Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH HEMATOLOGI MACAM-MACAM ANEMIA

OLEH NAMA : HERMINA P NUJIN NIM : N111 12 297

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran mucosa pucat, dan pada test laboratorium didapatkan hitung Hemoglobin(Hb), Hematokrit(Hm), dan eritrosit kurang dari normal. Rendahnya kadar hemoglobin itu mempengaruhi kemampuan darah menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal. Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi, yang dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh . Anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan

patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium. Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping berbagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang, yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik

I.2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah 1. Apa yang dimaksud dengan anemia 2. Jenis-jenis anemia I.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dan macam dari anemia itu sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Teori Umum

Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah. (1)

Sintesa, Fungsi, dan Cara Kerja Hb

Hb (hemoglobin) terdiri dari Heme dan Globin. Heme terdiri dari Fe dan protoporfirin sedangkan Globin terdiri dari sepasangang rantai a dan non-a. Fungsi dan cara kerja Hb adalah berikatan dengan O2 membentuk oksihemoglobin untuk dikirim ke jaringan. Reduce hemoglobin (hemoglobin yang melepaskan ikatannya dengan O2) merupakan bentuk ikatan hemoglobin yang normal. Ikatan hemoglobin yang abnormal misalnya sulfhemoglobin, methemoglobin,

carboksihemoglobin. (1)

Anemia berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua, yaitu anemia gizi dan anemia non-gizi. Klasifikasi anemia dapat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg; anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; anemia makrositer, bila MCV > 95 fl. (2)

Anemia gizi umumnya di dunia dapat diklasifikasikan sebagai makrositik, mikrositik atau hemolitik. Hasil anemia makrositik dari rendah-jenis kemampuan untuk mensintesis sel-sel baru dan DNA, karena kekurangan dalam

cyanocobalamin, asam folat, tiamin dan piridoksin. Kekurangannya mungkin karena makanan atau genetik.

Anemia mikrositik disebabkan oleh sintesis heme seperti gangguan, sebagai akibat dari ketidakmampuan untuk menyerap, mengangkut, menyimpan atau menggunakan besi atau kekurangan keterampilan masalah sintetis askorbat protein, zat besi, vitamin A, piridoksin, tembaga atau mangan. Mikrositosis juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis. Kemampuan untuk mensintesis heme juga dapat terganggu oleh toksisitas tembaga, seng, timah, kadmium, atau logam berat lainnya. Anemia hemolitik mungkin karena defisiensi atau kelebihan tanda-tanda klinis dari vitamin E.

Anemia non-gizi (Hemoglobinopathies) secara garis besar dibagi menjadi lima kelas utama hemoglobinopati yang bersifat struktural yaitu anemia sel sabit, thalassemia, varian hemoglobin thalassemic, keturunan dari hemoglobin janin, dan hemoglobinopati yang didapat (misalnya, anemia sekunder terhadap paparan racun atau keadaan penyakit seperti kanker).

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu: (5)

1. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (hb <7 g/dl). Gejala umum anemia

terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia.

2. Gejala khas masing-masing anemia

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia, yaitu :

anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papi lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok.

Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12.

Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, hepatomegali, anemia aplastik: peningkatan kecepatan denyut jantung, perdarahan dan tanda-tanda infeksi, penurunan kualitas rambut dan kulit.

Berikut tabel parameter normal darah dalam tubuh (4)

Full blood Percentiles count parameters RBC HB HCT MCV MCH MCHC 2,5th 5th 10th 25th 50th 75th 90th 95th 97,5th

4,63 13,9 40,45 50,67 26,20 32,80

4,75 14,20 41,75 80,30 27,25 33,20

4,90 14,70 42,80 81,80 28,30 33,60

5,07 15,20 44,10 84,50 29,30 34,10

5,29 15,90 45,95 87,20 30,20 34,60

5,50 16,50 47,50 89,70 31,20 35,10

5,67 17,00 49,00 91,90 31,90 35,60

5,80 17,40 49,80 93,00 32,44 35,90

5,93 17,70 50,67 94,04 32,77 36,10

RDW

11,30

11,40

11,60

11,80

12,10

12,52

13,00

13,34

13,97

Beberapa istilah :

Mean Corpuscular Volume (MCV) = nilai hematokrit X 10 jumlah eritrosit (juta/mm3). Normal: 7696 c. MCV 76 c disebut mikrositik.

Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH) = nilai hemoglobin X 10 jumlah eritrosit (juta/mm3) Normal: 2732 g. Bila MCH 27 g disebut hipokromik.

II.2. Macam-macam anemia (3) Menurut Morfologi

1. Anemia normositik normokrom.

Normositik berarti ukuran eritrositnya normal. Normokrom berarti warna eritrositnya normal. Biasanya normositik normokrom ini ditemukan pada anemia yang diakibatkan oleh perdarahan dan hemolisis. Jadi tidak mempengaruhi morfologi eritrositnya. MCV (mean corpuscular volume) dan MCH (mean corpuscular hemoglobin) masih normal. (MCV 80 95 fl; MCH 27 34 pg) Anemia ini meliputi: anemia pasca perdarahan akut, anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia akibat penyakit kronik, anemia pada gagal

ginjal kronik, anemia pada sindrom mielodisplastik dan pada keganasan hematologik.

2. Anemia mikrositik hipokrom.

Mikrositik berarti ukuran eritrositnya kecil (lebih kecil dari limfosit kecil). Hipokrom berarti warna eritrositnya lebih pudar/lebih pucat (bagian pucat eritrositnya lebih dari 1/3 diameter eritrosit). Biasanya mikrositik hipokrom ini ditemukan pada anemia karena masalah pada hemoglobinnya, seperti kurang penyusunnya (Fe), rapuh strukturnya (genetik), atau karena penyakit kronis lainnya. MCV dan MCH nya kurang dari normal. (MCV<80fl,mch<27pg)

3. Anemia makrositik.

Makrositik berarti ukuran eritrositnya besar. Biasanya karena proses pematangan eritrositnya tidak sempurna di sumsum tulang. Kalau eritrosit yang

matang, ukurannya akan semakin kecil, tapi karena tidak matang, tampaklah ia besar. Penyebabnya bisa karena bahan pematangannya tidak cukup, misalnya pada defisiensi asam folat dan vitamin B12. Atau bisa juga karena gangguan hepar, hormonal atau gangguan sumsum tulang dalam homopoiesis itu sendiri. MCV nya meningkat (MCV > 95 fl). Contoh: anemia megaloblastik dan anemia non-megaloblastik. Anemia didefinisikan sebagai penurunan kapasitas angkut oksigen (oxygen carrying power) per unit volume darah yang disebabkan karena menurunnya massa eritrosit yang beredar (circulating red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.1 Keadaan ini ditandai oleh menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit (packed red cells) di bawah normal. . Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya darah secara cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel-sel darah merah tersebut. Menurut etiologi (6) 1. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik adalah penyakit kurang darah atau anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Pada keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Pada anemia hemolitik ini terjadi penurunan usia sel darah merah, baik sementara atau terus-menerus. Anemia ini terjadi apabila sumsum tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek, atau bila

kemampuannya terganggu oleh sebab lain. Salah satunya jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang

baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.

2. Anemia Megalobastik

Anemia megalobastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megalobastik. Kebanyakan anemia megalobastik disebabkan karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) dan atau asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang sangat penting bagi tubuh. Peran utama asam folat dan vitamin B12 ialah metabolisme intraseluler. Adanya defisiensi kedua zat tersebut akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesis DNA pada setiap sel, dimana pembelahan kromosom sedang terjadi.

Anemia akibat defisiensi B12 disebut dengan anemia pernisiosa, sedangkan anemia akibat defisiensi asam folat disebut anemia defisiensi folat. Penyebab terjadinya anemia megalobastik adalah asupan kedua zat yang tidak cukup, terjadinya malabsobsi, keperluan yang meningkat, metabolisme yang terganggu, obat-obat yang menggangu metabolisme DNA, defisiensi transkobalamin II.

Nutrisi terapi untuk penyebab anemia megaloblastik harus diperlakukan secara istimewa. Suplementasi dengan vitamin B12 dan atau folat dianjurkan. Hal ini sering tepat untuk memberikan multivitamin dan mineral dalam hubungannya dengan administrasi suplemen tunggal pada pasien dengan anemia. Jika anemia sekunder untuk penyerapan terganggu, intramuskular atau intranasal administrasi adalah lebih baik. Tingkat homosistein, MMA, transcobalamin II dan langkah-langkah lain pada status hematologi harus dipantau secara rutin. Edukasi pasien pada peningkatan

kepadatan nutrisi diet dengan makanan yang menggabungkan tinggi folat dan B12 dianjurkan. Lansia adalah yang paling berisiko, terutama mereka yang menerima layanan tambahan seperti makanan di atas roda. Biasanya, orang-orang tua dan tidak dapat menerima layanan ini yaitu orang-orang dengan sakit kronis dan cacat, memiliki status gizi buruk dan status sosial ekonomi rendah, yang berarti mereka kurang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan konseling. Status Folat juga buruk pada pasien yang lebih tua, khususnya mereka yang dilembagakan atau fungsional Dete-tion, fisik atau mental.

3. Anemia Aplastik

Anemia aplastik juga dikenal sebagai anemia Fanconi. Anemia aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan oleh disfungsi sumsum tulang sehingga sel-sel darah yang mati tidak diganti. Anemia ini adalah hasil dari kegagalan sumsum yang diwariskan. Sel dari sumsum Fanconi memiliki siklus oksigen metabolisme normal. Anemia aplastik disebabkan oleh kanker sumsum tulang, perusakan sumsum tulang oleh proses autoimun, keracunan, trauma, autoimun penyakit, berbagai obat. Ada juga yang diwarisi sindrom kegagalan sumsum yang hadir sebagai anemia aplastik, meskipun etiologi yang benar adalah mieloproliferatif

Dahulu, anemia aplastik dihubungkan erat dengan paparan terhadap bahanbahan kimia dan obat-obatan. Anemia aplastik disebabkan paparan terhadap bahanbahan toksik seperti radiaasi, kemotrapi, obat-obatan atau senyawa kimia tertentu. Penyebab lainnya meliputi kehamilan, hepatitis viral, dan fascitis eosinofilik. Anemia aplastik terkait obat terjadi hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan. Obatobat yang banyak menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mileran atau nitrosourea. Bahan kimia terkenal yang dapat menyebabkan anemia aplastik ialah senyawa benzena.

Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen misalnya virus epstein-barr, influenza A, dengue, tuberkulosis (milier). Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum tulang melalui gangguan pada sel-sel stroma sumsusm tulang. Infeksi oleh human imunodefisiensi virus (HIV) yang berkembang menjadi acquired imunodfisiensi sindrom (AIDS) dapat

menurunkan pansitopenia. Infeksi kronik oleh parfovirus pada pasien dengan defisiensi imun juga dapat menimbulkan pansitopenia.

Nutrisi terapi untuk anemia aplastik dan anemia langka lainnya termasuk pemeliharaan kecukupan makronutrien dan mikronutrien melalui terapi transfusi, transplantasi sumsum tulang (BMT), dan perawatan lainnya. Strategi untuk pasien yang menjalani perawatan dosis tinggi kortikosteroid harus termasuk pemeliharaan fluid yang normal dan status elektrolit sebagai serta pemantauan kalsium dan vitamin D.

4. Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit adalah suatu gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu dari masing-masing orangtua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang diberi nama sabit apabila terpajan oksigen berjadar rendah. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh yang sempit sehingga aliran darah ke jaringan disekitarnya tersumbat. Hal ini menyebabkan iskemia dan infark di berbagai organ disekitarnya, terutama tulang dan limpa. Rangsangan yang sering menyebabkan terbentuknya sel sabit adalah stres fisik, demam, atau trauma.

Tanda terjadinya anemia sel sabit yaitu tanda-tanda siskemik anemia, nyeri hebat akibat sumbatan vaskular pada serangan-serangan penyakit, infeksi bakteri berulang, splenomegali. Pencegahan dan terapi yang dapat diberikan kepada pasien yang mengalami anemia sel sabit yaitu menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen, antibiotik profilaktik dapat diberikan untuk mencegah infeksi, mengkonsumsi suplemen asam folat, dan transfusi sel darah merah.

5. Thalasemia

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif karena adanya gangguan sintesis alfa abnormal atau beta globin. Pengurangan ketersediaan globin menurunkan sintesis hemoglobin. Tingkat keparahan anemia yang dihasilkan tergantung pada sejauh mana sintesis terganggu. Warisan dari beberapa gen abnormal memperburuk fenotipe klinis. Sel darah merah menjadi hipokromik, elips, dan tidak teratur.

Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesisi yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang

mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.

Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.

Tanda pada bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih beratt dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terlambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak

tubuh, dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.

Terapi yang dilakukan untuk penderita talasemia yitu dengan transfusi PRC (packed red cell). Transfusi hanya diberikan bila saat Hb < 8 g/dl. Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C untuk mencegah virus melalui transfusi darah. Kelebihan zat besi pada jaringan tubuh diberikan kelas besi, yaitu Desferal secara im atau iv untuk mengeluarkannya.

6. Anemia Hemolitik Pada Bayi Baru Lahir

Anemia hemolitik pada bayi baru lahir adalah suatu anemia normositik normokromik pada bayi positif Rh yang lahir dari ibu negatif Rh yang sebelumnya telah membentuk antibodi terhadap antigen Rh. Penyakit ini dapat terjadi akibat ketidakcocokan ABO atau Rh antara bayi dan ibunya. Bentuk yang lebih parah biasanya berkaitan dengan ketidakcocokan faktor Rh. Karena banyaknya antibodi maternal terhadap sel darah merah janin, maka dapat terjadi lisis sel darah merah janin yang berlebihan. Lisis sel darah merah menyebabkan pelepasan bilirubin serta aglutinasi sel-sel. Hal ini dapat terjadi sebelum atau sesudah kelahiran, sehingga kapasitas hati bayi yang memang sudah rendah tersebut dibebani secara

berlebihan untuk mengkonjugasi bilirubin.

Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir mungkin sangat ringan atau parah, bergantung pada derajat antibodi ibu dan banyaknya sel darah merah yang mengalami lisis pada bayi. Apabila penyakitnya ringan maka kulit tampak sedikit pucat dan hati mungkin sedikit membesar. Apabila penyakitnya parah, maka akan dijumpai ikterus, hepatomegali, dan splenomegali.

Untuk kasus ringan pada penyakit hemolitik pada bayi baru lahir fototerapi dapat menyembuhkan penyakit. Untuk hiperbilirubinemia yang parah, bayi diterapi dengan transfusi darah yaitu bayi ditransfusi darah positif Rh yang tidak mengandung antibodi Rh. Aspek terpenting dalam pengobatan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir adalah pencegahan penyakit melalui identifikasi ibu yang beresiko membentuk antibodi Rh, yaitu dengan pemberian antibodi positif Rh atau disebut imunoglobulin Rh.

7. Anemia Pasca Perdarahan

Anemia pascaperdarahan adalah anemia normositik normokromik yang terjadi akibat kehilangan darah secara mendadak pada orang sehat. Perdarahannya dapat jelas atau samar. Pada perdarahan mendadak, tekanan darah menurun. Respon refleks terhadap menurun tekanan darah adalah peningkatan pengaktivan susunan saraf simpatis. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi vaskular, kecepatan denyut jantung, dan isi sekuncup, yang semuanya bertujuan untuk mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal. Respon ginjal terhadap penurunan tekanan darah adalah penurunan pengeluaran urin dan peningkatan pelepasan hormon renin. Terjadi reabsorbsi garam dan air dengan tujuan mengembalikan tekanan darah. Produksi sel darah merah dirangsang oleh pelepasan eritropoetin oleh ginjal.

Pada penderita anemia ini akan muncul tanda-tanda sistemik anemia yang segera dan dramatik. Penyebab perdarahan akan dijumpai pada penderita yang memperlihatkan gejala-gejala klinis. Pemulihan volume darah pada penderita anemia ini yaitu dengan pemberian plasma secara intravena atau darah utuh yang telah dicocokkan golongannya.

8. Anemia Prematuritas

Anemia terlihat pada bayi prematur biasanya terkait dengan tingkat yang rendah dari erythropoietin karena ginjal terbelakang dan kegagalan mekanisme umpan balik untuk eritropoiesis. Terapi nutrisi yang dapat diberikan yaitu dengan pemberian suplementasi vitamin E selama pengobatan eritropoietin pada anemia prematuritas ini yang berkhasiat untuk melindungi membran sel darah merah dan mengurangi hemolisis. Dextran besi dalam larutan harus diberikan melalui rute parenteral (jika mungkin), dan status folat harus dipantau ketat.

BAB III PENUTUP III.1. Kesimpulan

Anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia terbagi atas 2 golongan besar berdasarkan morfologi dan etiologinya.

III.2. Saran

Daftar pustaka

1. Pearce,C.Evelyn.2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-windayunia-5174-3bab2.pdf 3. Bakta, I Made, Prof. Dr. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006: 98 110 4. http://www.mejfm.com/journal/july2006/HEMATOLOGICAL%20PARAMETER S.htm 5. http://spirulinaindonesia.com/apa-saja-faktor-penyebab-dan-gejala-anemiaaplastik/ 6. http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANEMIA%20D EFISIENSI%20BESI.pdf 7. http://kumpulan-artikel-farmasi. /2010/11/anemia-makrositik-normokrom.html

Anda mungkin juga menyukai