=
= =
2 /
2 /
..(2)
x
= tegangan permukaan zat cair yang ditentukan
air
= tegangan permukaan air
d
air
= berat jenis air
d
x
= berat jenis zat cair
h
air
= tinggi permukaan air
h
x
= tinggi permukaan zat cair
(Rosen,1978)
b) Metode tetes
Bila cairan tepat akan menetes maka gaya tegangan permukaan sama dengan gaya
yang disebabkan oleh massa cairan sebagai gaya berat itu sendiri.
Gaya berat cairan = m.g
Gaya tegangan permukaan = 2 t r
maka =
r 2
g m
diambil volume tertentu yang sama dan dihitung jumlah tetesan yang terjadi.
Misal : volume = V
berat jenis = d
massa satu tetes zat cair = m
jumlah tetes dalam volume V = n
maka m=
n
Vd
sehingga persamaannya menjadi :
=
n r 2
g d V
x
=
air
air
n
x air
x
n d
d
air
=
air
air
n r 2
d V
x
=
x
x
n r 2
d V
g
.........................................................................................(3)
c) Metode tekanan maksimum gelembung
Prinsipnya adalah tegangan permukaan dari tekanan maksimum yang
dibentuk untuk mengeluarkan gelembung pada ujung pipa kapiler.
= r/2 (P
0
+ h
1
g h
2
d g).......................................................................(4)
= tegangan permukaan (N/m)
Po = tekanan 1 atm
= massa jenis air
h
1
= kenaikan air
g = gravitasi bumi
h
2
= kenaikan larutan
d = massa jenis larutan
(Atkins,1999)
d) Metode cincin de Nuoy
Jika cincin berada pada permukaan ciran maka untuk melepaskan cincin
dari permukaan cairan diperlukan suatu gaya permukanan yang besarnya 4 t R
Gaya pada permukaan dalam dirumuskan = 2 t r
Gaya pada permukaan luar dirumuskan = 2t R
Gaya keatas dirumuskan = f F
Gaya kebawah dirumuskan = 2 t r - 2 t R
Jika tebal cincin sangat tipis maka r = R, sehingga gaya keatas sama
dengan gaya kebawah. Maka persamaannya menjadi :
=f F/(4 t R).................................................................................................(5)
f = faktor koreksi
F = gaya yang terukur pada alat (N)
R = jari-jari cincin (cm)
= tegangan permukaan (dyne/cm, N/cm)
2) Kestabilan emulsi
Emulsi adalah dispersi suatu campuran, yang molekul molekul kedua campuran
tersebut tidak saling bercampur atau bercampur sebagian. Pada suatu emulsi
terdapat tiga bagian utama yaitu fase terdispersi, terdiri dari butir butir yang
biasanya terdiri dari minyak. Bagian kedua adalah zat pendispersi yang biasanya
air dan bagian ketiga adalah zat pengemulsi yang menjaga agar butiran minyak
tetap terdispersi dalam air (Shaw, J.D, 1992).
Pengurangan daerah antarmuka dengan pengumpulan mengurangi energi sistem
dan proses ini secara termodinamika lebih disukai, karena alasan ini Garret
mendefinisikan emulsi stabil sebagai emulsi yang akan menjaga sejumlah ukuran
partikel yang sama dari fase terdispersi per satuan volume dari fase pendispersi.
Energi antar muka total harus tidak bervariasi dengan waktu untuk memenuhi
definisi ini.
Kestabilan kinetik suatu emulsi adalah keadaan dimana sifat-sifat fisika kimia dari
suatu emulsi tidak berubah secara berarti selama satu periode waktu yang cukup
lama.
Surfaktan sebagai zat pengemulsi berfungsi untuk memudahkan pembentukan
emulsi dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Mengurangi tegangan antarmuka
Pengurangan tegangan antarmuka menurunkan energi bebas yang
dihasilkan pada dispersi, karena sistem dengan energi bebas yang lebih
rendah akan lebih stabil.
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka
Berfungsi sebagai pembatas mekanik untuk penggabungan surfaktan yang
merupakan molekul amfifilik mengatur dirinya pada antarmuka air-minyak
dalam posisi yang paling disukai. Bagian hidrofobik dalam fasa minyak
dan bagian hidrofilik dalam fasa air. Selain itu surfaktan cenderung
berkumpul pada antarmuka sebagai lapisan monomolekular. Jika
konsentrasi zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk suatu
lapisan yang kaku antara fase yang tidak bercampur tersebut, yang
bertindak sebagai suatu penghalang mekanik untuk bergabungnya partikel
terdispersi. Emulsi yang stabil adalah emulsi yang molekul molekul
surfaktannya terkemas rapat (berdekatan) dan membentuk suatu lapisan
antarmuka yang kuat.
3. Pembentukan lapisan rangkap listrik
Berfungsi sebagai penghalang elektrik untuk mendekatnya partikel
terdispersi potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut,
menciptakan suatu pengaruh tolak menolak antara tetesan tetesan
minyak, sehingga mencegah penggabungan.
(Shaw, J.D, 1992)
7. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190 380 nm) dan
sinar tampak (380 180 nm). Radiasi ultraviolet jauh (100 190 nm) tidak
dipakai sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorbsi oleh udara. Suatu molekul
sederhana apabila dikenakan radiasi elektromegnetik akan mengabsorbsi radiasi
alektromegnetik yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan meningkatkan
energi potensial elektron pada tingkat keadaan eksitasi. Apabila molekul yang
sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus, maka
akan terjadi satu absorbsi yang merupakan garis spektrum.
Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis selalu melibatkan pembacaan
absorbansi radiasi elektromegnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik
yang diteruskan. Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu
larutan dengan intensitas mula-mula (I
0
), maka sebagian radiasi tersebut akan
diteruskan (I
t
) dan sebagian akan diabsorbsi (I
a
), sehingga :
I
0
= I
a
+ I
t .......................................................................................................................................................
(6)
Bouger, Lambert dan Beer membuat formula secara matematik
hubungan antara transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau
konsentrasi zat yang dianalisi dan tebal larutan yang mengabsorbsi sebagai :
T =
b c t
I
I
. .
0
10
=
A = b c
T
. .
1
log = ..(7)
Dimana T = persen transmitan
I
0
= intensitas radiasi yang dating
I
t
= intensitas radiasi yang diteruskan
c = absorbansi molar (L. mol
-1
cm
-1
)
c = konsentrasi (mol. L
-1
)
b = tebal larutan (cm)
A = absorbansi (Sastrohamidjojo, 1991)
8. Fourier Transform Infrared (FT-IR)
Suatu molekul dapat menyerap energi sinar inframerah (IR) apabila gerakan
vibrasi dan rotasi dari molekul tersebut menghasilkan perubahan netto momen
dwikutubnya, sehingga medan listrik bolak-balik dari sinar inframerah sama
dengan fekruensi vibrasi alamiah dari molekul tersebut, maka sinar inframerah
akan terserap molekul. Daerah sinar infra merah (IR) yang terpenting dalam
pennetuan struktur suatu senyawa berkisar antara 4000 cm
-1
300 cm
-1
(Silverstein, et al, 1986). Ada dua macam gerakan vibrasi suatu molekul, yaitu
vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Vibrasi ulur terdiri dari vibrasi simetri dan vibrasi
asimetri sedangkan vibrasi tekuk terdiri dari vibrasi gunting (scissoring), goyang
(rocking), kibas (wagging) dan putar (twisting). Fekruensi vibrasi ulur antara 2
atom dan ikatan yang menghubungkan dapat dihitung berdasarkan hokum Hooke
(Sastrohamidjojo, 1991), dinyatakan dengan persamaan 5.
|
|
.
|
\
|
=
K
c
v
2
1
.(8)
Keterangan : = Frekuansi (det
-1
)
C = Kecepatan cahaya (3 x 10
10
cm/det)
K = Tetapan gaya untuk ikatan (Nm
-1
)
= Massa dua atom (g)
Interpretasi serapan inframerah (IR) dari beberapa vibrasi gugus gugus fungsi
senyawa organik (Sastrohamidjojo, 1991) :
a. daerah ulur hidrogen (3700 2700 cm
-1
)
Puncak terjadi karena vibrasi ulur dari atom hidrogen dengan atom lainnya.
Frekuensi jauh lebih besar sehingga interaksi dapat terabaikan. Puncak
absorbsi timbul pada daerah 3700 3100 cm
-1
karena vibrasi ulur dari OH
atau NH. Ikatan hidrogen menyebabkan puncak melebar dan terjadi
pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih pendek, sedangkan vibrasi
CH alifatik timbul pada 3000 2850 cm
-1
. Perubahan struktur dari ikatan CH
akan menyebabkan puncak bergeser kearah yang maksimum.
Rentangan NH muncul pada kisaran 3500 -3300 cm
-1
. Amin primer
mempunyai dua serapan sedangkan amin sekunder mempunyai satu serapan.
Amin tersier tidak memiliki rentang NH. Vibrasi bengkok NH pada amin
primer menghasilkan serapan melebar pada kisaran 1640 1560 cm
-1
. Amin
sekunder menyerap dekat 1600 cm
-1
. Rentang CN muncul pada daerah 1350
1000 cm
-1
.
b. daerah ikatan rangkap dua (1950 1550 cm
-1
)
vibrasi ulur dari gugus karbonil dapat dikarakterisasi seperti keton, aldehid
asam, semuanya mempunyai puncak pada 1700 cm
-1
. Ester, halidahalida
asam, anhidridaanhidrida asama mengabsorbsi pada 1770 1725 cm
-1
konjugasi menyebabkan puncak absorbsi menjadi lebih rendah sampai 1700
cm
-1
. Puncak yang disebabkan oleh vibrasi ulur dari C=C- dan C=N terletak
pada 1690 1600 cm
-1
. Cincin aromatik menunjukkan puncak dalam daerah
1650 1450 cm
-1
, yang dengan derajad substitusi rendah menunjukkan
puncak pada 1600, 1580, 1500, dan 1450 cm
-1
.
c. daerah sidik jari terletak pada 1500 1700 cm
-1
dimana sedikit saja perbedaan dalam struktur dan susunan molekul, akan
menyebabkan distribusi puncak absorbsi berubah. Dalam daerah ini untuk
memastikan senyawa organik adalah dengan cara membandingkan dengan
pembandingnya. Pita absorbsi dalam daerah ini disebabkan karena bermacam-
macam interaksi, sehingga tidak mungkin dapat menginterpretasikan dengan
tepat, walaupun kadangkadang puncak yang kompleks ini dapat bermanfaat
untuk identifikasi seperti C-O-C dalam eter dan ester yang mengabsorbsi pada
1200 cm
-1
, C-Cl pada 700 800 cm
-1
, SO
4
2-
, PO
4
3-
, NO
3
-
, CO
3
2-
menunjukkan
absorbsi kuat di bawah 1200 cm
-1
.
9. Pengambilan Ion Logam berat
Logam berat sangat banyak digunakan dalam kehidupan manusia, contohnya
sebagai bahan pewarna industri plastik dan elektroplating. Keberadaan logam
berat dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan. Ada beberapa
metode yang dapat digunakan untuk mengambil logam berat dari sumber
pencemaran, antara lain adsorpsi, biosorpsi, ekstraksi cair-cair, transport membran
cair, dan pertukaran ion (Palar, 1994).
Metode adsorpsi telah berhasil digunakan oleh Kisworo (2004) untuk
mengambil ion logam cadmium (Cd) dalam limbah cair industri cat menggunakan
alofan alam dengan prosentase penyerapan 82,1326%. Susilowati (2005) telah
berhasil menggunakan metode biosorpsi dalam pengambilan logam seng (II).
Susilowati menggunakan biomassa Aspergillus oryzae pada kondisi pH 5-7 dan
waktu kontak 60 menit, dengan kapasitas penyerapan 217,0329 mg/g.
Metode ekstraksi telah digunakan Ariwibowo (2004) untuk mengambil ion
logam Pb. Ekstraksi menggunakan Dibenzo-18-crown-6 dan metil orange sebagai
counter ion, pada kondisi optimum yaitu pH 7,5 dan waktu ekstraksi 5 menit,
memberikan hasil prosentase ekstraksi sebesar 7,236%. Pengambilan ion logam
berat menggunakan biosurfaktan telah dilakukan Jeewong Kim dan Vipulanandan
(1998). Biosurfaktan yang digunakan adalah biosurfaktan hasil biotransformasi
minyak nabati bekas pakai, dan diperoleh kapasitas penyerapan sebesar 3,75
mg/g.
10. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
SSA merupakan teknik spektrofotometer yang didasarkan absorbansi
energi oleh atom. Untuk dapat terjadi proses absorpsi atom hal yang diperlukan
adalah sumber radiasi monokromatik dan alat untuk menguapkan sampel dan
memperoleh atom ground state dari unsur yang diharapkan. Metode ini sangat
tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Sekitar 70 unsur dapat ditentukan
dengan SSA dengan besarnya konsentrsi sekitar 10 ppm untuk beberapa bahan
yang sulit dan jarang, sampai dengan dibawah 1 ppb untuk mercuri.
Metode SSA berprinsip pada adsorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada gelombag cahaya tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya, misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium menyerap pada
358,5 nm, sedangkan kalium pada 766,5 nm (Khopkar, S.M, 1990).
Sumber sinar pada SSA disebut hollow chatode lamp, setiap logam
membutuhkan sumber sinar untuk memanaskannya. Hanya satu logam yang dapat
dianalisa dalam satu pengukuran. Sebagai contoh, untuk menganalisa sampel
perak maka harus digunakan lampu perak. Jika digunakan lampu multi unsur
harus diset monokromator pada panjang gelombang logam (Shugar,1996)
B. Kerangka Pemikiran
Biotransformasi adalah proses mengubah bahan mentah menjadi produk
yang lebih berharga melalui reaksi kimia yang melibatkan organisme. Minyak
jagung yang mempunyai kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak
jenuh dapat mengalami biotransformasi oleh aktivitas bakteri dan diperkirakan
membentuk biosurfaktan, karena beberapa produk biotransformasi minyak dan
lemak menghasilkan biosurfaktan, contohnya minyak zaitun mengalami
biotransformasi oleh Pseudomonas, sp menghasilkan biosurfaktan asam
dihidroksi oktadekanoat (Desai dan Banat, 1997). Biotransformasi minyak kelapa
sawit oleh Candida bambicola menghasilkan biosurfaktan jenis shoporolipid yang
sebagian besar komponennya terdiri dari asam 17 hidroksi stearat (Ghazali dan
Ahmad, 1997).
Media berperan penting dalam biotransformasi minyak jagung oleh
aktivitas bakteri, karena media adalah tempat tumbuh bakteri dan sumber nutrisi
bagi bakteri. Media cair yang digunakan untuk biotransformasi minyak jagung
adalah Tripticase Soy Broth (TSB), karena mengandung pepton, glukosa dan
garam-garaman. Media fermentasi dilakukan penambahan minyak jagung ke
dalam media cair, karena minyak jagung mempunyai kandungan asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh, maka minyak jagung dapat berfungsi sebagai
substrat yang akan mengalami biotransformasi dan diperkirakan membentuk
biosurfaktan. Asam lemak tak jenuh dalam minyak jagung cukup besar, maka
kemungkinan besar ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh akan mengalami
biotransformasi menjadi gugus hidroksil dan gugus keton.. Mikroorganisme yang
digunakan untuk biotransformasi minyak jagung adalah Rhodoccocus
rhodochrous karena sudah terbukti dapat melakukan biotransformasi beberapa
asam lemak tidak jenuh menjadi suatu asam hidroksi alkanoat dan asam keto
alkanoat.
Pada biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas bakteri mempunyai
kondisi optimal, karena dalam biotransformasi minyak jagung dipengaruhi oleh
banyaknya sumber karbon dalam media fermentasi, lama fermentasi dan kondisi
lingkungan. Pada penelitian ini, variasi konsentrasi minyak jagung dalam media
fermentasi (v/v) dan lamanya fermentasi digunakan untuk memperoleh hasil
biotransformasi minyak jagung yang optimal. Biotransformasi minyak jagung
oleh R. rhodochrous kemungkinan dapat menghasilkan suatu biosurfaktan, maka
untuk mengetahui kondisi optimal dalam biotransformasi minyak jagung oleh R.
rhodochrous dilakukan pengamatan kepadatan sel bakteri (Optical Density/OD),
tegangan permukaan dan indeks emulsi setiap harinya
Hasil dari biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous
diperkirakan membentuk biosurfaktan dan merupakan turunan substrat yang ada
dalam media yang mengalami biotransformasi sehingga dimungkinkan
mempunyai gugus fungsi yang dapat diidentifikasi menggunakan FT-IR.
Biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous kemungkinan menghasilkan
biosurfaktan, dimana untuk mengindikasikan biosurfaktan dapat dilakukan dengan
penentuan indeks emulsi antara air dengan minyak sawit dan pengukuran
tegangan permukaan minyak sawit.
Biosurfaktan dapat diaplikasikan sebagai adsorben logam, contohnya
biosurfaktan jenis rhamnolipid telah digunakan untuk pengambilan logam Cd, Pb,
dan Zn dari dalam tanah. Penggunaan rhamnolipid sebagai adsorben logam
berdasarkan pada gugus hidroksil yang dimiliki rhamnolipid mampu berikatan
dengan ion logam berat.(Herman, et al, 1995 dalam Erawati. S, 2007). Hasil
biotransformasi minyak jagung diperkirakan membentuk biosurfaktan dan
mempunyai gugus hidroksil dalam gugus karboksilat yang beasal dari asam lemak
tidak jenuh, sehingga dapat diaplikasikan untuk pengambilan logam berat,
misalnya Cd
2+
.
C. Hipotesis
1. Minyak jagung dapat mengalami biotransformasi oleh aktivitas R.
rhodochrous
2. Hasil biotransformasi minyak jagung mempunyai gugus hidroksil, gugus
keton dan rantai panjang hidrokarbon.
3. Hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous
merupakan suatu biosurfaktan.
4. Kapasitas penyerapan hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R.
rhodochrous pada kondisi pH 6, temperatur kamar, dengan waktu kontak 5
dan 10 menit terhadap logam Cd
2+
cukup besar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Minyak jagung
yang digunakan dianalisa menggunakan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi
pada senyawa yang terkandung dalam minyak jagung. Kurva pertumbuhan
Rhodococcus rhodochrous ditentukan dengan kepadatan sel bakteri (Optical
Density/OD) pada media inokulum menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Optimasi kondisi biotransformasi minyak jagung oleh Rhodoccocus
rhodochrous dilakukan dengan variasi konsentrasi minyak jagung dalam media
fermentasi, yaitu 0, 5%, 10%, dan 20% (v/v) dan lama fermentasi selama 12 hari.
Parameter optimasi kondisi adalah pengukuran OD menggunakan
spektrofotometer UV-Vis, pengukuran tegangan permukaan menggunakan metode
kenaikan kapiler dengan zat pembanding air, penentuan indeks emulsi dengan
cara membandingkan ketinggian terbentuknya emulsi dengan ketinggian total
sistem emulsi.
Recovery hasil biotransformasi minyak jagung dilakukan dengan cara sentrifugasi
dengan kecepatan 12500 rpm selama 20 menit, kemudian supernatan diekstraksi
menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran meningkat yaitu n-heksana,
kloroform, etil asetat dan butanol. Senyawa yang terekstrak pada masing-masing
pelarut dilakukan uji tegangan permukaan dan indeks emulsi..
Karakterisasi hasil biotransformasi minyak jagung dari senyawa yang
mengindikasikan biosurfaktan (mempunyai tegangan permukaan terkecil dan
indeks emulsi terbesar) meliputi identifikasi gugus fungsinya menggunakan
spektrofotometer infra merah,.penentuan indeks emulsi antara air dan minyak
sawit dan penentuan tegangan permukaan minyak sawit. Aplikasi hasil
biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous untuk pengambilan logam
Cd
2+
, konsentrasi logam yang terambil dianalisa dengan Spektrofotometer
Serapan Atom.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2006 sampai Februari 2007.
Produksi biosurfaktan dilakukan di Sub Laboratorium Biologi Pusat UNS.
Identifikasi biosurfaktan dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA UGM.
Karakterisis biosurfaktan yang diperoleh dan pengukuran konsentrasi logam Cd
2+
yang terambil biosurfaktan dilakukan di Sub Laboratoriun Pusat UNS.
C. Alat dan Bahan
1. Alat yang dipergunakan adalah :
a. Autocalave, Ogawa Seiki Co, LTD
b. Sentrifuge, Sorvall Super T21
c. Vortex Mixer, Gemmy Industrial, Corp
d. Neraca Analitis, Mettler Toledo AT400
e. Peralatan gelas pyrek, Merck
f. Spektrofotometer UV VIS, Shimadzu UV-160 IPC
g. Seperangkat alat FT-IR
h. PH meter, Corning
i. Seperangkat alat metode kenaikkan kapiler
j. Seperangkat alat pengukuran indeks emulsifier
k. Spektrofotometer AAS
l. Shaker, IKA labortechnik
m. Hot Plate
n. Magnetic strirer
o. Bunsen
p. Kawat ose
2. Bahan bahan yang diperlukan adalah :
a. Minyak jagung, Sunbeam
b. Trypticase Soy Agar, Merck
c. Tryptic Soy broth, Merck
d. Minyak sawit, Bimoli
e. Kloroform, Merck
f. Butanol , Merck
g. Inokulum R. rhodochrous FNCC 0066 dibeli dari PAU UGM
h. Heksana , Merck
i. Etil asetat , Merck
j. Natrium sulfat, Merck
k. Kertas saring, whatman no 42
l. Cd(NO
3
)
2
, Merck
m. HNO
3
, Merck
n. Akuades
o. Kapas steril
p. Alumunium foil
q. Alkohol 96%
D. Prosedur Penelitian
Dalam prosedur penelitian ini dilakukan dengan urut. Setiap tahap yang
dilakukan bertujuan untuk menentukan tahap penelitian selanjutnya. Diagram alir
cara kerja tercantum dalam lampiran 1.
1. Analisa komposisi minyak jagung
a. Analisa dengan menggunakan FT-IR
Minyak jagung dioleskan pada preparat dan diukur transmisinya pada
bilangan gelombang 4000 cm
-1
sampai 500 cm
-1
.
2. Produksi dan Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung
a. Penyiapan Inokulum
R. rhodochrous disimpan dalam lemari pendingin (4
0
C) sebagai biakan
stok (stock culture) pada TSA (Trypticase Soy Agar). R. rhodochrous
ditumbuhkan dalam media cair dengan komposisi 30 g/Liter Tryptic Soy
broth, pada temperatur kamar dishaker dengan kecepatan 150 rpm selama
24 jam. Setelah tumbuh, biakan siap untuk dipindahkan ke media
fermentasi.
b. Kurva Pertumbuhan Bakteri
1) Fermentasi dilakukan pada suhu kamar dengan kecepatan 150 rpm
dalam tabung reaksi dengan volume 3 ml media cair selama 24 jam,
kemudian diambil 200 l dipindah ke 25 ml media fermentasi dishaker
150 rpm selama 24 jam, kemudian diambil 5 ml dipindah ke 125 ml
media fermentasi dishaker 150 rpm selama 24 jam.
2) Bakteri yang telah ditumbuhkan ke dalam media dilakukan
pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-
Vis setiap jam selama 18 jam selanjutnya setiap 3 jam sampai 24 jam.
c. Kultur Fermentasi
Media fermentasi dibuat dengan komposisi 30 g/Liter Triptic Soy Broth
dan minyak jagung, dengan variasi konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 20%
(v/v). Fermentasi dilakukan pada suhu kamar dengan kecepatan 150 rpm
dalam tabung reaksi dengan volume 3 ml media cair TSB selama 10 jam,
kemudian diambil 200 l dipindahkan kedalam 5 ml media fermentasi
dengan konsentrasi minyak jagung 5% (v/v) dan dishaker selama 10 jam
dengan kecepatan 150 rpm, kemudian diambil 200 l dipindah kedalam 25
ml media fermentasi dishaker selama 10 jam dengan kecepatan 150 rpm.
Setelah 10 jam, diambil 5 ml dipindah kedalam 125 ml media fermentasi.
d. Optimasi Kondisi
Untuk optimasi kondisi akan dilakukan produksi biotransformasi minyak
jagung dengan :
1) Variasi minyak jagung dalam media fermentasi, yaitu 0%, 5%, 10%
dan 20% (v/v).
2) Variasi lama fermentasi, yaitu akan dilakukan pengamatan tiap hari
dari 0-12 hari
3) Setiap sampel dianalisis absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis
dan ditentukan indeks emulsi, dan tegangan permukaan.
a) Absorbansi
Sampel (media fermentasi) diukur absorbansi dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum
media TSB.
b) Tegangan permukaan
Pipa kapiler dicelupkan ke dalam media fermentasi dan diukur
kenaikan larutan dalam pipa kapiler.
c) Indeks emulsi
Media fermentasi diambil 1 ml ditambah dengan minyak sawit 1
ml kemudian divortex selama 2 menit. Emulsi dibiarkan selama 24
jam. Tinggi emulsi yang masih tersisa dibagi tinggi total larutan
merupakan indeks emulsi.
3. Recovery Hasil Biotransformasi Minyak Jagung
a. Media fermentasi disentrifugasi 12500 rpm, pada suhu 27
0
C selama 20
menit diperoleh supernatan yang akan diekstraksi.
b. Supernatan diekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat
kepolaran yang semakin meningkat. Pelarut yang digunakan dengan urutan
sebagai berikut n-heksana, kloroform, etil asetat, butanol. Perbandingan
pelarut dengan media fermentasi adalah 1 : 1 dengan dua kali ekstraksi dan
digojok selama 20 menit. Untuk pertama kali media fermentasi digojok
dengan pelarut n-heksana fase heksana (atas) diambil kemudian ditambah
25 g Na
2
SO
4
dan dibiarkan semalam, kemudian dievaporasi pada suhu
70
o
C sampai pelarut tidak menetes lagi, diperoleh senyawa yang terekstrak
dalam n-heksana, sedangkan fase air (bawah) diekstraksi kembali dengan
kloroform. Fase kloroform (bawah) ditambah dengan 25 g Na
2
SO
4
dan
dibiarkan semalam, untuk kemudian dievaporasi pada suhu 60
o
C sampai
tidak menetes lagi,diperoleh senyawa yang terekstrak dalam kloroform
sedangkan fase air diekstraksi lagi dengan etil asetat. Fase etil asetat
diambil kemudian ditambah dengan Na
2
SO
4
dan dibiarkan semalam,
kemudian dievaporasi pada suhu 70
o
C sampai pelarut tidak menetes lagi,
diperoleh senyawa dalam etil asetat. Fase air diekstraksi lagi dengan
butanol, fase butanol diambil ditambah dengan 25 g Na
2
SO
4
dan dibiarkan
semalam kemudian dievaporasi pada suhu 90
o
C sampai tidak menetes lagi,
diperoleh senyawa dalam butanol. Sisa fase air dievaporasi pada suhu
100
o
C sampai tidak menetes lagi , diperoleh senyawa dari sisa fase air.
Hasil evaporasi masing-masing diukur tegangan permukaannya dan indeks
emulsi. Pengukuran tegangan permukaan jika hasilnya berupa padatan,
maka 0,2 gram dilarutkan dengan 2 ml aquades dan diukur kenaikan zat
cairnya dalam pipa kapiler, jika hasilnya berupa cairan maka langsung
diukur kenaikan zat cairnya dalam pipa kapiler. Penentuan indeks emulsi,
jika hasilnya berupa padatan maka 0,2 gram dilarutkan dalam 1 ml
aquades dan ditambah dengan minyak sawit sebanyak 1 ml kemudian
divortex selama 2 menit dan dibiarkan selama 24 jam, jika hasilnya berupa
cairan, maka emulsi dibentuk dengan perbandingan sampel : minyak sawit
: air = 1:2:2. Sampel dengan indeks emulsi terbesar dan mempunyai
kemampuan menurunkan tegangan muka terbesar dianalisa dengan FT-IR
yang selanjutnya dikarakterisasi.
4. Karakterisasi Hasil Biotrnasformasi Minyak Jagung dari Ekstrak Kloroform
a. Identifikasi gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR
Sampel ditambah dengan nujol dan dioleskan pada preparat kemudian
dianalisa dengan FT-IR untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada.
b. Penentuan indeks emulsi
Indeks emulsi didapat dari melarutkan 4,5 mg hasil biotransformasi
minyak jagung dari ekstrak kloroform ke dalam 5 ml air dan ditambahkan
5 ml hidrokarbon (minyak sawit). Larutan divortex selama 2 menit dan
dibiarkan selama 24 jam dan dihitung indeks emulsi dengan membagi
tinggi emulsi dengan tinggi total. Kestabilan emulsi dapat diketahui
dengan membiarkan emulsi sampai emulsi yang terbentuk habis dan setiap
hari diukur tinggi emulsi yang masih terbentuk lalu dibagi dengan tinggi
total.
c. Penentuan tegangan permukaan
Penentuan tegangan permukaan akan dilakukan dengan metode kenaikan
kapiler dengan pembanding air. Hasil biotransformasi minyak jagung dari
ekstrak kloroform yang ditambahkan ke dalam hidrokarbon (minyak
sawit) sebesar 9 mg.
5. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung
a. Supernatan hasil biotransformasi minyak jagung digunakan untuk
pengambilan logam berat Cd
2+
.
Supernatan hasil biotransformasi minyak jagung sebanyak 2 ml ditambah
larutan logam Cd
2+
2,5 ppm 8 ml, pada kondisi pH 6 waktu kontak 5 dan
10 menit, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Filtrat
yang diperoleh dianalisa dengan spektrofotometer serapan atom (SSA).
b. Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform digunakan
untuk pengambilan logam berat Cd
2+
.
Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform sebanyak
0,01 g ditambahkan ke dalam larutan logam Cd
2+
2 ppm 10 ml, pada
kondisi pH 6, waktu kontak 5 dan 10 menit, kemudian disaring dengan
kertas saring Whatman 42. Filtrat yang diperoleh dianalisa dengan SSA.
E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data
1. Optimasi kondisi
a. Spektrofotometer UV-Vis
Aktivitas bakteri dapat memperkeruh larutan, sehingga akan mempunyai
serapan pada spektrofotometer UV-Vis, nilai serapan ini menunjukkan
kepadatan sel (optical density). Kepadatan sel menunjukkan bahwa bakteri
dapat tumbuh dalam media fermentasi dengan semakin meningkatnya harga
kepadatan sel. Oleh karena itu untuk optimasi kondisi dapat menggunakan
spektrofotometer UV-Vis yaitu dengan mengetahui absorbansi masing-masing
sampel. Untuk mencari absorbansi maksimum sampel digunakan panjang
gelombang maksimum dari media cair. Kemudian masing-masing sampel
dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis, kondisi optimal diperoleh pada
saat absorbansi mulai konstan.
b. Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan diukur dengan metode kenaikkan kapiler. Besarnya
tegangan permukaan dapat diketahui dengan persamaan:
air
x x
air air
x
x x
air air
x x
air air
x
air
d h
d h
d h
d h
g d rh
g d rh
=
= =
2 /
2 /
dimana:
x
= tegangan permukaan zat cair yang ditentukan
air
= tegangan permukaan air
d
air
= berat jenis air
d
x
= berat jenis zat cair
h
air
= tinggi permukaan air
h
x
= tinggi permukaan zat cair
Surfaktan bekerja untuk menurunkan tegangan permukaan suatu cairan
karena surfaktan akan terakumulasi di permukaan dengan menurunkan energi
bebas, sehingga pada optimasi kondisi biotransformasi minyak jagung dipilih
kondisi yang mempunyai penurunan tegangan permukaan yang besar.
c. Indeks emulsi
Dua zat yang tidak saling terlarut dapat bercampur dengan adanya
surfaktan karena surfaktan mempunyai sifat sebagai pengemulsi, sehingga
pada optimasi kondisi dipilih kondisi yang mempunyai indeks emulsi terbesar.
Indeks emulsi dapat ditentukan dengan mencampur larutan media
fermentasi dengan suatu senyawa hidro karbon dengan perbandingan volume
1:1. larutan tersebut kemudian dikocok dengan menggunakan vortex selama 2
menit dan dibiarkan selama 24 jam. Tinggi emulsi dibagi tinggi total adalah
indeks emulsi yang diperoleh.
2. Karakterisasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung
a. Identifikasi gugus fungsi menggunakan Spektrofotometer Inframerah (FT-
IR)
Identifikasi dengan FT-IR akan menghasilkan puncak-puncak
kromatogram yang akan memberikan informasi gugus fungsi yang ada dalam
sampel. Dengan data tersebut dapat diperkirakan struktur dan gugus fungsi
hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform.
b. Indeks emulsi
Emulsi yang terbentuk antara air dan minyak sawit sebelum dan sesudah
penambahan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
digunakan untuk penentuan indeks emulsi. Stabilitas emulsi diperoleh dengan
mengukur emulsi yang masih tersisa selama 14 hari.
c. Penentuan tegangan permukaan
Penentuan tegangan permukaan minyak sawit dilakukan dengan
menghitung tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah
penambahan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform.
3. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung
a. Spektrofotometer Serapan Atom
Hasil biotransformasi minyak jagung dapat mengikat logam berat
misalnya Cd
2+
, konsentrasi Cd
2+
yang terambil dapat dianalisa menggunakan
spektrofotometer serapan atom. Maka konsentrasi logam Cd
2+
yang terambil
dapat diketahui dengan mengukur konsentrasi awal Cd
2+
dikurangi konsentrasi
Cd
2+
setelah dikontakkan dengan produk hasil biotransformasi minyak jagung.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Produksi dan Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung
Media fermentasi dan media inokulum dalam biotransformasi minyak
jagung digunakan Tripticase Soy Broth (TSB) sebagai media cair bakteri. TSB
mempunyai komposisi pepton dari kasein dan soymeal, glukosa, NaCl, dan
K
2
HPO
4
. Menurut Pelczar, et al (1986) pertumbuhan mikroorganisme
memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin, dan garam-garaman. Sebagai sumber
energi, mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber karbon dan
asam amino sebagai sumber nitrogen, dimana semua komponen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme terdapat dalam TSB, sehingga TSB berfungsi sebagai
sumber karbon utama dalam biotransformasi minyak jagung dan nutrisi untuk
pertumbuhan bakteri. Minyak jagung yang mengandung asam lemak tak jenuh
berfungsi sebagai sumber karbon tambahan dan sebagai substrat yang akan
mengalami biotransformasi.
Minyak jagung yang digunakan dalam penelitian adalah minyak jagung
bermerk dagang Sunbeam. Komposisi minyak jagung dapat dilihat pada tabel 4.
Minyak jagung yang digunakan dalam penelitian mempunyai kandungan asam
lemak tak jenuh sebesar 87,2% dan kandungan asam lemak jenuh sebesar 12,8%.
Hasil GC-MS diketahui senyawa yang terkandung dalam minyak jagung seperti
yang terlihat dalam tabel 5 (Kresnadipayana, 2006). Berdasarkan hal ini minyak
jagung dapat digunakan sebagai sumber karbon tambahan dan sebagai substrat
yang akan mengalami biotransformasi.
1. Kurva Pertumbuhan Rhodococcus rhodochrous
Pembuatan kurva pertumbuhan bakteri bertujuan untuk mengetahui waktu
optimum dalam pemindahan bakteri dari media inokulum ke media fermentasi.
Pengukuran kepadatan sel bakteri dalam pembuatan kurva pertumbuhan
berdasarkan pengukuran kekeruhan biakan dalam media menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Data absorbansi yang diperoleh tersebut
menggambarkan kepadatan sel. Pengukuran kepadatan sel dilakukan pada panjang
gelombang maksimal 364 nm, panjang gelombang maksimal yang digunakan
diperoleh dari panjang gelombang maksimal media cair TSB. Hasil pengukuran
penentuan panjang gelombang maksimal media cair TSB tercantum dalam
lampiran 2.
Bakteri mempunyai media yang spesifik untuk tumbuh. Dalam media
tersebut bakteri akan mengalami tahap kehidupan mulai dari pertumbuhan sampai
kematian, oleh karena itu usia inokulum yang tepat untuk diinokulasikan pada
media produksi sangat berpengaruh dalam metabolisme mikroorganisme. Hasil
pengukuran kepadatan sel bakteri dalam pembuatan kurva pertumbuhan secara
lengkap tercantum dalam lampiran 3.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
1,1
1,2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
waktu inokulasi (jam)
O
p
t
i
c
a
l
D
e
n
s
i
t
y
(
O
D
)
Gambar 3. Kurva pertumbuhan bakteri R. rhodochrous pada media TSB
Dari kurva pertumbuhan (gambar 3) terlihat bahwa pada jam 1-10 kurva
mengalami kenaikan, ini berarti bakteri tumbuh dan membelah dengan cepat,
dengan mengkonsumsi nutrisi dari dalam media. Setelah 10 jam kurva terlihat
mendatar atau konstan, ini berarti nutrisi dalam media semakin habis terpakai,
sehingga ada bakteri yang mati dan pada waktu yang bersamaan ada bakteri yang
tumbuh dan membelah diri. Pada waktu ini sangat tepat untuk menentukan waktu
pemindahan bakteri dari media inokulum ke media fermentasi, karena dengan
dipindah ke media yang baru kebutuhan nutrisi bakteri terpenuhi kembali. Pada
kurva terlihat setelah 18 jam kurva mulai turun, ini berarti bakteri telah banyak
yang mati karena nutrisi dalam media semakin habis terpakai. Dari kurva
pertumbuhan dapat diambil kesimpulan waktu inokulasi pemindahan bakteri ke
media fermentasi pada saat proses biotransformasi minyak jagung adalah 10 jam.
2. Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung
Biotransformasi minyak jagung yang optimal dapat menghasilkan
biosurfaktan, maka untuk memperoleh hasil biotransformasi minyak jagung yang
mengindikasikan biosurfaktan ditunjukkan dengan penurunan tegangan
permukaan besar dan pembentukan emulsi yang besar pula. Selain itu untuk
memperoleh hasil yang optimal dari biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas
Rhodoccocus rhodochrous diperlukan kepadatan sel bakteri yang tinggi dalam
media fermentasi. Dengan pengukuran kepadatan sel bakteri, tegangan permukaan
dan indeks emulsi dapat diketahui berapa konsentrasi minyak jagung dalam media
fermentasi dan lama fermentasi yang mampu memberikan hasil optimal dari
biotransformasi minyak jagung.
a. Kepadatan Sel (Optical Density/OD)
Kepadatan sel bakteri menunjukkan jumlah bakteri yang tumbuh dalam
media fermentasi. Kepadatan sel dapat diketahui dari pengukuran absorbansi
media fermentasi pada panjang gelombang maksimal 364 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Hasil pengukuran kepadatan sel bakteri tercantum
dalam lampiran 4a . Kurva kepadatan sel dapat dilihat dalam gambar 4.
Dari gambar 4 menunjukkan bahwa kepadatan sel bakteri dalam media
fermentasi dengan penambahan minyak jagung lebih tinggi dibanding kepadatan
sel bakteri pada media TSB, ini ditandai dengan nilai absorbansi pada media
fermentasi dengan penambahan minyak jagung lebih tinggi dibanding dengan
absorbansi pada media TSB. Pada hari ke-7 dan 8 terlihat jelas perbedaan
kepadatan sel dalam media tanpa minyak lebih rendah dibanding media
fermentasi dengan penambahan minyak. Pada hari ke-7 kepadatan sel dalam
TBJ20% terlihat paling tinggi dibanding yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri pada media TSB dengan penambahan minyak jagung 20% tumbuh dan
membelah lebih banyak, karena dengan penambahan minyak jagung terdapat
tambahan nutrisi sumber karbon dalam media fermentasi dan produk yang
dihasilkan dari biotransformasi minyak jagung kemungkinan juga lebih banyak
karena aktivitas bakteri juga lebih banyak.
Grafik Kepadatan Sel Bakteri
-0,1
0,1
0,3
0,5
0,7
0,9
1,1
1,3
1,5
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
lama fermentasi (hari ke-)
k
e
p
a
d
a
t
a
n
s
e
l
(
O
p
t
i
c
a
l
D
e
n
s
i
t
y
/
O
D
)
TSB
TSBJ5%
TSBJ10%
TSBJ20%
keterangan:
TSB :TSB tanpa minyak jagung
TSBJ5% :TSB + minyak jagung 5% (v/v)
TSBJ10% :TSB + minyak jagung 10% (v/v)
TSBJ20% :TSB + minyak jagung 20% (v/v)
Gambar 4. Grafik Kepadatan Sel (Optical Density/OD) pada Kondisi Optimasi
Produksi Biosurfaktan
Berdasarkan uji statistik Duncan pada lampiran 5a menunjukkan bahwa
Optical Density yang paling besar pada hari ke-7, sedangkan untuk media
fermentasi TSBJ5%, TSBJ10% dan TSB20% memberikan pengaruh yang sama
terhadap Optical Density. Dari hasil penelitian dan uji statistik Duncan dapat
diambil kesimpulan bahwa kondisi optimum biotransformasi minyak jagung oleh
R. rhodochrous untuk parameter Optical Density adalah TSBJ20% pada hari ke-7.
b. Tegangan Permukaan
Biosurfaktan yang mempunyai karakter yang baik adalah biosurfaktan
yang mempunyai nilai tegangan permukaan kecil atau mempunyai penurunan
tegangan permukaan yang besar, maka pada optimasi kondisi dipilih media
fermentasi dengan kondisi nilai tegangan permukaan larutannya paling rendah.
Hasil perhitungan tegangan permukaan tercantum pada lampiran 4c.
Grafik Tegangan Permukaan
0
20
40
60
80
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lama Fermentasi (Hari ke-)
T
e
g
a
n
g
a
n
P
e
r
m
u
k
a
a
n
X
1
0
-
3
(
N
/
m
)
TSB
TSBJ5%
TSBJ10%
TSBJ20%
keterangan:
TSB :TSB tanpa minyak jagung
TSBJ5% :TSB + minyak jagung 5% (v/v)
TSBJ10% :TSB + minyak jagung 10% (v/v)
TSBJ20% :TSB + minyak jagung 20% (v/v)
Gambar 5. Grafik tegangan permukan media fermentasi pada optimasi kondisi
Dari gambar 5 terlihat bahwa pada semua media fermentasi terjadi
penurunan tegangan permukaan pada hari ke-1. Pada TSB nilai tegangan
permukaan pada hari ke-2 sampai ke-6 relatif konstan dan menurun pada hari 7
dan 8, kemudian naik lagi. Pada media fermentasi TSBJ5% tegangan permukaan
juga relatif konstan pada hari ke-1 sampai ke-10, sedangkan pada media
TSBJ10% dan media TSBJ20% mengalami penurunan pada hari ke-7. Walaupun
pada semua media fermentasi mengalami penurunan tegangan permukaan pada
hari ke-7, namun penurunan paling besar terjadi pada media TSBJ20%. Media
TSBJ20% mempunyai sumber karbon tambahan lebih banyak dibanding yang
lain, dari hasil pengukuran Optical Density jumlah bakteri dalam media TSBJ20%
paling tinggi, maka aktivitas bakteri dalam media tersebut juga lebih banyak,
kemungkinan besar hasil biotransformasi minyak jagung yang dihasilkan juga
lebih banyak dibanding yang lain. Hasil biotransformasi minyak jagung
kemungkinan sudah terbentuk biosurfaktan sehingga menyebabkan penurunan
tegangan permukaan dalam media TSBJ20% paling besar dibanding yang lain.
Berdasarkan uji statistik Duncan pada lampiran 5c menunjukkan bahwa
TSBJ20% adalah konsentrasi terbaik untuk tegangan permukaan sedangkan untuk
hari, ada tiga hari yang memberikan tegangan permukaan terbaik, yaitu hari ke- 7,
11 dan 12. Tetapi berdasarkan kurva pertumbuhan bakteri pada hari ke-11 dan 12
merupakan tahap kematian, maka hari terbaik dipilih pada hari ke-7. Dari hasil
penelitian dan uji statistik Duncan dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi
optimum produksi biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous untuk
parameter tegangan permukaan adalah TSBJ20% pada hari ke- 7 dengan nilai
tegangan permukaan yaitu 0,04943 N/m.
c. Indeks Emulsi
Biosurfaktan yang mempunyai karakter yang baik adalah biosurfaktan
yang mempunyai nilai indeks emulsi yang besar. Pada penelitian ini digunakan
minyak sawit sebagai hidrokarbon (larutan nonpolar) dan pelarut media
fermentasi dalam hal ini adalah air sebagai larutan polarnya. Indeks emulsi diukur
setelah 24 jam. Hasil pengukuran indeks emulsi tercantum pada lampiran 4b dari
hasil pengukuran dibuat grafik antara indeks emulsi versus lama fermentasi dari
masing-masing media fermentasi, seperti pada gambar 6.
Dari gambar 6 terlihat bahwa indeks emulsi terbesar dimiliki oleh
TSBJ5% dan TSBJ10% pada hari ke-7. Berdasarkan uji statistik (uji Duncan)
faktor hari/lama fermentasi tidak memberikan pengaruh, ini berarti berdasarkan
uji statistik tidak dapat ditentukan hari terbaik untuk indeks emulsi, sedangkan
untuk faktor konsentrasi penambahan minyak jagung rata-rata indeks emulsi
terbesar adalah TSBJ5%, namun hasil uji statistik (uji Duncan) menunjukkan
bahwa TSBJ5%, TSBJ10%, dan TSBJ20% memberikan pengaruh yang sama
terhadap indeks emulsi. Media fermentasi TSBJ5%, TSBJ10% dan TSBJ20%
mempunyai nilai indeks emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan media
TSB, karena dalam TSBJ5%, TSBJ10% dan TSBJ20% terdapat sumber karbon
tambahan. Dengan adanya sumber karbon tambahan aktivitas bakteri menjadi
lebih tinggi, maka biotransformasi minyak jagung yang dihasilkan juga lebih
banyak dan sudah terbentuk biosurfaktan sehingga emulsi yang terbentuk juga
semakin besar. Dari hasil penelitian dan uji statistik Duncan maka kondisi
optimum biotransformasi minyak jagung untuk parameter indeks emulsi TSBJ5%,
TSBJ10%, dan TSBJ20% memberikan pengaruh yang sama dengan lama
fermentasi 7 hari.
Grafik Indeks Emulsi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
lama fermentasi (hari ke-)
I
n
d
e
k
s
E
m
u
l
s
i
(
%
)
TSB
TSBJ5%
TSBJ10%
TSBJ20%
keterangan:
TSB :TSB tanpa minyak jagung
TSBJ5% :TSB + minyak jagung 5% (v/v)
TSBJ10% :TSB + minyak jagung 10% (v/v)
TSBJ20% :TSB + minyak jagung 20% (v/v)
Gambar 6. Grafik indeks emulsi media fermentasi pada optimasi kondisi.
Dari ketiga parameter sebagai uji penentuan optimasi kondisi pada
biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous diambil kesimpulan kondisi
optimal dipilih media fermentasi dengan penambahan minyak jagung 20%(v/v)
dengan lama fermentasi 7 hari, karena menunjukkan nilai tegangan permukaan
terkecil dan nilai indeks emulsi terbesar, dalam kurva pertumbuhan bakteri hari
ke-7 termasuk dalam tahap stasioner, dimana bakteri masih tumbuh dan
membelah serta pertumbuhannya relatif konstan.
B. Recovery Hasil Biotransformasi Minyak Jagung
Biotransformasi minyak jagung oleh R. Rhodochrous dilakukan pada
kondisi optimum yaitu dengan media fermentasi TSB dan minyak jagung 20%
(v/v) lama fermentsi 7 hari. Hasil biotransformasi minyak jagung kemungkinan
membentuk biosurfaktan maka untuk recovery hasil biotransformasi minyak
jagung dipilih sampel yang mempunyai nilai tegangan permukaan terendah dan
indeks emulsi terbesar. Hasil recovery supernatan hasil sentrifugasi
biotransformasi minyak jagung dengan nilai tegangan permukaan dan indeks
emulsi dapat dilihat dalam Tabel 6. Hasil perhitungan tegangan permukaan dari
masing-masing ekstrak secara lengkap tercantum dalam lampiran 6.
Tabel 6. Hasil Recovery Supernatan Hasil Biotransforamsi Minyak Jagung 200 ml
Jenis
pelarut
Tegangan
permukaan Massa (g) atau volume (ml)
air + ekstrak (N/m)
E24(%)
hasil ekstrak
Bentuk
n-Heksana 0,0511* 62,5 35 ml cairan kuning kental
Kloroform 0,0481 96 0, 983 g padatan coklat tua
Etil asetat
Butanol 0,0774 40 1,507 g serbuk kuning
Air 0,0620 32 2,401 g padatan coklat tua
Ket :
*Tegangan permukaan Hex-biosrrhocorn tanpa air karena berupa cairan
E24 = indeks emulsi selama 24 jam
Dari tabel 6 terlihat bahwa hasil dari ekstraksi pelarut heksana berupa
cairan kuning kental, ini dimungkinkan adalah sisa minyak jagung yang tidak
mengalami biotransformasi atau belum terbiotransformasi sempurna. Sesuai
kaidah like dissolve like, hasil dari ekstrak heksana mempunyai sifat nonpolar
sama dengan sifat kepolaran heksana. Hasil dari ekstrak heksana mempunyai nilai
tegangan permukaan sebesar 0,0511 N/m dan nilai indeks emulsi sebesar 62,5%.
Hasil recovery dari pelarut etil asetat ternyata tidak diperoleh hasil, ini
berarti tidak ada senyawa yang sifat kepolarannya sama dengan etil asetat.
senyawa yang terekstrak dalam pelarut kloroform mempunyai nilai tegangan
permukaan terkecil yaitu 0,0481 N/m dan indeks emulsi terbesar yaitu 96 %.
Karena terekstrak dalam kloroform, maka dimungkinkan hasil biotransforamsi
minyak jagung dari ekstrak kloroform ini mempunyai sifat semipolar sama
dengan sifat kepolaran kloroform.
Dari tabel 6 terlihat bahwa hasil recovery dari ekstrak butanol dan sisa air
lebih banyak dari hasil dari ekstrak kloroform, namun karena nilai tegangan
permukaan hasil dari ekstrak kloroform ini lebih rendah dibanding keduanya dan
indeks emulsinya lebih tinggi dari keduanya, maka diambil kesimpulan bahwa
hasil biotransformasi minyak jagung yang mengindikasikan biosurfaktan adalah
hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform.
C. Karakteristik Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak
kloroform
1.Identifikasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR)
Analisis hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
dengan FT-IR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam hasil
dari ekstrak kloroform. Selain hasil dari ekstrak kloroform, minyak jagung juga
dianalisis dengan FT-IR, karena hasil kedua analisis dapat dibandingkan sehingga
dapat diketahui perubahan gugus fungsi minyak jagung sebelum terjadi
biotransformasi dan sesudah terjadi biotransformasi. Gambar 8 adalah gabungan
spektra minyak jagung sebelum dan seudah terjadi biotransformasi, sehingga
dapat terlihat dengan jelas perubahan yang terjadi. Tabel 7 menunjukkan gugus
fungsi yang terdapat dalam minyak jagung dan hasil dari ekstrak kloroform, data
lengkap analisis FT-IR minyak jagung dan hasil dari ekstrak kloroform tercantum
dalam lampiran 7.
Pada spektra minyak jagung muncul serapan gugus karbonil ester C=O
pada 1747,4 cm
-1
, serapan 1238,2 cm
-1
milik uluran C-O ester, serapan C-H
alifatis rantai panjang pada serapan 721,5 cm
-1
dan ketidakmunculan gugus OH
pada spektra minyak jagung membuktikan bahwa minyak jagung mengandung
asam lemak yang berbentuk trigliserida (gambar 7).
Asam lemak yang berbentuk trigliserida dapat mengalami biotransformasi
menjadi asam lemak bebas seperti yang terlihat pada gambar 7. Selanjutnya asam
lemak bebas baik asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dapat mengalami
biotransformasi. Biotransformasi asam lemak jenuh dapat terjadi reaksi oksidasi,
reduksi, desarturasi dan hidroksilasi, sedangkan pada asam lemak tidak jenuh
dapat terjadi reaksi hidrogenasi, hidroksilasi dan epoksidasi.
O
H
2
C O C R CH
2
OH
O O
CH O C R CH OH + 3 R C OH
O
C
2
H O C R CH
2
OH
Gambar 7. Biotransformasi asam lemak dalam bentuk triglisrida menjadi asam
lemak bebas
Minyak jagung mengalami biotransformasi Tabel 7 dan gambar 8
menunjukkan perubahan yang terjadi, yaitu dengan munculnya serapan OH yang
lebar pada spectra hasil dari ekstrak kloroform pada serapan 3394,5 cm
-1
dan
serapan khas uluran C-O alkohol pada serapan pada 1080,1cm
-1
, menunjukkan
bahwa hasil dari ekstrak kloroform mengandung gugus hidroksi alkohol. Pada
spectra hasil dari ekstrak kloroform muncul serapan C=O asam karboksilat pada
serapan 1747,4 cm
-1
, begitu juga pada spektra minyak jagung juga muncul serapan
C=O pada 1747,4 cm
-1
, ini berarti gugus karboksilat pada asam lemak tidak
mengalami perubahan. Maka hasil dari ekstrak kloroform masih mempunyai
gugus karboksilat. Pada spectra hasil dari ekstrak kloroform muncul serapan C=O
keton pada 1558,4 cm-
1
.
Tabel 7. Perubahan Serapan Gugus Fungsi Minyak Jagung dan Hasil
Biotransformasi Minyak dari Ekstrak Kloroform
Data FT-IR Pustaka*
keterangan
Asam lemak dalam bentuk
trigliserida
gliserol Asam lemak bebas
minyak
Hasil
ekstrak v (cm-1) Identifikasi
jagung kloroform
Hasil ekstrak kloroform
mengandung gugus hidroksi - 3394,5 3650-3200 OH
alkohol
2927,7 minyak jagung dan hasil ekstrak
2854,5 3000-2800 CH alifatik kloroform mempunyai rantai
2927,7
2854,5
panjang hidrokarbon
minyak jagung dan hasil ekstrak
kloroform merupakan senyawa
karboksilat yang berarti gugus
karboksilat pada asam lemak
1747,4 1747,4 1850-1650 C=O
tidak mengalami perubahan
- C=O Hasil ekstrak kloroform
1558,4 1870-1540
keton mengandung gugus keton
1461,9 1458,1 1440-1395 uluran C-O minyak jagung dan hasil ekstrak
1377,1 1377,1 1320-1210 Tekukan O-H kloroform adalah senyawa
alkanoat
1238,2
-
1000-1300 ulur C-O
minyak jagung berbentuk
trigliserida
-
1080,1 1000-1260
uluran C-O pada
Hasil ekstrak kloroform
mengandung gugus hidroksi
alkohol alkohol
968,2 987,5 960-990 tekukan C-H
Hasil ekstrak kloroform yang
dihasilkan kemungkinan masih
trans RCH=CHR mengandung asam lemak
tak jenuh
721,3 721,5 720-725
#
-(CH2)n-rock minyak jagung dan hasil ekstrak
Dimana n > 4 kloroform mempunyai rantai
karbon panjang alifatik
Keterangan:
*
Silverstein, et.al., 1986: 106-129
#
Palleros, 2000 : 678
Gambar 8. Analisis FT IR minyak jagung (A) dan hasil dari ekstrak kloroform(B)
-OH
CH alifatik
C-O
O-H
tekukan
C-O alkohol
-(CH2)n-
n>4
C=O
721,5
(A)
(B)
2927,7
2854,5
1747,4
1461,9
1377,1
1238,1
968,2
914.2
721,3
3394,5
2927,7
2854,5
1747,4
1558,4 1458,3
1377,3
1080,1
987,5
C=O keton
4000.0 3000.0 2000.0 1500.0 1000.0 500.0
4000.0 3000.0
2000.0 1500.0
1000.0 500.0
Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform tersebut
diperkirakan membentuk suatu asam hidroksi alkanoat dan asam ketoalkanoat.
Karena banyak penelitian menunjukkan bahwa R. rhodochrous dapat digunakan
untuk konversi asam lemak tak jenuh pada substrat asam oleat yang dihasilkan
asam 10-hidroksistearat dan asam 10-ketostearat dan jika menggunakan asam
linolaeat sebagai substrat dihasilkan asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat dan asam
10-keto-12-oktadekanoat (Litchfield and pierce, 1986 dalam Kian et al, 1997).
Pada spektra hasil ekstrak kloroform masih terdapat serapan ikatan rangkap C=C
pada 987,5 cm
-1
, ini menunjukkan bahwa ikatan rangkap dalam minyak jagung
belum terbiotransformasi semua.
Dari beberapa penelitian menunjukkan R. rhodochrous dapat digunakan
untuk konversi asam lemak tak jenuh menjadi asam mono hidroksi alkanoat dan
asam mono keto alkonoat, dan belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa R.
rhodochrous dapat digunakan untuk konversi asam lemak tidak jenuh yang akan
dihasilkan asam polihidroksi alkanoat. Dari penelitian Lietchfield dan Pierce
(1986) dan penelitian Koritala et al (1989) dalam Kian et al (1997) menunjukkan
bahwa konversi asam lemak tidak jenuh oleh R. rhodochrous sebagian besar
menghasilkan asam hidroksi alkanoat mencapai 75-80%, sedangkan asam keto
alkanoat yang dihasilkan hanya dalam jumlah kecil. Maka perkiraan reaksi dari
hidroksilasi asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat berubah menjadi asam
monohiroksi stearat dan asam keto stearat dengan reaksi :
CH
3
(CH
2
)
7
CH=CH(CH
2
)
7
COOH
CH
3
(CH
2
)
7
CH-CH
2
(CH
2
)
7
COOH
OH
Asam 10-hidroksistearat
CH
3
(CH
2
)
7
CH
2
-CH (CH
2
)
7
COOH
OH
Asam 9-hidroksistearat
Gambar 9. Perkiraan reaksi biotransformasi asam oleat menjadi asam mono
hidroksi stearat dan asam keto stearat
CH
3
(CH
2
)
7
CH
2
-C-(CH
2
)
7
COOH
O
Asam 9-ketostearat
CH
3
(CH
2
)
7
-C-CH
2
(CH
2
)
7
COOH
O
Asam 10-ketostearat
Asam linoleat juga dapat mengalami biotransformasi menjadi asam mono
hidroksi oktadekanoat dan asam keto oktadekanoat. Perkiraan reaksi
biotransformasi asam linoleat dapat dilihat pada gambar 10.
CH
3
(CH
2
)
4
CH=CH-CH
2
-CH=CH(CH
2
)
7
COOH
CH
3
(CH
2
)
4
CH-CH
2
-CH
2
-CH=CH(CH
2
)
7
COOH
OH
Asam 13-hidroksi-9-oktadekanoat
CH
3
(CH
2
)
4
CH
2
-CH-CH
2
-CH=CH(CH
2
)
7
COOH
OH
Asam 12-hidroksi-9-oktadekanoat
CH
3
(CH
2
)
4
CH=CH-CH
2
-CH
2
-CH(CH
2
)
7
COOH
OH
Asam 9-hidroksi-12-oktadekanoat
Gambar 10. Perkiraan reaksi biotransformasi asam linoleat menjadi asam
monohidroksi oktadekanoat dan asam keto oktadekanoat
CH
3
(CH
2
)
4-
C-CH
2
-CH
2
-CH=CH(CH
2
)
7
COOH
O
Asam 13-keto-9-oktadekanoat
CH
3
(CH
2
)
4
CH
2
-C-CH
2
-CH=CH(CH
2
)
7
COOH
O
Asam 12-keto-9-oktadekanoat
-
CH
3
(CH
2
)
4
CH=CH-CH
2
-C-CH
2
(CH
2
)
7
COOH
O
Asam 10-keto-12-oktadekanoat
CH
3
(CH
2
)
4
CH=CH-CH
2
-CH
2
-C- (CH
2
)
7
COOH
O
Asam 9-keto-12-oktadekanoat
CH
3
(CH
2
)
4
CH=CH-CH
2
-CH-CH
2
(CH
2
)
7
COOH
OH
Asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat
Hasil identifikasi menggunakan FT-IR hanya bisa digunakan untuk
mengetahui perubahan gugus fungsi sebelum dan sesudah biotransformasi.
Informasi struktur hasil biotransformasi minyak jagung belum bisa diketahui,
sehingga belum bisa memastikan biotransformasi minyak jagung terbentuk
biosurfaktan.
2.Penentuan Indeks emulsi
Pada penelitian ini dilakukan penentuan indeks emulsi antara air dan
minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan hasil biotransformsi minyak
jagung dari ekstrak kloroform selama 14 hari untuk mengetahui apakah hasil
biotransformasi minyak jagung membentuk biosurfaktan.
Tabel 8. Indeks emulsi antara air dan minyak sawit dengan penambahan hasil
biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
Emulsi (%) Emulsi (%)
hari tanpa penambahan dengan penambahan
Hasil ekstrak kloroformHasil ekstrak kloroform
1 43 97
2 0 93
3 0 90
4 0 90
5 0 83
6 0 76
7 0 72
8 0 66
9 0 55
10 0 41
11 0 28
12 0 21
13 0 7
14 0 0
Dari tabel 8 terlihat bahwa indeks emulsi (E24) pada minyak sawit tanpa
penambahan produk hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
hanya 43% dan setelah lebih dari 24 jam atau pada hari kedua dan seterusnya
emulsi yang terbentuk habis. Emulsi yang terbentuk dalam minyak sawit dengan
penambahan hasil dari ekstrak kloroform lebih baik dibanding emulsi dalam
minyak sawit tanpa penambahan hasil ekstrak kloroform, yaitu sebesar 97% dan
setelah lebih dari 24 jam atau pada hari kedua emulsi masih terbentuk walaupun
terjadi penurunan nilai indek emulsi. Setiap hari indeks emulsi terjadi penurunan
sedikit demi sedikit, sampai akhirnya pada hari ke-14 emulsi yang terbentuk
habis.
Pada saat penentuan indeks emulsi diperoleh tiga lapisan dalam sistem
emulsi. Hal ini bertentangan dengan sifat biosurfaktan yang dapat melarutkan dua
fase dengan kepolaran yang berbeda atau emulsi yang terbentuk dengan adanya
biosurfaktan maksimal hanya terdapat dua lapisan dalam sistem emulsi. Sebagai
contoh adalah emulsi yang dibentuk antara air dan minyak sawit oleh biosurfaktan
jenis rhamnolipid yang dihasilkan Pseudomonas aeruginosa mempunyai indeks
emulsi 67% dan stabil sampai 30 hari, serta terdapat dua lapisan dalam sistem
emulsinya (Patel, R.M, 1996). Berdasarkan data diatas hasil biotransformasi
minyak jagung belum dapat disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan.
3.Penentuan Tegangan Permukaan
Pada penelitian ini untuk mengetahui apakah hasil biotransformasi minyak
jagung membentuk biosurfaktan dilakukan pengukuran tegangan permukaan
minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan produk hasil dari biotransformasi
minyak jagung dari ekstrak kloroform. Tabel 9 menunjukkan hasil pengukuran
tegangan permukaan minyak sawit sebelumdan sesudah penambahan hasil ekstrak
kloroform.
Tabel 9. Penurunan tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah
ditambah hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform.
Tanpa penambahan hasil
dari ekstrak kloroform
Dengan penambahan hasil
dari ekstrak kloroform
hx
(cm)
Massa
jenis
(g/ml)
Tegangan
permukaan
(N/m)
hx
(cm)
Massa
jenis
(g/ml)
Tegangan
permukaan
(N/m)
Penurunan
tegangan
permukaan
(%)
1 0,9395 0,0623 0,5 0,9229 0,0306 50,8828
Dari tabel 9 terlihat bahwa hasil biotransformasi minyak jagung dari
ekstrak kloroform mampu menurunkan tegangan permukaan minyak sawit
mencapai 50,8828%. Biosurfaktan mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan
antar muka dua fase cair yang berbeda kepolarannya. Pada penelitian ini hasil
biotransformasi minyak jagung dapat menurunkan tegangan permukaan minyak
sawit, tetapi hasil ini tidak dapat digunakan untuk karakterisasi terbentuknya
biosurfaktan. Senyawa selain biosurfaktan juga dapat menurunkan tegangan
permukaan larutan, contohnya asam yang mempunyai tegangan permukaan lebih
rendah dari air, jika ditambahkan ke dalam air akan menurunkan tegangan
permukaan air (Oscik, 1982)
Dari ketiga parameter karakteristik hasil biotransformasi minyak jagung
belum dapat disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan.
D. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung Untuk Pengambilan
Logam Cd
2+
Aplikasi hasil biotransformasi minyak jagung digunakan untuk
pengambilan logam berat Cd
2+
yaitu menggunakan supernatant hasil sentrifugasi
hasil biotransformasi minyak jagung dan hasil biotransformasi minyak jagung dari
ekstrak kloroform. Perkiraan struktur hasil biotransformasi minyak jagung dari
hasil identifikasi FT-IR adalah asam hidroksi alkanoat dan asam keto alkanoat,
maka gugus aktif dari hasil biotransformasi minyak jaugng berasal dari gugus
karboksilat yang dapat melepaskan ion H
+
dan menjadi bermuatan negatif. Gugus
aktif ini akan berikatan denmgan ion logam, seperti yang terlihat pada gambar 11.
O
C-(CH
2
)
7
-CH-CH
2
-CH=CH-(CH
2
)
4
-CH
3
O
M OH
O
C-(CH
2
)
7
-CH-CH
2
-CH=CH-(CH
2
)
4
-CH
3
O OH
Proses pengambilan logam dilakukan pada kondisi pH 6. Dipilih pada
kondisi pH 6 karena pada pH 6 dibawah batas terjadinya pengendapan logam
Gambar 11. Perkiraan strukltur hasil biotransformasi minyak jagung jika
berikatan dengan logam
Cd
2+
. Ksp Cd(OH)
2
adalah 4,5x10
-15
sehingga batas pengendapan logam Cd
dalam air adalah pada pH 9,017. Logam Cd
2+
pada kondisi basa (diatas pH 9,017)
akan mengendap, sehingga sisa logam yang dianalisa dengan AAS bisa juga
berasal dari logam yang mengendap tersebut, bukan karena pengambilan oleh
hasil biotransformasi minyak jagung.
Proses pengambilan logam ini tidak melibatkan proses metabolisme,
karena hasil biotransformasi minyak jagung yang digunakan sudah dipisahkan
dengan mikroorganisme sehingga sel-sel bakteri yang mati tidak terdapat
metabolisme lagi, maka waktu yang dibutuhkan untuk proses pengambilan logam
relatif singkat, dan digunakan waktu kontak 5 dan 10 menit. Hasil pengukuran
konsentrasi logam yang terambil dapat dibandingkan dengan melihat gambar 15
dan 16. Data lengkap pengukuran konsentrasi logam Cd
2+
tercantum dalam
lampiran 11 .
Penggunaan produk hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak
kloroform pada proses pengambilan logam sebanyak 0,01 gram, karena dengan
0,01 gram dalam 10 ml larutan, konsentrasi hasil dari ekstrak kloroform adalah
1000 mg/L. Penggunaan supernatan dari biotransformasi minyak jagung pada
proses pengambilan logam Cd sebanyak 2 ml, ini dimaksudkan agar
konsentrasinya sebanding dengan konsentrasi hasil biotransforamasi minyak
jagung dari ekstrak kloroform. Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak
kloroform mempunyai massa jenis sebesar 4,915 g/L ini berarti supernatan hasil
biotransformasi minyak jagung dengan volume 2 ml mempunyai konsentrasi
sebesar 983 mg/L.
Dari gambar 12 dan gambar 13 terlihat bahwa yang memberikan hasil
paling banyak penyerapannya menggunakan supernatan hasil biotransformasi
minyak jagung sebanyak 2 ml, dengan hasil penyerapan mencapai 86,8478 %
untuk waktu kontak 5 menit dengan kapasitas penyerapan 1,742 mg/g dan
90,8837 %. untuk waktu kontak 10 menit dengan kapasitas penyerapan 1,8235
mg/g. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penyerapan menggunakan
hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform 0,01 gram yang hanya
40,3133 % untuk waktu kontak 5 menit dengan kapasitas penyerapan 0,7951 mg/g
dan 68,1691 % untuk waktu kontak 10 menit dengan kapasitas penyerapan
1,3445 mg/g. Ini disebabkan dalam supernatan hasil biotransformasi minyak
jagung masih terdapat sisa media TSB karena setelah dianalisa media TSB dengan
penambahan minyak jagung 20% juga mampu menyerap ion logam Cd, walaupun
hasil penyerapannya sangat kecil namun ini juga memberikan pengaruh, selain itu
dalam supernatan hasil biotransformasi minyak jagung masih terdapat sisa minyak
jagung yang mengalami biotransformasi tidak sempurna dalam ekstrak heksana,
hasil dari ekstrak butanol, dan hasil dari sisa air jadi sangat memungkinkan jika
hasil penyerapan logam Cd sangat besar.
9,8567
86,8478
18,5336
68,1691
40,3133
90,8837
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
media TSB supernatan 2 ml hasil ekstrak kloroform
0,01 g
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
P
e
n
y
e
r
a
p
a
n
(
%
)
5 menit
10 menit
Gambar 12. Persentase Penyerapan Logam Cd oleh hasil biotransformasi minyak
jagung
0,0298
1,7420
0,7951
0,056
1,8235
1,3445
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
media TSB supernatan 2 ml hasil ekstrak kloroform
0,01 g
k
a
p
a
s
i
t
a
s
p
e
n
y
e
r
a
p
a
n
(
m
g
/
g
)
5 menit
10 menit
Bila dibandingkan dengan penyerapan logam Cd oleh adsorben lain,
supernatan hasil biotransformasi minyak jagung memberikan hasil yang lebih baik
Gambar 13. Kapasitas Penyerapan Logam Cd oleh hasil biotransformasi
minyak jagung
dan lebih efektif. Adi Nugroho (2003) telah melakukan penelitian tentang adsorpsi
Cd menggunakan tanah vertisol alam dan memberikan hasil penyerapan sebesar
0,467 mg/g dengan persentase penyerapan sebesar 82% sedangkan Kisworo
(2004) memanfaatkan alofan sebagai adsorpsi logam Cd dalam limbah cat dengan
persentase penyerapan sebesar 82,1326%.
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan untuk aplikasi hasil
biotransformasi minyak jagung sebagai pengambilan logam Cd hasil terbaik
menggunakan supernatan hasil biotransformasi minyak jagung. Selain itu
mengingat faktor ekonomi, jika menggunakan sampel yang sudah dimurnikan
akan menambah biaya produksi yang cukup mahal, karena pelarut organik yang
digunakan untuk recovery relatif mahal.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Minyak jagung dapat mengalami biotransformasi oleh aktivitas Rhodoccocus
rhodochrous, dengan kondisi optimum proses biotransformasi minyak jagung
adalah media fermentasi dengan konsentrasi minyak jagung 20% (v/v) dan
lama fermentasi 7 hari.
2. Hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous yang
diperoleh dari ekstrak kloroform mengandung gugus hidroksil, gugus keton
dan rantai panjang hidrokarbon.
3. Hasil biotrnsformasi minyak jagung belum dapat disimpulkan membentuk
suatu biosurfaktan.
4. Aplikasi hasil biotransformasi minyak jagung untuk pengambilan logam Cd
supernatan memberikan hasil lebih baik dibanding hasil dari ekstrak
kloroform, dengan kapasitas penyerapan supernatan sebesar 1,8235 mg/g dan
kapasitas penyerapan hasil ekstrak kloroform sebesar 1,3445 mg/g untuk
waktu kontak 10 menit pada kondisi pH 6.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penentuan struktur hasil
biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk karakterisasi hasil
biotransformasi minyak jagung sebagai biosurfaktan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariwibowo, Basuki, 2004, Ekstraksi Pb Dengan Menggunakan Dibenzo-18-
Crown-6 dan Metil Orange Sebagai Counter Ion, UNS, Surakarta
Atkins, P.W., 1999, Kimia Fisika, Jilid 1, Edisi Keempat, Terjemahan:Anggota
IKAPI, Erlangga, Jakarta
Bell, K.S., et al, 1998, The Genus Rhodococcus A Review, Department of
Biological Science, Napier University, Edinburgh, UK
Desai, J.D. and I.M Banat, 1997 Microbiqal Production of Surfactant and Their
Commercial Potensial, Microbial and Moleculer Biology Reviews
Erawati. S, 2007, Pengambilan Ion Logam Berat Dengan Biosurfaktan Hasil
Biotransformasi Minyak Kedelai Oleh Pseudomonas aeruginosa,
UNS, Surakarta
Kresnadipayana. Dian, 2006, Produksi Biosurfaktan Dengan Menggunakan
Minyak Jagung sebagai Sumber Karbon Tambahan Secara
Biotransformasi Oleh Pseudomonas aeruginosa, UNS, Surakarta
Ghazali,R., dan Ahmad,S., 1997, Biosurfactant A Review, Alaeis Journal
Iwabuchi, N. et al, 2004.Relationship between Colony Morphotypes and Oil
Tolerance in Rhodococcus rhodochrous, Nihon University, Japan
Jeewong. Kim., C Vipulanandan, 1998, Removal of Lead From Wastewater using
a Biosurfactant, University of Houston, Houston
Ketaren, S., 1986, Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
Kian, Y.S., Ahmad, S., Lye, O.T and Choo, C.S., 1997, Biotransformation of
Oils and Fats, Palm oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur
Kisworo, Yudo, 2004, Kajian Pengaruh Pemanasan Terhadap Alofan serta
Kemampuannya Mensorpsi Logam Berat Cd dalam Limah Cair Pabrik
Cat, UNS, Surakarta
Kosaric, et al, 1984, The Role of Nitrogen in Multiorganism Strategies for
Biosurfactant Production, J.Alm.Oil Chem
Kosaric, N., 2001, Biosurfactant and Their Application for Soil Bioremidiation,
Food Technol, Biotechnol
Morroi, 1992, Micelles; Teoritical and Appliied Aspect, Plenum Press, New York.
Muliawati, D.I., Sintesis Biosurfaktan Dengan Menggunakan Minyak Kedelai
Sebagai Sumber Karbon Tambahan Secara Biotransformasi Oleh
Pseudomonas aeruginosa, UNS, Surakarta
Nugroho, M.A., 2003, Karakterisasi Tanah Vertisol yang Diaktivasi dengan Asam
Klorida sebagai Adsorben Logam Berat Cd(II), UNS, Surakarta.
Oscik, J, 1982, Adsorption, a Division of John Wiley and Sons, New York
Palar, H., 1982, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Cetakan Pertama
Rineka Cipta, Jakarta
Palleros, D.R., 2000. Experimental Organic Chemistry. John Willey and Sons ,
Inc
Patel, R.M and A.J. Desai, Biosurfactant Production by Pseudomonas aerugenosa
GS3 from Molasses, Department of Microbiology and Biotechnology
Centre, MS University, Baroda, India
Pelczar. Jr. M.J and E.C.S. Cham, 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid I,
Terjemahan, UI Press, Jakarta
Rosen, M.J, 1978, Surfactant and Interfacial Phenomena. John Willey & sons,
New York
Sastrohamidjoyo, H., 1991, Spektroskopi, Liberty,Yogykarta
Schlegel, H.G., 1994, Dasar Mikrobiologi, Terjemahan. Universitas Indonesia
Press, Jakarta
Shaw, J.D. 1992. Colloid and Surface Chemistry. 4
th
Edition. Butterworth-
Heinemann. Reed Educational and Professional Publishing Ltd. USA
Shugar, G and Balinger, J.T, 1996, Chemical Thecnicians Ready Reference Hand
Book, 4
th
edition , Mc Hill. New York
Silverstein, R.M., G.C. Bassler and T.C. Morril, 1986, Penyidikan Spektrometrik
Senyawa Organik. Edisi Keempat. Terjemahan Hartomo, A.J dkk,
Erlangga, Jakarta
Susilowati, Atik, 2005, Optimasi Kondisi Biosorpsi Ion Logam Seng (II) oleh
Biomassa Aspergillus oryzae, UNS, Surakarta
Van Hamme, J.D dan Ward, O.P, 2001, Physical and Metabolic Interactions of
Pseudomonas sp. Strain JA5-B45 and Rhodococcus sp. Strain F9-D79
during Growth on Crude Oil and Effect of a Chemical Surfactant on
Them, Microbial Biotechnology Laboratory, Department of Biology,
University of Waterloo, Ontario Canada
Yudhabuntara, Doddi, 2003, Pengendalian Mikroorganisme Dalam Bahan
Makanan Asal Hewan. Pelatihan Pengawas Kesmavet. Direktorat
Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian. Fakultas
Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta.
http:/www.eoearth.org/article/Biotransformation-fig-13-gif downloaded tanggal 3
Agustus 2007
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Cara Kerja
a. Analisa minyak jagung
1) Analisa dengan FT-IR
dioleskan
b. Produksi dan Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung
1) Pemeliharaan biakan
dimasukkan
inkubasi 28
0
C 1-2 hari.
Dipindahkan
Inkubasi 28
0
C 1 hari.
Disimpan dalam lemari pendingin
4
0
C
Sampel
Preparat
Injeksi ke alat
Media cair 5 ml, terdiri dari
3 gr/100ml TSB
Rhodococcus rhodochrous
Media agar terbuat
dari 5 gr/100ml
TSA
Biakan stok
2) Kurva Pertumbuhan Bakteri
Diambil dengan ose, dimasukkan
Dishaker 24 jam 150 rpm, diambil
dipindahkan
dishaker 24 jam 150 rpm,diambil
dipindahkan
diukur
200l media cair
25 ml media cair TSB
R. rhodochrous dalam TSA
3 ml media cair, terdiri
dari 30g/L TSB
200l media cair
125 ml media cair TSB
Absorbansi tiap 1 jam selama 24 jam pada
panjang gelombang 364 nm
3) Optimasi Kondisi
Diambil
Dipindahkan.
Dishaker 150 rpm selama 10 jam
diambil diambil
Dipindahkan
Dishaker 150 rpm selama 10 jam
diambil
dipindahkan
Dishaker 150 rpm selama 10 jam
mengukur
5 ml media fermentasi terdiri dari
TSB 30g/L dan minyak jagung 5 %
200l media cair
25 ml
Media
fermentasi
+ minyak
jagung 5%
25 ml Media
fermentasi +
minyak
jagung 10%
25 ml Media
fermentasi +
minyak
jagung 20%
5 ml media cair
125 ml
Media
fermentasi +
minyak
jagung 5%
125 ml
Media
fermentasi +
minyak
jagung 10%
125 ml
Media
fermentasi +
minyak
jagung 20%
R. rhodochrous dalam 3 ml media
cair TSB
200 l media cair
5 ml media fermentasi
terdiri dari TSB 30g/L
200l media cair
25 ml
Media
fermentasi
+ minyak
jagung 0%
5 ml media cair
125 ml
Media
fermentasi +
minyak
jagung 0%
Absorbansi, tegangan permukaan
dan indeks emulsi.
c. Recovery Hasil Biotransformasi Minyak Jagung
1) Sentrifugasi
2) Ekstraksi dan evaporasi
Sampel hasil
optimasi kondisi
Kecepatan 12.500 rpm
Temperatur 27
O
C
Selama 20 menit
Disentrifuge
Hasil sentrifuse
Supernatan Pelet (endapan)
n-Heksana
Fase organik Fase air
Evaporasi 70
O
C
Kloroform
Fase organik Fase air
Evaporasi 60
O
C
Etil asetat
Fase organik Fase air
Evaporasi 70
O
C n-Butanol
Fase organik Fase air
Evaporasi 90
O
C
1. Tegangan
muka
2. Indeks
d. Karakterisasi hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak
kloroform
1) Identifikasi gugus fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah
Dibuat olesan pada kaca
Dicampur dengan nujol mull dan dianalisa
2) Pengukuran Indeks Emulsi
5 ml Minyak sawit + 5 ml
aquades
5 ml Minyak sawit + 4,5 mg hasil dari
ekstrak kloroform+ 5 ml aquades
Tabung reaksi
Divorteks 2 menit, didiamkan 24 jam
Dimasukkan
Indeks emulsi
FT IR
Nujol mull
Stabilitas emulsi
Diukur indeks emulsi setiap hari sampai
indeks emulsi yang terbentuk habis
FT-IR
Sampel dari ekstrak kloroform
3) Penentuan Tegangan Permukaan
diukur
ditentukan
e. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung untuk Pengambilan
Logam Cd
2+
Analisa dengan AAS
2,5 ppm Cd
2+
8 ml +
supernatan 2 ml
Campuran Cd
2+
dengan hasil
biotransfomasi minyak jagung/TSB
Larutan logam Cd
2+
yang tidak terambil endapan
Konsentrasi Cd
2+
yang
terambil
2 ppm Cd
2+
10 ml + sampel
ekstrak kloroform 0,01 g
Dishaker pada pH
6 dan temperatur
kamar selama 5
dan 10 menit
Disaring dengan kertas
saring whatman 42
2,5 ppm Cd
2+
8 ml + TSB +
minyak jagung 20%2 ml
Minyak sawit + sampel dari
ekstrak kloroform sesuai harga
KKM
Tegangan permukaan
Minyak sawit
Kenaikan pipa kapiler
Lampiran 2. Tabel pengukuran penentuan panjang gelombang maksimal media
cair TSB menggunakan spektrofotometer UV-Vis
panjang gelombang / (nm) absorbansi (A)
300 0,234
320 0,526
340 0,571
344 0,598
348 0,640
350 0,653
352 0,695
356 0,737
358 0,778
360 0,782
362 0,784
364 0,785
366 0,783
368 0,781
372 0,776
376 0,767
380 0,748
400 0,581
420 0,407
440 0,337
460 0,222
480 0,171
500 0,122
520 0,092
540 0,070
560 0,057
580 0,050
600 0,046
Lampiran 3. Pengukuran Optical Density (OD) Spektrofotometer UV-Vis pada
364 nm pada Media Inokulum 125 ml untuk Penentuan Kurva
Pertumbuhan Rhodococus rhodochrous
Jam ke OD
0 0,12
1 0,2
2 0,284
3 0,382
4 0,525
5 0,66
6 0,77
7 0,908
8 0,985
9 1,049
10 1,049
11 1,060
12 1,088
13 1,089
14 1,099
15 1,112
16 1,112
17 1,112
18 1,112
21 1,099
24 1,090
Lampiran 4. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Optical Density (OD), Tegangan
Permukaan dan Indeks Emulsi pada Optimasi Kondisi
Biotransformasi Minyak Jagung
a. Tabel pengukuran OD dengan spektrofotometer UV-Vis pada maks 364 nm
setiap hari selama 12 hari pada optimasi kondisi.
Optical Density (OD)
TSB TSBJ5% TSBJ10% TSBJ20%
(Tripticase TSB+5%(v/v) TSB+10%(v/v) TSB+20%(v/v)
Lama
fermentasi
Soy Broth) minyak jagung minyak jagung minyak jagung
0 0,527 0,514 0,512 0,495
1 0,658 0,674 0,668 0,646
2 0,845 0,854 0,854 0,847
3 1,186 1,234 1,249 1,263
4 1,179 1,212 1,237 1,253
5 1,177 1,236 1,239 1,248
6 1,176 1,241 1,241 1,247
7 1,36 1, 454 1,476 1,484
8 1,202 1,358 1,356 1,362
9 1,243 1,321 1,319 1,331
10 1,195 1,296 1,272 1,253
11 1,109 1,209 1,176 1,138
12 1,1 1,214 1,216 1,206
b. Tabel hasil pengukuran indeks emulsi (%) selama 12 hari pada optimasi
kondisi.
Indeks emulsi (%)
TSB TSBJ5% TSBJ10% TSBJ20%
(Tripticase
TSB+5%(v/v) TSB+10%(v/v) TSB+20%(v/v)
Lama
fermentasi
Soy Broth) minyak jagung minyak jagung minyak jagung
0 32 34,62 34,62 36
1 36 36 34,62 34,62
2 32 36 36 36
3 32 36 36 36
4 32 37,5 36 37,5
5 32 37,5 34,62 30,77
6 32 36 34,62 34,62
7 32 42,31 42,31 38,46
8 24 38,46 37,04 34,62
9 28 40 34,62 36
10 28 40 36 32
11 32 38,46 34,62 32
12 32 32 34,62 32
c. Tabel hasil pengukuran kenaikan pipa kapiler dan hasil perhitungan tegangan
permukaan tiap hari selama 12 hari pada optimasi kondisi
1) Data pengukuran massa jenis media fermentasi pada optimasi kondisi
produksi biosurfaktan
Hari ke-
TSB
(gr/cm
3
)
TSBJ5%
(gr/ cm
3
)
TSBJ10%
(gr/ cm
3
)
TSBJ20%
(gr/ cm
3
)
0 1,0009 0,999 0,9992 0,9993
1 0,9994 0,9993 0,9991 0,9993
2 0,9999 0,9986 0,9985 0,9986
3 0,9992 0,9987 0,9977 0,9986
4 0,9985 0,9986 0,9984 0,9992
5 0,9985 0,9986 0,9984 0,9992
6 0,9985 0,9986 0,9984 0,9992
7 0,9984 0,9872 0,9615 0,9343
8 0,9984 0,9872 0,9615 0,9343
9 0,9984 0,9872 0,9615 0,9343
10 0,9984 0,9872 0,9615 0,9343
11 0,9984 0,9872 0,9615 0,9343
12 0,9984 0,9872 0,9615 0,9343
2) Data pengukuran kenaikan pipa kapiler pada optimasi kondisi
Hari ke- TSB TSBJ5% TSBJ10%TSBJ20%
0 1,1 1,2 1,2 1,2
1 1,1 0,9 0,9 0,8
2 1 0,9 0,9 0,8
3 1 0,9 0,8 0,8
4 1 0,9 0,9 0,8
5 1 0,9 0,9 0,9
6 1 0,9 0,9 0,9
7 0,9 0,9 0,8 0,8
8 0,9 0,9 0,9 0,9
9 1 0,9 0,9 0,9
10 1 0,9 0,8 0,9
11 1 0,8 0,8 0,8
12 1 0,8 0,8 0,8
h
air
= 1,1 cm dengan air27
0
C = 7,275 x10
-2
N/m dan air 27
0
C = 0,997 gr/cm
3
Dari data kenaikan pipa kapiler dan massa jenis, maka dapat diperoleh tegangan
permukaan dengan menggunakan rumus persamaan 2 :
x
=
air
air air
x x
h
h
x
= tegangan permukaan media fermentasi
air
= tegangan permukaan air
contoh perhitungan :
pada hari ke 7 dengan variasi minyak 20% maka didapatkan kenaikkan pipa
kapiler media fermentasi 0,8 cm dan massa jenis media fermentasi 0,9343 gr/cm
3
x
=
air
air air
x x
h
h
x
=
m
N
x
cm gr
cm gr
x
cm
cm
07275 , 0
/ 997 , 0
/ 9343 ,. 0
1 , 1
8 , 0
3
3
x
= 0,04958
m
N
dari perhitungan diatas diperoleh data tegangan permukaan media fermentasi pada
optimasi kondisi sebagai berikut :
Hari ke-
TSB
(N/m)
TSBJ5%
(N/m)
TSBJ10%
(N/m)
TSBJ20%
(N/m)
0 0,07303 0,07952 0,07954 0,07955
1 0,07292 0,05966 0,05965 0,05303
2 0,06633 0,05962 0,05962 0,05299
3 0,06628 0,05962 0,05295 0,05299
4 0,06624 0,05962 0,05961 0,05302
5 0,06624 0,05962 0,05961 0,05965
6 0,06624 0,05962 0,05962 0,05965
7 0,05961 0,05894 0,05102 0,04958
8 0,05961 0,05894 0,0574 0,05578
9 0,06623 0,05894 0,0574 0,05578
10 0,06623 0,05894 0,05102 0,05578
11 0,06623 0,05241 0,05102 0,04958
12 0,06623 0,05241 0,05102 0,04958
Lampiran 5. Uji Statistik Duncan Optical Density, Tegangan Permukaan Dan
Indeks Emulsi pada Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung
a. Optical Density (OD)
Data optical density pada optimasi kondisi akan diperiksa lebih dulu
apakah variansi dari masing-masing faktor (konsentrasi dan hari ) homogen atau
tidak. Jika variansi konsentrasi dan variansi hari homogen, maka bisa dilakukan
analisis variansi.
1) Uji homogenitas variansi
a) Faktor Hari
i. H
0
: Asumsi homogenitas variansi dipenuhi vs H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji :
Bartlett's Test (normal distribution)
Test statistic = 22.65, p-value = 0.031
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0,031<0.05, maka H
0
ditolak. Artinya
asumsi homogenitas variansi tidak dipenuhi.
Maka data perlu ditranformasi menggunakan log 10, kemudian diuji lagi :
i. H
0
: Asumsi homogenitas variansi dipenuhi vs H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji :
Bartlett's Test (normal distribution)
Test statistic = 13.79, p-value = 0.314
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0,314 > 0.05, maka H
0
tidak ditolak.
Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi.
Sehingga dapat dilakukan uji lanjut.
b) Faktor Persentase Minyak
i. H
0
: Asumsi homogenitas variansi dipenuhi vs H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji :
Bartlett's Test (normal distribution)
Test statistic = 0.42, p-value = 0.937
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0,937 > 0.05, maka H
0
tidak ditolak.
Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi.
2) Analisis Variansi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: OD
65.502 1 65.502 4763.089 .000
4.126E-02 3 1.375E-02
a
3.598 12 .300 403.692 .000
2.674E-02 36 7.427E-04
b
4.126E-02 3 1.375E-02 18.516 .000
2.674E-02 36 7.427E-04
b
2.674E-02 36 7.427E-04 . .
.000 0 .
c
Source
Hypothesis
Error
Intercept
Hypothesis
Error
HARI
Hypothesis
Error
TSB
Hypothesis
Error
HARI *
TSB
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
MS(TSB)
a.
MS(HARI * TSB)
b.
MS(Error)
c.
Asumsi homogenitas variansi dipenuhi, maka anava dapat dilakukan.
Dengan anava dapat diketahui pengaruh tiap faktor terhadap respon. Dalam kasus
ini akan diuji pengaruh faktor hari dan persentase minyak terhadap OD minyak
jagung.
a) Faktor Hari
i. H
0
: Tidak terdapat pengaruh hari terhadap OD minyak jagung
H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji : (lihat Tabel diatas pada kolom Sig.)
p-value = 0.000
v. Kesimpulan : Karena P-Value = 0.000 < 0.05, maka H
0
ditolak. Artinya
terdapat pengaruh hari terhadap OD minyak jagung.
Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test.
OD
Duncan
a
4 .51200
4 .66150
4 .85000
4 1.15800
4 1.18400 1.18400
4 1.22025 1.22025 1.22025
4 1.22500 1.22500
4 1.22625 1.22625
4 1.23300 1.23300
4 1.25400 1.25400
4 1.30350 1.30350
4 1.31950
4 1.44350
1.000 1.000 1.000 .052 .147 .317 .102 .591 1.000
HARI
hari0
hari1
hari2
hari11
hari12
hari4
hari5
hari6
hari3
hari10
hari9
hari8
hari7
Sig.
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
a.
Terlihat bahwa hari ke-7 memberikan rata-rata terbesar, maka pada hari ke-7
optical density paling baik.
b) Faktor Persentase Minyak
i. H
0
: tidak terdapat pengaruh persentase minyak jagung terhadap OD
H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.)
p-value = 0.000
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.000 < 0.05, maka H
0
ditolak. Artinya
terdapat pengaruh persentase minyak jagung terhadap OD.
Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test.
OD
Duncan
a
13 1.07362
13 1.13638
13 1.13962
13 1.13977
.582
TSB
TSB
TSBJ20
TSBJ10
TSBJ5
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 13.000.
a.
Terlihat bahwa persentase minyak jagung 5% menghasilkan rata-rata
terbesar. Namun, karena persentase minyak 10% dan 20% berada dalam satu
kelompok (subset) dengan minyak 5%, maka dapat dikatakan bahwa minyak 10%,
20% dan 5 % memberikan pengaruh yang sama terhadap OD.
b. Indeks Emulsi
Data indeks emulsi pada optimasi kondisi akan diperiksa lebih dulu
apakah variansi dari masing-masing faktor (konsentrasi dan hari ) homogen atau
tidak. Jika variansi konsentrasi dan variansi hari homogen, maka bisa dilakukan
analisis variansi.
1) Uji homogenitas variansi
a) Faktor Hari
i. H
0
: Asumsi homogenitas variansi dipenuhi vs H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji :
Bartlett's Test (normal distribution)
Test statistic = 18.06, p-value = 0.080
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.080 > 0.05, maka H
0
tidak ditolak.
Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi.
b) Faktor Persentase Minyak
i. H
0
: Asumsi homogenitas variansi dipenuhi vs H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji :
Bartlett's Test (normal distribution)
Test statistic = 3.55, p-value = 0.314
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.314 > 0.05, maka H
0
tidak ditolak.
Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi.
2) Analisis Variansi
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: EMLS_JG
377.952
a
14 26.997 4.114 .000
57262.484 1 57262.484 8726.046 .000
149.381 11 13.580 2.069 .053
228.571 3 76.190 11.610 .000
216.554 33 6.562
57856.991 48
594.507 47
Source
Corrected Model
Intercept
HARI
MINYAK
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .636 (Adjusted R Squared = .481)
a.
Asumsi homogenitas variansi dipenuhi, maka anava dapat dilakukan.
Dengan anava dapat diketahui pengaruh tiap faktor terhadap respon. Dalam kasus
ini akan diuji pengaruh faktor hari dan persentase minyak terhadap indeks emulsi
minyak jagung.
a) Faktor Hari
i. H
0
: Tidak terdapat pengaruh hari terhadap indeks emulsi minyak jagung
H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.)
p-value = 0.053
v. Kesimpulan : Karena P-Value = 0.053 > 0.05, maka H
0
tidak
ditolak. Artinya tidak terdapat pengaruh hari terhadap indeks
emulsi minyak jagung.
b) Faktor Persentase Minyak
i. H
0
: Tdk tdpt pengaruh persentase minyak jagung thd indeks emulsi
H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.)
p-value = 0.000
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.000 < 0.05, maka H
0
ditolak. Artinya
terdapat pengaruh persentase minyak jagung terhadap indeks emulsi.
Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test.
EMLS_JG
Duncan
a,b
12 31.0000
12 34.5492
12 35.9225
12 36.6858
1.000 .061
MINYAK
0%
20%
10%
5%
Sig.
N 1 2
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 6.562.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
a.
Alpha = .05.
b.
Terlihat bahwa persentase minyak jagung 5% menghasilkan rata-rata
terbesar. Namun, karena persentase minyak 10% dan 20% berada dalam satu
kelompok (subset) dengan minyak 5%, maka dapat dikatakan bahwa minyak 10%,
20% dan 5 % memberikan pengaruh yang sama terhadap indeks emulsi.
c. Tegangan Permukaan
Akan diperiksa lebih dulu apakah variansi dari masing-masing faktor
(konsentrasi dan hari ) homogen atau tidak. Jika variansi konsentrasi dan variansi
hari homogen, maka bisa dilakukan analisis variansi.
1) Uji homogenitas variansi
a) Faktor Hari
i. H
0
: Asumsi homogenitas variansi dipenuhi vs H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji :
Bartlett's Test (normal distribution)
Test statistic = 8.92, p-value = 0.629
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.629 > 0.05, maka H
0
tidak ditolak.
Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi.
b) Faktor Persentase Minyak
i. H
0
: Asumsi homogenitas variansi dipenuhi vs H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji :
Bartlett's Test (normal distribution)
Test statistic = 1.56, p-value = 0.669
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.669 > 0.05, maka H
0
tidak ditolak.
Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi.
2) Analisis Variansi
Setelah asumsi homogenitas variansi dipenuhi, maka anava dapat
dilakukan. Dengan anava dapat diketahui pengaruh tiap faktor terhadap respon.
Dalam kasus ini akan diuji pengaruh faktor hari dan persentase minyak terhadap
tegangan permukaan minyak jagung.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: TEG_JG
1.233E-03
a
14 8.806E-05 11.698 .000
.164 1 .164 21760.565 .000
2.760E-04 11 2.509E-05 3.333 .004
9.568E-04 3 3.189E-04 42.369 .000
2.484E-04 33 7.528E-06
.165 48
1.481E-03 47
Source
Corrected Model
Intercept
HARI
MINYAK
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .832 (Adjusted R Squared = .761)
a.
a) Faktor Hari
i. H
0
: Tdk terdapat pengaruh hari terhadap tegangan permukaan minyak
jagung
H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.)
p-value = 0.004
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.004 < 0.05, maka H
0
ditolak. Artinya
terdapat pengaruh hari terhadap tegangan permukaan minyak jagung.
Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test.
Terlihat bahwa hari ke-7, 11, dan 12 menghasilkan rata-rata terkecil yang
sama sehingga dikatakan memberikan tegangan permukaan terbaik. Namun,
karena hari ke-3, 8 dan 10 berada dalam satu kelompok (subset) dengan hari ke-7,
11 dan 12 maka dapat dikatakan bahwa hari-hari tersebut memberikan pengaruh
yang sama terhadap tegangan permukaan minyak jagung.
TEG_JG
Duncan
a,b
4 5.48E-02
4 5.48E-02
4 5.48E-02
4 5.79E-02 5.79E-02
4 5.80E-02 5.80E-02
4 5.80E-02 5.80E-02
4 5.96E-02
4 5.96E-02
4 5.96E-02
4 6.13E-02
4 6.13E-02
4 6.13E-02
.156 .146
HARI
7
11
12
8
3
10
9
4
2
5
6
1
Sig.
N 1 2
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 7.528E-06.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
a.
Alpha = .05.
b.
b) Faktor Persentase Minyak
i. H
0
: Tdk tdpt pengaruh persentase minyak jagung thd tegangan
permukaan
H
1
: H
0
tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 %
iii. Daerah kritis : H
0
ditolak jika p-value < = 0.05
iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.)
p-value = 0.000
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.000 < 0.05, maka H
0
ditolak. Artinya
terdapat pengaruh persentase minyak jagung terhadap tegangan
permukaan.
Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test.
Terlihat bahwa persentase minyak jagung 20% menghasilkan rata-rata terkecil
sehingga dikatakan memberikan tegangan permukaan terbaik. Namun, karena
persentase minyak 10% berada dalam satu kelompok (subset) dengan minyak
20%, maka dapat dikatakan bahwa minyak 10% dan minyak 20% memberikan
pengaruh yang sama terhadap tegangan permukaan.
TEG_JG
Duncan
a,b
12 5.40E-02
12 5.58E-02
12 5.82E-02
12 6.57E-02
.103 1.000 1.000
MINYAK
20%
10%
5%
0%
Sig.
N 1 2 3
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 7.528E-06.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000.
a.
Alpha = .05.
b.
Lampiran 6. Hasil pengukuran kenaikkan pipa kapiler dan hasil perhitungan
tegangan permukaan pada recovery supernatan hasil hasil biotransforamsi minyak
jagung
ekstrak
heksana (gr/ml0
ekstrak kloroform
(gr/ml0
ekstrak etil
asetat (gr/ml0
ekstrak
butanol (gr/ml0
sisa air
(gr/ml0
1,1 1.036 - 1,168 1,039
Ekstrak heksana
eksrak heksana
=
air
air
n
x air
x
n d
d
=
cm
cm
1 , 1
7 , 0
x
3
3
/ 997 , 0
/ 1 , 1
cm gr
cm gr
x 0,07275
m
N
= 0,0511
m
N
Ekstrak kloroform
ekstrak kloroform
=
air
air air
j BioSklor j BioSklor
h
h
=
cm
cm
1 , 1
7 , 0
x
3
3
/ 997 , 0
/ 036 , 1
cm gr
cm gr
x 0,07275
m
N
= 0,0481
m
N
Ekstrak butanol
ekstrak butanol
=
air
air air
j BioSbu j BioSbu
h
h
tan tan
=
cm
cm
1 , 1
1
x
3
3
/ 997 , 0
/ 168 , 1
cm gr
cm gr
x 0,07275
m
N
= 0,0774
m
N
Sisa air
sisa air
=
air
air air
j BioSakhir j BioSakhjir
h
h
=
cm
cm
1 , 1
9 , 0
x
3
3
/ 997 , 0
/ 039 , 1
cm gr
cm gr
x 0,07275
m
N
= 0,0620
m
N
Lampiran 7. hasil Analisa FT-IR
a. Analisa FT-IR Minyak Jagung
b. Analisa FT-IR hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
c. Analisa FT-IR Nujol mull
Lampiran 8. Tabel Indeks Emulsi antara Air dan Minyak Sawit dengan
Penambahan Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak
Kloroform (%) Selama 14 Hari
Emulsi (%) tanpa Emulsi (%) dengan
hari ke penambahan penambahan
Hasil ekstrak klosroform Hasil ekstrak kloroform
1 43 97
2 0 93
3 0 90
4 0 90
5 0 83
6 0 76
7 0 72
8 0 66
9 0 55
10 0 41
11 0 28
12 0 21
13 0 7
14 0 0
Lampiran 9. Hasil perhitungan tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan
sesudah penambahan hasil biotransformsi minyak jagung dari
ekstrak kloroform
Tanpa hasil ekstrak kloroform Dengan hasil ekstrak kloroform Hidrokarbon
hx
(c
m)
Massa
jenis
(g/ml)
Tegangan
permukaan
(N/m)
hx
(cm)
Massa
jenis
(g/ml)
Tegangan
permukaan
(N/m)
Penurunan
tegangan
permukaan
(%)
Minyak sawit 1 0,9395 0,0623 0,5 0,9229 0,0306 58,8828
h
air
=1,1 cm
air 27
0
C = 7,275 x 10-2 N/m dan air 27
0
C = 0,997 gr/cm
3
Contoh perhitungan tegangan permukaan minyak sawit setelah penambahan hasil
ekstrak kloroform :
=
cm
cm
1 , 1
5 , 0
x
ml gr
ml gr
/ 997 , 0
/ 9229 , 0
x 0,07275
m
N
= 0,0305
m
N
Lampiran 10. Data pengambilan logam Cd oleh hasil biotransformasi minyak
jagung
a. Hasil pengukuran penyerapan media TSB terhadap logam Cd 2 ppm
sampel perulangan I perulangan II konsentrasi prosentase kapasitas
(ppm) (ppm)
rata-rata SD
terserap penyerapan penyerapan
(ppm) (%) (mg/g)
1,8188 1,7819
kontrol 1,8266 1,8123 1,8140,0197
1,8396 1,8051
waktu 1,6499 1,5963
5' 1,6527 1,6208 1,63520,0296 0,1788 9,8567 0,0298
1,6766 1,6146
waktu 1,474 1,4971
10' 1,4687 1,4762 1,47780,0123 0,3362 18,5336 0,056
1,487 1,4637
b. Hasil pengukuran penyerapan 0,01 gram hasil dari ekstrak kloroform terhadap
logam Cd 2 ppm
sampel perulangan I perulangan II konsentrasi prosentase kapasitas
(ppm) (ppm)
rata-rata SD
terserap penyerapan penyerapan
(ppm) (%) (mg/g)
1,9762 1,9589
kontrol 1,9835 1,9671 1,97230,0098
1,9841 1,9764
waktu 1,2759 1,0541
5' 1,1778 1,1985 1,17720,0713 0,7951 40,3133 0,7951
1,1834 1,1732
waktu 0,6828 0,5863
10' 0,6536 0,5926 0,62780,0451 1,3445 68,1691 1,3445
0,6678 0,5840
c. Hasil pengukuran penyerapan supernatan biotransformasi minyak jagung
terhadap logam Cd 2 ppm
sampel perulangan I perulangan II konsentrasi prosentase kapasitas
(ppm) (ppm)
rata-rataSD
terserap penyerapan penyerapan
(ppm) (%) (mg/g)
1,9762 1,9589
kontrol 1,9835 1,9671 1,97230,0098
1,9841 1,9764
waktu 0,2993 0,2202
5' 0,2772 0,2321 0,25940,038 1,7129 86,8478 1,7420
0,3025 0,225
waktu 0,2084 0,1625
10' 0,1918 0,1617 0,17980,0179 1,7925 90,8837 1,8235
0,1799 0,1744
Contoh Perhitungan pada pengambilan menggunakan supernatan biotransformasi
minyak jagung terhadap logam Cd waktu kontak 5 menit.
Berat Adsorben = 2 ml x 4,915 x 10
-3
g/ml
= 9,83 x 10
-3
g
Kapasitas Penyerapan =
adsorben berat
C C V
akhir awal
) (
=
g
L mg ml
0983 , 0
/ ) 2594 , 0 9723 , 1 ( 10
=
g
L mg L
0983 , 0
/ ) 742 , 1 ( 01 , 0
= 1,7420 mg/g
Persentase penyerapan = % 100
) (
x
C
C C
awal
akhir awal
= % 100
9723 , 1
2594 , 0 9723 , 1
x
= 86,8478 %