing hormon) dan FSJ (Follicular Stimulating Hormon) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopouse, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya non disjunction. 6. Umur ayah. Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari umur ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu. Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus masih di diskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down. Pertumbuhan fisiknya dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sampai yang tinggi diatas rata-rata. Dari anak yang beratnya kurang sampai yang obesitas. Demikian pula dengan kemampuan intelektual anak, yaitu dari anak yang retardasi mental sampai intelegensinya normal. Seperti halnya perilaku dan emosinya yang juga bervariasi sangat luas. Seorang anak dengan sindrom Down dapat lemah dan tidak aktif, sedangkan yang lainnya agresif dan hiperaktif. Sehingga gambar an stereotipi dimasa lalu tentang anak dengan sindrom Down yang pendek, gemuk, tak menarik, dengan mulut yang selalu terbuka dan lidah

yang terjulur keluar, serta retardasi mental yang berat adalah deskripsi yang tidak sepenuhnya benar.

Patofisiologi
Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek jantung. Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit Hashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down. Anak anak yang

menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak yang menderita

sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi

yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui pasti.3,5,6,7

Gejala Klinik. 2,3,4,6


Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.

Retardasi mental (IQ antara 30 sampai 70) Berdasarkan skor IQ (Intelligence Quotient), anak sindrom Down digolongkan menjadi : Retardasi ringan (IQ = 55-65), cukup mampu berbicara untuk komunikasi. Retardasi sedang (IQ = 40-54), dapat dilatih untuk komunikasi terbatas atau tingkat dasar. Retardasi berat (IQ = 25-39), sulit dilatih dan sulit berkomunikasi. Retardasi sangat berat (IQ<25), tidak dapat dilatih dan tidak mampu berkomunikasi.

Genitalia berkembang dengan buruk dan pubertas terlambat, menstruasi dan fertilitas mungkin terjadi pada pasien wanita; infertilitas, kadar testoteron serum dan kemungkinan testis yang tidak bisa turun (pada pria)

Pada umumnya, sosok tubuh penderita sindrom Down pendek dengan leher pendek dan bungkuk. Telapak tangan penderita hanya memiliki satu garis tangan melintang dengan jari pendek dan lebar yang dinamakan simian crease.

Wajah penderita sindrom Down lebih ke arah bentuk bulat dengan kepala brachicephalic serta pangkal hidung lebar dan datar. Rambut terlihat jarang dan halus.

Telinga pendek dan letak agak rendah. Tulang oksipital penderita datar dan dahinya menonjol.

Sebanyak sepertiga atau seperempat fontanel besar dan meluas. Sutura sagital yang melebar lebih dari 5 mm ditemukan 98% kasus.

Mata berbentuk almond dengan fisura palpebra miring ke arah atas, ada bercak brushfield pada iris mata. Penderita memiliki lipatan mata epikantus karena bagian luar kantus lebih tinggi dari pada bagian dalam, sehingga mata terlihat sipit dan agak ke atas, secara klinis memberikan kesan seperti ras Mongol. Karakteristik pada mata lainnya adalah ditemukannya bintik putih pada iris yang dinamakan brushfield spots, strabismus (juling) konvergen, nistagmus (gerakan mata yang tak disadari), kelainan refraksi, cacat pembiasan sinar, dan katarak kongenital. Sinus frontal dan sfenoid tidak terbentuk, sinus maksilaris hipoplastik pada lebih dari 90% penderita.

Defisiensi tulang pada setengah bagian muka sangat nyata dengan hipertelorisme, dasar hidung yang rata, dan prognasi mandibula yang ringan. Masalah skeletal berupa hipoplasia maksila dan tulang sfenoid, anomali iga dan pelvis, dislokasi tulang panggul, dan subluksasi tulang tempurung. Kerusakan korda spinalis yang irreversibel dapat terjadi selama manipulasi leher pada penderita yang sedang menjalani terapi dental atau anestesi umum.

Kelainan fungsi sistemis pada penderita sindrom Down dapat berupa kelainan jantung kongenital (40%) dan kelainan darah termasuk gangguan sistem imun. Yang termasuk penyakit jantung kongenital di sini adalah gangguan saluran arterioventrikular. Cacat septum atrium sekunder lebih jarang ditemukan.

Gangguan sistem imun dan rendahnya daya tahan terhadap infeksi dapat disebabkan oleh leukosit neutrofil yang tidak sempurna dengan masa hidup yang pendek. Penderita rentan terhadap infeksi. Kerentanan penderita terhadap infeksi bakteri meningkat dengan adanya defisiensi sel leukosit, dan imunoglobulin yang abnormal baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Fungsi sel T dan B menyimpang, anak menjadi mudah terkena infeksi. Anak dengan sindrom Down beresiko tinggi menderita leukemia. Insiden limfositik leukemia akut meningkat. Lesi yang persisten dan perdarahan spontan pada gingiva dapat menjadi salah satu indikator dari leukemia. Disfungsi tiroid terjadi pada lebih dari 50% kasus.

Sifat penderita sindrom Down biasanya menyenangkan, meski ada yang perhatiannya kurang, selalu gelisah, dan bersifat perusak. Kelainan pada sistem saraf mempengaruhi kemampuan bicara dan tingkah laku penderita. Pengekspresian bahasa yang lambat pada penderita dapat disebabkan oleh retardasi mental, gangguan pendengaran, hipersalivasi, keadaan gigi-geligi yang tidak baik, membran mukosa yang kering, mikrostomia disertai makroglosia dan hipotonus otot.

Manifestasi dalam Mulut. Manifestasi dalam mulut umum ditemukan. Penderita sindrom down terlihat mempunyai mulut yang selalu terbuka dengan ujung lidah yang besar keluar dari rongga mulut, kebersihan mulut ysang buruk, dan maloklusi. Hipotonus otot orbicularis, zygomaticus, masseter, dan temporal menyebabkan perubahan fasial yang bermakna, seperti sudut mulut turun dan mulut terbuka. Gambaran mulut terbuka umum ditemukan, karena adanya nasofaring yang dangkal dan hipertrofi tonsil serta adenoid yang menyebabkan gangguan pada saluran udara bagian atas. Lidah yang protrusif dan pernapasan melalui mulut cenderung menyebabkan bibir kering dan pecah-pecah. Panjang dan lebar lengkung palatal berkurang secara signifikan, uvula yang terbelah serta sumbing bibir dan palatum kadang ditemukan. Konsentrasi ion natrium, kalsium, dan bikarbonat yang meningkat ditemukan dalam saliva. Palatum berkurang dalam ukuran panjang, lebar, dan tinggi, sehingga tampak berbentuk anak tangga atau dapat pula berbentuk V. Gigi-geligi menunjukkan sejumlah anomali yang karakteristik dan sering ditemukan penyakit periodontal. Kelainan gigi-geligi pada penderita sindrom Down dapat berupa mikrodonsia, anodonsia parsial, atau taurodonsia. Mikrodonsia dapat terlihat pada gigi sulung maupun tetap, mahkota klinis berbentuk kerucut, pendek, dan kecil. Hal ini menyebabkan timbulnya celah antar gigi (spacing). Keadaan gigi berjejal, sering terjadi pada rahang atas, sedangkan pada rahang bawah sering terjadi spacing. Taurodonsia terjadi dengan manifestasi perpanjangan ruang pulpa dan perubahan letak apikal, bifurkasi, atau trifurkasi akar, paling sering terjadi pada molar kedua bawah tetap. Ketidakharmonisan oklusi berupa mesioklusi dengan sedikit prognatisme, gigitan silang posterior, dan gigi anterior yang sangat berjejal, umum ditemukan. Gigitan silang posterior berasal dari tulang basal maksila dengan gigitan terbuka anterior, disebabkan oleh ketidakseimbangan dento alveolar.

Oral hygiene. Sesuai dengan meningkatnya usia, baik pada lidah maupun bibir terbentuk celah dan fissure. Ini merupakan hasil dari mouth breathing yang kronis. Pembentukan fissure pada lidah dapat menjadi berat dan merupakan faktor konstribusi pada terjadinya halitosis. Pasien diinstruksikan untuk menyikat pada saat menyikat gigi. Pernapasan mulut kronik lainnya dapat menurun dalam saliva dengan mengeringnya mulut. Terjadi penurunan pembersihan alamiah pada kavitas mulut dapat menjadi faktor konstribusi pada

perkembangan karies. Pernapasan melalui mulut dapat menyebabkan iritasi pada sudut mulut ( angular cheilitis ). 3,5

Keadaan jaringan lunak. Menurunnya muscule tone umumnya ditemukan pada sindroma down. Hal ini mempengaruhi otot-otot kepala dan rongga mulut sesuai dengan otot-otot tengkorak yang lebar. Menurunnya muscule tone pada bibir dan pipi memepengaruhi tekanan yang tidak seimbang pada gigi dan tekanan pada lidah menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan terjadinya open bite pada penderita sindroma down. Selain itu, berkurangnya muscule tone menyebabkan efisiensi mengunyah dan natural cleansing dari gigi. Kemungkinan makanan tertinggal pada gigi setelah makan yang diakibatkan oleh pengunyahan yang tidak sempurna. Insiden dari mouth breathing sangat tinggi disebabkan oleh jalan nasal yang kecil. Lidah dapt protrusi dan membesar atau makroglosia atau berfissura pada permukaan dorsal 2/3 anterior dengan panjang dan kedalaman yang bervariasi. Pada penderita sindroma down, hal ini dapat terjadi dengan kombinasi geographic tongue. Permukaan dorsal lidah biasanya kering dan merekah serta tepinya mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped tongue. Kebiasaan menjulurkan lidah selama waktu minum, menghisap dot, makan, dan bicara terjadi pada lidah hipotonus. Jaringan lidah pada bagian tengah bersifat hipotonus dengan cekungan berlebihan dibagian 2/3 anterior lidah dan hipotonus pada frenulum lidah. Makroglosia sebenarnya sangat jarang ditemukan, makoglosia hanya relatif ditemukan bilamana lidah berukuran normal tetapi ukuran rongga mulut yang kecil disebabkan karena tidak berkembangnya pertumbuhan dari wajah bagian tengah. Pada pemeriksaan palatum penderita sindroma down terlihat sempit dengan cekungan yang tajam. Cekungan tersebut normal tingginya, namun ukuran dari palatum durum yang abnormal tebal. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya ruangan pada kavitas oral untuk lidah, yang akan mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi.

Keadaan jaringan keras. Erupsi gigi pada anak sindroma down biasanya tertunda. Waktu erupsi berbeda-beda bagi anak sindroma down dan beberapa anak, gigi primernya tidak erupsi hingga berumur 2 tahun. Pada beberapa kasus masalah erupsi dapat disebabkan oleh gingival hiperplasia yang dihasilkan dari beberapa medikasi seperti phenytoin dan cyclosporin. Pemeriksaan gigi secara rutin pada saat anak sindroma down berumur satu tahun dapat membantu dalam mengidentifikasi ketidakteraturan pola erupsi gigi. Bruksism terjadi pada anak sindroma down dan dapat dipicu oleh maloklusi gigi, disfungsi TMJ dan

tidak berkembangnya nervus kontrol. Mikrodontia dan malformasi gigi juga dapat ditemukan. Crowding yang berat dapat terjadi pada penderita sindroma down yang telah erupsi semua gigi permanennya.

Maloklusi pada sebagian besar penderita sindrom down ditemukan maloklusi karena erupsi dari gigi permanen yang terganggu dan tidak berkembangnya maksilla. Kecilnya maksilla menyebabkan terjadinya open bite, posisi gigi yang jelek dan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit periodontal dan karies gigi.

Anomali gigi. Keadaan anomali gigi umumnya terjadi pada sindrom down misalnya kongenitalis missing teeth lebih sering terjadi pada penderita sindrom down daripada populasi umum. Gigi yang lebih sering tanggal umumnya insisivus lateral dan premolar kedua rahang bawah.

Ekstremitas pendek, dengan tangan dan kaki bawah yang lebar, datar dan berbentuk persegi Badan pendek Perkembangan gigi lambat, dengan gigi yang abnormal atau tidak ada Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.

Penderita memiliki lipatan mata epikantus karena bagian luar kantus lebih tinggi dari pada bagian dalam, sehingga mata terlihat sipit dan agak ke atas, secara klinis memberikan kesan seperti ras Mongol.

Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal hidungnya kemek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bahagian depan ke belakang. Lehernya agak pendek.

Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea. 2,4,6

Manifestasi mulut : gangguan mengunyah menelan dan bicara. scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuha gigi, periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing hypodontia, juvenile

Hypogenitalism (penis0, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas

Manifestasi kulit : kulit lembut, kering dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis

Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jarijarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.

Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.2,4,5

Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).

Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bahagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1 2 hari dimana bayi mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan Hirshprung Disease. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka

langsung atau penyempitan yang dinamakan Hirshprung Disease. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulanbulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.

Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan simian crease.

Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.

Tampilan klinis otot : mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembik dan menghadapi masalah lewat dalam perkembangan motor kasar. Masalah-masalah yang berkaitan Kanak-kanak down syndrom mungkin mengalami masalah kelainan organ-organ dalam terutama sekali jantung dan usus.

Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon tiroid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.

Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.

Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu leukimia.3,5,8

Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.

Penatalaksanaan3,4,6,7
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Walaupun secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome lebih banyak yang berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang dengan kehidupan yang lebih berkecukupan. Dengan kata lain, harapan hidup dan mutu kehidupan para penderitadown syndrome jauh meningkat beberapa tahun terakini. Perbaikan kualitas hidup pengidap down sindrom dapat terjadi berkat perawatan kesehatan, pendekatan pengajaran, serta penanganan yang efektif.

Stimulasi dini.

Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan permainanpermainan layaknya pada anak balita normal, walaupun respons dan daya tangkap tidak sama, bahkan mungkin sangat minim karena keterbatasan intelektualnya. Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan. 2,4,5 Pada umumnya kelebihannya adalah penurut, periang, rajin, tepat waktu. Untuk anak yang sudah mendapat pendidikan atau terapi, mereka sangat menyenangi hal-hal yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin dari anak-anak biasa sehingga bila sudah diberikan suatu jadwal kegiatan tiap hari, mereka akan sangat ngotot untuk melakukan jatahnya, walaupun orang tua berusaha untuk menjelaskan, kadang-kadang malah membuatnya sedih dan ngambek. Ini juga karena intelektual anak yang kurang sehingga belum mempunyai pengertian yang baik. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.3,5,6

Fisio Terapi. fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk

1. Penanganan

mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndromenya. Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.

2. Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi. 3. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur. 4. Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down syndrome seperti low muscle tone, loose joint dan perbedaan yang terjadi pada otot-tulangnya. 5. Fisioterapi dapat dilakuka seminggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan anak dalam seminggu. Disini peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah nanti yang paling berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikannya terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui apa-apa yg harus dilakukan dirumah.

Terapi Wicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata

Saat ini sudah banyak sekali jenis-jenis terapi selain di atas yang bisa dimanfaatkan untuk tumbuh kembang anak DS misalnya Terapi OkupasiTerapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak DS tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.

Terapi Remedial.

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa

Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.

Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy) Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.2,4,5

Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan medis tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi jenis ini masih belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan DS. Orang tua harus bijaksana memilih terapi alternatif ini, jangan terjebak dengan janji bahwa DSpada sang anak akan bisa hilang karena pada kenyataannya tidaklah mungkin DS bisa hilang. DS akan terus melekat pada sang anak. Yang bisa orang tua lakukan yaitu mempersempit jarak perbedaan perkembangan antara anak DSdengan anak yang normal. Terapi alternatif tersebut di antaranya adalah :

1. Terapi Akupuntur Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak. 2. Terapi Musik Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya

konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik 3. Terapi Lumba-Lumba Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak DOWN SYNDROME. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba. 4. Terapi Craniosacral Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak DOWN SYNDROME diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat. Dan tentu masih banyak lagi terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin, supplemen maupun dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu.

Komplikasi
Penyakit jantung kongenital
Insiden penyakit jantung bawaan pada anak-anak dengan sindrom Down hingga 50%. Sebuah cacat septum atrioventrikular juga dikenal sebagai cacat bantal endocardial adalah bentuk paling umum sampai dengan 40% dari pasien yang terkena. Hal ini diikuti oleh defek septum ventrikel yang mempengaruhi sekitar 30% pasien.

Keganasan
Keganasan hematologi seperti leukemia lebih sering terjadi pada anak-anak dengan DS. Secara khusus, risiko untuk leukemia lymphoblastic akut adalah minimal 10 kali lebih umum pada DS dan untuk bentuk megakaryoblastic leukemia akut myelogenous minimal 50 kali lebih umum di DS.

Leukemia transien adalah bentuk leukemia yang jarang terjadi pada individu tanpa DS tetapi mempengaruhi sampai 20 persen dari bayi yang baru lahir dengan DS. Ini bentuk leukemia biasanya jinak dan sembuh dengan sendirinya selama beberapa bulan, meskipun dapat menyebabkan penyakit serius lainnya. Berbeda dengan keganasan hematologi, keganasan tumor padat yang kurang umum di DS, mungkin karena peningkatan jumlah gen supresor tumor yang terkandung dalam bahan genetik tambahan.

Gangguan tiroid
Individu dengan DS akan meningkatkan risiko untuk disfungsi kelenjar tiroid, organ yang membantu mengontrol metabolisme. Tiroid rendah (hipotiroidisme) adalah yang paling umum, terjadi pada hampir sepertiga dari mereka dengan DS. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya tiroid pada saat kelahiran (hipotiroidisme kongenital) atau karena serangan terhadap tiroid oleh sistem kekebalan tubuh. Reproduksi juga terpengaruh oleh DS.

Gastrointestinal
Sindrom Down meningkatkan risiko penyakit Hirschsprung, di mana sel-sel saraf yang mengendalikan fungsi bagian-bagian dari usus besar yang tidak hadir. Hal ini menyebabkan sembelit parah. 2,4,5,8 Anomali kongenital lain yang terjadi lebih sering di DS termasuk atresia duodenum, pankreas annular, dan anus imperforata. Gastroesophageal reflux disease dan penyakit celiac juga lebih umum di antara orang dengan DS.

Infertilitas
Ada ketidaksuburan antara laki-laki dan perempuan dengan sindrom Down, pria yang biasanya tidak untuk anak-anak ayah, sementara perempuan menunjukkan tingkat signifikan lebih rendah relatif konsepsi untuk individu tidak terpengaruh.

Wanita dengan DS kurang subur dan sering memiliki kesulitan dengan keguguran, kelahiran prematur, dan tenaga kerja sulit. Tanpa diagnosis praimplantasi genetik, sekitar setengah dari keturunan seseorang dengan sindrom Down juga memiliki sindrom sendiri. Pria dengan DS hampir seragam subur, cacat memamerkan di spermatogenesis. Ada hanya tiga contoh tercatat laki-laki dengan sindrom Down memiliki anak.

Neurologi
Anak-anak dan orang dewasa dengan DS berada pada peningkatan risiko untuk mengembangkan epilepsi. Risiko untuk penyakit Alzheimer meningkat pada individu dengan DS, dengan 10-25% dari individu dengan DS menunjukkan tanda-tanda dari AD sebelum usia 50, hingga 50% dengan gejala klinis pada dekade keenam, dan sampai 75% pada dekade 7 . Hal ini peningkatan tajam dalam insiden dan prevalensi demensia mungkin salah satu faktor yang mendorong penurunan harapan hidup orang dengan Sindrom Down.

Oftalmologi dan THT


Gangguan mata lebih umum pada orang dengan DS. Hampir setengah juling, di mana dua mata tidak bergerak secara bersamaan. Kesalahan bias membutuhkan kacamata atau kontak juga umum. Katarak (opacity dari lensa) dan glaukoma (tekanan mata meningkat) juga lebih umum di DS. Brushfield spot (bintik putih atau keabu-abuan / cokelat kecil di pinggiran iris) dapat hadir.

Pencegahan
Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat

membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. 2,3,5,6

Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga sebagai homologous recombination sebuah gen dapat dinonaktifkan.

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Seorang wanita mempunyai resiko yang semakin besar bila mengandung anak pada usia lanjut yaitu diatas 35 tahun, meskipun wanita usia muda juga dapat memiliki anak dengan sindrom down, tetapi frekuensinya lebih kecil. Untuk mencegah terjadinya sindrom down sebaiknya untuk tidak hamil pada usia diatas 35 tahun.

Pasangan yang sebelumnya telah memiliki anak dengan sindrom down memiliki resiko lebih besar untuk memiliki anak dengan sindrom down lagi. Sehingga ini harus menjadi pertimbangan untuk pasangan apakah ingin memiliki keturunan atau tidak.

Perinatal diagnosis seperti dengan nuchal translucency ultrasound, amniocentesis, chorionic villus sampling dapat dilakukan pada trimester kedua kehamilan untuk menegakkan diagnosa sindrom down sedini mungkin sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan. Perinatal diagnosis ini dianjurkan untuk semua ibu hamil tanpa melihat usia

Prognosis
44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun. Berbagai faktor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini. Yang

terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini terjadi terutama pada satu tahun pertama kehidupan. Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup penderita ini adalah meningkatnya angka kejadian leukemia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari populasi yang normal. Timbulnya penyakit Alzheimer yang lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun. 1

Kesimpulan
Anak umur 3 tahun dengan gejala yang belum bisa duduk sendiri, kalau menangis sering bibirnya biru. Dengan kelainan AVSD dengan muka yang khas tapi tidak mirip dengan orang tua nya menderita suspect sindrom down karena belum dilakukan analisa kromosom.

Daftar Pustaka
1. Davies L. Pemeriksaan kesehatan bayi. 2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2. Kusuma HN, Handayani S,Surasmi A. Perwatan bayi resiko tinggi. 2003. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. 2003. Cetakan ke-11. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 4. Bradley J,Wayne D,Rubenstein D. Kedokteran klinis. Edisi Keenam. 2008. Jakarta : Penerbit Erlangga. 5. Schwartz WM. Pedoman klinis pediatric. 2005. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 6. Haws SP, Asuhan neonatus rujukan cepat. 2003. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 7. Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 8. Fakultas kedokteran Indonesia. Kapita selekta kedokteran jilid I.2005. Edisi VII. Jakarta : Media Aesculapics.

9. Behrman RE. Edensi pediatri nelson. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010.h.791-2 10. Kelna CJH, savage MO, saenger P and cowell CT (edited). Growth disorders. 2nd edition. United State of America: taylor and francis group; 2007.p.282-283

Anda mungkin juga menyukai