Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Sistematika Tanaman Jengkol
Sistematika tanaman jengkol (Pandey B.P., 2003):
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Fabales
Suku : Mimosaceae
Marga : Pithecellobium
Spesies : Pithecellobium lobatum Benth.
2.1.2 Nama Daerah
Jawa: Jengkol, Sumatera Barat: Jaring, Lampung: Jaawi, Sunda: kicaang,
Sulawesi Utara : lubi, dan Bali: blandingan (Anonim,2007).
2.1.3 Habitat dan Morfologi Tanaman Jengkol
Tanaman jengkol merupakan tumbuhan tahunan berupa pohon yang
tingginya dapat mencapai 10-26 meter. Jengkol banyak ditanam di kebun atau
pekarangan rumah masyarakat dan tumbuh pada daerah dengan musim kemarau
yang tidak terlalu panjang (Anonim, 2007).
Tanaman jengkol mempunyai batang tegak, bulat, berkayu dengan
percabangan simpodial, dan berwarna coklat gelap. Tipe daun majemuk, berbentuk
lonjong dengan tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, memiliki pertulangan
daun yang menyirip, berwarna hijau tua. Tipe bunga majemuk, berbentuk tandan
Universitas Sumatera Utara
yang terletak pada ujung batang dan ketiak daun, kelopak berbentuk mangkok,
benang sari dan putik berwarna kuning, mahkota berbentuk lonjong dengan warna
putih kekuningan (Hutapea, 1994).
Buah jengkol berupa polong berbentuk pipih. Warna buahnya lembayung
tua. Setelah tua, bentuk polong buahnya menjadi cembung dan di tempat yang
mengandung biji ukurannya membesar. Tiap polong dapat berisi 5-7 biji. Bijinya
berkulit ari tipis dan berwarna cokelat mengilap (Anonim, 2009).
2.1.4. Kandungan Kimia dan Khasiat Tanaman
Meskipun sering dianggap sebagai makanan yang menimbulkan bau yang
tidak sedap, hasil penelitian menunjukkan bahwa biji jengkol juga kaya akan
karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri,
steroid, glikosida, tanin, dan saponin (Anonim, 2007).
Adapun khasiat dari biji jengkol menurut para ahli kesehatan antara lain :
dapat memperlancar proses buang air besar. Hal ini disebabkan oleh biji jengkol
mengandung serat yang tinggi. Biji jengkol juga dapat mencegah penyakit diabetes,
mungkin karena kandungan asam dan mineralnya (Anonim, 2007).
Biji jengkol cukup kaya akan zat besi, yaitu 4.7 gram per 100 gram.
Kandungan fosfor pada biji jengkol ( 166.7 mg/100 gram ) juga sangat penting
untuk pembentukan tulang dan gigi, serta untuk penyimpanan dan pengeluaran
energi. Dengan demikian, sesungguhnya banyak manfaat yang diperoleh dari
mengonsumsi biji jengkol. Hanya saja, konsumsi biji jengkol dapat memberikan
efek bau tak sedap, baik pada saat bernafas maupun pada saat buang air besar dan
kecil (Anonim, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Saat dicerna biji jengkol akan menyisakan zat yang disebut asam jengkolat
(Jencolic acid) yang dibuang keginjal, disinilah efek yang sering ditakuti
masyarakat yaitu jengkoleun atau jengkolan. Jengkolan terjadi saat asam jengkolat
yang sukar larut dalam air akhirnya mengendap dalam ginjal, membentuk kristal
padat hingga bisa berakibat sulit membuang air seni. J ika pH darah netral, asam
jengkolat tidak menimbulkan bahaya tetapi jika cenderung asam (pH kurang dari 7)
asam jengkolat membentuk kristal yang tidak larut (Anonim, 2009).
Kulit buah jengkol dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan pertumbuhan
gulma pada lahan pertanian padi. Kulit jengkol tersebut diiris melintang dan disebar
pada sawah yang tergenang air dengan ketinggian 5 cm. Sifat herbisida ini
disebabkan oleh adanya kandungan berbagai macam asam lemak panjang dan
fenolat pada kulit jengkol yang dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan lain
(Enni dan Krispinus, 1995).


2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani mengggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes, 2000).


Universitas Sumatera Utara
Metode ekstraksi terdiri atas dua cara (Depkes, 2000), yaitu:
1. Cara Dingin
a. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar).
b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(Exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penemapungan ekstrak), terus
menerus sampai diperoleh ekstrak ( perkolat) yang umumnya 1-5 kali
bahan.
2. Cara Panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
b. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengn pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50
o
C.
d. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
98
o
C) selama waktu tertentu (15-20menit).
Universitas Sumatera Utara
e. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30
o
C) dan temperatur
sampai titik didih air.


2.3 Uraian Kandungan Kimia Tanaman
2.3.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar, pada
umumnya alkaloid mencakup ssenyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering
bersifat racun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologis yang
menonjol, sehingga digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
biasanya tidak berwarna, sering bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal
tetapi ada beberapa yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar
(Harborne, 1987).
Sistem klasifikasi menurut Hegnaure, alkaloid dikelompokan sebagai :
a. Alkaloid sesungguhnya (true alkaloids; typical alkaloids)
Senyawa tersebut menunjukan aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa
terkecuali bersifat basa, lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis.
Diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam
organik (dengan asam sitrat, malat dan tartrat).
Misalnya : atropine, nicotine, dan morphine.
b. Protoalkaloid
Merupakan amin yang relatif sederhana dimana atom nitrogen tidak terdapat
dalam cincin heterosiklis melainkan pada rantai alifatis. Protoalkaloid diperoleh
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Kelompok ini
disebut juga amin biologis.
Misalnya : mescaline, adrenaline, dan ephedrine
c. Pseudoalkaloid
Golongan ini tidak diturunkan dari prekosor asam amino. Biasanya bersifat
basa. Ada 2 seri alkaloid yang penting dalam kelas ini, yaitu alkaloid steroidal
dan purin.
Misalnya : solasodine, solanidine, veralkamine (menyerupai struktur
terpen/steroid), caffeine, theobromine, dan theophylline (menyerupai struktur
purin).
2.3.2 Flavonoid
Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difosintesis oleh
tetumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya.
Berdasarkan struktur kimianya sebagian tanin adalah flavonoid. J adi flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar (Markham, 1988).
Flavonoid mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya yang
mempunyai struktur C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh
satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham,
1988).
Flavanoida merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonoida
mencakup banyak pigmen dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan. Sebagai
pigmen bunga, flavonoida berperan untuk menarik perhatian burung dan serangga
peenyerbuk bunga. Beberapa derivat flavonoid antara lain khalkon, auron,
flavonon, dihidrokhalkon, dan isoflavon. Derivat ini disebut flavonoid minor
Universitas Sumatera Utara
karena penyebaran masing-masing kelas ini terbatas terdapat sccara sporadik
(misalnya flavonon) atau terbatas pada sangat sedikit taksa tumbuhan misalnya
isovflavon pada leguminosae dan iridaceae (Harborne,1987).
2.3.3 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam Angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Reaksi ini
menjadi dasar untuk penyamakan kulit. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang
berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan (hide) yang mentah
menjadi kulit (leather) yang awet karena kemampuannya menyambung silang
protein (Harborne, 1987).
Di dalam tumbuhan letak tannin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma,
tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi
penyamakan dapat terjadi. Umumnya tumbuhan yang banyak mengandung tanin
dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Fungsi utama
tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan disamping
antimikroba (Harborne, 1987).
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam
dunia tumbuhan yaitu :
1. Tanin terkondensasi
Tanin terkondensasi terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang
membentuk senyawa dimer dan oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon
karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya
melalui ikatan 4 8 atau 6 8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2 20
Universitas Sumatera Utara
satuan flavon. Tanin terkondensasi disebut juga dengan proantosianidin
karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon
karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer
antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila
direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin.
2. Tanin terhidrolisis
Terdiri atas dua kelas yaitu :
a. Depsida galoilglukosa
Senyawa ini mempunyai inti yang berupa molekul glukosa yang
dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih.
b. Dimer asam galat
Inti molekul senyawa ini berupa senyawa dimer asam galat yaitu asam
heksahidroksidifenat yang berikatan dengan glukosa. Tanin terhidrolisis
disebut juga elagitanin yang pada hidrolisis menghasilkan asam galat
(Harborne, 1987).
2.3.4 Saponin
Saponin adalah glikosida yang terdapat pada lebih dari 90 suku tumbuhan
.Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun , serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuanya membentuk busa dan menghemolisis sel
darah .Saponin diberi nama demikian karena sifatnya yang seperti sabun (bahasa
Latin sapo berarti sabun). Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat
beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan
sebagai racun ikan sejak dahulu oleh masyarakat. Beberapa saponin bersifat
antimikroba juga. Saponin menjadi penting karena dapat digunakan sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan
(Robinson, 1995).
Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau
pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan indikasi akan adanya
saponin (Harborne, 1987).
2.3.5 Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian, yaitu
bagian gula dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh ikatan berupa jembatan
oksigen, jembatan nitrogen, jembatan sulfur, maupun jembatan karbon. Bagian gula
disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut bagian aglikon atau genin.
Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai
glikosida. Jembatan oksigen yang menghubungkaan glikon-aglikon ini sangat
mudah terurai oleh pengaruh asam, basa, enzim, air, dan panas. Semakin pekat
kadar asam atau basa maupun semakin panas lingkungannya maka glikosida akan
semakin mudah dan cepat terhidrolis. Saat terhidrolis maka molekul akan pecah
menjadi dua bagian, yaitu gula dan bukan gula (Gunawan, 2004).
Menurut Farnsworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang
menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah :
1. C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian gula dan bukan gula.
Contoh: aloin.
2. O-Glikosida, jika atom O menghubungkan bagian gula dan bukan gula.
Contoh: salisin.
Universitas Sumatera Utara
3. N-Glikosida, J ika atom N menghubungkan bagian gula dan bukan gula.
Golongan ini sebagian gulanya buka gula sebenarnya tetapi derivarnya.
Contoh: vidarabin.
4. S-Glikosida, jika thiol (SH) yang menghubungkan bagian gula dan bagian
bukan gula. Contoh: sinigrin.
2.3.6 Triterpenoid dan Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa triterpenoid dan steroid berstruktur siklik dengan berbagai
gugus fungsi yang melekat padanya, seperti gugus alkohol, aldehid atau asam
karboksilat. Mereka berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, sering kali
memiliki titik leleh tinggi dan bersifat aktif optik.
Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan
senyawa: triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Triterpena
tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya.
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklo
pentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi Liebermann-
Burchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroida memberikan warna hijau-
biru (Harborne, 1987).





Universitas Sumatera Utara










Steroid


2.4 Uraian Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut kelompok
mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya),
berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat
dilihat dengan mikroskop (Dwijoseputro1982).
Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi
pada umumnya ukuran bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 m dengan panjang sekitar 1-
6 m (Mikrobiologi FKU, 2003).
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan, yaitu golongan basil (berbentuk batang), golongan kokus (berbentuk
bulat), dan golongan spiral (berbentuk bengkok) (Dwijoseputro1982). Walaupun
bentuknya bermacam-macam, tetapi pada dasarnya strukturnya terdiri atas dinding
sel, sitoplasma serta inti sel. Selain struktur dasar tersebut, bakteri juga memiliki
struktur tambahan misalnya pili, kapsul, flagela, serta spora yang tidak selalu
dimiliki oleh setiap bakteri (Mikrobiologi FKU, 2003).
Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna Gram bakteri
dibagi atas dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Universitas Sumatera Utara
Bakteri Gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang
menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif menyerap zat warna
kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah muda
(Dwijoseputro,1982).
Bakteri Gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat
mencapai 50%) dibandingkan bakteri Gram negatif (sekitar 10%). Sebaliknya
kandungan lipida dinding sel bakteri Gram positif rendah sedangkan pada dinding
sel bakteri Gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22% (Lay,1992).
2.4.1 Perkembangbiakan Bakteri
Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh:
1. Suhu
Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas
dasar ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai: psikrofil, yang
tumbuh pada 0 sampai 30
o
C; mesofil, yang tumbuh pada 25 sampai 40
o
C;
dan termofil, yang tumbuh pada suhu 50
o
C atau lebih (Pelczar,1988).
Suhu terendah dimana bakteri dapat tumbuh disebut minimum
growth temperature. Sedangkan suhu tertinggi dimana bakteri dapat tumbuh
dengan baik disebut maximum growth temperature. Suhu dimana bakteri
dapat tumbuh dengan sempurna diantara kedua suhu tersebut disebut suhu
optimum (Mikrobiologi FKU, 2003).
2. Derajat Keasaman
pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara
6,5 dan 7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat
asam atau sangat alkalis (alkalinofil). Bagi kebanyakan spesies, nilai pH
Universitas Sumatera Utara
minimum dan maksimum ialah antara 4 dan 9. Bila bakteri dibiakkan dalam
suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya maka mungkin sekali pH
ini berubah karena adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama
pertumbuhan (Pelczar,1988).
3. Oksigen
Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen , bakteri dapat
digolongkan menjadi: Bakteri aerob mutlak, yaitu bakteri yang untuk
pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen; Bakteri anaerob fakultatif,
yaitu bakteri yang dapat tumbuh, baik ada oksigen maupun tanpa adanya
oksigen; Bakteri anaerob aerotoleran, yaitu bakteri yang tidak
membutuhkan oksigen tetapi tidak mati dengan adanya oksigen; Bakteri
anaerob mutlak, yaitu bakteri yang hidup bila tidak ada oksigen; dan Bakteri
mikroaerofilik, yaitu bakteri yang kebutuhan oksigennya rendah
(Mikrobiologi FKU, 2003).
4. Nutrisi
Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa
karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium,
mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi
metabolik dan pertumbuhannya (Dwijoseputro,1982).
5. Pengaruh Kelembapan dan Kekeringan
Bakteri sebenarnya adalah makhluk yang suka akan keadaan basah
atau lembab, bahkan dapat hidup didalam air, hanya didalam air yang
tertutup mereka tidak dapat hidup subur, hal ini disebabkan karena
kurangnya udara. Tanah yang basah baik untuk kehidupan bakteri. Banyak
Universitas Sumatera Utara
bakteri yang mati, jika terkena udara kering. Bakteri yang tahan panas
disebut bakteri xerophyl (Dwijoseputro,1982).
6. Tekanan Osmosa
Medium yang paling cocok untuk kehidupan bakteri ialah medium
yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Ada beberapa jenis bakteri dapat
hidup pada larutan garam yang disebut bakteri halophyl
(Dwijoseputro,1982).
2.4.2 Media Pertumbuhan Bakteri
Perkembangbiakan mikroorganisme membutuhkan media yang berisi zat
hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme. Media dapat
dibagi berdasarkan (Lay, 1994):
1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Media padat
b. Media cair
c. Media semi padat
Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari
ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena
tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu di
bawah 45C. kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media
adalah 1,5 - 2 %.
2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua
macam:
a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan
kimia atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media
Universitas Sumatera Utara
sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui
secara terperinci.
b. Media Nonsintetik, menggunakan bahan yang terdapat di alam
biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci.
Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi, dan kaldu daging.
3. Berdasarkan fungsinya, media dapat dibagi menjadi:
a. Media selektif, yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit
satu bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan
mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan
perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.
b. Media differensial, yaitu media untuk membedakan kelompok
mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media biakan. Bila
berbagai kelompok mikroorganisme tumbuh pada media
differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikrooganisme
berdasarkan perubahan pada media biakan atau penampilan
koloninya.
c. Media diperkaya, yaitu dengan menambahkan bahan bahan
khusus pada media untuk menumbuhkan mikroba yang khusus.
2.4.3 Bakteri Staphylococcus aureus
2.4.3.1 Sistematika Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika Staphylococcus aureus (Tjitrosoepomo, 1994) adalah :
Divisi : Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Universitas Sumatera Utara
Famili : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
2.4.3.2 Uraian Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang bersifat aerob
atau anaerob fakultatif, tes katalase positif dan tahan hidup dalam lingkungan yang
mengandung garam dengan konsentrasi tinggi (halofilik), misalnya NaCl 10%.
Hasil pewarnaan yang berasal dari perbenihanpadat akan memperlihatkan susunan
bakteri yang bergerombol seperti buah anggur. Untuk membiakkan bakteri
Staphylococcus aureus diperlukan suhu optimal sekitar 35
o
C dan pH optimal untuk
pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,4 (Mikrobiologi FKU, 2003).
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus pada
permukaan kulit tampak sebagai jerawat dan abses. Acne / jerawat terjadi sebagian
besar pada usia remaja (Dzen S.M., 2003).
2.4.4 Bakteri Staphylococcus epidermidis
2.4.4.1 Sistematika Bakteri Staphylococcus epidermidis
Sistematika Staphylococcus epidermidis (Lindsay J.A., 2008):
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Bangsa : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Marga : Staphylococcus
Species : Staphylococcus epidermidis

Universitas Sumatera Utara
2.4.4.2 Uraian Bakteri Staphylococcus epidermidis
Bakteri ini merupakan gram positif, berbentuk kokus, berdiameter 0,5-1,5
m.Berkoloni mengerombol menyerupai buah anggur. Koloni biasanya berwarna
putih atau krem. Hidup dipermukaan kulit dan membrane mukosa manusia maupun
hewan sebagai flora normal. Bakteri ini merupakan flora normal dalam keadaan
manusia atau hewan sehat. Bakteri ini menjadi patogen atau oportunistik. Bakteri
ini mempunyai sifat sifat sebagai berikut :
1. Koagulase Negatif.
Koagulase merupakan protein ekstraseluler yang mengikat prothrombin
hospes dan membentuk komplek yang disebut staphylothrombin.
Karakteristik aktifitas protease pada thrombin diaktifasi dalam komplek
tersebut, menghasilkan konversi fibrinogen menjadi fibrin. Bakteri S.
epidermidis tidak dapat membentuk kompleks tersebut sehingga darah darah
dari hospes tidak mengumpal.
2. Katalase positif
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri.
Bakteri ini memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H
2
O
2
menjadi
H
2
O dan O
2
. Karena H
2
O
2
dapat menjadi racun bagi bakteri ini selain itu
proses tersebut merupakan mekanisme pernafasan dari bakteri ini.
3. Non hemolitik. Bakteri ini tidak dapat menghemolisis darah pada media.
4. Anaerob fakultatif pada respirasi atau fermentasi. Bakteri ini dapat hidup dan
bermetabolisme dalam lingkungan yang mengandung sedikit oksigen terlarut
atau sama sekali tidak mengandung oksigen.
Universitas Sumatera Utara
5. Uji Reduksi Nitrat Positif Lemah. Bakteri ini dapat mengubah senyawa nitrat
menjadi dinitrit dengan bantuan enzim nitrat reduktase dalam
metabolismenya.
6. Positif Produksi Urease. Bakteri ini dapat menguraikan urea menjadi amonia
dan karbon dioksida dengan bantuan enzim urease.
7. Bakteri ini dapat memanfaatkan glukosa, sukrosa, laktosa menjadi asam dalam
proses metabolisme.
8. Tidak memiliki enzim gelatinase sehingga tidak dapat menghidrolisis gelatin
(Salyers A.A., 2002).
2.4.5 Bakteri Propionibacter acne
2.4.5.1 Sistematika Propionibacter acne
Sistematika Propionibacter acne (Brook, G.F., 2005):
Divisi : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteridae
Bangsa : Actinomycetales
Famili : Propionibacteriaceae
Marga : Propionibacter
Species : Propionibacter acne
2.4.5.2 Uraian Bakteri Propionibacter acne
Propionibacter acne termasuk dalam kelompok bakteri Corynebacteria.
Bakteri ini termasuk flora normal kulit. Propionibacterium acnes berperan pada
patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas
dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika
berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya akne.
Universitas Sumatera Utara
Propionibacter acnes termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat. Bakteri
ini tipikal bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara. Genome dari
bakteri ini telah dirangkai dan sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang
dapat menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan protein, yang mungkin
immunogenic (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh). Ciri-ciri penting dari bakteri
Propionibacterium acnes adalah berbentuk batang tak. Propionibacter
acnes termasuk dalam kelompok bakteri Corynebacteria. Bakteri ini termasuk flora
normal kulit. Propionibacter acnes berperan pada patogenesis jerawat dengan
menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak
ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem
imun dan mendukung terjadinya akne. Propionibacter acnes termasuk bakteri yang
tumbuh relatif lambat. Bakteri ini tipikal bakteri anaerob Gram positif yang toleran
terhadap udara.
Ciri-ciri penting dari bakteri Propionibacter acnes adalah berbentuk batang
tak teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini juga dapat
berbentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan
bentuk kokus. Propionibacterium acnes memerlukan oksigen mulai dari aerob atau
anaerob fakultatif sampai ke mikroaerofilik atau anaerob. Bakteri ini dapat bersifat
patogen untuk hewan dan tanaman (Brook, G.F., 2005).
2.4.6 Uji Aktivitas Antibakteri
Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi
(pengenceran) atau dengan metode difusi (perembesan) (Jawetz, 1982).


Universitas Sumatera Utara
a. Metode Dilusi
Zat antibakteri dengan konsentrasi yang berbeda-beda dimasukkan pada
media cair. Media tersebut langsung diinokulasi dengan bakteri dan
diinkubasi. Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi terkecil
suatu zat antibakeri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri
uji. Metode dilusi agar membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya
sehingga jarang digunakan.
b. Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan
menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode
ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat
difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui
pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih
disekitar cakram. Luas daerah berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri,
semakin kuat daya aktivitas antibakteri maka semakin luas daerah
hambatannya








Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai