Anda di halaman 1dari 8

Abses Hepar

Posted on 16 February 2011 by ArtikelBedah ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Abses hepar adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang biasanya timbul dalam jaringan hati akibat infeksi banal atau Amoeba Hystolitica. Ada 2 bentuk abses hepar, yaitu: 1. Abses hepar piogenik 2. Abses hepar amuba Abses piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal yang bisa menyebabkan peradangan pada v.porta atau emboli septik, infeksi pada saluran empedu yang mengalami obstruksi naik ke cabang saluran empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis dengan akibat abses multiple, trauma tajam atau tumpul dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan nekrosis jaringan hati. Sebelum era antibiotik, sespsi intraabdomen, terutama apendisitis, divertikulitis, disentri basiler, infeksi daerah pelvik, hemoroid yang terinfeksi dan abses perirektal, merupakan penyebab utama abses hati piogenik. Abses hati dapat tejadi akibat penyebaran langsung infeksi dari struktur yang berdekatan, seperti empiema kandung empedu, peluritis, ataupun perinefrik. Dibandingkan dengan abses pyogenik, abses amuba hepar sering terletak pada lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai 90% kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah, kebanyakan abses hepar bersifat soliter, steril. Kavitas tersebut berisi cairan kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler, dan beberapa sel-sel inflamasi. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari hati, abses dapat menembus ruang sub diafragma masuk ke paru-paru, dan kadang-kadang dari paru ini, menyebabkan emboli ke jaringan otak ABSES AMUBA Insidens Abses hati amuba adalah suatu penyakit yang menyerang usia dewasa paruh baya dan predominasi pada pria dengan ratio 9:1, tidak ada pengaruh ras. Infeksi amuba ini umumnya terjadi pada daerah dengan sanitasi yang buruk yang hal ini dapat dilihat pada negara-negara berkembang dengan suplai air yang terkontaminasi dan higiene perorangan yang jelek. Daerah endemic penyakit ini terletak pada daerah tropis dan subtropis dari belahan bumi, khususnya di daerah Afrika, Amerika Latin, Asia Tenggara dan India. Etiologi Dari semua spesies amuba, hanya Entamoeba Hystolitica yang patogen terhadap manusia. Infeksi dari organisme ini biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang terkontaminasi, selain itu transmisi seksual juga dapat terjadi. Kista adalah bentuk infektif dari organisme ini yang dapat bertahan hidup di feses, tanah atau air yang sudah diberi klor. Patofisiologi E. histolitika dapat ditemukan dalam 2 stadium. Stadium kista adalah bentuk infektifnya dan stadium troposoit yang berperan dalam proses invasif. Bentuk kistanya tahan terhadap asam lambung, tetapi dindingnya dapat dihancurkan oleh tripsin saat melewati usus halus. Pada saat itu troposoit dilepaskan dan membentuk koloni di daerah caecum. Untuk memulai infeksi yang simtomatis maka troposoit yang ada di lumen harus mengadakan penetrasi ke lapisan mukosa dan melekat pada lapisan submukosa. Dari sini lalu parasit ini masuk ke vena-vena mesenterika. Amuba mencapai hati melalui system vena porta melalui focus-fokus ulserasi pada dinding usus

tadi. Lesi pada hepar biasanya berupa suatu abses yang besar, soliter dan mengandung strukturstruktur berbentuk cair dengan karakteristik cairan merah kecoklatan seperti anchovy paste. Lesi ini kebanyakan terjadi pada lobus dekstra, dekat pada kubah atau pada permukaan inferior di fleksura hepatis. Tebal dindingnya hanya beberapa milimeter saja yang terdiri dari jaringan granulasi dengan atau tanpa sedikit jaringan fibrotik. Secara mikroskopis dapat dilihat 3 zona, yaitu necrotic centre, zona tengah dengan destruksi dari sel-sel parenkim dan zona luar dengan sel-sel hati yang relative normal. Pada zona luar inilah banyak ditemukan amuba. Abses amuba tidak seperti abses piogenik dimana pada abses amuba cairannya steril dan tidak berbau. Gejala Klinis Gejala dari abses hati amuba perjalanannya lambat dan biasanya baru muncul dalam beberapa hari atau minggu. Gejala-gejala tersebut dapat berupa : - Demam, mengigil, berkeringat. - nyeri abdomen (pada kwadran kanan atas, dapat berupa nyeri yang terus menerus atau tertusuktusuk, dapat nyeri yang ringan sampai berat) - perasaan tidak enak pada seluruh tubuh, gelisah dan malaise - anoreksia, BB menurun, diare (jarang), jaundice. - nyeri pada persendian. Abses pada permukaan superior dari hepar dapat memberi nyeri yang menjalar ke bahu kanan, sedangkan abses yang terdapat pada bare area yaitu daerah yang tidak mempunyai kontak dengan organ serosa maka nyeri kadang-kadang tidak terdeteksi. Abses pada lobus sinistra dapat memberi gambaran sebagai nyeri epigastrium. Tabel 1. Manifestasi klinik abses amuba pada orang dewasa % Abses Amuba GEJALA Nyeri 90 Demam 87 Nausea & muntah 85 Anoreksia 50 BB menurun 45 Malaise 25 Diare 25 Batuk & rangsang pleura 25 Pruritus <1 TANDA-TANDA Hepatomegali 85 Nyeri kwadran kanan atas 84 Efusi pleura 40 Massa pada kwadran kanan atas 12 Asites 10 Jaundice 5 LABORATORIUM Alkali fosfatase 80 Leukosit > 10.000/mm3 70

Hematokrit <36 % 49 Albumin < 3 g/dl 44 Bilirubin > 2 g/dl 10 MANIFESTASI KLINIS Biasanya abses amuba munculnya lebih akut dibandingkan piogenik. Penderita biasanya mempunyai riwayat diare sebelumnya. Abses amuba biasanya juga lebih nyeri, ada gejala pulmoner dan lebih sering ditemukan hepatomegali. (1) Tabel 2. Perbedaan karakterisrik klinis abses hepar Amuba Piogenik Usia < 50 th Usia > 50 th Pria : wanita = 10:1 Pria = wanita Ras Hispanic Predisposisi etnis (-) Riwayat berkunjung ke daerah endemik Keganasan Disfungsi pulmoner Demam tinggi Nyeri abdomen Pruritus Diare Jaundice Nyeri tekan abdomen Syok septik Hepatomegali Teraba massa LABORATORIUM Leukositosis ditemukan pada 70 % penderita, sedangkan anemia ditemukan pada 50 % penderita. Tes fungsi hati kurang berperan dalam penentuan diagnosis. Pada analisa feses hanya 15 50 % kasus ditemukan bentuk kista atau troposoit. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan aspirasi langsung pada rongga abses, adanya gambaran anchovy paste dari aspirat dianggap patognomonik. RADIOLOGI Abses amuba umumnya soliter dan besar, jarang ditemukan kelainan intraabdomen lain seperti pada abses piogenik. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan pilihan dengan sensitivitas 70 80 % dibanding CT scan dengan sensitivitas 88 95 %. Gambaran abses amuba seperti homogenitas lesi, gambaran echo parenkim hati yang menurun dan dinding abses yang tipis. Foto polos abdomen dan toraks tampak elevasi dan gerakan yang terbatas dari diafragma kanan, efusi pleura kanan dan gambaran udara di dalam rongga abses. CT scan dilakukan bila pada USG tidak ditemukan lesi pada hepar sedangkan gambaran klinik dari abses hepar tetap ada. Pada CT scan dapat dilihat gambaran berupa lesi yang melingkar dengan densitas rendah dan bentuk teratur, tampak pula struktur internal lesi yang non homogen. MRI cukup sensitif akan tetapi penemuannya tidak spesifik. Tm99 berguna untuk membedakan abses amuba dan piogenik. Dimana abses amuba tidak mengandung leukosit sehingga tampak sebagai cold lessions dengan hot halo disekelilingnya, sedangkan abses piogenik mengandung banyak leukosit sehingga tampak sebagai hot lessions pada scanning.Pemeriksaan lain seperti Gallium scanning dan hepatic angiography dinilai kurang bermanfaat. Serologi Biasanya sangat sulit untuk membedakan abses amuba dengan piogenik berdasarkan kriteria klinis, laboratorium dan radiologi. Disini prosedur pemeriksaan serologi penting untuk memastikan adanya infeksi amuba. Saat ini tes-tes serologi yang biasa digunakan antara lain Indirect Hemaglutination (IHA), Gel

Diffusion Precipitin (GDP),The Enzim-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Counterimmun electrophoresis, Indirect Immunofluorescent dan Complement Fixation. Yang paling sering dan umum digunakan adalah IHA dan GDP. IHA merupakan tes yang paling sensitif, dengan hasil positif mencapai 90 100 % pada penderita dengan abses amuba. Hasil positif dapat bertahan sampai 20 tahun setelah penyakit sembuh. GDP dapat mendeteksi 95 % penderita abses amuba, juga dapat mendeteksi kolitis amuba noninvasif. Jadi tes ini sensitif tetapi idak spesifik untuk abses hepar amuba. DIAGNOSIS Abses amuba dan piogenik mempunyai gambaran klinik dan laboratorium yang hampir mirip, oleh karena penanganan pada abses amuba tidak terlalu invasif maka kita perlu menetapkan diagnosis yang tepat. PENANGANAN Dengan dikenalnya Metronidasol pada tahun 1960an, maka drainase operatif dari abses amuba sudah jarang dilakukan. Aspirasi perkutaneus atau drainase operatif hanya dilakukan bila masih diragukan suatu abses amuba atau abses dengan komplikasi. Antibiotik Antibiotik Imidasol, termasuk Metronidasol, Tinidasol dan Niridasol akan membunuh amuba pada saluran cerna dan hepar. Dengan dosis oral Metronidasol 3 x 750 mg /hari selama 10 hari dapat menyembuhkan 95 % dari penderita abses amuba. Dapat pula diberikan secara intravena dengan efektifitas yang sama pada penderita-penderita dengan nausea atau sakit berat. Efek samping dari obat ini berupa nausea, sakit kepala, metallic taste, kejang perut, muntah diare dan pusing. Warna urin jadi lebih gelap akibat metabolisme obat ini. Emetin, dehidroemetin dan klorokuin. Kombinasi klorokuin ditambah dengan dosis rendah emetin pada kasus-kasus dimana amuba resisten terhadap metronidasol dapat mencapai angka kesembuhan 90 100 %. Penggunaan amubisidal intraluminer seperti diloxanide furoate, iodoquinol dan paromomycin dianjurkan pemakaiannya untuk membunuh carrier amuba setelah penyembuhan suatu abses amuba. Prosedur Operatif Aspirasi terapeutik dari abses hepar amuba harus dipertimbangkan pada keadaan : 1. resiko tinggi abses akan ruptur (ukuran cavitas > 5 cm) 2. abses pada lobus sinistra (komplikasi berupa ruptur ke perikardium) 3. tidak ada respon dengan pengobatan setelah 5 7 hari. Prosedur pilihan adalah aspirasi dengan jarum atau kateter yang dituntun dengan USG. Drainase operatif sebaiknya dihindari, tetapi dapat dilakukan pada keadaan-keadaan seperti bila abses tidak dapat dicapai dengan aspirasi jarum atau tidak ada respon terhadap terapi setelah 4 5 hari. Indikasi lain dari drainase operatif (laparotomi): - Perdarahan yang mengancam nyawa (dengan atau tanpa rupturnya abses) - abses menginfiltrasi organ viskus disekitarnya - septikemia (akibat dari infeksi sekunder). Komplikasi Terjadi 10 %, namun tidak fatal dan dapat ditangani secara konservatif. Komplikasi yang paling sering adalah rupturnya abses ke peritoneum atau rongga toraks. Yang paling sering terkena bila suatu abses amuba pecah adalah sistem pleuropulmoner dan Peritonitis. Pola penjalaran rupturnya abses hepar.

PROGNOSIS Penyembuhan klinis yang cepat terjadi dalam waktu < 1 minggu dengan pengobatan obat anti amuba saja.Hal-hal yang mempengaruhi tingginya angka kematian antara lain : Kadar Bilirubin > 3,5 Mg/Dl, Ensefalopati,Volume Rongga Abses > 500 Ml, Serum Albumin < 2 G/Dl, Hb < 8 G/Dl, Abses Multipel. ABSES PIOGENIK ETIOLOGI Abses hepar piogenik umumnya polimikrobial. Sebagian besar kuman penyebabnya ditemukan dalam saluran cerna, seperti : - E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Bacteroides sp, Enterococcus, Anaerobic sreptococcus sp, Streptococcus milleri group Kuman lain yang dapat menyebabkan abses piogenik yang tidak berasal dari saluran cerna adalah staphylococcus sp dan haemolytic streptococcus sp. INSIDENS Sejak ditemukannya antibiotika maka prevalensi umur bergeser dari dekade ke 3-4 menjadi usia ke 70an. Secara historis abses hepar piogenik lebih banyak menyerang pria daripada wanita. PATOFISIOLOGI Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan sistem porta. Adanya infeksi dari organ-organ lain di tubuh akan meningkatkan pemaparan hati terhadap bakteri. Tetapi hati mempunyai sel-sel Kuppfer yang terlatak sepanjang sinusoid-sinusoidnya yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, jadi akan sulit untuk terjadi infeksi. Ada banyak faktor yang berperan sampai dapat terjadinya abses pada hati. Abses piogenik pada hepar merupakan akibat dari : 1. asending dari infeksi biliaris 2. penyebaran hematogen lewat sistem portal 3. septikemia generalisata yang melibatkan hepar lewat sirkulasi arteri hepatika 4. penyebaran langsung dari infeksi organ-organ intraperitoneal 5. sebab lainnya, disini termasuk trauma pada hepar. Penyakit traktus biliaris (kolangitis, kolesistitis) merupakan penyebab tersering dari abses hepar (60 % kasus). Tersumbatnya aliran empedu menyebabkan proliferasi dari bakteri. Penyebab tersering yang kedua adalah septikemia generalisata, diikuti oleh appendisitis akut/perforasi dan divertikulitis. Trauma tajam dengan penetrasi ke hepar dapat langsung memasukkan bakteri ke parenkim hepar dan menyebabkan abses. Sedangkan trauma tumpul pada hepar dapat meyebabkan nekrosis jaringan hepar, perdarahan intrahepatik dan keluarnya asam empedu akibat robekan dari kanalikuli. Lesi yang terjadi pada kasus seperti ini biasanya soliter. Abses dapat bersifat multipel atau soliter, biasanya yang berasal dari infeksi organ lain yang lewat aliran darah akan menjadi abses yang multipel. Lesi akan memberikan gambaran jaringan hati yang pucat. Ukuran rongga abses biasanya bermacam-macam dan umumnya bergabung, pada kasus-kasus yang lanjut akan tampak gambaran honeycomb yang mengandung sel-sel PMN dan jaringan hati yang nekrosis. Kebanyakan lesi akan terjadi pada lobus dekstra dari hepar. Abses piogenik (rongga berisi pus) Abses piogenik multipel akibat trauma/infeksi Patogenesis abses piogenik berdasarkan etiologi

Etiologi Sumber Infeksi Penyebaran Mikroorganisme Sistem biliaris kolangitis, obstruksi bilier ke2 lobus, multipel spesies tunggal, aerob & anaerob gr (-) E. Coli. Sirkulasi portal infeksi intraabdominal lobus kanan > kiri, polimikrobial, aerob & an multipel /soliter aerob dari usus, E faecalis, E.coli, B.fragilis metastasis hepar area metastasis sp tunggal, B.fragilis anaerob Sirkulasi arteri bakteremia, infeksi sistemik ke2lobus, multipel sp tunggal, aerob gram (+) S.aureus, S.piogenes Trauma langsung, nekrosis area trauma sp tunggal, aerob gram (+) S.aureus, S.piogenes Penyebaran lgs kolesistitis, peforasi ulkus area berdekatan sp tunggal, aerob gram (-) E. coli Kriptogenik tidak diketahui lobus kanan > kiri sp tunggal, B. Fragilis anaerob Diagnosis Sering terjadi keterlambatan diagnosis karena penyakit ini jarang dan panampakan klinisnya tidak spesifik. Lebih kurang 1/3 dari penderita abses hepar piogenik akan mengalami keterlambatan diagnosis dan terapi, maka jika sudah dicurigai akan adanya penyakit ini sebaiknya pengobatan tidak ditunda menunggu hasil pemeriksaan penunjang. Gejala klinik Gejala yang umum terjadi antara lain : 1. demam (terus menerus atau spiking. 2. anoreksia 3. nausea 4. BB menurun 5. malaise 6. nyeri pada kwadran kanan atas 7. jaundice (pada kasus-kasus yang lanjut). Pemeriksaan laboratorium Leukositosis dengan shift to the left terjadi pada 2/3 penderita, anemia dan hipoalbuminemia juga sering ditemukan. Abnormalitas dari tes fungsi hati terjadi pada hampir semua penderita dan hal ini merupakan penanda yang cukup sensitif untuk penyakit ini. Kenaikan kadar alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase terjadi pada 90 % kasus. Hiperbilirubinemia terjadi jika sumber infeksi berasal dari traktus biliaris. Pada kasus-kasus abses hepar piogenik sebaiknya dilakukan kultur darah tepi, hal ini penting untuk diagnostik, penanganan dan prognosis dari penderita. Radiologi USG adalah pemeriksaan pertama yang dilakukan jika dicurigai adanya space occupying lession pada hepar, sensitivitasnya terhadap abses hepar 80 95 %. Lesi hanya dapat terlihat jika mempunyai > 2 cm. Abses terlihat sebagai massa hypoechoic dengan batas yang tidak teratur, tampak cavitas-cavitas/septum di dalam rongga abses. Foto toraks tampak atelektasis, elevasi dari hemidiafragma kanan, dan efusi pleura kanan (50 % kasus). MRI (dapat mendeteksi abses hepar dengan 0,3 cm), skening dengan Tm99 dan gallium (sensitivitas 50 90 %). CT scan sensitivitas 95 100 %. Dengan CT juga dapat terlihat kelainan intraabdomen lain yang

menyertai abses hepar piogenik seperti massa pada pankreas, Ca colon, divertikulitis, appendisitis, dan abses intraperitoneal. Gambaran CT scan abses hepar piogenik Penanganan Prinsip utama penanganan abses piogenik adalah pemberian antibiotik dan drainase dari abses. Sekarang ini cara drainase operatif perannya sudah banyak diganti oleh drainase perkutaneus yang lebih aman dan angka keberhasilannya cukup tinggi. Antibiotik Antibiotik yang diberikan adalah yang spektrum luas seperti golongan penisilin (ampicillin), aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin) dan metronidasol. Pada penderita-penderita usia tua dengan gangguan ginjal dapat diberikan penisilin (amoxicillin), sefalosporin (cefotaxime atau cefuroxime) dan juga metronidasol. Amphotericin B dan flukonasol diberikan pada penderita-penderita dengan kecurigaan adanya infeksi oleh jamur. Antibiotik diberikan secara intravena dan lama pemberian bervariasi antara 2 4 minggu atau lebih tergantung respon klinik dan jumlah absesnya. Drainase perkutaneus Sekarang ini banyak penulis yang menganjurkan drainase perkutaneus sebagai penanganan awal pada semua abses hepar piogenik, terutama pada penderita-penderita dengan sakit berat yang tidak dapat menjalani operasi. Drainase perkutaneus dapat dilakukan dengan tehnik Seldinger atau trocar, dengan bantuan CT atau USG. Angka keberhasilan berkisar antara 70 93 %, angka kematian antara 1 11 %. Indikasi tindakan ini adalah abses soliter dan sederhana dengan akses drainase yang baik, tetapi beberapa penulis melaporkan bahwa tindakan ini juga dapat dilakukan pada abses yang multipel. Kontra indikasi tindakan ini antara lain koagulopati, abses sulit dicapai, multilobus, dan abses dengan dinding yang tebal dan pus yang kental. Drainase operatif Bila penyebab dari abses hepar piogenik adalah akibat penyebaran infeksi dari organ intraabdomen, maka laparotomi eksplorasi merupakan prosedur pilihan, karena dapat menangani abses dan sumbernya. Indikasi lain prosedur ini adalah abses yang berlobus dan multipel, abses yang tidak dapat dicapai dengan drainase perkutaneus, abses yang mengenai seluruh lobus hepar, dan adanya kelainan pada traktus biliaris (batu atau striktur). Pendekatan standar yang dipakai saat ini adalah transperitoneal. Dilakukan dengan insisi midline untuk mempermudah evaluasi dan eksplorasi organ-organ intraabdomen. Setelah sumber infeksi ditemukan maka dilakukan drainase dari abses. Abses diisolasi dari lapangan operasi, diaspirasi untuk kultur lalu dibuka dengan kauter. Setelah dilakukan irigasi dari abses lalu diletakkan drai hisap pada rongga abses tersebut. Untuk abses yang terletak di posterior dan diatas kubah maka lebih mudah dipakai pendekatan transtorasik (transpleural). Pada penderita-penderita dengan infeksi sekunder akibat keganasan pada hepar, hemobilia, dan penyakit granulomatosa kronik dilakukan reseksi hepar. Drainase transtorasik A. insisi di posterior di atas kosta XII B. tampak M. Lattisimus dorsi C. insisi pada periosteum kosta XII D. kosta XII disingkirkan lalu dasarnya diinsisi

E. diafragma dibebaskan lalu tampak peritoneum pada dasar diafragma F. posisi drain secara skematik Komplikasi Terjadi pada 40 % penderita, berupa sepsis, efusi pleura, empiema, pneumonia dan peritonitis (bila abses ruptur ke rongga abdomen). (1,6) Prognosis Dengan tehnik diagnosis yang moderen, antibiotik dan drainase perkutaneus yang cepat maka angka kesembuhan mencapai 80 90 %. Banyak faktor yang mempengaruhi jeleknya prognosis. Antara lain diagnosis yang terlambat, tidak dilakukan drainase, infeksi primer tidak ditangani, penderita usia tua, keadaan-keadaan dimana status imunitas penderita rendah, multipel abses, polimikrobial, kadar Hb < 11 g/dl, bilirubin > 1,5 mg/dl, leukosit > 15.000/mm3, dan albumin < 2,5 g/dl.
http://ilmubedah.info/abses-hepar-20110216.html

Anda mungkin juga menyukai