Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI ANALISA KROMATOGRAFI

PERCOBAAN 2

PEMISAHAN ION-ION LOGAM SECARA KROMATOGRAFI KERTAS

NAMA KELOMPOK :

Shania Valentine J (P17120181010) Fika Rahmawati (P17120183029)

Diana Rachmawati (P17120181013) Febrila Triya C (P17120183031)

Margareta Dilah M (P17120182015) Arini Iradati (P17120183033)

Riski Putri Noviani (P17120182017) Yudhistira Khresna (P17120183040)

PROGRAM STUDI D3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

JURUSAN GIZI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan
prinsip ini. Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan
atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis
dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan
lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan
penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting untuk analisis
dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi.
Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi.
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan
senyawa yang akan dipisahkan.

Kromatografi kertas merupakan salah satu bagian dari tehnik pemisahan


kromatografi yang paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Dalam
pemisahan menggunakan tehnik pemisahan kromatografi kertas pada dasarnya
didasarkan pada prinsip adsorpsi fase diam terhadap fase gerak, dimana yang
menjadi fase diamnya adalah kertas yang mengandung serat selulosa, sedangkan
yang menjadi fase geraknya (mobile) adalah eluen yang digunakan untuk setiap
spesifikasi campuran yang akan dipisahkan.

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau


kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda.
1.2 Tujuan

Tujuan dari percobaan pemisahan ion-ion logam secara kromatografi


kertas adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui nilai Rf (Retardation factor) untuk
masing-masing noda yang teridentifikasi.
2. Mahasiswa mampu menentukan jenis ion yang ada dalam sampel
dengan menggunakan metode kromatografi kertas.
BAB 2

DASAR TEORI

Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia karena


kebanyakan materi yang terdapat dialam berupa campuran untuk memperoleh
materi murni dari suatu campuran, kita harus melakukan pemisahan. Berbagai
teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan campuran. Kromatografi
konvensional fasa geraknya berwujud cair dan fasa diam berwujud padat atau cair.
Dengan kemajuan teknologi, fasa gerak tidak selalu cair. Fasa gerak untuk
kromatografi modern lebih bervariasi, bisa berwujud gas, cair atau fluida
(Hendayana, 2006).

Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Twest (1906)


seorang ahli botani dari Rusia. Pengertian kromatografi menyangkut metode
pemisahan yang didasarkan atas distribusi differensial komponen sampel diantara
dua fase. Menurut pengertian ini kromatografi selalu melibatkan dua fase, yaitu
fase diam (stationary phase) dan fase gerak (gerak phase). Fase diam dapat berupa
padatan atau cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu
adsorben), sedangkan fase gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut,
atau gas pembawa yang inert. Gerakan fase gerak ini mengakibatkan terjadinya
migrasi differensial komponen dalam sampel (Soebagio, dkk, 2004: 55).
Kromatografi kertas adalah metode pemisahan dengan kerja dua fase yaitu fase
diam dan fase gerak yang hasil kerja kedua fase ini berupa rambatan warna yang
dapat terlihat pada kertas kromatografi dan bercak yang ada untuk
membandingkan antar totolan dari sampel dan totolan dari baku (Triwahyuni dan
Susilawati, 2003: 29).

Pada tahun 1944, Consden, Gordon dan Martin memperkenalkan teknik


dengan menggunakan kertas penyaring sebagai penunjang fase diam dan fase
bergerak, berupa cairan yang terserap di antara struktur pori kertas. Sampel
sebanyak kurang lebih 1 didepositkan pada kertas saring dan akan mengalir
bersama sistem pelarut. Meskipun zat yang ter-recovery tidak betul-betul murni,
dia dimanfaatkan juga untuk uji kualitatif dan kuantitatif (Khopkar, 2010: 161).
Kromatografi kertas merupakan bentuk kromatografi yang paling
sederhana, mudah dan murah. Jenis kromatografi ini terutama banyak digunakan
untuk kualitatif walaupun untuk analisis kualitatif juga dilakukan. Fasa diam
dalam kromatografi berupa air yang terikat pada selulosa kertas sedangkan fasa
geraknya berupa pelarut organik non polar. Berdasarkan kedua hal kromatografi
kertas dapat digolongkan ke dalam kromatografi partisi. Fasa gerak merembes
kedalam kertas karena efek kapiler. Rembesan fasa gerak pada kertas dapat
dilakukan dengan teknik menaikkkan (ascending) atau dengan teknik menurunkan
(descending). Pada teknik menaikkan rembesan fasa gerak bergerak ke atas
sedangkan teknik menurun rembesan fasa gerak bergerak ke bawah. Pada teknik
menurunkan rembesan fasa gerak di samping bergerak karena efek kapiler
juga dibantu oleh efek grafitasi sehingga rembesan berjalan cepat
(Soebagio Dkk, 2002: 83).

Kromatografi kertas terbukti sangat berharga dalam biokimia dimana


seringkali dijumpai sampel kecil dan kompleks. Pada tahap penampakan noda
atau identifikasi. Jika noda sudah berwarna dapat langsung diperiksa dan
ditentukan harga Rfnya. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh
komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen (fasa gerak). Menurut
Soebagio, dkk (2004: 86) penampakn noda dapat dilakukan dengan:

1. Menyemprot kertas degna pereaksi penimbul warna seperti ditizon, ninhidrin,


kalium kromat, amonium sulfida, dan lain-lain.

2. Menyinari kertas dengan sinar ultraviolet

3. Mengungkapkan kertas pada uap iodium.

Golongan 1 Ag, Pb, dan Hg adalah logam-logam yang berada sebagai nitrat
dalam asam nitrat encer. Larutan ditotolkan pada kertas dan dibiarkan kering
diudara selama satu jam. Pelarutnya terdiri dari n butil alkohol, yang dicampur
dengan 5 persen (V/V). Asam asetat glasial, yang disusul dengan air sampai
keruh. Pemisaha (elusi) dimulai dalam atmosfer yang dijenuhi pelarut selama 12-
16 jam. Potongan kertas diambil dari bejana ekstraksi, dikeringkan dalam udara,
dan kemudian disemprot dengan larutan ditizon 0,05 persen dalam kloroform.
Kromatografi pada kertas biasanya melibatkan kromatografi pembagian
atau penjerapan. Pada kromatografi pembagian senyawa terbagi dalam pelarut
alcohol yang sebagian besar tidak bercampur dengan air (misanya n-butanol) dan
dalam air. Campuran pelarut klasik yaitu n-butanol – asam asetat – air (4:1:5,
lapisan atas) (disingkat BAA), memang dirancang sebagai sarana untuk
meningkatkan kadar air lapisan n-butanol (Harbone, 1996: 10).

Perbedaan kelarutan komponen-komponen cuplikan dalam eluen akan


mengakibatkan kecepatan bergerak komponen-komponen dalam kertas juga
berbeda. Perbedan kecepatan bergerak komponen-komponen ini lebih umum
disebut migrasi deferensial. Pemisahan komponen-komponen ini terjadi karena
migrasi deferensial. Hasil pemisahana akan nampak sebagai noda-noda berwarna
pada kertas dengan jarak yang berbeda dari garis awal. Noda-noda ini selanjutnya
disebut sebagai kromatogram (Soebagio, Dkk, 2002: 83).

Untuk memilih kertas, yang menjadi pertimbangan adalah tingkat dan


kesempurnaan pemisah, difusivitas pembentukan spot, efek tailing dan
pembentukan komet serta laju pergerakan pelarut terutama untuk teknik
descending. Seringkali nilai Rf berbeda dari satu kertas ke kertas lainnya.
Pengotor yang terdapat pada keras saring adalah ion-ion Ca2+, Mg3+, Fe3+,
Cu2+. Kertas seharusnya seharusnya penolak air (Khopkar, 2010: 162).

Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai


tempat untuk mengalirnya fase bergerak. Berbagai macam kertas yang secara
komersial tersedia adalah Whatman 1,2,3 1 dan 3 MM. kertas asam asetil, kertas
kieselghur, kertas silikon dan kertas penukar ion juga digunakan. Tersedia juga
kertas selulosa murni, kertas selulosa yang dimodifikasi dan kertas serat kaca.
Zat-zat hidrofobik dapat dipisahkan pada kedua jenis kertas terakhir ini. kertas
asam asetil atau kertas silikon dapat digunakan untuk zat hidrofobik, sedangkan
untuk reagen yang korosif, kertas serat kaca dapat digunakan (Khopkar, 2010:
161).

Pada tahap identifikasi atau penamakan noda, jika noda sudah berwarna
dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf-nya. Besaran Rf ini
(kependekan dari “rate of flow”) menyatakan derajat retensi suatu komponen
dalam fasa diam. Karena itu Rf juga disebut faktor referensi atau faktor refensi.
Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi jarak yang
ditempuh oleh eluen (fasa gerak) setiap komponen mempunyai harga Rf sendiri-
sendiri. dengan menggunakan zat baku, noda dapat didentifikasi (Soebagio Dkk,
2002: 83-84).
BAB 3

METODE

3.1 Alat
1. Ruang pengembang (Toples)
2. Benang
3. Jarum
4. Pipa kapiler
5. Hair dryer (pengering)
6. Penggaris
7. Gunting

3.2 Bahan
1. Larutan baku Ag+
2. Larutan baku Pb2+
3. Larutan baku Hg2+
4. Larutan CH3COOH
5. Larutan K2Cr2O7
6. Larutan KI
7. Kertas saring

3.3 Prosedur
1) Pembuatan larutan pengembang
1 Mempersiapkan ruang pengembang
2 Mengisi ruang pengembang dengan larutan asam asetat ( air 1 : 1
sebanyak 25 ml )
3 Menjenuhkan campuran larutan asam asetat dan air
4 Menutup rapat ruang pengembang

2) Cara Kerja
1 Menyiapkan kertas saring, dan dipotong 24 cm x 12 cm
2 Memberikan batas dengan pensil 2 cm dari pinggir kertas saring
3 Membagi kertas saring menjadi 6 kolom
4 Memberikan nomor 1-6 di tiap kolom. Nomor ganjil untuk larutan
sampel dan nomor genap untuk larutan standar.
5 Meneteskan sampel ke masing-masing kertas saring 3 kali pada
kolom ganjil dan mengeringkan larutan sampel dengan
menggunakan hair dryer
6 Meneteskan larutan baku Ag+ pada kolom nomor 2, Pb2+ pada
kolom nomor 4, Hg2+ pada kolom nomor 6 pada masing-masing
kertas saring.
7 Menjahit kertas saring yang berisi larutan sampel dan larutan
baku
8 Memasukkan kertas saring ke dalam chamber yang berisi 40 ml
larutan asam asetat : air = 1 : 1
9 Menjaga larutan pengembang tidak menyentuh cuplikan
10 Menutup ruang pengembang
11 Mengambil cuplikan jika larutan sudah mencapai ¾ bagian
12 Mengeringkan cuplikan
13 Menggunting setiap 2 kolom pada Ag+ --sampel, Pb2+ --sampel,
Hg2+ --sampel
14 Menyemprot dengan pereaksi pengenal K2Cr2O7 dan KI
15 Ag(I) dengan dikromat akan dihasilkan warna merah, Pb(II)
dengan KI akan dihasilkan warna kuning, Hg(II) dengan KI akan
dihasilkan warna merah
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
4.1.1 Data pengamatan
Nama Warna Nilai Jarak Nilai
Senyawa Rf
Dikromat KI Komponen Eluen
(Kolom 1) (Kolom 3 dan 5)
Sampel Tidak Kolom 3: Merah 4,1 cm 6,5 cm 0,631
A berwarna (-) Pb
(-) Ag Kolom 5: Merah
(+) Hg
Sampel Merah Kolom 3: kuning 3,8 cm 7,9 cm 0,481
B (+) Ag pucat (-) Pb
Kolom 5: kuning
pucat (-) Hg
Sampel Tidak Kolom 3: kuning 3,6 cm 5,8 cm 0,620
C berwarna (+) Pb
(-) Ag Kolom 5: kuning
(-) Hg

4.1.2 Data perhitungan

4.1.2.1 Perhitungan Nilai Rf

Perhitungan Rf Larutan Standar

a) Larutan Standar Ag
Diketahui : Jarak komponen = 3,85 cm
Jarak eluen = 7,9 cm
Ditanya : Nilai Rf
Jawab :
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

3,85 𝑐𝑚
𝑅𝑓 =
7,9 𝑐𝑚

Rf = 0,487

b) Larutan Standar Pb
Diketahui : Jarak komponen = 3,5 cm

Jarak eluen = 5,8 cm

Ditanya : Nilai Rf

Jawab :

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

3,5 𝑐𝑚
𝑅𝑓 =
5,8 𝑐𝑚

Rf = 0,603

c) Larutan Standar Hg
Diketahui : Jarak komponen = 4,2 cm

Jarak eluen = 6,5 cm

Ditanya : Nilai Rf

Jawab :

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

4,2 𝑐𝑚
𝑅𝑓 =
6,5 𝑐𝑚

Rf = 0,646
Perhitungan Rf Sampel
a) Nilai Rf Sampel A
Diketahui : Jarak komponen = 4,1 cm

Jarak eluen = 6,5 cm

Ditanya : Nilai Rf

Jawab :

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

4,1 𝑐𝑚
𝑅𝑓 =
6,5 𝑐𝑚

Rf = 0,631

b) Nilai Rf Sampel B
Diketahui : Jarak komponen = 3,8 cm

Jarak eluen = 7,9 cm

Ditanya : Nilai Rf

Jawab :

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

3,8 𝑐𝑚
𝑅𝑓 =
7,9 𝑐𝑚

Rf = 0,481

c) Nilai Rf Sampel C
Diketahui : Jarak komponen = 3,6 cm

Jarak eluen = 5,8 cm


Ditanya : Nilai Rf

Jawab :

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


𝑅𝑓 =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

3,6 𝑐𝑚
𝑅𝑓 =
5,8 𝑐𝑚

Rf = 0,620

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Prosedur

Pada percobaan ini bertujuan untuk memisahkan dan


mengidentifikasi ion logam dalam campuran dengan cara kromatografi
kertas. Pada percobaan ini, diidentifikasi ion logam Pb, Ag, dan Hg dari
campurannya. Prosedur pertama yang dilakukan adalah menyiapkan
larutan pengembang yaitu campuran larutan asam asetat : air yaitu 1:1
sebanyak 50 ml. Larutan campuran dijenuhkan 24 jam sebelum digunakan.
Penjenuhan dilakukan untuk mendapatkan nilai Rf yang konstan dan agar
elusi terjadi lebih cepat. Kemudian mengukur kertas saring dengan ukuran
24 cm x 12 cm. Batas bawah dan batas atas ujung kertas digaris 1 cm.
Selanjutnya dilakukan penotolan pada kertas yang telah diberi tanda X dan
kertas tersebut dikeringkan menggunakan hairdryer. Kertas saring
kemudian digulung dan dijahit pada bagian ujungnya Setelah itu
dimasukkan kedalam chamber. Fasa diam disini adalah kertas saring dan
fase geraknya adalah eluen (larutan pengembang dari campuran air: asam
asetat dengan perbandingan 1:1).

Pada tahap penotolan kertas saring yang digunakan adalah kertas


saring biasa karena kertas memiliki pori- pori yang besar dan rapat,
sehingga noda dapat merembes dengan cepat dan teratur. Batas bawah dan
batas atas pada kertas saring digaris menggunakan pensil alasannya karena
pensil terbuat dari grafit yang tidak larut dalam eluen, apabila
menggunakan bolpoint maka tinta bolpoint akan larut dalam eluen yang
dapat menganggu penampakan noda. Penotolan disini menggunakan pipa
kapiler karena pipa kapiler memiliki diameter yang kecil sehingga pada
saat ditotolkan maka besar spot tidak akan melebar. Penotolan diusahakan
tidak terlalu banyak karena akan mempengaruh besar spot. Spot yang
terlalu besar tidak baik untuk penampakan noda karena nodanya dapat
melebar ke samping atau ke bawah. Setelah dimasukkan kedalam
chamber, wadah kemudian ditutup dengan tujuan untuk menjenuhkan
udara didalamnya menggunakan uap pelarut karena dengan penjenuhan
tersebut dapat menghentikan penguapan pelarut. Lalu komponen cuplikan
terbawa oleh rembesan cuplikan dan kertas dikeluarkan dari wadah
kemudian selanjutnya kertas saring diangkat dari bejana lalu dikeringkan
menggunakan hairdryer. Setelah kering kertas saring digunting setiap 2

kolom pada sampel dan larutan standar Ag+ , Pb2+ dan Hg2+ .
Selanjutnya pada sampel dengan larutan standar Ag+ disemprot dengan
pereaksi pengenal K2Cr2O7 , sedangkan pada sampel dengan larutan

standar Pb2+ dan Hg2+ disemprot dengan pereaksi pengenal KI.


Disini digunakan K2CrO4 dan KI untuk memperjelas penampakan noda
karena krom memiliki beberapa bilangan oksidasi dimana ketika bereaksi
dengan beberapa unsur akan membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi
yang beragam dengan warna beragam pula.

4.2.2 Analisis Hasil

Pada percobaan setelah dilakukan penyemprotkan dengan K2CrO4


dan KI , didapatkan hasil percobaan untuk melihat penampakan noda.
Dimana warna dari larutan standar Ag warna merah, Pb warna kuning, dan
Hg warna merah. Hasil dari sampel A ketika disemprot dengan K2CrO4
tidak menghasilkan warna, ketika disemprot dengan KI menghasilkan
warna merah. Sehingga sampel A teridentifikasi mengandung ion logam
Hg2+. Hasil dari sampel B ketika disemprot dengan K2CrO4 menghasilkan
warna merah, ketika disemprot dengan KI menghasilkan warna kuning
pucat. Sehingga sampel B teridentifikasi mengandung ion logam Ag.
Sedangkan hasil dari sampel C ketika disemprot dengan K2CrO4 tidak
menghasilkan warna, ketika disemprot dengan KI menghasilkan warna
kuning. Sehingga sampel C teridentifikasi mengandung ion logam Pb. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya reaksi sebagai berikut :

1. Reaksi Ag (I) dengan dikromat menghasilkan warna merah

2𝐴𝑔+(𝑎𝑞) + 𝐾2𝐶𝑟2𝑂7(𝑎𝑞) → 𝐴𝑔2𝐶𝑟2𝑂7 (𝑎𝑞)


+ 2𝐾+

2. Reaksi Pb (II) dengan KI menghasilkan warna kuning

𝑃𝑏2+(𝑎𝑞) + 2𝐾𝐼 (𝑎𝑞) → 𝑃𝑏𝐼2 (𝑎𝑞) + 2𝐾+

3. Reaksi Hg (II) dengan KI menghasilkan warna merah

𝐻𝑔2+(𝑎𝑞) + 2𝐾𝐼 (𝑎𝑞) → 𝐻𝑔𝐼2 (𝑎𝑞) + 2𝐾+

Dengan membandingkan jarak tempuh komponen dan jarak


tempuh eluen didapatkan data nilai Rf sampel A sebesar 0,631. Nilai Rf
larutan standar Hg adalah sebesar 0,646 sampel A teridentifikasi
mengandung Hg2+ dengan selisih nilai Rf sebesar 0,015. Untuk sampel B
didapatkan nilai Rf sebesar 0,481. Nilai Rf larutan standar Ag adalah
sebesar 0,487 sampel B teridentifikasi mengandung Ag+ dengan selisih
nilai Rf sebesar 0,006. Sedangkan sampel C didapatkan nilai Rf sebesar
0,620. Nilai Rf larutan standar Pb adalah sebesar 0,603 sampel B
teridentifikasi mengandung Pb2+ dengan selisih nilai Rf sebesar 0,017.
Masing-masing sampel memiliki selisih nilai Rf tidak lebih dari 0,02
dengan larutan standarnya. Sehingga dapat diidentifikasi bahwa sampel A
mengandung Hg2+, sampel B mengandung Ag+, dan sampel C
mengandung Pb2+.

Dari hasil analisis data nilai Rf untuk setiap ion logam berbeda, ini
karena adanya perbedaan kelarutan komponen ion-ion logam tersebut
dalam eluen sehingga menyebabkan kecepatan bergerak komponen juga
berbeda.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pada praktikum pemisahan ion-ion logam Pb2+, Ag+ dan Hg2+ secara
kromatografi kertas didapatkan hasil dari sampel A, B dan C diketahui bahwa
Sampel A mengandung ion Hg2+ dengan nilai Rf sampel sebesar 0,631, pada
sampel B mengandung ion Ag+ dengan nilai Rf sampel sebesar 0,481, dan pada
sampel C mengandung ion Pb2+ dengan nilai Rf sampel sebesar 0,620.

5.2 Saran
Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya saat praktikan
menyemprotkan reagen pada sampel secukupnya saja agar warna pada
spot yang terbentuk tidak mudah hilang dan bisa diidentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Hendayana, Sumar. 2006. Pemisahan kimia . Bandung: PT SKM.

Harbone, J.B. 1996. Metode Fotokimia. Bandung : Penerbit ITB

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press

Soebagio Dkk. 2002. Kimia Analitik II. Makassar : UNM

Soebagio, dkk. 2003. Kimia Analitik II. Malang: JICA.

Triwahyuni, Endang dan Erna Susilawati. 2003. Identifikasi Zat Warna Sintetis
pada Agar- agar Tidak Bernerk yang dijual di Pasar Doro Pekalongan
dengan Metode Kromatografi Kertas. Jurnal Litbang. Vol. II, NO. 1.
Semarang
LAMPIRAN

Gambar 1. Larutan Standar Gambar 2. Sampel

Gambar 3. Reagen Gambar 4. Chamber berisi larutan


pengembang

Gambar 5. Penotolan sampel Gambar 6. Proses menjahit kertas saring


Gambar 7. Kertas saring dimasukan chamber Gambar 8. Chamber
ditutup

Gambar 9. Menunggu eluen naik ke atas Gambar 10. Pengeringan kertas


saring

Gambar 11. Penyemprotan kertas saring dengan reagen


Gambar 12. Sampel A : standar Ag Gambar 13. Sampel A : standar Pb

Gambar 14. Sampel A : Standart Hg Gambar 15. Sampel B : Standart Ag

Gambar 16. Sampel B : Standar Pb Gambar 17. Sampel B : Standar Hg


Gambar 18. Sampel C : Standar Ag Gambar 19. Sampel C : Standar Pb

Gambar 20. Sampel C : Standar Hg

Anda mungkin juga menyukai