SLR Autoimun
SLR Autoimun
Tutor/ Pembimbing :
drg.
Disusun Oleh :
Citra Veony Finastika
G1G012034
AUTOIMMUNE DISEASE
A. Gambaran Umum
Menurut Underwood, (1999), penyakit autoimun (autoimmune disease)
merupakan penyakit yang menyerang sistem imun, baik imunitas humoral
(antibodi) maupun imunitas sel perantara yang menyebabkan kerusakan
jaringan karena adanya reaksi imun dengan antigen sendiri. Sproat, dkk.,
(2006) menyatakan, penyakit autoimun terjadi apabila limfosit bereaksi
melawan antigen yang terdapat pada jaringan tubuh sendiri. Greenwood, dkk.,
(2009), penyakit autoimun terjadi karena tubuh kehilangan mekanisme
toleransi diri sendiri. Mekanisme toleransi merupakan mekanisme untuk
mengeliminasi sel-sel limfosit yang reaktif terhadap diri sendiri. Penyakit
autoimun lebih sering ditemukan pada wanita dibanding pada pria.
Menurut Underwood, (1999), penyakit autoimun memiliki dua cakupan,
yaitu penyakit autoimun organ spesifik dan penyakit autoimun non organ
spesifik.
1. Penyakit Autoimun Organ Spesifik
Menurut Underwood, (1999), penyakit autoimun organ spesifik terjadi
apabila sistem imun bereaksi melawan antigen yang hanya ada pada satu
organ. Reaksi ini menyebabkan terjadinya penyakit yang spesifik untuk organ
tersebut. Kerusakan jaringan pada penyakit autoimun tipe ini dilakukan oleh
hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) atau antibody-dependent lymphocyt
toxicity. Mekanisme hipersentisivitas tipe II ini terjadi melalui ikatan antibodi
dengan antigen yang merupakan bagian dari sel atau jaringan tubuh.
Selanjutnya akan terjadi pengaktifan komplemen atau fagositosis sel sasaran
atau sitotoksisitas oleh sel yang diperantarai oleh sel dependen-antibodi.
Penyakit autoimun organ spesifik banyak mempengaruhi jaringan endokrin
dan memiliki kecenderungan penyakit yang dapat dikaitkan dengan penyakit
lainnya.
lupus
erythematosus
(SLE),
Sjgren
syndrome,
vasculitis,
dan testis tidak dapat teridentifikasi sebagai antigen sendiri karena tidak
adanya limfosit T supresor primer. Selain itu, hal ini juga disebabkan karena
tidak adanya klon limfosit B reaktif atau klon limfosit T helper terhadap
antigen pada tempat-tempat tersebut.
3.
dengan HLA kelas II. Hal ini memungkinkan sel limfosit T helper untuk
merespon antigen yang sesuai, apabila pada permukaan sel beberapa jaringan
tujuan penyakit autoimun mengekspresikan molekul HLA kelas II (HLADR).
5.
dkk.,
(2009),
menambahkan
faktor-faktor
yang
dapat
skin
ulceration,
colic,
muntah,
gastrointestinal
atau aktivasi sel yang telah ditekan tetapi tidak hilang sempurna. Antigen
sendiri tetap dianggap asing bagi jaringan limfoid yang matang. Apabila
terjadi invasi antigen yang pernah diketahui, maka akan menimbulkan respon
imun yang berupa kerusakan sekunder pada organ yang cedera atau struktur
yang berkaitan dengan antigen. Kemungkinan lain yang dapat terjadi yaitu
invasi oleh bakteri atau virus yang mengakibatkan perubahan pada komponen
jaringan sendiri sehingga berubah menjadi asing bagi sistem kekebalan.
Akibatnya, antibodi yang dihasilkan dari proses tersebut dapat memiliki
spesifitas yang cukup luas yang dapat bereaksi dengan sel jaringan asli atau
yang telah berubah, maupun sel tubuh lainnya. Sehingga dapat disimpulkan,
reaksi imun autoagresif dapat berasal dari klon sel-sel limfosit mutan
terlarang yang diprogram untuk mengenali komponen tubuh sendiri sebagai
benda asing dan juga dapat berasal dari invasi virus yang dapat merusak sel
limfosit T supresor (Price dan Wilson, 2006).
E. Manifestasi Oral
Menurut Greenwood, dkk., (2009), terdapat beberapa penyakit autoimun
yang menunjukkan manifestasi dalam rongga mulut, antara lain