Anda di halaman 1dari 3

Kromatografi

kecepatan

adalah

perambatan

teknik

komponen

pemisahan
dalam

campuran

medium

berdasarkan perbedaan

tertentu. Pada kromatografi,

komponen komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan
fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak
akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase
diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,
atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase

gerak

mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam
campuran.

Komponen-komponen

yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (

Khopkar, 1990).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitas yang digunakan dengan fase
geraknya adalah berupa zat cair dan fase diamnya adalah berupa zat padat. Fase diamnya
berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut
pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembangan secara menurun (descending) (Day & Underwood, 2002).
Prinsip Kerja dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah memisahkan sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Prinsipnya didasarkan atas adsorpsi dan partisi. Teknik ini biasanya menggunakan fase
diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin
dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan terbawa oleh fase gerak
tersebut. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan
senyawa yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007)
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode
untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki
system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau

kromatografi cair kinerja tinggi. Seperti dalam salah satu jurnal penelitian yang kami
peroleh bahwa Identifikasi Komponen Kimia Kayu sanrego menggunakan KLT dengan
tujuan memudahkan pada awal penelusuran komponen kimia yang bertanggung jawab
terhadap aktifitasnya dalam hal ini adalah afrodisiaka (Svehla, 1990).
Rhodamine B sebenarnya ialah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah
pada industry terkstil dan plastic. Untuk makanan, rhodamine B sering dipakai untuk
mewarnai krupuk, terasi, kembang gula, sirup, dan sosis. Makanan yang diberi pewarna ini
biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis rhodamine B
dapat menyebabkan kanker, keracunan, serta iritasi pada paru-paru, mata, hidung, dan
tenggorokan. Pewarna rhodamine ini berpendar sehingga dapat dengan mudah dideteksi
dengan instrument fluorometer (Surhone, 2010).
Rhodamine B mudah larut dalam air dan alcohol serta sedikit larut dalam HCl dan
NaOH (ONeil, 2006). Titik lebur dari rhodamine B yaitu 210-211oC (Anonim, 2007).
Struktur :

Dalam jurnal penelitian yang berjudul Analisis Fitokimia dan Analisis Kromatografi
Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam
Ekstrak Etanol bahwa untuk menguji adanya kandungan alkaloid dalam ekstrak etanol
labu siam digunakan pelarut pengembang berupa etil asetat : metanol : air (100 : 16,5 :
13,5). Setelah plat disemprot dengan reaksi Dragendorff akan menunjukkan bercak coklat
jingga berlatar belakang kuning (Harborne, 1996). Timbulnya noda dengan Rf 0,9
berwarna kuning muda pada pengamatan dengan sinar tampak, berwarna kuning pada UV
254 nm dan berwarna hijau muda pada UV 366 nm menegaskan adanya kandungan

alkaloid pada ekstrak etanol labu siam. Sementara untuk menguji adanya kandungan
flavonoid, pelarut pengembang yang digunakan adalah butanol : asam asetat : air (3:1:1).
Setelah disemprot dengan amonia, timbul noda dengan Rf 0,92 dan 0,54 yang berwarna
kuning muda setelah disemprot dengan amonia pada pengamatan dengan sinar tampak dan
berwarna biru pada UV 366 nm menegaskan adanya kandungan flavonoid pada ekstrak
etanol labu siam (Marliana et. al, 2005).
Deteksi bercak yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya senyawa alkaloid
dalam fraksi kayu Sanrego dengan penyemprotan dragendorff pada plat KLT dengan fase
gerak n-heksan-etil asetat (1:3) v/v dan (6:2)v/v dari fraksi larut etil asetat dengan
penampak bercak Sinar UV 254 nm, 365 nm, dragendorff serta serum sulfat menunjukkan
adanya spesifikasi pada dragendorff yang memberi warna jingga pada bercak yang
dideteksi, hal ini menyimpulkan senyawa tersebut adalah golongan alkaloid (Sutomo &
Arnida, 2008).

Daftar Pustaka
Anonim, 2007, http://www.chemnet.com/cas/id/81-88-0/Rhodamine-B.html, diakses pada tanggal
1 Oktober 2014
Day, R.A., & Underwood, L.A., 2002, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A.,2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Jakarta.
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta.
Surhone, Lambert M., Miriam T. T., Susan F. M., 2010, Rhodamine B, 84, VDM Verlag Dr.
Mueller AG & Co. Kg., Jerman
Svehla, G., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi kelima,
Terjemahan Setiono, L., dan Pudjaatmaka, A.H., PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai