Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM


ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN JAMBU BIJI
PSIDIUM GUAJAVA

Oleh :
ANISA WISDATIKA

G1F009033

RETNA PANCAWATI

G1F009034

PERDANI ADNIN M

G1F009035

LIA NADIA F

G1F009036

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2010

A. Judul Percobaan :
Isolasi Glikosida dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava)
B. Tujuan Percobaan :
Memahami prinsip dan melakukan isolasi flavonoid dari daun jambu biji
beserta analisis kualitatif hasil isolasi dengan metode kromatografi lapis
tipis
C. Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang dipergunakan adalah air suling,eter,asam klorida
2N,Natrium sulfat anhidrat,lempeng selulosa/kertas
kromatografi,methanol,asam asetat 15%,campuran n-butanol:asam
asetat:air (4:1:5) v/v,ammonia,pereaksi sitroborat.
D. Alat percobaan
Panci infus, corong besar, Erlenmeyer 50 ml,tabung reaksi,corong pisah
250 ml,cawan porselin,flakon (3 buah).

E. Skema Percobaan

Serbuk bahan

ditimbang sebanyak 40 gram

Dimasukkan ke dalam panci


infus

Ditambahkan 240 ml air

Dididihkan selama 30 menit

disaring dengan corong


Buchner.

Campuran

Filtrat Jernih

dipindahkan ke dalam Erlenmeyer


250 ml

Disimpan dalam almari es selama


1 minggu

Kristal amorf(warna putih kekuningan)


kekuningan

Larutan jernih dituang dengan


hati-hati agar kristal tidak ikut
tertuang.

Kristal yang ada pada dasar


Erlenmeyer disaring dengan
kertasa saring yang sudah dditara

Jika masih ada sisa,cuci dengan


air dan tuang bilasan kertas saring

Kristal dicuci dengan 10 ml air es.

Kertas saring+endapan
-

Rendemen

Dikeringkan pada suhu 50c


sampai kering
-

Ditimbang

Diambil dengan ujung spatel kecil

Dilarutkan dalam 2 ml campuran


methanol dan air sama-sama
banyak(sari I)

Dimasukkan ke dalam tabung


reaksi

Ditambahkan 10 ml HCl 2 N

Sisa Padatan

Ditambah larutan eter

Dikocok hati-hati

Dipisahkan air asam-eter

Ditambah eter

Dikocok

Dipisahkan air asam dan eter

Air asam

Air Asam

Sari Eter

- Diuapkan diatas penangas air


-

- disaring dengan

Tersisa 1 ml

kertas saring
yang diberi
Natrium sulfat
anhidrat dalam
cawan
- Diuapkan tanpa
penangas

Sari III

Residu 2 ml
- dilarutkan 2 ml
Methanol

Sari II

Analisis Kualitatif KLT

Sari I

F. Pembahasan

Sistematika:
Divisi

: Spermatophita

Subdivisi : Angiospermae
Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Myrtales

Keluarga : Myrtaceae
Marga

: Psidium

Varietas : Psidium guajava L.


Indonesia mempunyai banyak tanaman yang bisa dimanfaatkan. Salah
satunya adalah tanaman jambu biji yang mempunyai banyak nama lain di tempat
yang berbeda pula, misalnya didaerah Sumatera : glima breueh ( Aceh),
glimeuberu (Gayo), galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu
biawas, jambu biji, jambu batu, jambu klutuk (Melayu); Jawa : jambu klutuk
(Sunda), bayawas, jambu krutuk, jambu krikil, petokal (Jawa tengah), jambu
bhender (Madura); Nusa Tenggara : sotong (Bali), guawa (Flores), goihawas
(Sika); Sulawesi : gayawas (Manado), boyawat (Mongondow), koyawas
(Tonsaw), dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makasar), jambu paratukala
(Bugis), jambu (Baree), kujabas (Roti), biabuto (Buol); Maluku : kayawase
(Seram Barat), kujawase (Seram Selatan), laine hatu, luhu hatu (Ambon), gayawa
(Ternate, Halmahera) (Dalimartha, 2003).

Tanaman jambu biji termasuk tanaman perdu (tinggi dapat mencapai 10


meter) yang cepat beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki daya regenerasi
yang baik. Jambu biji dapat tumbuh di segala macam iklim dan lahan pada
ketinggian antara 5-1200 meter dari permukaan laut.
Pelarut yang digunakan:
1. Eter
Eter mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 98,0%
C4H10O. Selebihnya terdiri dari etanol dan air.
Eter merupakan cairan mudah mengalir, mudah menguap, tak berwarna;
berbau khas. Teroksidasi perlahan-lahan oleh udara dan cahaya dengan
membentuk peroksida. Mendidih pada suhu lebih kurang 35 derajat. Eter
larut dalama air, dapat bercampur dengan etanol, dengan benzene, dengan
kloroform, dengan pelarut heksana, dengan minyak lemak, dan minyak
menguap (Anonim, 1995)
2. Methanol
3. Asam klorida
Asam klorida merupakan cairan tidak berwarna; berasap; bau merangsang.
Jika dicairkan denga dua bagian volume air, asap hilang. Bobot jenis lebih
kurang 1,18
4. Air
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang
sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak
mengandung zat tambahan lain. Cairan jenuh, tidak bewarna dan tidak
berbau (Anonim, 1995).
5. Asam Asetat

Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0% dan tidak lebih dari
37,0% b/b C2H4O2. Cairan jernih, tidak berwarna; bau khas, menusuk,
rasa asam yang tajam. Dapat bercampur denagn air, dengan etanol dan
dengan gliserol (Anonim, 1995).
6. Natrium sulfat anhidrat
Na2SO4; BM 142,04; murni pereaksi. Untuk penetapan kadar alkaloid
secara kromatografi gas.
7. Ammonia
Ammonia adalah larutan NH3 yang mengandung tidak kurang dari 27,0%
dan tidak lebih dari 31,0% b/b NH3. Diudara terbuka ammonia cepat
hilang. Cairan jernih, tidak berwarna; bau khas, menusuk kuat. Bobot jenis
kurang dari 0.90 (Anonim, 1995)
Isolasi flavonoid dari daun Jambu Biji dilakukan dengan mengekstraksi
serbuk daun Jambu Biji secara infundasi. Prinsip infundasi adalah ekstraksi
dengan metode panas. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit.
(Anonim, 2000).
Percobaan mula-mula dilakukan penimbangan serbuk daun Manihot
sebanyak 40 gr, dimasukan dalam panci infus dan ditambah 240 ml akuades.
Selanjutnya dididihkan selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 oC
sambil sesekali diaduk. Pendidihan dilakukan selama 15 menit karena jika lebih
dari 15 menit akan menjadi dekok. (Anonim, 2000)
Setelah mendidih, panci infus dikeluarkan ditunggu sampai dingin
kemudian disaring melalui corong Buchner yang dilapisi kertas saring yang telah
dibasahi dengan akuades, sehingga diperoleh filtrat yang jernih.. Filtrat yang
dihasilkan berwarna kuning kecoklatan, filtrat kemudian dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml yang bersih dan disimpan dalam lemari es selama satu minggu
sehingga terbentuk kristal amorf putih kekuningan. Fungsi penyimpanan dalam
lemari es adalah agar kristal cepat terbentuk .

Filtrat yang telah terbentuk kristal kekuningan di dalamnya lalu dituang


sebagian besar larutan jernihnya dengan hati-hati dijaga agar kristal tidak ikut
tertuang. Kristal kekuningan yang ada pada dasar erlenmeyer disaring melalui
kertas saring yang telah ditara. Jika masih ada kristal yang menempel pada dasar
erlenmeyer dibilas dengan air suling dan bilasan tersebut dituangkan ke kertas
saring, lalu kristal dicuci dengan 10 ml air es. Sebelum ditimbang untuk
memperoleh rendemen endapan terlebih dahulu dikeringkan pada suhu 50oC.
Percobaan menghasilkan rendemen sebesar 1,2 %.
Endapan yang telah kering diambil sedikit dan dilarutkan dalam 2 ml
campuran metanol air 1:1 dalam tabung reaksi. Hasilnya merupakan Sari I. Sari I
merupakan flavonoid glikosida.
Sisa endapan kering dimasukan ke dalam tabung reaksi yang lain dan
ditambahkan 10 ml HCl 2N. Mulut tabung ditutup dengan corong kecil berisi
kapas untuk mengurangi penguapan saat dilakukan refluks. Refluks dilakukan
selama 1 jam di atas penangas air mendidih, dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu
dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,
akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
Cairan hasil refluks dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah eter,
lalu dikocok hati-hati. Terbentuk dua lapisan, lapisan atas adalah lapisan asam
yang merupakan pelarut polar dan lapisan bawah adalah lapisan eter yang
merupakan pelarut organik. Lapisan eter dikeluarkan, ditampung di beaker glass.
Larutan asam yang masih tersisa di dalam corong pisah ditambahkan lagi dengan
10 ml eter yang baru, dikocok lagi dengan hati-hati. Lapisan eter yang terbentuk
dikeluarkan lagi ditampung bersama larutan eter yang pertama. Lapisan eter itu
disaring melalui kertas saring yang berisi 1 gram Natrium sulfat anhidrat ke dalam
cawan porselin. Natrium sulfat anhidrat berfungsi untuk mengikat air yang masih
tersisa di lapisan eter tersebut. Lapisan eter tersebut diuapkan tanpa pemanasan

yaitu dengan cara diangin-anginkan untuk menghilangkan pelarutnya. Residu


yang diperoleh dilarutkan dalam 2 ml metanol, sehingga dihasilkan sari II yang
merupakan aglikon yang terlarut dalam eter.
Lapisan air asam hasil hidrolisis diuapkan pada cawan porselin di atas
penangas air hingga cairan kira-kira tinggal 1 ml. Cairan tersebut adalah sari III,
yaitu glikosidanya.
Tiap-tiap sari yaitu sari I, II dan III dimasukan dalam flakon yang sudah
ditandai,kemudian disimpan dalam lemari es untuk dianalisis secara kualitatif
dengan kromatografi kertas. Analisis kualitatif tersebut dilakukan pada percobaan
5.
Kandungan kimia
Buah jambu biji mengandung berbagai zat yang berfungsi sebagai
penghambat berbagai jenis penyakit, diantaranya jenis flavonoid, tanin, minyak
atsiri, dan juga terdapat saponin (Dweck, 2001), senyawa polifenol (kuersetin,
avikularin, guajaverin, leukosianidin, asam elagat, asam psidiolat amritosid, zat
samak, pirogalol) (Sudarsono dkk., 1996).
Kandungan sari I adalah glukosida flavonoid. Sari II adalah flavonoid
aglikon. Sari III adalah glikosida. Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan
satu atau lebih gula dan komponen bukan gula pada reaksi hidrolisis. Glikosida
terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan gula. Kedua
bagian senyawa tersebut dihubungkan oleh suatu ikatan berupa jembatan oksigen
(O-glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida, adenosin), jembatan sulfur
(S-glikosida, sinigrin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin). Bagian
gula dari glikosida biasa disebut glikon, sedangkan bagian bukan gula dari
glikosida biasa disebut aglikon atau genin.
Aglikon dari glikosida terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi.
Senyawa-senyawa kimiawi tersebut meliputi senyawa-senyawa alkoholik fenolik,
isotiosianat, nitril sianogenetik, turunan antrasen, flavonoid dan fenolik, flavonoid
dan steroid. Bagian aglikon atau genin terdiri dari berbagai macam senyawa
organik, seperti triterpena, steroid, antrasena, maupun senyawa-senyawa yang
mengandung gugus fenol, alkohol, aldehid, keton dan ester.

Gula yang sering menempel pada glikosida adalah -D-glukosa. Meskipun


demikian ada juga beberapa gula jenis lain yang dijumpai menempel pada
glikosida, contohnya ramnosa, digitoksosa, dan simarosa. Glikosida sering sekali
diberi nama sesuai dengan bagian gula yang menempel di dalamnya dengan
menambahkan kata oksida. Salah satu contohnya adalah glukosida, yang
mengandung galakturonat disebut galakturonosida, dan sebagainya.
Pada glikosida, bagian glikon biasanya bersifat polar, sedangkan aglikon
bersifat non polar. Bila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut
sebagai glikosida. Jembatan glikosida yang menghubungkan glikon dan aglikon
ini sangat mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Bila
kadar asam atau basa semakin pekat, ataupun bila semakin panas lingkungannya,
maka glikosida akan semakin cepat terhidrolisis. Pada saat glikosida terhidrolisis
maka molekul akan pecah menjadi dua bagian yaitu glikon dan aglikon. Dalam
bentuk glikosida, senyawa ini larut dalam pelarut polar seperti air. Namun, bila
sudah terurai maka aglikonnya tidak larut dalam air melainkan larut dalam pelarut
organik nonpolar.
Karena glikosida mempunyai ikatan dengan gula, maka sifat-sifat
glikosida:
Mudah larut dalam air, yang bersifat netral
Dalam keadaan murni; berbentuk kristal tak berwarna, pahit
Larut dalam alkali encer
Mudah terurai dalam keadaan lembab, dan lingkungan asam
Glikosida gula + non gula : gula dapat mereduksi larutan Fehling
Tidak dapat mereduksi larutan Fehling, tapi setelah dihidrolisa
Dapat dihidrolisa dengan adanya enzim dan air dan asam.
Fungsi glikosida :
Fungsi glikosida sebagai cadangan gula temporer
Proses pembentukan glikosida merupakan proses detoksikasi
Glikosida sebagai pengatur tekanan turgor
Proses glikosidasi untuk menjaga diri terhadap pengaruh luar yang mengganggu
Glikosida sebagai petunjuk sistematik (Hertin, 2010).

Flavonoid
Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan senyawa induk flavon
yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula, dan semuanya
mempunyai sejumlah sifat yang sama. Saat ini dikenal sekitar 20 jenis flavonoid.
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat
diekstraksi dengan alkohol 70% dan tetap ada pada lapisan air setelah ekstrak
dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu
warnanya berubah bila di tambah basa atau amoniak, jadi flavonoid mudah
dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu
menunjukan pita serapan kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak.
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida
dan aglikon flavonoid.
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali
dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu,
sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas.
Antosianin berwarna yang terdapat dalam daun bunga hampir selalu disertai oleh
flavon dan flavonolol tanwarna.
Flavonoid mempunyai rumus umum, C6C3C6.
Aktivitas biologi flavonoid antara lain,
- anti kanker : kuersetin, mirisetin
- anti oksidant : kuersetin, antosianidin, dan prosianidin
- anti inflamasi : apigenin, taksifolin, luteolin, kuersetin
- anti alergi : nobeletin, tangeretin
- anti hipertensi : prosianidin
- anti virus : amentiflavum, skutellarein, kuersetin
Klasifikasi flavonoid umumnya didasarkan atas inti molekul,
*Harbone membagi flavonoid kedalam kelompok
- Antosianin
- Proantosianidin

- Flavonol
- Flavon
- Khalkon dan auron
- Flavanon
- Glikoflavon
- Isoflavon
- Biflavonil
*Berdasarkan warna flavonoid
*Berdasarkan flavonoid major dan flavonoid minor
- flavonoid major : flavon, flavonol, biflavonil
- flavonoid minor : khalkon, dihidrokhalkon, auron, flavanon, flavononol dan
isoflavon(Lisna, 2010) .
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat
fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula
tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan
jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi
berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut.
Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya.
[Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic
Chemistry]
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:

Tipe persiapan sampel

Waktu ekstraksi

Kuantitas pelarut

Suhu pelarut

Tipe pelarut (Devy, 2009) .


Prinsip ekstraksi Infusa: dengan mencampur simplisia dengan derajat

halus yang sesuai dalam panic dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air
selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 derajat sambil sekali-sekali
diaduk (Anonim, 1995).
Infundasi : proses penyarian untuk menyari zat kandungan aktif yg larut dalam air
dari bahan-bahan nabati. Infusa tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam
(Hackiems, 2010).
Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari
suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut
tersebut ada yang bersifat bisa campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut
polar) ada juga pelarut yang tidak mau campur air (contohnya aseton, etil asetat,
disebut pelarut non polar).
Untuk melakukan proses infusa, maka kita harus mempersiapkan 1 unit
panci yang terdiri dari 2 buah panic yang saling bisa ditumpuk. Bagi para
pengobat tradisional mungkin sudah mengenal jenis panci yang demikian ini,
namanya paci-tim. Panci yang di atas digunakan untuk menaruh bahan yang
akan di ekstraksi (tentu bersama pelarutnya, yaitu air, masing-masing dengan
takaran tertentu), sementara panci sebelah bawah diisi air, maksudnya digunakan
sebagai pemanas panci atas, sehingga panas yang diterima panci atas tidak
langsung berhubungan dengan api.
Teorinya, ketika panci bawah airnya mendidih (pada suhu 100o C), maka
panas yang diterima oleh panci atas hanya bersuhu sekitar 90o C saja. Kondisi
demikian ini diperlukan agar zat aktif dalam bahan tidak rusak oleh pemanasan
berlebihan. (biasanya zat aktif akan rusak bila dipanaskan sampai 100o C atau
lebih).
Jadi prosedur pembuatan infusa dalam garis besarnya adalah sebagai berikut:
Simplisia yang berupa tanaman dengan derajat halus tertentu ditimbang
(misalnya 10 g), kemudian dimasukkan ke dalam panci atas diberi air
secukupnya. Maksud dari secukupnya adalah diperhitungkan terhadap kadar
ekstrak yang hendak kita inginkan, jadi misalnya kita ingin membuat ekstrak

berkadar zat aktif 10%, maka serbuk tanaman yang dibutuhkan adalah 10 g
bersama air 100 g (100 cc), sementara kalo kita menggunakan air sebanyak 200 cc
dan serbuknya tetap 10 g, maka kadar ekstrak yang akan kita peroleh menjadi 5%
saja. Begitu seterusnya.
Setelah panci atas siap untuk diproses, maka masukkan panci beserta isinya
segera ke dalam panic bawah yang telah berisi air. Setelah itu panci bawah
dipanaskan di atas api langsung dan dibiarkan sampai mendidih (artinya suhu
mencapai 100 C). Diharapkan maka suhu air di panci atas akan mencapai 90 C.
Pemanasan dilakukan selama 15 menit terhitung mulai air di panci bawah
mendidih (suhu panci atas mencapai 90C), sambil sekali-sekali diaduk.
Waktu 15 menit itu adalah aturan umum yang diberikan oleh buku-buku farmasi
resmi seperti Farmakope.
Setelah cukup 15 menit, maka panci atas diturunkan dan disaring selagi masih
panas melalui kain flanel,
Apabila ternyata volume akhir yang didapat kurang dari 100 cc (air semula
100cc) maka perlu
ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa
yang dikehendaki yaitu 100 cc.
Cara menambahkan air itu harus menurut aturan kuantitatif, yaitu hasil saringan
tadi dipindah ke gelas ukur, kemudian kekurangan air yang diperlukan,
ditambahkan sampai volume akhir mencapai batas skala 100 cc (jadi tidak boleh
mengukur air sesuai dengan kurangnya air, namun yang diukur adalah bagian air
yang akan ditambahi) (Didik, 2010) .
Adapun

keuntungan:

untuk

simplisia

yang

lunak

seperti

daun

dan

bunga,sedangkan kerugian: tidak dapat untuk simplisia keras seperti kulit pohon
Sokhletasi
Metode penyarian dengan alat soxhlet adalah penyarian atau ekstraksi
menggunakan pelarut yang selalu baru yg dilakukan dgn alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi kontinyu dgn jumlah pelarut relatif konstandgn adanya pendingin

balik
Keuntungan penyarian dgn alat soxhlet :
Jumlah cairan penyari relatif sedikit (2 kali sirkulasi)
Penyarian sempurna (tetesan terakhir tidak berwarna)
Kerugian :
Pemanasan berlebih terhadap kandungan kimia dalam serbuk sehingga tidak
cocok untuk zat kimia yg termolabil .
Jumlah bahan terbatas (30-50 gram), pengatasan : menggunakan alat soxhlet dgn
jumlah lebih banyak karena kapasitas laboratorium hanya 250-500 ml
Tidak bisa dgn penyari air (harus solvent organik) (Hackiems, 2010) .
Prinsip sokletasi
Penyaringan yang berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna
dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka
pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi
menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa
organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang
tidak diinginkan
Keunggulan sokletasi :
1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
3. Proses sokletasi berlangsung cepat.
4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik berulang kali.
Kelemahan sokletasi :
1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah
rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi
penguraian.
2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi
meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.

3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah


menguap (Aliem, 2010) .
Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu
dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,
akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian
seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungan dari metode ini adalah
digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar
dan tahan pemanasan langsung. Sedangkan kerugian metode ini adalah
membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari
operator (Panca, 2009) .
G. Kesimpulan
1. Senyawa flavonoid adalah merupakan senyawa polifenol yang memiliki
inti dasar terdiri dari 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6C3-C6 dengan dua cincin aromatik yg dihubungkan oleh tiga atom karbon
yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
2. Hasil penyarian di dapat :
a. Sari I : Glikosida flavonoid
b. Sari II : Aglikon
c. Sari III : Glikosida
3. Rutin merupakan salah satu jenis glikosida flavonoid yang bersifat polar,
sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut polar, seperti air, methanol atau
etanol.

4. Pemisahan aglikon dan glikosidanya dapat dilakukan dengan hidrolisis


asam, seperti menggunakan HCl. Akan didapat hasil berupa kuersetin dan
glukosa dari hidrolisis rutin.
5. Analisa dari aglikon dan glikosida ini dapat dilakukan dengan
menggunakan kromatografi kertas, dan menggunakan eluen yang sesuai
dengan kepolaran senyawa uji.

DAFTAR PUSTAKA
Aliem. 2010. Sochletasi.http://aliemalfiqry.blogspot.com/ diakses tanggal 29
Desember 2010
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan RI: Jakarta
Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1, Trubus Agriwidya,
Jakarta.
Devy, 2009. Ekstraksi.http://majarimagazine.com/. diakses tanggal 29 Desember
2010
Didik. 2010. Infusa. http://obtrando.files.wordpress.com/. diakses tanggal 29
Desember 2010
Hackiems. 2010. Infusa. http://epidemologipenyakit.blogspot.com/. diakses
tanggal 29 Desember 2001
Hertin, 2010. Glikosida. http://budayadimatamanusia.blogspot.com/. diakses
tanggal 28 Desember 2010
Irwanto, 2010. Ekstraksi Menggunakan Proses Infundasi, Maserasi, dan
Perkolasi.

http://irwanfarmasi.blogspot.com/. diakses tanggal 29

Desember 2010

Lisna. 2010. Isolasi Glikosida. http://miss-purplepharmacy.blogspot.com/ diakses


tanggal 28 Desember 2010
Panca. 2009. Ekstraksi.

http://pancasetyawatiutami.blogspot.com/. diakses

tanggal 29 Desember 2010

Jawaban Pertanyaan :
1. Air
Air dipertimbangkan sebagai penyari karena:
1. Murah dan mudah diperoleh
2. Stabil
3. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
4. Tidak beracun
5. Alamiah
Kerugian penggunaan air sebagai penyari:
1. Tidak selektif
2. Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak
3. Untuk pengeringan diperlukan waktu lama
Air disamping melarutkan garam alkaloid, minyak menguap, glikosida,
tanin dan gula, juga melarutkan gom, pati, protein, lendir, enzim, lilin,
lemak, pectin, zat warna dan asam organic. Dengan demikian penggunaan
air sebagai cairan penyari kurang menguntungkan. Disamping zat aktif
ikut tersari juga zat lain yang tidak diperlukan atau malah mengganggu
proses pembuatan sari seperti gom, pati, protein, lemak, enzim, lendir dan
lain-lain.

Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang dan khamir, karena itu
pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat pengawet. Air dapat
melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengannya air akan menyebabkan
reaksi enzimatis, yang mengakibatkan penurunan mutu. Disamping itu
adanya air akan mempercepat proses hidrolisa.Untuk memekatkan sari air
dibutuhkan waktu dan bahan bakar lebih banyak bila dibandingkan dengan
etanol.
2. Hidrolisis telah sempurna ketika antara air-asam dan eter telah terpisah
secara sempurna.
3. Percobaan mula-mula dilakukan penimbangan serbuk daun Manihot
sebanyak 40 gr, dimasukan dalam panci infus dan ditambah 240 ml
akuades. Selanjutnya dididihkan selama 15 menit terhitung mulai suhu
mencapai 90oC sambil sesekali diaduk. Pendidihan dilakukan selama 15
menit karena jika lebih dari 15 menit akan menjadi dekok. (Anonim, 2000)
Setelah mendidih, panci infus dikeluarkan ditunggu sampai dingin
kemudian disaring melalui corong Buchner yang dilapisi kertas saring
yang telah dibasahi dengan akuades, sehingga diperoleh filtrat yang
jernih.. Filtrat yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan, filtrat
kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang bersih dan
disimpan dalam lemari es selama satu minggu sehingga terbentuk kristal
amorf putih kekuningan. Fungsi penyimpanan dalam lemari es adalah agar
kristal cepat terbentuk .
Filtrat yang telah terbentuk kristal kekuningan di dalamnya lalu dituang
sebagian besar larutan jernihnya dengan hati-hati dijaga agar kristal tidak
ikut tertuang. Kristal kekuningan yang ada pada dasar erlenmeyer disaring
melalui kertas saring yang telah ditara. Jika masih ada kristal yang
menempel pada dasar erlenmeyer dibilas dengan air suling dan bilasan
tersebut dituangkan ke kertas saring, lalu kristal dicuci dengan 10 ml air
es. Sebelum ditimbang untuk memperoleh rendemen endapan terlebih
dahulu dikeringkan pada suhu 50oC. Percobaan menghasilkan rendemen
sebesar 1,2 %.

Endapan yang telah kering diambil sedikit dan dilarutkan dalam 2 ml


campuran metanol air 1:1 dalam tabung reaksi. Hasilnya merupakan Sari I.
Sari I merupakan flavonoid glikosida.
Sisa endapan kering dimasukan ke dalam tabung reaksi yang lain dan
ditambahkan 10 ml HCl 2N. Mulut tabung ditutup dengan corong kecil
berisi kapas untuk mengurangi penguapan saat dilakukan refluks. Refluks
dilakukan selama 1 jam di atas penangas air mendidih, dilakukan dengan
cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang
berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut
dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
Cairan hasil refluks dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah eter,
lalu dikocok hati-hati. Terbentuk dua lapisan, lapisan atas adalah lapisan
asam yang merupakan pelarut polar dan lapisan bawah adalah lapisan eter
yang merupakan pelarut organik. Lapisan eter dikeluarkan, ditampung di
beaker glass. Larutan asam yang masih tersisa di dalam corong pisah
ditambahkan lagi dengan 10 ml eter yang baru, dikocok lagi dengan hatihati. Lapisan eter yang terbentuk dikeluarkan lagi ditampung bersama
larutan eter yang pertama. Lapisan eter itu disaring melalui kertas saring
yang berisi 1 gram Natrium sulfat anhidrat ke dalam cawan porselin.
Natrium sulfat anhidrat berfungsi untuk mengikat air yang masih tersisa di
lapisan eter tersebut. Lapisan eter tersebut diuapkan tanpa pemanasan
yaitu dengan cara diangin-anginkan untuk menghilangkan pelarutnya.
Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 2 ml metanol, sehingga dihasilkan
sari II yang merupakan aglikon yang terlarut dalam eter.
Lapisan air asam hasil hidrolisis diuapkan pada cawan porselin di atas
penangas air hingga cairan kira-kira tinggal 1 ml. Cairan tersebut adalah
sari III, yaitu glikosidanya.

Anda mungkin juga menyukai