Anda di halaman 1dari 20

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Meski kasus pelecehan seksual sudah seringkali diekpose oleh media massa, namun dalam masyarakat kita masih banyak yang belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka sebenarnya telah menjadi korban pelecehan seksual atau menganggap masalah ini sebagai sesuatu yang serius untuk ditanggapi. Dalam banyak kasus, banyak para korban yang memilih diam dan menganggap biasa perlakuan yang diterima dari atasan ataupun rekan kerja. Contoh: meski tidak senang dan merasa risih ketika mendengarkan lelucon porno atau komentar negatif tentang gender dari rekan kerja atau atasan (biasanya oleh kaum pria), banyak pekerja (wanita) yang memilih diam saja atau bahkan berusaha menyenangi lelucon tersebut meskipun tidak sesuai hati nurani. Hal ini seringkali dianggap oleh si pembuat lelucon tersebut sebagai suatu persetujuan, sehingga ia dengan tanpa ragu pasti akan mengulangi perilakunya tersebut. Selain itu dalam masyarakat masih amat sering kita jumpai orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan seperti bersiul nakal, mencolek, menyentuh atau menepuk bagian tubuh tertentu dari orang lain, meski orang tersebut (korban) tidak suka namun kasus seperti ini jarang sekali dipermasalahkan, bahkan dianggap sebagai suatu hal yang sudah biasa dan selesai dengan sendirinya tanpa penyelesaian hukum. 1.4 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual ? 2. Siapa yang melakukan pelecehan seksual ? 3. Siapa yang menjadi korban dari pelecehan seksual ? 4. Apa saja bentuk bentuk pelecehan seksual ? 5. Mengapa Hanya Sedikit Pengaduan Pelecehan Seksual? 6. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kasus pelecehan seksual ? 7. Bagaimana pencegahan kasus pelecehan seksual ? 8. Apa dampak dan penanganan terhadap korban pelecehan seksual ?

1.3 Manfaat 1. Pembaca diharapkan mengerti bagaimana pengaruh pelecehan seksual di masyarakat. 2. Menurunkan kejadian-kejadian pelecehan seksual di masyarakat. 3. Membentuk moralitas bangsa menjadi lebih baik lagi.

1.2 Tujuan 1. Meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai realitas pelecehan seksual di masyarakat. 2. Meningkatkan kewaspadaan terhadap perilaku pelecehan seksual di masyarakat. 3. Dapat mengaplikasikan pencegahan pelecehan seksual dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 2 PEMBAHASAN
Perangkat hukum kita yang mengatur hal tersebut secara khusus dan rinci juga belum maksimal. Selama ini pelaku hanya bisa dijerat dengan beberapa pasal dalam KHUP: 1) pencabulan (pasal 289-296); 2) penghubungan pencabulan (pasal 295-298 dan pasal 506); persetubuhan dengan wanita dibawah umur (pasal 286-288). Padahal dalam kenyataan, apa yang dimaksud dengan pele-cehan seksual mungkin belum masuk dalam kategori yang dimaksud dalam pasal-pasal tersebut. Jika kita memperbandingkan dengan aturan hukum tentang pelecehan seksual di USA yang ter-tuang dalam Title VII of the Federal Civil Rights Act tahun 1964 yang telah diamandemen oleh kongres pada tahun 1991, maka kita dapat melihat betapa hukum disana telah mengatur secara rinci tentang apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual berikut sanksi hukum yang berlaku bagi para pelakunya. Dengan aturan hukum yang jelas dan rinci tersebut maka akan sangat memudahkan korban untuk melaporkan hal-hal apa saja yang dianggap sebagai pelecehan seksual. Pemahaman tentang pelecehan seksual sudah seharusnya diatur secara rinci. Hal ini amat berguna sebagai bahan pembuktian di pengadilan jika ada korban yang melaporkan. Oleh karena itu amatlah penting untuk membuat definisi tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pelecehan seksual tersebut. Menurut data WHO 2006 ditemukan adanya seorang perempuan dilecehkan, diperkosa dan dipukuli setap hari di seluruh dunia. Paling tidak setengah dari penduduk dunia berjenis kelamin perempuan telah mengalami kekerasan secara fisik. Studi tentang kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan organisasi ini di 10 negara (Bangladesh, Brazil, Eth iophia, Jepang, Namibia, Peru, Samoa, Serbia dan Montenegro, Thailand dan Tanzania) menunjukan bahwa kekerasan dalam rumah tangga yang dialami perempuan lebih sering dilakukan oleh orang -orang, misalnya suami, pacar, kenalan dekat. Demikian pula halnya dalam kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan, orang-orang di sekitar perempuan (memangsa) mereka.

Data dari situs menegpp.go.id, menunjukan sampai sekarang Indonesia belum memiliki data pasti jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak. Data global kasus kekerasan terhadap anak masih menggunakan masukan 2006. Itu pun jumlahnya sudah fantastis, yaitu sekitar 2,8 juta anak tercatat/dilaporkan/diketemukan menjadi korban tindak kekerasan. Artinya, setiap 1.000 anak ada 3 kasus kekerasan. Dari segi pembagian kasus, pelecehan seksual terhadap anak menempati urutan ketiga. Terbesar adalah penelantaran, disusul penganiayaan.Meski demikian, data pemberitaan yang terserak mengenai kekerasan terhadap anak, termasuk pelecehan seksual terus meningkat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia menuliskan, pengaduan langsung ke KPAI tahun 2008 ada 580 kasus dan tahun 2009 ada 595 kasus, belum termasuk Laporan melalui e-mail dan telepon. Dari Bareskrim Polri, selama tahun 2009 terjadi tindak kekerasan terhadap anak sebanyak 621 yang diproses hingga tahap P-21 dan diputus pengadilan. 2.1 Pengertian Pelecehan Seksual Sebelum membahas apa itu pelecehan seksual, akan disinggung terlebih dahulu arti kata dari pelecehan seksual. Menurut kamus besar Indonesia (1990) pengertian pelecehan seksual adalah pelecehan yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja melecehkan yang berarti menghinakan, memandang rendah, mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang berkenan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berk enan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, berdasarkan pengertian tersebut maka pelecehan seksual berarti suatu bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal -hal yang berkenan dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual antara laki -laki dan perempuan. Menurut Mboiek, (1992:1) dan Stanko (1996:56) pengertian pelecehan seksual adalah suatu perbuatan yang biasanya dilakukan lali -laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual, yang tidak disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruk lainnya. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Sanistuti (dalam Daldjoeni,1994:4), pelecehan seksual adalah semua tindakan seksual atau kecenderungan bertindak seksual yang bersifat intimidasi nonfisik (kata -kata, bahasa, gambar) atau fisik (gerakan kasat mata dengan memegang, menyentuh, meraba, mencium) yang dilakukann seorang lakilaki atau kelompoknya terhadap perempuan atau kelompoknya .

Pelecehan seksual (Sexual Harassment ) yang berarti, Sexual adalah : Hal-hal yang menyangkut seks/jenis kelamin sedangkan Harrass adalah : Harassment adalah penggangguan ketenangan yang sifatnya tidak diundang oleh subject yang diganggu. Untuk pengertian Pelecehan adalah tindakan menurunkan martabat. Jadi Pelecahan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya, pada diri orang yang menjadi korban. Dalam pelecehan seksual terdapat unsur -unsur yang meliputi : 1. suatu perbuatan yang berhubungan dengan seksual, 2. pada umumnya pelakunya laki -laki dan korbannya peerempuan, 3. wujud perbuatan berupa fisik dan nonfisik, dan 4. tidak ada kesukarelaan. Dari pengertian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa unsur utama yang membedakan pelecehan seksual atau bukan adalah (Wignjosoebroto, 30 -32). 2.2 Pelaku dan Korban Pelecahan Seksual

tindakan suka sama suka

Pelaku pelecehan seksual bisa siapa saja terlepas dari jenis kelamin, umur, pendidikan, nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama, warga negara, latar belakang, maupun status sosial.

Korban dari perilaku pelecehan sosial dianjurkan untuk mencatat setiap insiden termasuk identitas pelaku, lokasi, waktu, tempat, saksi dan perilaku yang dilakukan yang dianggap tidak menyenangkan. Serta melaporkannya ke pihak yang berwenang.

Saksi bisa jadi seseorang yang mendengar atau melihat kejadian ataupun seseorang yang diinformasikan akan kejadian saat hal tersebut terjadi. Korban juga dianjurkan untuk menunjukkan sikap ketidak-senangan akan perilaku pelecehan. Pelecehan dan perkosaan bisa terjadi pada siapapun. Kasus di mana wanita menjadi

korban memang lebih banyak terjadi, namun pada dasarnya, setiap orang potensial menjadi korban pelecehan dan perkosaan. Dalam banyak kasus, perkosaan dilakukan

oleh pria terhadap pria. Biasanya korban memiliki status lebih rendah, baik dari tatanan sosial, kekuasaan, usia, bahkan dalam pandangan budaya yang masih memposisikan lelaki lebih dari perempuan.Dari segi usia (menimpa anak-anak) bisa dikatakan paling parah. Ketidakberdayaan dan trauma yang ditimbulkan jauh lebih besar, apalagi penelitian menunjukan sebagian besar dilakukan oleh orang terdekat atau keluarganya sendiri. Dalam banyak kasus, perkosaan dilakukan oleh orang sudah sangat dikenal korban, misalnya: teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung), guru, pemuka agama, atasan, dan sebagainya.Dalam banyak kasus lainnya, perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula nampak sebagai orang baik-baik yang menawarkan bantuan, misalnya mengantarkan korban ke suatu tempat. 2.3 Bentuk- Bentuk Pelecehan Seksual Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi: main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan. Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan pelecehan gender, yaitu pelecehan yang didasarkan atas gender seseorang, dalam hal ini karena seseorang tersebut adalah perempuan. Seperti: " Tugas perempuan kan di belakang....", "Tidak jadi dinikahi, karena sudah tidak perawan lagi....". Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, dsb baik siang maupun malam. 2.4 Pengaduan Pelecehan Seksual Pada kasus pelecehan seksual pada anak, jelas butuh kejelian masyarakat sekitar untuk ikut mengamati apa yang terjadi pada anak-anak di lingkungan mereka. Kenyataannya, kasus pelecehan seksual pada anak memang dilaporkan atau terungkap berkat laporan dari masyarakat sekitar. Banyak pembicara dan tokoh-tokoh lembaga

swadaya masyarakat membentangkan teori jawaban dari pertanyaan, mengapa hanya sedikit perempuan yang mengadukan pelecehan seksual. Dari beragam jawaban itu, saya berani pastikan hanya sedikit orang yang bisa memahami inti dari penjelasan mereka. Sebagian besar, bahkan di kalangan perempuan sendiri, terkadang memberikan reaksi tidak percaya atau mencela saat ada pelaporan tentang pelecehan seksual. Jadi, mengapa lebih banyak perempuan yang takut atau enggan mengungkap kasus pelecehan seksual yang menyangkut dirinya? Sebanyak 24.000 perempuan diwawancarai dan didengarkan keluhan mereka, 20% diantara mereka mengatakan bahwa kekerasan yang mereka alami tidak pernah di ceritakan kepada siapapun karena malu, tabu dan takut. Sebanyak 4% hingga 12% pernah mengalami penonjokan dan penendangan di perut perempuan. Dari hasil bincang-bincang dengan banyak perempuan dan lelaki serta analisa berbagai pemberitaan, inilah jawabannya:
1.

Rata-rata takut berkonfrontasi. Pasalnya, pelecehan seksual biasanya dilakukan oleh orang dengan status sosial lebih tinggi. Itu berarti juga mencakup kekuasaan. Contoh kasus terbaru, pengaduan pelecehan seksual oleh murid guru spiritual terkenal adnan Krisna.

2.

Takut lebih dilecehkan lagi. Ini kenyataan yang masih menjadi beban psikologi dan budaya di Indonesia. Contoh, seorang teman laki-laki ketika mengetahui ada pelecehan seksual berkomentar: Gue heran, reaksi perempuan itu kok biasa saja. Harusnya dia trauma dong, lihat orang yang melecehkan. Hrusnya reaksinya takut atau sejenisnya.

3.

Saya pun lantas memahami, alasan takut dilecehkan lagi. Kenyataannya, masih banyak lelaki bahkan perempuan yang berpendapat demikian. Mereka belum memahami bahwa manusia diberi kekuatan berbeda untuk menghadapi hal-hal seperti ini. Sebagian besar masyarakat masih menganut streotipe perempuan yang lemah dan tertindas. Kelemahan dan ketertindasan harus ditunjukan secara kasat mata.

Kenyataannya, banyak perempuan yang mengalami pelecehan seksual berhasil bangkit, melupakan dengan paksa setelah berkutat dengan rasa marah dan terhina. Tapi harus diakui, komentar-komentar seperti itu menjadi salah satu alasan yang membuat perempuan enggan mengadukan kasus pelecehan seksual.

4.

Di kasus pelecehan seksual berbeda, seorang teman perempuan memberi komentar:Lagian, pakai pakaian seksi-seksi. Sadar dia punya modal depan dan belakang (maaf yang dimaksud dada dan pantat).

5.

Dan sekali lagi, komentar ini membuktikan bagaimana secara budaya posisi perempuan masih lemah. Bahkan pandangan pelemahan itu sudah tertanam bergenerasi-generasi, termasuk di benak perempuan. Saya sendiri berpendapat, pakaian yang sama dipakai orang berbeda bisa memunculkan kesan sensualitas berbeda pula. Lalu pertanyaan berikut, jika pakaian yang sama itu memunculkan kesan sensualitas lebih dari yang lain saat dikenakan orang tertentu, apakah kemudian pantas dan sudah sewajarnya seseorang melakukan pelecehan seksual? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan dengan penampilan biasa saja? Saya lebih bisa menerima komentar seorang teman, Bagaimana pun sebuah peristiwa bisa dijadikan medium untuk melakukan koreksi diri. Bukan hanya si korban, tetapi juga orang lain.

6.

7.

Meski demikian, bukan berarti komentar itu bisa menisbikan faktor-faktor kekuasaan dan status sosial yang seringkali menjadi latarbelakang kekhilafan seseorang.

2.5Perlindungan Hukum Pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana tersebut terdapat pada KUHP mengenai kejahatan kesusilaan dan pelanggaran kesusilaan. Pencabulan (pasal 289 -296 ; 2) penghubungan pencabulan (pasal 286-288). Padahal dalam kenyataan, apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual mungkin belum masuk dalam kategori yang dimaksud dalam pasal -pasal tersebut. Dari definisi umum tersebut maka pelecehan seksual diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tid ak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran dan penolakan atau penerimaan korban atas perilaku tersebut dijadikan sebagai bahan pertimbangan baik secara implisit maupun ekplisit dalam membuat keputusan menyangkut karir atau pekerjaanya, menganggu ketenan gan bekerja, mengitimidasi, dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman bagi si korban. Konsepsi kekerasan menurut KUHP, sebagaimana tertuang dalam pasal 289 KUHP, diartikan membuat orang pingsan atau tidak berdaya. Apakah suatu peng gunaan kekerasan harus menimbulkan rasa sakit dan luka, pingsan atau tidak berdaya. Pengertian

tersebut diatas hanya memberikan penjelasan penggunaan kekerasan secara fisik, padahal masih ada bentuk penggunaan kekerasan secara psikis seperti pada pelecehan seksual, hal ini tidak terangkum dalam KUHP. Demikian juga kejahatan seksual dalam RUU KUHP terdapat pada bab Tindak Pidana Kesusilaan dalam mencakup 56 pasal (467 -504), terbagi dalam sepuluh bagian, seperti: pelanggaran kesusilaan itu sendiri, pornograf i dan pornoaksi, perkosaan, zina dan perbuatan cabul (mulai tindak pidana bagi pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah sampai dengan persetubuhan dengan anak -anak), perdagangan anak untuk tujuan pelacuran, penganiayaan terhadap hewan, pencegahan kehamilan, hal -hal yang berhubungan dengan pengguguran kandungan, pengemisan, bahan yang memabukkan sampai dengan perjudian. Selain itu penggunaan istilah dalam tindak pidana perkosaan dan pecabulan tetap mengunakan kata persetubuhan. Hal ini akan membuat tindak pidana perkosaan tipis bedanya dengan pencabulan yang akan menyebabkan kasus perkosaan akan menjadi kasus pencabulan bila tidak ditemukan bukti-bukti adanya kekerasan atau perlawanan dari korban. Pelecehan seksual yang sering terjad i tidak dapat dijerat pelakunya karena tidak mencukupi unsurnya untuk kasus pencabulan atau perkosaan. Menggunakan pasal -pasal yang tidak relevandengan kasus sehingga tidak memberikan keadilan dan mereduksi nilai kekerasan yang dialami oleh perempuan, misalnya kasus pelecehan seksual menjadi kasus pencabulan. Dalam masyarakat, perempuan dianggap merupakan milik masyarakat. Sehingga setiap tingkah lakunya dikontrol yang menyebabkan perempuan kehilangan kendali atas tubuh dan bahkan jiwanya. Dalam kondisi seperti ini perempuan berada dalam posisi yang rentan terhadap kekerasan seksual yang dilakukan oleh individu maupun komunitas serta sulit terbebas dari siklus kekerasan yang terjadi tersebut. Bagaimana dengan persoalan HAM? Dalam konvensi Internasional ( khususnya yang lebih diratifikasi pemerintah Indonesia), berkaitan dengan perlindungan hak asasi perempuan, maka pada tanggal 10 Desember 1948 menekankan bahwa setiap manusia dilahirkan merdeka dan sama dalam martabat dan hak -haknya. Artinya, hak asasi ma nusia (HAM) merupakan suatu hak yang melekat pada diri manusia, yang bersifat sangat

mendasar dan mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita -cita dan martabatnya. Hak bersifat universal, artinya ia dimiliki setiap manusia tanpa membedakan bangsa, ras, agama maupun jenis kelamin. Secara objektif, prinsip perlindungan terhadap HAM antara negara yang satu dengan yang lain adalah sama. Tetapi secara subjektif, dalam pelaksanaanya tidak demikian. Artinya, pada suatu waktu ada pers amaan hakikat terhadap apa yang sebaiknya dilindungi dan diatur, tetapi pada saat yang bersamaan ada perbedaan persepsi dan penafsiran HAM antara negara yang satu dengan negara yang lain. Keadaan ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang id eologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan juga perbedaan kepentingan nasional dari masing masing negara. Sejak awal Universal Declaration of Human Rights ini memang dimaksudkan sebagai common standard of achievement for all peoples and all nations. In i berarti bahwa deklarasi tersebut hanya memberikan garis besar bagi negara -negara dalam menentukan apa yang selayaknya dihormati sebagai HAM. Secara yuridis deklarasi tidak meletakkan suatu kewajiban apa pun yang bersifat mengikat. Tidak ada satu negara atau kekuatan apa pun yang dapatmemaksakan dipatuhinya deklarasi ini. Kendatipun deklarasi tersebut hanya merupakan anjuran moral saja, pada kenyataanya mempunyai peran yang cukup besar dalam mendorong masyarakat internasional untuk menyusun suatu konvensi, baik internasional maupun regional yang berkaitan dengan HAM. Beberapa diantaranya adalah: the European convention on human right 1950, convention relating to the status of refugees 1951, convention on the political right of women 1953, convention agai nst discrimination in education 1960, international convenant on economic, social and cultural rights 1966, international convenant on civil and political rights 1966, international convention on the elimination of all forms of racial discrimination 1966, convention on the elimination of all forms discrimination against women 1979, convention on the right of the child 1989, dan The Viena Declaration on Human Rights 1993. Pada tahun 1979, majelis umum PBB mengesahkan konvensi yang sangat bernilai kemanusi an tinggi yaitu Elimination of all forms of discrimination against women (CEDAW). Lebih dari 130 negara menyetujui untuk melaksanakan sebagian besar dari konvensi tersebut. Banyak Negara telah berusaha untuk mengubah atau untuk
10

menyelaraskan undang -undang dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat guna meningkatkan persamaan derajat dan hak -hak perempuan. Walaupun konvensi tersebut sangat komprehensif, masih banyak terlihat praktek praktek penggunaan kekerasan terhadap perempuan, seperti masih ditemukannya pe rdagangan perempuan, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan. The Viena Declaration on Human Rights 1993 pada pasal 18 dan 38 menggolongkankekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Bilamana tindakan kekerasan dikaji menurut pandangan hak asasi manusia, sebenarnya tindakan kekerasan itu harus dapat dicegah karena bertentangan dengan hak asasi manusia dan menghalangi pemenuhan dari kebutuhan dasar manusia. Meskipun demikian penggunaan kekerasan sebagaimana dijelaskan di atas memang kadangkala tidak dapat dihindari terutama oleh para penegak hukum. Oleh karena itu satu -satunya cara dapat dilaksanakan adalah membatasi dan mengendalikan penggunaan tindakan kekerasan itu. Pelecehan seksual termasuk tindak kekerasan terhadap p erempuan, yang perlu digugat karena merupakan manifestasi ketidakadilan sehubungan dengan peran dan perbedaan gender. Pelecehan seksual sebagai salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan bukanlah masalah individu semata-mata, melainkan lebih merupakan masalah kejahatan yang berakar pada nilai - nilai budaya, sosial, ekonomi, dan politik di dalam masyarakat tersebut. Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan penghambat kemajuannya serta menghalanginya menikmati hak asasi dan kebebasan, yang jug a menghambat tercapainya kesetaraan gender antara perempuan dan laki -laki. Tindak kekerasan terhadap perempuan dianggap sebagai pelanggaran hak asasi dan telah disepakati dalam konferensi dunia tentang hak asasi manusia di Wina 1993. Akan tetapi belum ban yak orang yang mengetahui bahwa tindakan kekerasan, termasuk pelecehan seksual, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dari beberapa pengamatan di lapangan dapat disimpulkan bahwa bukan saja banyak korban yang tidak tahu haknya, malahan mereka t akut melaporkannya. Disamping itu ditemukan juga, bahwa banyak para penegak hukum juga tidak tahu hak -

11

hak yang dipunyai korban, sehingga mereka sudah merasa puas kalau sudah mampu menegakkan hak -hak pelaku kejahatan (seperti tertuang dalam KUHAP). Korban kejahatan pelecehan seksual dengan kekerasan mempunyai kewajiban di samping hak. Adapun hak-hak korban kejahatan pelecehan seksual sampai pada kekerasan fisik adalah sebagai berikut: mendapat bantuan fisik (pertolongan pertama kesehatan, pakaian), mendapat bantuan dalam menyelesaikan masalahnya baik dari tingkat awal seperti pelaporan maupun proses selanjutnya, misalnya pendampingan oleh pengacara dan sebagainya, mendapatkan rehabilitasi dan pembinaan antara lain meminta untuk tidak diekspose di media secar a besar-besaran dan terbuka, dilindungi dari kemungkinan adanya ancaman dari pihak pelaku kejahatan atau keluarganya, mendapatkan restitusi ganti kerugian, kompensasi dari pihak pelaku, dan menggunakan rechtsmiddelen (upaya hukum). Hak-hak korban tersebut diatas, perlu diadvokasi sehingga trauma secara psikologis bisa berkurang dan terlebih lagi penanganan hukum terhadap pelaku bisa ditegakkan. Dalam mengadvokasi korban sangat diperlukan, oleh sebab itu peran volunter dan mungkin juga peran perguruan tinggi juga sangat diharapkan dalam perlindungan kepada korban. Seperti ditulis Lettu Laut (KH/W) Istin Marlena Dewi dalam majalah cakrawala, perangkat hukum di Indonesia belum ada yang mengatur secara maksimal mengenai pelecehan seksual. Selama ini pelaku hanya bisa dijerat dengan beberapa pasal dalam KHUP: 1) pencabulan (pasal 289-296); 2) penghubungan pencabulan (pasal 295-298 dan pasal 506); persetubuhan dengan wanita dibawah umur (pasal 286-288). Padahal dalam kenyataan, apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual mungkin belum masuk dalam kategori yang dimaksud dalam pasal-pasal tersebut. Di Amerika, pelecehan seksual sudah tertuang dalam Title VII of the Federal Civil Rights Act tahun 1964 yang telah diamandemen oleh kongres pada tahun 1991. Secara rinci, hukum di Amerika telah mencatumkan apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual berikut sanksi hukum yang berlaku bagi para pelakunya. Dengan aturan hukum yang jelas dan rinci tersebut maka akan sangat memudahkan korban untuk melaporkan hal-hal apa saja yang dianggap sebagai pelecehan seksual.

12

2.6Cara Mencegah Pelecehan Seksual Mengingat bahwa korban pelecehan seksual akan mengalami berbagai masalah psikologis seperti malu, marah, benci, dendam, trauma, merasa terhina, tersinggung, dan sebagainya maka tentu pelecehan seksual tidak bisa didiamkan dan dianggap hal yang biasa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alison Maddock dari Swansea NHS di Wales, Inggris, menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang mengalami pelecehan seksual, mengalami dampaknya dalam waktu panjang. Bahkan Maddock mengatakan dampak ini bisa bertahan ke masa tua, berpengaruh pada masalah hubungan, orangtua, dan seksual yang bisa meningkatkan kemungkinan anak-anak itu menjadi pelaku di masa mendatang. Individu memiliki peran sangat vital dalam menentukan apakah dirinya dapat menjadi sasaran pelecehan seksual atau tidak. Oleh sebab itu amat penting bagi individu melakukan berbagai tindakan agar pelecehan seksual jangan sampai menimpa dirinya. Seandainya pun terjadi musibah, misalnya ia sendiri mengalami hal tersebut, maka setidak-tidaknya ia mesti tahu apa jalan terbaik yang harus ia lakukan sehingga musibah tersebut tidak merusak masa depan dan sendi kehidupannya. Sedikit saran untuk menghindari pelecehan seksual: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mempelajari dengan seksama apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual Menunjukkan sikap tegas terhadap segenap bentuk perilaku yang mencurigakan. Selalu bersikap waspada. Hindari berjalan di tempat gelap dan sunyi. Berpakaian sewajarnya. Sediakan selalu senjata di dalam tas, seperti misalnya korek api, deodoran semprot, dan sebagainya. 7. Jika pergi ke suatu tempat asing, bawa alamat lengkap, denah dan jalur kendaraan sehingga tidak terlihat bingung. Bertanyalah ke tempat-tempat resmi, seperti kantor polisi. 8. Jangan mudah menerima ajakan untuk bepergian atau menginap di tempat yang belum dikenal. 9. Jangan mudah menumpang kendaraan orang yang belum dikenal.

10. Berhati-hati jika diberi minum orang.

13

11. Pastikan selalu jendela, pintu kamar, rumah, mobil, sudah terkunci dengan baik. 12. Belajar beladiri praktis untuk mempertahankan diri ketika diserang. 13. Jika anda bekerja, sebelum mulai bekerja maka pastikan bahwa perusahaan tempat anda bekerja tidak mewajibkan anda melakukan hal-hal yang menjurus pada pelecehan seksual. 14. Berani mengatakan TIDAK untuk setiap tindakan berkonotasi seksual yang ditujukan untuk anda. 15. Mampu bertindak assertif dalam menolak tindakan-tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. 16. Berani melaporkan pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja anda kepada pihak-pihak yang ditunjuk (atasan atau HRD) atau langsung melaporkan kepada kepolisian 17. Bergabung dalam kelompok yang menentang tindakan-tindakan pelecehan seksual. 18. Jika memang anda menjadi korban pelecehaan seksual, maka segera lakukan tindakan sebagai berikut: a. Katakan kepada pelaku bahwa tindakannya tidak dapat anda terima. Jika anda tidak mampu mengatakan secara verbal maka anda dapat menyampaikannnya melalui surat, email, memo atau SMS. b. Catat semua kejadian pelecehan yang anda alami secara rinci. Catat identitas pelaku, tempat kejadian, waktu, saksi dan tindakan/perilaku yang dilakukan pelaku terhadap anda. c. Bicarakan kejadian tersebut dengan orang-orang yang bisa anda percayai, atau laporkan kepada atasan atau pihak berwenang di perusahaan anda dan pastikan bahwa laporan anda ditindaklanjuti. d. Jika laporan anda tidak mendapat perhatian dari perusahaan maka laporkan kejadian yang anda alami kepada pihak kepolisian. 2.7Dampak dan Penanganan Korban Pelecehan Seksual

Ketikaseseorangmengalamikekerasanataupelecehansecaraseksualsecarafisikmaupu npsikologis, makakejadiantersebutdapatmenimbulkansuatu trauma yang

sangatmendalamdalamdiriseseorangtersebutterutamapadaanakanakdanremaja.Kejadiantraumatistersebutdapatmengakibatkangangguansecara mental,

14

yaitu

PTSD.Tingkatangangguan

stress

pascatraumaberbeda-

bedabergantungseberapaparahkejadiantersebutmempengaruhikondisipsikologisdarikorba n. Untukmenyembuhkangangguan stress pasca trauma

padakorbankekerasanataupelecehanseksualdiperlukanbantuanbaiksecaramedismaupunpsi kologis, agar korbantidakmerasatertekanlagidanbisahidupsecara trauma. normal Dan yang

kembalisepertisebelumkejadian

pendampinganitusendirijugaharusdenganmetode-metode

benarsehinggadalammenjalanipenyembuhanatauterapikorbantidakmengalamitekanantekananbaru yang diakibatkandari proses pendampinganitusendiri.

15

BAB 3 CONTOH KASUS


3.1 Kasus Pelecehan Seksual Kasus pelecehan seksual terhadap remaja dibawah umur di Kalimantan Selatan dalam dua bulan terakhir meningkat. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID) Kalsel, Djamhuri, S.Ag mengungkapkan, minimal ada tiga kasus pemerkosaan terhadap anak dibawah umur yang sedang dalam proses hokum.Sementara pada beberapa bulan sebelumnya, hanya dua kasus pemerkosaan yang melapor ke KPAID hingga proses hukum di pengadilan. Jumlah tersebut, tambahnya, hanya sebagian kecil dari kasus pelecehan maupun pemerkosaan di Kalsel. Kenyataan di lapangan masih cukup banyak. Saat kita terjun langsung ke Desa-Desa, sebenarnya banyak terjadi kasus pelecehan maupun pemerkosaan terhadap anak-anak dibawah umur, tapi kita kesulitan untuk membantu mereka untuk proses secara hukum, katanya baru-baru tadi.Hal tersebut terjadi karena warga atau keluarga korban memilih menyembunyikan kejadian pelecehan maupun pemerkosaan yang menimpa anak maupun saudaranya. Keluarga korban biasanya merasa malu bila kejadian atau aib keluarganya terbongkar sehingga mereka memilih menerima jalan damai untuk menyelesaikan persoalan tersebut daripada memperkarakannya ke pengadilan. Sementara itu, beberapa kasus pemerkosaan setelah di proses secara hukum, yang terungkap ternyata karena suka sama suka sehingga sulit untuk menjerat pelaku dengan undang-undang perlindungan anak yang hukumnya lebih berat. Penanganan kasus perkosaan dengan menggunakan KUHP, menurut dia, efek jeranya sangat kurang karena hukumannya reltif ringan.

16

Dari hasil penelitian di lapangan, tambahnya, tingginya kasus pelecehan seksual di Kalsel karena banyaknya anak-anak yang dengan bebas menonton aksi pornografi yang tersebar melalui berbagai media. Pelecehan seksual bukan hanya kasus pemerkosaan yang sama-sama dilakukan oleh anak-anak dibawah umur, tetapi juga kasus sodomi, ujarnya. 3.2 Pembahasan Kasus Dari berita harian tersebut diatas kami merasa sangat-sangat prihatin dengan keadaan ini. Banyak banget anak-anak yang sudah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Tapi yang paling mengejutkan adalah kadang-kadang hubungan tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka (lihat paragrap enam). Dihati saya timbul pertanyaan, apakah anak-anak dikota ini sudah tidak punya pegangan hidup lagi?? Dalam artian apakah mereka sudah tidah mengenal lagi mana yang baik dan mana yang buruk?? Berbicara masalah rancangan undang-undang anti pornografi yang sedang digodok di Dewan perwakilan Rakyat, timbul sebuah pertanyaan mengapa RUU tersebut banyak menuai kecaman dari pihak luar?? Padahal RUU itu adalah untuk kemaslahatan semua lapisan masyarakat. Apakah ada sebuah kepentingan yang menunggangi penolakan terhadap RUU tersebut?? Aneh memang, kita melihat sendiri bagaimana dengan mudahnya pornografi diakses oleh setiap orang bahkan anak kecil sekalipun dan itu mempunyai dampak yang sangat luas. Dampak tersebut tentu saja merupakan dampak yang negatif. Tapi mengapa RUU Anti Pornografi tetap menuai protes?? Padahal kalau kita memang ingin melihat Negara ini bebas dari hal-hal yang berbau pornografi yang akan mengarah kepada seks bebas maka kita harus mendukung RUU tersebut bukan malah sebaliknya. Oleh karena itu, demi kemajuan, kebaikan dan untuk generasi yang akan datang, mari kita dukung RUU Anti Pornografi

17

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan Perempuan adalah pelindung dari tatanan sosial dan penjaga nilai-nilai moralitas dan kesusilaan. Sungguh berat tugas yang dipikulkan kepada perempuan. Cacat sedikit saja perilaku perempuan, maka sejumlah penilaian yang negatif akan terlemparkan kepadanya. Lain halnya dengan kaum laki -laki yang secara arogan selalu merasa sebagai pemimpin dan pejuang kehidupan, sehingga seolah -olah mereka tidak pernah bersalah. Oleh karena itu bilamana perempuan menjadi kor ban suatu kejahatan dengan kekerasan (dalam hal ini pelecehan seksual) yang terguncang terlebih dahulu adalah moralitas dan rasa susilanya. Sedangkan kalau kaum laki -laki yang terguncang adalah harga dirinya. Nilai yang harus dikorbankan oleh seseorang pe rempuan korban kejahatan jauh lebih besar daripada nilai yang dikorbankan oleh seorang laki -laki korban kejahatan. Misalnya, di Indonesia perempuan korban perkosaan (apalagi yang masih gadis) akan menanggung malu sepanjang hayatnya. Sementara itu, hukum di Indonesia kurang memberikan perlindungan terhadap korban perkosaan, apalagi korban pelecehan seksual. Di sisi lain pelecehan seksual terhadap perempuan termasuk sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. 4.2 Saran Secara hukum jelas harus dibenahi, Secara budaya juga harus mendapat sentuhan. Sampai sekarang butuh keberanian dan kekuatan mental luar biasa bagi perempuan untuk mengadukan kasus pelecehan sesksual yang menimpa dirinya. Semuanya membutuhkan dukungan dari para pembuat kebijakan dan undang-undang. Kejelasan undang-undang diharapkan bisa meredam pandangan negatif akibat budaya, terutama dari pihak-pihak berkuasa (polisi, hakim, dll) yang menangani masalah tersebut. Klise, tapi begitulah kondisi di Indonesia. Meski ada kemajuan tapi masih ada dalam tataran itu.Oleh sebab itu peran kita adalah ikut memikirkan bagaimana meringankan beban yang ditanggung oleh korban atas kejadian pelecehan seksual, dan

18

ikut memikirkan bagaimana cara menekan jumlah kejadian pelecehan seksual di masyarakat.

19

Daftar Pustaka
http://varfin.wordpress.com/2008/10/22/kasus-pelecehan-seks-di-banjarmasin-meningkat/ http://kspsi-art.blogspot.com/2009/04/pelecehan-seksual-di-tempat-kerja.html http://ruanghati.blogdetik.com/2008/10/28/apakah-pelecehan-seksual-hanya-untukperempuan/ http://www.scribd.com/doc/33421015/Trauma-Pelecehan-Seksual http://beritasore.com/2007/08/22/kasus-pelecehan-seksual-walikota-binjai-melly-geamengaku-disuruh-libatkan-au-dengan-imbalan-rp-2-miliar/ http://cariebookgratis.com/perlindungan-dan-penegakan-ham-terhadap-pelecehan-seksual

20

Anda mungkin juga menyukai