Anda di halaman 1dari 22

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang
cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin
dari tubuh ibu (Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, 1983). Begitu juga menurut
Mochtar, 1998 dalam buku Kebidanan Komunitas yang ditulis oleh Syafrudin, 2009,
persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat hidup ke
dunia dan di luar rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa persalinan merupakan lahirnya janin yang disusul
dengan kelahiran plasenta dan selaput ketuban pada usia kehamilan yang cukup bulan atau
hampir cukup bulan dari jalan lahir. Dengan garis besar persalinan merupakan suau kondisi
yang fisiologis pada setiap ibu hamil.
Setiap ibu yang akan mengalami persalinan akan merasakan rasa khawatir, takut, atau
pun cemas, terutama pada ibu primipara. Rasa khawatir, takut, atau pun cemas dirasa dapat
meningkatkan rasa nyeri dan berakibat pada ketegangan otot-otot ibu. Hal ini menyebabkan
ibu akan lebih cepat lelah sehingga hambatan saat persalinan akan lebih mungkin terjadi.
Oleh karena itu diperlukan asuhan yang bersifat mendukung selama persalinan berlangsung.
Ilmu kebidanan mengkaji asuhan bagi ibu bersalin, asuhan ini disebut asuhan sayang ibu.
Asuhan sayang ibu merupakan asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan, dan keinginan
sang ibu (Depkes RI, 2007). Asuhan sayang ibu membantu ibu untuk merasa aman dan
nyaman selama proses persalinan, selain itu pula bertujuan untuk mempersiapkan ibu dalam
menghadapi persalinannya sehingga persalinannya dapat berjalan lancar dan lebih singkat
waktunya. Asuhan ini melibatkan emosional ibu dan keluarga terdekat (suami) namun masih
dalam lingkup melindungi hak-hak ibu atas privasinya.
Salah satu jenis asuhan sayang ibu saat persalinan berlangsung adalah asuhan sayang ibu
dan posisi meneran yang baik bagiibu bersalin di kala II. Posisi-posisi tertentu dirasa dapat
membantu persalinan menjadi lebih lancar sehingga dapat berlangsung lebih singkat.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis bermaksud untuk membahas lebih dalam
tentang posisi meneran pada ibu hamil. Berikut bahasan yang akan penulis bahas:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan persalinan normal?
1.2.2 Bagaimana tandadangejalakala II persalinan?

2

1.2.3 Bagaimanaasuhan saying ibu yang diberikanpadakala II persalinan?
1.2.4 Apasajamacamposisimenerandankeuntungansertakekurangan?
1.2.5 Bagaimanacarameneranpadakala II persalinan?
1.2.6 Bagaimana evidence based posisimeneranjongkokpadapersalinan?


1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk:
1.3.1 Mendeskripsikan definisi dari persalinan normal.
1.3.2 Mendeskripsikan tandadangejalapadakala II persalinan.
1.3.3 Mendeskripsikan asuhansayangibu yang dapatdiberikanpadakala II persalinan.
1.3.4 Mendeskripsikan macamposisi meneran dankeuntungansertakerugian.
1.3.5 Mendeskripsikan carameneranpadakala II persalinan.
1.3.6 Mendeskripsikan evidence based mengenaiposisimeneranjongkok.















BAB II

3

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Persalinan Normal
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu. Persalinan dianggap normal apabila prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir
dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks(Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008).
Persalinan normal sendiri dibagi menjadi empat kala, yaitu:
1. Kala satu : mulai dari saat mulainya persalinan sungguhan sampai pembukaan
lengkap. Pada primigravida lamanya 6 sampai 18 jam dan pada multipara 2 sampai 10
jam.
2. Kala dua: mulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi. Pada primigravida
lamanya 30 menit sampai 3 jam, dan pada multipara 5 sampai 30 menit. Median
lamanya persalinan. Saat kala dua persalinan pada multipara + 20 menit dan pada
primigravida + dari 50 menit.
3. Kala tiga: mulai dari lahirnya bayi sampai keluarnya placenta. Lamanya 5 sampai 30
menit.
4. Kala empat: mulai dari keluarnya placenta sampai keadaan ibu postpartum menjadi
stabil.

2.2 Tanda dan gejala Kala Dua Persalinan
Persalinan kala dua berlangsung dari akhir kala satu, yaitu setelah pembukaan lengkap
sampai lahirnya bayi. Pada akhir kala satu sebelum pasien memasuki kala dua, kontraksi
uterus menjadi lebih sering dan diikuti dengan rasa nyeri yang paling hebat selama
persalinan. Begitu sampai pada kala dua maka rasa nyerinya berkurang.
Ada petunjuk klinis dimulainya kala dua:
1. Lendir darah menjadi lebih banyak.
2. Pasien ingin mengejan setiap ada kontraksi.
3. Ia merasakan tekanan pada rektum disertai rasa seperti mau berak.
4. Seringkali terjadi nausea dan glegekan pada saat pembukaan lengkap.
Gejala-gejala ini tidaklah pasti, dan keadaan serviks serta stasiun bagian bawah
terendah janin harus ditentukan dengan pemeriksaan rekta(Menurut Buku ILMU

4

KEBIDANAN: Patologi dan Fisiologi Persalinan oleh Harry Oxoen dan William R. Forte
2010)

Menurut buku Asuhan Persalinan Normal J NPK-KR 2008 tanda dan gejala pada kala
dua:
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan atau vaginanya.
3) Perineum menonjol.
4) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi objektif) yang hasilnya
adalah:
1) Pembukaan serviks telah lengkap,atauTerlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus
vagina.

2.3 Asuhan Sayang Ibu pada Kala Dua
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan
sang ibu ( Depkes RI 2007 ). Asuhan sayang ibu juga dengan memberikan asuhan yang
aman, berdasarkan temuan dan turut meningkatkan angka kelangsungan hidup ibu. Asuhan
sayang ibu membantu ibu merasa nyaman dan aman selama proses persalinan, yang
menghargai kebiasaan budaya, praktek keagamaan dan kepercayaan (apabila kebiasaan
tersebut aman ), dan melibatkan ibu dan keluarga sebagai pembuat keputusan, secara
emosional sifatnya mendukung. Asuhan sayang ibu melindungi hak hak ibu untuk
mendapatkan privasi dan menggunakan sentuhan hanya seperlunya.

Asuhan sayang ibu yang bisa diberikan pada kala dua persalinan yaitu:
1. Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan
kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu sangat
diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan: Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari
keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).

5

Bekerja bersama anggota keluarga atau pendamping untuk :
- Mengucapkan kata-kata yang memberikan hati dan pujian kepada ibu.
- Membantu ibu bernafas secara benar pada saat kontraksi.
- Memijat punggung, kaki atau kepala ibu dan tindakan-tindakan bermanfaat lainnya.
- Menyeka muka ibu secara lembut dengan menggunakan kain yang membasahi air
hangat atau dingin.
- Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
2. Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti
posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dan
memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
3. Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota
keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi
kepada mereka.
4. Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua persalinan. Lakukan
bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
5. Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
6. Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan
spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan
napas. Anjurkan ibu beristirahat di antara kontraksi.
Alasan: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas sehingga terjadi
kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat
turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000). Anjurkan ibu untuk minum
selama kala dua persalinan.
Alasan: Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan
dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut.
(Enkin, et al, 2000).
7. Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan minuman air) selama
persalinan dan proses kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten
persalinan tetapi setelah memasuki fase aktif, mereka hanya ingin mengkonsumsi cairan saja.
Anjurkan agar anggota keluarga sesering mungkin menawarkan minum dan makanan ringan
selama proses persalinan. Karena makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama

6

persalinan akan memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa
memperlambat kontraksi dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang
efektif.
8. Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan rasa aman
dan semangat serta tenteramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan
dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan
kelahiran bayi. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali
penolong akan melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang
dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah,
denyut jantung janin, periksa dalam).
9. Menjaga lingkungan tetap bersih merupakan hal penting dalam mewujudkan persalinan
yang bersih dan aman bagi ibu dan bayinya. Hal ini merupakan unsur penting dalam asuhan
sayang ibu. Kepatuhan dalam menjalankan praktik-praktik pencegahan infeksi yang baik,
juga akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dari infeksi yang baik, juga akan
melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dari infeksi. Ikuti praktik-praktik
pencegahan infeksi yang telah ditetapkan untuk mempersiapkan persalinan dan proses
kelahiran bayi. Anjurkan ibu untuk mandi pada saat awal persalinan dan pastikan ibu
memakai pakaian yang bersih. Cuci tangan sesering mungkin, gunakan peralatan steril atau
disinfeksi tingkat tinggi dan gunakan sarung tangan saat diperlukan. Karena pencegahan
infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Upaya dan keterampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan infeksi secara baik dan
benar juga dapat melindungi penolong terhadap risiko infeksi.
10. Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin selama persalinan.ibu
harus berkemih sedikitnya setiap 2 jam, atau lebih sering jika ibu merasa ingin berkemih atau
jika kandung kemih terasa penuh. Periksa kandung kemih sebelum memeriksa denyut jantung
janin (amati atau lakukan palpasi tepat diatas simfisis pubis untuk mengetahui apakah
kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untu berkemih dikamar mandi. Jika ibu
tidak dapat berjalan ke kemar mandi, berikan wadah urin.
11. WHO dan Asosiasi Rumah sakit Internasional menganjurkan untuk tidak menyatukan
ruang bersalin dengan kamar mandi atau toilet karena tingginya frekuensi penggunaan, lalu
lintas antar ruang, potensi cemaran mikroorganisme, percikan air atau lantai yang basah akan
meningkatkan resiko infeksi nosokomial terhadap ibu, bayi baru lahir dan penolong sendiri.

7

Hindarkan terjadinya kandung kemih yang penuh karena berpotensi untuk :
- Memperlambat turunnya janin dan mengganggu kemajuan persalinan
- Menyebabkan ibu tidak nyaman
- Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri.
- Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu.
- Meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pascapersalinan.

2.4 Posisi Meneran Jongkok danTegak
2.4.1 Posisi Meneran Jongkok
Membantu penurunan kepala bayi, memperbesar ukuran panggul, memperbesar
dorongan untuk meneran. Posisi ini membantu mempercepat kemajuan kala dua persalinan
dan mengurangi rasa nyeri.
Posisi ini sudah dikenal sebagai posisi yang alami. Biasanya ibu berjongkok di atas
bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh bayi (Rohani, dkk, 2011 :50).
Keuntungan: mempercepat proses persalinan, mengurangi rasa nyeri dan berdasarkan
bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya peregangan bagian bawah simpisis pubis
akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28% terjadi perluasan pintu panggul(Sumarah,
dkk, 2009 : 102).
Kekurangan: bila tidak disiapkan dengan baik posisi ini sangat berpeluang membuat
kepala bayi cidera, sebab bayi bias meluncur dengan cepat. Untuk menanggulangi hal ini
biasanya disiapkan bantalan yang empuk dan steril untuk menahan bayi saat keluar. Posisi ini
meberikan kesulitan jika bian atau dokter ingin memerikasa perkembangan pembukaan dan
episiotomy.

2.4.2 Posisi Meneran Tegak
Posisi tegak memanfaatkan gaya gravitasi untuk menempatkan presentasi (bagian
terbawah) di serviks, meningkatkan kualitas kontraksi dan menambah penurunan janin di
serviks. Manfaat dari posisi ini adalah asumsi dapat mempercepat kala I persalinan dan
mengurangi rasa nyeri yang hebat, namun posisi ini meningkatkan kemungkinan laserasi
jalan lahir (Sumarah dkk, 2008).
Manfaat pilihan posisi berdasarkan keinginan ibu menurut Gulardi, 2007, dalam buku
Asuhan Persalian Normal, pilihan posisi berdasarkan keinginan ibu memberikan banyak
manfaat, antara lain mengurangi rasa sakit, laserasi lebih sedikit, lebih membantu proses

8

meneran, dan nilai apgar bayi lebih baik. Sejauh ini tidak ada teori yang menyatakan posisi
mana yang paling baik saat persalinan, sebab posisi yang dirasa paling nyaman bagi ibu
adalah yang terbaik

2.5 Cara Meneran pada Kala Dua Persalinan
Adapun cara meneran pada kala dua persalinan, yaitu:
2.5.1 Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.
2.5.2 Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
2.5.3 Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi.
2.5.4 Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran
jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
2.5.5 Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
2.5.6 Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi.
Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia bahu dan ruptura uteri.
Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka
mencoba melakukan itu.
2.6 Evidance Base Posisi Meneran Jongkok
Menurut jurnal "Efektifitas Posisi Persalinan Mc.Robert dan Posisi Lithotomi pada
Proses Persalinan Kala II pada Primipara di RS Banyumas tahun 2009", didapatkan hasil
bahwa untuk posisi jongkok ini tidak ada perbedaan yang signifikan pada durasi kala II. Pada
posis jongkok ini kedua paha mengalami abduksi dan fleksi, kedua krista iliaka bergerak ke
dalam, promontorium bergerak ke bawah dan ke depan sehingga memperpendek konjugata
vera, angulus pubis diperbesar karena kedua tuber ischiadikum bergerak saling menjauh, Os
coccygeus bergerak ke atas dan ke belakang dan pintu keluar pelvis diperlebar karena
diameter antero posterior dan transversa bertambah besar Posisi ini merupakan naluriah
masyarakat primitif secara berabad abad (Verrals, 2003). kerugian dari posisi ini yaitu
a. Posisi ibu memungkinkan ibu bergerak lebih bebas tetapi sulit untuk melakukan
pemantauan terhadap denyut jantung bayi.
b. Kesulitan dari penolong untuk melihat apa yang terjadi di area vulva dan ditakutkan jika
bayi lahir terlalu cepat dapat jatuh ke lantai.
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
JURNAL UTAMA

9

CHILD BIRTH IN SQUASING POSITION
Resume
Jurnal ini menggunakan penelitian Case Control dengan sampel sebanyak 200 pasien
dengan usia kehamilan lebih dari 37minggu dengan presentasi kepala dan letak membujur
dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok A dengan posisi jongkok dalam persalinan
dan kelompok B dengan menggunakan posisi telentang(litotomi). Dari hasil penelitian, jurnal
ini menyatakan bahwa posisi jongkok lebih sulit untuk merawatnya namun posisi ini posisi
paling mudah untuk megejan, karena posisi jongkok meningkatkan ukuran diameter
transversa anterior dan posterior dan mendistribusikan tekanan secara merata pada seluruh
lingkar vagina yang dapat membantu dan memudahkan janin dalam penurunan kepala yang
dipengaruhi juga oleh dorongan kepala janin dan kekuatan gravitasi sehingga meminimalkan
waktu ibu untuk mengejan dan mengurangi kelelahan ibu.
Kemudian posisi jongkok rentan terhadap robekan para-urethral namun dapat
mengurangi robekan perineum, mengurangi ekstensi episiotomi, mengurangi penggunaan
forsep, dan darah yang hilang kurang dari 500ml, penurunan kasus distosia bahu, plasenta
yang tertahan di uterine, dan hemorroid postpartum. Untuk durasi kala II persalinan, posisi
jongkok inidapat mengurangi durasi kala II namun tidak ada perbedaan yang signifikan.
Metode
Jurnalinimenggunakanpenelitian Case Control. Pasien dipilih secara acak dan dibagi
menjadi 2 kelompok, A dan B. Kelompok A memakai posisi jongkok untuk melahirkan, dan
kelompok B tetap memakai posisi telentang (litotomi).
Sampel
200 pasien dengan kehamilan antepartum, intrapartum, dan kondisisosial-ekonomi.
Hanya pasien yang usia kehamilan lebih dari 37 minggu dengan presentasi kepala dan letak
membujur yang termasuk dalam penelitian ini. Sedangkan multigravida, malpresentasi,
terdapat jaringan parut atau terdapat bekas SC, maternal yang demam, dan fetal malformasi
tidak termasuk dalam penelitian ini.
Hasil
Tidak ada perbedaan aplikasi episiotomi di kedua kelompok (p= 0,48). Ekstensi
episiotomy pada kelompok B yaitu sebanyak 7%, sedangkan pada kelompok A tidak ada
ekstensi episiotomi (p=0,007). Robekan para-urethral yang tidak diepisiotomi terjadi

10

sebanyak 5 pasien (5%) pada kelompok A dan 2% pada kelompok B (p=0,222). Robekan
perineal tingkat 2 dan 3 pada kelompok B sebanyak 9% yaitu pada tingkat 2 sebanyak 5
pasien dan tingkat 3 sebanyak 4 pasien, sedangkan pada kelompok A tidak ada (p=0,002).
Kelompok A sebanyak 11% yang dilakukan forsep sedangkan pada kelompok B sebanyak
24% (p<0,05). Terdapat 2 kasus dystosia bahu pada kelompok B dengan berat badan janin
tidak lebih dari 3,5kg, dan sebanyak 4% pada kasus plasenta yang tertahan serta 1 % pada
kasus haemorroid postpartum pada kelompok B. Dan terdapat 1 pasien yang dilakukan
Caesarean Sectio dengan posisi OP(occipitoposterior) pada kelompok B. Sedangkan pada
kelompok A tidak terdapat penyulit dan darah yang hilang kurang dari 500ml. Untuk DJJ
janin pada kedua posisi tersebut tidak ada perbedaan yang siginifikan dalam Skor Apgar.
Pembahasan
Walaupun posisi jongkok lebih sulit untuk merawatnya tapi posisi ini adalah yang
paling mudah untuk mengejan. Namun sangat sedikit perempuan yang memilih posisi
jongkok untuk posisi persalinan mereka, menurut penelitian yang dilakukan Rose Helen di
Tanzania. Dalam penelitian ini posisi jongkok jauh lebih rentan terjadi robekan perineum
sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Allison Shorten,dkk. Posisi jongkok
mempunyai hasil yang paling menguntungkan perineum (tingkat keutuhan 42%), terutama
untuk primipara.
Jurnal ini menemukan bahwa terdapat penurunan pada pertolongan persalinan pada
posisi jongkok, hanya 11% yang memerlukan forsep dibandingkan dengan posisi lainnya
sebesar 24%. Dan hal ini didukung oleh penelitian DeJonge,dkk. Bahwa posisi tegak lurus
(berdiri, jongkok, merangkak, duduk) mengurangi resiko obstetric dan mengurangi rasa sakit
pada punggung belakang, trauma perineal, dan lebih sedikit terjadinya episiotomy serta
pertolongan persalinan seperti forsep dibandingkan dengan posisi telentang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Gupta didapatkan bahwa pada posisi yang tegak
lurus atau miring dapat mengurangi durasi kala II, mengurangi terjadinya episiotomi,
meningkatkan sedikit robekan perineal pada tingkat 2, dan meningkatkan estimasi darah yang
hilang yaitu lebih dari 500ml dibandingkan dengan posisi telentang atau litotomi. Hal ini
kontras dengan hasil penelitian jurnal ini bahwa darah yang hilang kurang dari 500ml pada
posisi jongkok. Dan pada penelitian yang dilakukan oleh Van Diem,dkk. Telah mengukur
dan membandingkan darah yang hilang selama persalinan pada posisi tegak lurus (jongkok)
dan telentang didapatkan hasil bahwa darah yang hilang pada persalinan posisi tegak lurus
(jongkok) tampak lebih banyak dibandingkan dengan posisi telentang. Hal ini terjadi karena

11

peningkatan tekanan perineum pada posisi tegak lurus (jongkok) yang menyebabkan darah
yang hilang lebih banyak akibat rusaknya perineum. Dan juga karena pada posisi jongkok
lebih mudah menampung atau mengumpulkan darah yang keluar dibandingkan posisi
telentang.
Selama kala II, posisi jongkok ini akan meningkatkan ukuran diameter tulang yaitu
pada diameter transversa anterior dan posterior sebesar 28%. Dalam posisi jongkok ini, posisi
ini mendistribusikan tekanan secara merata di seluruh lingkar vagina dan membantu untuk
menurunkan kepala janin karena peningkatan dorongan untuk mendorong yang lebih banyak
dipengaruhi oleh kepala janin dan kekuatan gravitasi sehingga hal tersebut dapat
meminimalkan waktu yang diperlukan untuk mengejan dan juga mengurangi kelelahan ibu
dalam mengejan.
Pada posisi jongkok ini juga dapat menjaga aliran darah dari pembuluh darah utama
ke uterus tetap baik dan terjaga karena posisi jongkok ini mencegah kompresi aorto caval
sehingga dapat mencegah kegawatan janin yang biasanya beberapa bayi mengalami
kegawatan janin karena ibu berbaring telentang yang mengakibatkan ibu mengalami
hipotensi karena vena cava inferior yang tertekan sehinga tidak dapat mengalirkan darah
secara baik. Dan jika dalam 3-7 menit ibu dalam posisi telentang padahal sudah terjadi
hipotensi yang signifikan maka akan terjadi fetal distress.
Jurnal ini menyatakan bahwa posisi jongkok lebih sulit untuk merawatnya namun
posisi ini posisi paling mudah untuk megejan karena posisi jongkok meningkatkan ukuran
diameter transversa anterior dan posterior dan mendistribusikan tekanan secara merata pada
seluruh lingkar vagina yang dapat membantu dan memudahkan janin dalam penurunan
kepala yang dipengaruhi juga oleh dorongan kepala janin dan kekuatan gravitasi sehingga
meminimalkan waktu ibu untuk mengejan dan mengurangi kelelahan ibu. Kemudian posisi
jongkok rentan terhadap robekan para-urethral namun dapat mengurangi robekan perineum,
pengurangan tindakan episiotomi, penurunan penggunaan forsep, dan darah yang hilang
kurang dari 500ml. Untuk dura sikala II persalinan, posisi jongkok ini dapat mengurangi
durasi kala II namun tidak ada perbedaan yang signifikan.


JURNAL PEMBANDING I
EFEKTIFITAS POSISI PERSALINAN Mc.ROBERT DAN POSISI
LITHOTOMI PADA PROSES PERSALINAN KALA II PADA PRIMIPARA
DI RSU BANYUMAS TAHUN 2009

12

Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 2 No. 1 Edisi Juni 2011
Abstrak
Ada beberapa posisi yang dapat diterapkan dalam fase kedua, seperti litotomi, dorsal
recumbent, posisi lateral dan posisi jongkok. Berbagai posisi tak lain bertujuan untuk
kenyamanan dan pemendekan waktu dalam persalinan. penelitian ini menggunakan desain
eksperimen kuasi dengan membandingkan durasi waktu dan keefektifan dari kedua posisi.
Populasi dari penelitian adalah semua primipara di RSU Banyumas. 60 orang dibagi dalam 2
kelompok, 30 ibu menggunakan litotomi dan 30 lainnya menggunakan posisi Mc.Robert 's.
Didapatkan litotomi adalah 44,9 menit dan Mc.Robert 's posisi rata-rata waktu adalah 33,3
menit. Ada perbedaan yang signifikan untuk waktu dalam penelitian ini, Posisi Mc.Robert 's
lebih efektif daripada posisi litotomi untuk primipara dengan p = 0,000.
Tinjaun Teori
Beberapa tehnik yang dikembangkan pada ibu bersalin pada kala II bertujuan agar
dapat memperpendek lama persalinan dan meminimalkan komplikasi yang terjadi pada ibu
maupun janin. Pada dasarnya tidak ada posisi melahirkan yang paling baik, posisi yang
dirasakan paling nyaman oleh ibu adalah mungkin hal yang terbaik, namun pada saat proses
melahirkan tidak menutup kemungkinan penolong persalinan akan meminta ibu mengubah
posisi agar persalinan berjalan lancar (Aviriany, 2007).
Ada beberapa teknik posisi pada saat melakukan pimpinan persalinan kala II seperti
lithotomi, posisi miring atau lateral, posisi jongkok atau setengah duduk. Pada beberapa
kasus persalinan kala II dengan teknik posisi Mc.Robert memberikan efektifitas keberhasilan
yang tinggi dengan memberikan hasil keluaran yang baik pada ibu maupun janin. Kala II
pada primipara 1 sampai 2 jam, pada multipara sampai 1 jam (Mochtar, 1998).
Ada beberapa jenis posisi dalam persalinan (Chapman & Verrals, 2003) yaitu :
1. Posisi Jongkok
Pada posis jongkok ini kedua paha mengalami abduksi dan fleksi, kedua krista iliaka
bergerak ke dalam, promontorium bergerak ke bawah dan ke depan sehingga memperpendek
konjugata vera, angulus pubis diperbesar karena kedua tuber ischiadikum bergerak saling
menjauh, Os coccygeus bergerak ke atas dan ke belakang dan pintu keluar pelvis diperlebar
karena diameter antero posterior dan transversa bertambah besar Posisi ini merupakan
naluriah masyarakat primitif secara berabad abad (Verrals, 2003). kerugian dari posisi ini
yaitu

13

a. Posisi ibu memungkinkan ibu bergerak lebih bebas tetapi sulit untuk melakukan
pemantauan terhadap denyut jantung bayi
b. Kesulitan dari penolong untuk melihat apa yang terjadi di area vulva dan ditakutkan jika
bayi lahir terlalu cepat dapat jatuh ke lantai. .
2. Posisi Dorsal Recumbent
Wanita berbaring telentang di tempat tidur dengan kedua tungkai dalam posisi
ekstensi sampai tepi meja / tempat tidur periksa. Posisi ini ilium bergerak ke belakang dan ke
bawah pada artilkulatio sacroiliaka, sehingga membuat pelvis condong ke depan. Posisi ini
menambah besarnya diameter conjugata vera pada pintu masuk pelvis tetapi akibatnya adalah
pengurangan ruang pada pintu ke luar pelvis. Banyak disarankan untuk persalinan karena
pada posisi ini bidan / dokter lebih mudah memantau area vulva karena terlihat seluruhnya.
Detak jantung mudah terdeteksi, kontraksi terlihat jelas serta kontak mata antara petugas
dengan pasien lebih baik. Beberapa kelemahan/kerugian pada posisi dorsal recumbent yaitu :
a. Tekanan aortocaval yang menyebabkan sindrom hipotensif supine, membahayakan
janin, dan kontraksi uterus yang tidak efisien. Hal tersebut mempengaruhi lama kala II.
b. Kemampuan pasien untuk meneran dan keefektifan usahanya berkurang pada posisi dorsal
rekumbent karena tidak ada gaya gravitasi yang membantu.
c. Diameter antero posterior pelvis sedikit lebih sempit pada posisi dorsal recumbent.
d. Distosia bahu lebih sering terjadi pada posisi dorsal recumbent dan lithotomi dari posisi
lainnya.
3. Posisi berbaring atau Lithotomi
Posisi lithotomi merupakan posisi yang umum dimana wanita berbaring telentang
dengan kedua paha ditekuk, kedua paha diangkat ke samping kanan dan kiri (Mochtar, 1998).
Keuntungan posisi ini, bidan/dokter bisa leluasa membantu proses persalinan. Jalan lahir
menghadap ke depan, sehingga dokter dapat lebih mudah mengukur perkembangan
pembukaan. Dengan demikian waktu persalinan pun bias bisa diprediksi secara lebih akurat.
Selain itu tindakan episiotomi bisa dilakukan dengan leluasa, sehingga pengguntingan lebih
bagus, terarah dan sayatannya bisa diminimalkan. Begitu juga dengan posisi kepala bayi yang
relatif lebih mudah dipegang dan diarahkan. Dengan demikian, bila ada perubahan posisi
kepala, bisa langsung diarahkan menjadi semestinya. Kekurangannya, letak pembuluh darah
besar berada dibawah posisi bayi dan tertekan oleh massa / berat badan bayi. Apalagi jika
letak ari ari juga berada dibawah janin. Akibatnya, tekanan pada pembuluh darah bisa
meningkat dan menimbulkan perlambatan peredaran darah balik ibu. Pengiriman oksigen

14

melalui darah yang mengalir dari ibu ke janin melalui plasenta menjadi relatif berkurang.
Untuk mengantisipasi hal ini biasanya beberapa saat sebelum pembukaan lengkap, pasien
dianjurkan untuk berbaring ke kiri. Dengan demikian suplai oksigen dan peredaran darah
balik ibu tidak terhambat.
4. Posisi Lateral (Kiri)
Posisi ini mengharuskan ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki
diangkat, sedang kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini umumnya dilakukan jika kepala
bayi belum tepat.Normalnya, posisi ubun-ubun bayi berada di depan jalan lahir. Posisi kepala
bayi dikatakan tidak normal jika posisi ubunubunnya berada di belakang atau di samping.
Keunggulan posisi ini, peredaran darah balik ibu bisa mengalir lancar. Pengiriman oksigen
dalam darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu. Posisi ini baik untuk ibu
yang mengalami pegalpegal di punggung atau kelelahan karena mencoba posisi yang lain.
Kekurangannya penurunan kepala sulit dimonitor, dipegang ataupun diarahkan. Petugas akan
kesulitan melakukan episiotomi.
5. Modifikasi posisi dorsal / modifikasi Fowler/posisi semi duduk
Diakui atau tidak posisi ini banyak digunakan di rumah sakit dan paling umum
dilakukan. Manuver Mc. Robert adalah apabila ibu pada posisi semi berbaring (semi
recumbent) dan abduksi pada paha, menarik lututnya ke dada sehingga menaikkan koksiknya
dari tempat tidur dan meluruskan tulang punggung. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman.
Kelebihannya, sumbu jalan lahir yang perlu ditempuh janin untuk bisa keluar menjadi lebih
pendek. Suplai oksigen dari ibu ke janin berlangsung optimal. Kendati demikian posisi
persalinan ini biasa memunculkan keluhan punggung pegal, apalagi jika persalinan
berlangsung lama (Chapman, 2006). Perubahan posisi secara adekuat dapat mempengaruhi
ukuran dan bentuk pelvic outlet sehingga kepala bayi dapat bergerak pada posisi yang
optimal, berotasi dan turun pada kala II (Widjanarko,2009)
Sampel
Ibu bersalin primipara kala II di Kamar Bersalin di Rumah Sakit Umum Banyumas.
Populasi ibu bersalin primipara tahun 2008 ada 1200 (Kamar Bersalin RSU Banyumas
tahun 2008). Jumlah sampel pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok
(30 ibu bersalin primipara) dengan posisi persalinan Mc. Robert, satu kelompok (30 ibu
bersalin primipara) dengan posisi Lithotomi.sampel adalah ibu primipara kala II di Kamar

15

Bersalin RSU Banyumas pada bulan Oktober 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi

Metode
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasi eksperiment dengan
rancangan rangkaian waktu kelompok pembanding atau Control Time Series Design.
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu bersalin primipara kala II di Kamar Bersalin di
Rumah Sakit Umum Banyumas. Populasi ibu bersalin primipara tahun 2008 ada 1200
(Kamar Bersalin RSU Banyumas tahun 2008). Jumlah sampel pada penelitian ini dibagi
menjadi 2 kelompok, satu kelompok (30 ibu bersalin primipara) dengan posisi persalinan
Mc. Robert, satu kelompok (30 ibu bersalin primipara) dengan posisi Lithotomi.sampel
adalah ibu primipara kala II di Kamar Bersalin RSU Banyumas pada bulan Oktober 2009
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriterianya:
1) Kriteria inklusi pasien
a) Janin tunggal hidup intra uterin.
b) Usia kehamilan 37 42 minggu.
c) Presentasi belakang kepala.
d) Umur ibu 20 35 tahun.
e) Ibu primpara.
2) Kriteria eksklusi
a) Status kesehatan ibu saat bersalin tidak terdapat penyakit penyerta seperti
Pre eclamsia berat / eclamsia / Hellp syndrome
b) Panggul sempit / dugaan panggul sempit
c) Tinggi Fundus uteri lebih dari 40 cm
Penelitian ini menguraikan hubungan antara variabel posisi Mc. Robert dan lithotomi
dengan kejadian waktu lama kala II. Uji statistik yang dilakukan untuk mengukur
kemaknaan perbedaan rerata kala II antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
adalah dengan menggunakan uji t-test dua sampel independen yaitu membandingkan
kelompok satu tidak dipengaruhi oleh kelompok lainnya (Santjaka, 2008).


Hasil

16

Rata-rata lama persalinan kala II pada kelompok posisi Mc.Robert 33,33 menit dan
posisi Lithotomi 44,9 menit Dengan demikian lama persalinan kala II pada kelompok posisi
Mc.Robert lebih cepat dibandingkan dengan pada kelompok posisi Lithotomi. Batasan
waktu persalinan kala II sendiri dalam Asuhan Persalinan Normal menurut Sarwono (2006)
120 menit atau 2 jam pada primipara. Beberapa praktisi mengabaikan batasan waktu kala II
persalinan dan lebih memilih suatu proses persalinan dan kelahiran yang lebih
memperhatikan kemajuan daripada durasi asalkan ibu dan bayi dalam kondisi baik (Jones,
2006). Menurut Mochtar (1998) Kala II pada primipara mencapai 90 menit dan menurut
Manuaba (1998) lamanya kala II pada primipara 50 menit. Sedangkan pada penelitian ini
batas waktu yang digunakan di Rumah Sakit Umum Banyumas sebagai rumah sakit rujukan
dimana prosedur yang diterapkan untuk persalinan primipara pada kala II adalah 60 menit,
sedangkan pada multipara 30 menit. Sehingga apabila batasan persalinan kala II melebihi
waktu tersebut kemudian dilakukan tindakan vakum ekstraksi asalkan memenuhi syarat untuk
dilakukan seperti kepala janin pada hodge III, kondisi ibu dan janin baik.
Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa
Rata-rata lama persalinan kala II pada kelompok posisi Mc.Robert adalah 33,33 menit dan
posisi Lithotomi 44,9 menit dan persalinan kala II pada posisi Mc.Robert lebih efektif
dibandingkan posisi Lithotomi, dengan selisih waktu 11,57 menit.














17

JURNAL PEMBANDING II
Position in the second stage of labour for women without epidural anaesthesia
Gupta JK, Hofmeyr GJ, Shehmar M
LatarBelakang
Selama berabad-abad, adanya kontroversi mengenai posisi dalam proses bersalin
memiliki pengaruh dan keuntungan bagi bayi mereka.
Metode
Acak atau kuasi dimana percobaan terkontrol acak dari setiap posisi tegak atau lateral
diasumsikan oleh wanita hamil selama kala II persalinan dibandingkan dengan posisi
terlentang atau litotomi.
Sampel
Wanita hamil selama kala II yang dibandingkan dengan posisi telentang atau litotomi.
Tinjauan teori
Dalam penelitian yang dilakukan pada wanita primigravida dan multigravida, mereka
diizinkan membuat pilihan mengenai posisi kelahiran berdasarkan keinginann dan
kenyamanan mereka. Posisi pada kala II persalinan tanpa anestesi epidural, ibu diharuskan
dalam posisi yang nyaman, yang biasanya tegak. Dalam budaya tradisional, perempuan
secara alami melahirkan dalam posisi tegak seperti berlutut, berdiri atau jongkok. Saat ini,
mayoritas perempuan di Barat menyatakan bahwa posisi dorsal memungkinkan bidan / dokter
kandungan untuk memonitor janin lebih baik sehingga dapat memastikan kelahiran dan
kontrol proses bersalin dengan baik pula. Beberapa fisio keuntungan logis:
1. Efek gravitasi.
2. Berkurang risiko kompresi aorto - kava dan meningkatkan hasil asam-basapada bayi baru
lahir.
3. Kontraksi uterus kuat dan lebih efisien.
4. Meningkatkan keselarasan dari fetus untuk perjalanan melalui panggul, dan
5. Bukti radiologis yang lebih besar antero-posterior.
Posisi terlentang atau setengah duduk untuk kelahiran secara luas digunakan
dalampraktek kebidanan kontemporer. Keuntungan utama adalah mudahnya pemantauan
denyut jantung janin . posisi litotomi dengan kaki wanita tetap dalam stirrupsis banyak
digunakan dengan dikombinasikan posisi miring panggul lateral dan postur semi- telentang
untuk mengurangi tekanan aortokaval.

18

Posisi jongkok sering disebut posisi yang paling alamidan sering menjadi pilihan oleh
perempuan dalam proses kelahiran ( Kurokawa 1985; Romond 1985) . Namun,kelemahan
utama dari posisi jongkok adalah bahwa wanita kemungkinan mengalami kelelahan atau
kekurangan stamina untuk tetap jongkok untuk jangka waktu yang cukup serta dapat
meningkatkan trauma perineum. Namun, posisi jongkok ini mirip dengan kebiasaanPosisi
beristirahat sehingga,munculnya posisi jongkok didukung saat melahirkan, baikmenggunakan
bantal bersalin atau bangku ( Simkin 2005).
Berbagai posisi dapat dikategorikan sebagai salah satu netral atau tegak (Atwood
1976). Dalam kebidanan Barat, posisi terlentang didefinisikan:
1. lateralis posisi (Sim);
2. depan semi-telentang (batang miring hingga 30 ke horisontal);
3. posisi litotomi; dan
4. Posisi Trendelenburg (kepala lebih rendah dari panggul).
Ada posisi tegak yang berbeda (dengan gravitasi yang terlibat), yaitu:
1. duduk (kursi kebidanan / tinja);
2. berlutut;
3. jongkok (telanjang atau menggunakan bar jongkok); dan
4. jongkok (dibantu dengan bantal kelahiran).
Perbandingan utama adalah penggunaan setiap tegak atau lateral posisition selama
tahap kedua persalinan dibandingkan dengan terlentang atau posisi litotomi. Perbandingan
sekunder meliputi :
Hasil ibu
1. Pain.
2. Penggunaan segala analgesia / anestesi.
3. Modus pengiriman (delivery dibantu, operasi caesar).
4. Trauma jalan lahir yang diperlukan penjahitan, misalnya episiotomi dan air mata.
5. Kehilangan darah lebih besar dari 500 mL.
6. Penghapusan manual plasenta (non-prespecified).
7. Inkontinensia fekal urin.
Hasil akhir janin
1. Pola denyut jantung janin abnormal membutuhkan intervensi.
Hasil Neonatal
1. Masuk ke unit perawatan intensif neonatal.
2. Kematian perinatal.

19

Hasil
Kelahiran dengan posisi jongkok dibandingkan dengan terlentang tidak menunjukkan
perbedaan.
1. Episiotomi dan perineum : Tidak ada perbedaan dalam tingkat kedua tingkat air mata
perineum dengan sedikit episiotomy dilakukan.
2. Kehilangan darah : Tidak ada peningkatan diperkirakan kehilangan darah lebih besar dari
500 mL antara kedua kelompok.
3. Pola denyut jantung janin :Ada yang pola denyut jantung janin abnormal sedikit terdeteksi
Tidak ada perbedaan signifikan yang ditunjukkan untuk penggunaan anestesi selama kala
dua persalinan. Perempuan dialokasikan untuk menggunakan bantal lahir, ada risiko yang
lebih tinggi dari posisi tegak kecuali ketika bantal lahir digunakan. Tahap kedua bantalan
lebih efisien dalam posisi tegak pada wanita yang tidak memiliki epidural anestesi.
Dengan kemungkinan pengecualian peningkatan kehilangan darah, tidak merusak efek ke
ibu atau janin pengiriman dalam postur tegak telah dibuktikan.Disarankan bahwa
perempuan harus didorong untuk melahirkan di posisi mana yang paling nyaman bagi
mereka.
























20

Analisa Jurnal
Metoda : Metoda yang digunakan pada setiap jurnal utam dan pembanding sama dalam
hal tujuannya. Jurnal utama menggunakan metoda case control yang dan
pasien dipilih secara acak yang nanti akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu A
dan B yang tujuannya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh posisi
jongkok pada saat persalinan. Sedangkan pada jurnal pembanding pertama
menggunakan metoda rancangan penelitian Quasi eksperiment dengan
rancangan rangkaian waktu kelompok pembanding atau Control Time Series
Design yang tujuannya untuk mengetahui sebab akibat yaitu posisi jongkok
padapersalinan. Sedangkan pada jurnal yang terakhir juga sama yaitu dengan
pemilihan acak terhadap pasien dengan tujuan mengetahui dampak dalam
posisi jongkok yang dibandingkan dengan posisi litotomi atau terlentang.

Sampel : Sampel yang digunakan antara jurnal utama dengan jurnal pembanding sama
yaitu ibu bersalin pada kala II

Hasil : Walaupun posisi jongkok lebih sulit untuk merawatnya tapi posisi ini adalah
yang paling mudah untuk mengejan. Namun sangat sedikit perempuan yang
memilih posisi jongkok untuk posisi persalinan mereka, menurut penelitian
yang dilakukan Rose Helen di Tanzania. Dalam penelitian ini posisi jongkok
jauh lebih rentan terjadi robekan perineum sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Allison Shorten,dkk. Posisi jongkok mempunyai hasil yang
paling menguntungkan perineum (tingkat keutuhan 42%), terutama untuk
primipara.
Jurnal ini menemukan bahwa terdapat penurunan pada pertolongan
persalinan pada posisi jongkok, hanya 11% yang memerlukan forsep
dibandingkan dengan posisi lainnya sebesar 24%. Dan hal ini didukung oleh
penelitian DeJonge,dkk. Bahwa posisi tegak lurus (berdiri, jongkok,
merangkak, duduk) mengurangi resiko obstetric dan mengurangi rasa sakit
pada punggung belakang, trauma perineal, dan lebih sedikit terjadinya
episiotomy serta pertolongan persalinan seperti forsep dibandingkan dengan
posisi telentang.
Sedangkan jika dibandingkan dengan teori yang menyebutkan bahwa

21

dengan posisi jongkok mampu mempercepat kala II persalinan, hal tersebut
tidak sesuai dengan jurnal. Sesuai penelitian yang dilakukan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam lamanya kala II persalinan antara posisi
jongkok dalam persalinan dengan posisi yang lainnya, namun ada kesesuaian
dalam hal kenyamanan ibu dan tindakan episiotomi. Kesesuaian antara jurnal
utama dengan jurnal pembanding ada yang sesuai dana ada yang tidak. Jika
dibandingkan dengan jurnal pembanding pertama disana mengatakan bahwa
ada perbedaan yang signifikan antara posisi jongkok dan litotomi sedangkan
dijurnal pembandingnya tidak ada perbedaan yang signifikan tentang lamanya
kala II persalinan. Namun jika dibandingkan dengan jurnal pembanding yang
kedua tidak ada perbedaan yang signifikan antara posisi litotomi dengan
jongkok, hal ini sesuai dengan apa yang ada dijurnal utama.





























22

Daftar Pustaka
1. MIDIRS 2008 Positions in labour and delivery. Informed Choice Leaflet (5) for
professionals. Bristol: MIDIRS.
2. Walsh, D., 2007. Evidence-based care for normal labour and birth. London:Routledge
Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR, 2008.
3. Prawiroharjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Yayasan Pustaka.
4. Pusdiknakes-WHO_JHPIEGO.2003.Asuhan Intra Partum.I Jakarta: Pusdiknakes Pepkes
RI. 2007. Pengertian Kehamilan. (online) http:// http://www.DepkesRI.co.id.html. Diakses
tanggal 31 Mei 2014.
5. Benett, V.R Myles textbook for midwives 12
th
edition. United Kingdom : Churchill
Livingstone, 1996.
6. Saifuddin. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal, Jakarta :
JNPKKR; 2001.

Anda mungkin juga menyukai