Anda di halaman 1dari 8

Materi Kuliah Kapsel HAN

oleh Resti Restatika


Dosen : Adrian E. Rompis, SH.,MH.,BBA

Kuliah minggu ke-2 di sampaikan oleh Dosen Adrian E. Rompis SH.,MH.,BBA.
Di dalam mata kuliah Kapsel HAN ada penambahan materi dan juga sebagai
perkembangan mata kuliah HAN. Adanya pergeseran dari sistem kodifikasi menjadi
sistem kompilasi. Sistem kodifikasi dengan tiga ukuran dalam masyarakat :
1. Larangan;
2. Perintah;
3. Kebolehan.
Contohnya dalam perjanjian harus memenuhi syarat syarat tersebut di atas.
Kodifikasi mendapatkan reaksi keras, karena apakah hukum itu UU? Karena hukum
bukan UU, UU hanya bagian dari hukum adanya keputusan hogeraad 1919 UU itu
belum tentu merupakan hukum, hukum harus ditemukan dalam hukum konkrit
karena hukum yang ditemukan dalam UU itu in abstracto pada saat ada kasus di
tempatkan UU yang abstrak ke kasus yang konkrit.
Perkembangan HAN dimulai ada 2 (dua) sektor yang pesat:
1. Pertanahan, UU Agraria : ditempatkan sebagai perubahan terhadap kodifikasi.
Khusus untuk agraria sudah dilepaskan dari sistem kodifikasi.
Peraturan pelaksana:
- PP
- Beschiking
- Sertifikat tanah
2. UU Perpajakan.
Permasalahan:
- Daya ikat UU, kodifikasi hogeraad 1919, In absracto : mengatakan bahwa UU itu
bukan hukum. Hukum yang nyata adalah kaidah kaidah yang nyata dan
berkembang di masyarakat.
- UU Sistem Pendidikan Nasional ditempatkan dalam kondisi yang konkrit dengan
sekumpulan aturan perundang undangan yang melengkapinya.
- Abstracto to Concreto tapi memang konkrit, itulah kapita selekta yang berbicara
mengenai prinsip2 sektorisasi peraturan perundang undangan.
contoh: Hukum Kepegawaian sudah menjadi mata kuliah.
Rekodifikasi : RUU KUHP 1970, KUHAP 1980, kodifikasi kepastian hukum
kaitkan dengan hogeraad 1919 hukum adat itu harus diserap oleh UU. UU nya harus
diganti prinsip2 kaitkan dengan UU. ex : asas retrokatif.
Tipikor : Ad Hoc modelnya UU No. 8 Tahun 1956
Peradilan Semu Pajak menonjol.
Para birokrat harus punya pemahaman yang prima setidak tidaknya yang
berkaitan dengan pekerjaan karena ada penilaian masyarakat tentang palayanan
kalau pejabat tidak mengerti HAN, pelayanannya tidak prima.
Konvergensi itu omong kosong UU ITE, UU Telekomunikasi, UU Penyiaran, ada
prinsip kalau UU yang sebelumnya tidak boleh dimatikan hanya karena ada UU
baru. Perbedaan model bisnis tidak bisa dijadikan UU Konvergensi.
Kuliah minggu ke-3
Kesulitan lahir dari karakteristik HAN:
1. Kondisi aturan perundang undangan tidak memberikan ukuran yang tepat. ukuran
ketidak tepatan itu sendiri, yang diterapkankaidah yang tepat hukum pidana,
hukum perdata : pasal 1338, 1320 adalah kaidah tepat. Pidana : 338, 362. 20 Tahun
jadi 10 tahun itu adalah pertimbangan dari hakim seperti halnya perdata adanya
putusan hakim. Dalam Han: tugas atau kaidah memberikan kesempatan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahwa norma atau kaidah dasar itu di gradasi
oleh Undang Undang yang ada di bawahnya .
2. Sektor yang menjadi beban dari pemerintah itu banyak : sektor pertanian,
kehutanan, pertambangan, yang makin lama makin melebar menjadi tugas
pemerintah sehingga kalau ingin melakukan penelitian dari kaca mata administrasi
negara tidak semua sektor dilakukan oleh HAN.
Kok tidak ada acuan yang tetap?
Kok banyak segi2 yang penting mana yang tidak penting?mana yang perlu diatur
mana yang tidak? Ex: kewajiban belajar dibatasi oleh negara tidak tetap, untuk
sekolah2 tertentu peraturan itu tidak berlaku absolut menyimpang dari ketentuan
umum.
3. HAN beda dengan IAN
ada pandanganklasik bahwa kalau pelajari HAN pendekatannya harus yuridis
normatif. klasik : apakah ada tindakan2 yang melawan hukum, sebatas yang
dilakukan oleh pejabat yang berkaitan dengan UU yang berkaitan dengan itu.
Bagaimana pelaksanaan dari UU itu? pejabat ini melakukan pelanggaran terhadap
peraturan2 yang ada. Terbatas pada kacamata hukumnya saja. Pandangan klasik
ini makin lama makin ditinggalkan karena makin kompleksnya UU menyebabkan
komplek perubahan. Lahir dari UU itu tidak disusun secara sempurna karena masih
ada peraturan pelaksanaan. Ex : KUHPerdata Penambahannya sedikit UU yang
menyangkut penyelenggraan negara ada peraturan pelaksanaannya. Karena
adanya orderinisasi yang lahir dalam pemerintahan eksekutif karena presiden butuh
menteri, menteri butuh pejabat sehingga banyak penambahan norma norma baru.
Peraturan pelaksana dibuat oleh Birokrat itu sendiri karena mereka akan
mewujudkan UU itu pada saat mereka membuat, apakah mereka melihat yuridis
normatif?
Ex : Pejabat akan mempelajari sistem pendidikan.
Pemahaman klasik berubah, harus punya wawasan mengenai sektor yang
diatur, menempatkan asas asas hukum. Persoalan HAN dan IAN dalam
kenyataannya kesulitan kesulitan itu dikemas dalam dua istilah itu.
4. Pada saat reformasi Prof. Sjachran Basah adanya pemahaman monodualistis. Hasil
penelitian yang melihat HAN tidak hanya dari penegakan hukum semata melainkan
pilar2 kekuasaan negara. Kedaulatan negara dan hukum, dan kedulatan rakyat.
Kedaulatan rakyat : ciri kebebasan
Kedaultan hukum : ciri aturan
Kedulatan negara : ciri pemaksaan
Tidak bisa menempatkan dalam kondisi yang ideal karena masing masing
konteksnya terpisah.
Politikus : rakyat
Birokrat : negara
ahli hukum : hukum
Faktanya di serikat negara semua kedaulatan di semua negara ada. negara itu
mengatur maka memerlukan aturan hukum. terikat tidak dengan kedaulatan hukum?
jawabanya tidak.
Kedaulatan rakyat bebas tidak?
tidakketiga kedaulatan harus dilihat hak haknya. ex : kedaulatan rakyat itu bebas
memilih berdemo. Kedaulatan hukum, kecendrungan hukum itu pemaksaan.
Kedaulatan kedaulatan itu hanya teori. Dominasi kedaulatan negara.Pemaksaan
itu boleh tapi harus berdasarkan aturan yang berlaku. Kondisinya akan ideal kalau
hukum bisa dilahirkan untuk menjamin kesejahtraan masyarakat, membatasi
perlikau senonoh dari para pejabat.
Prof. Sjachran terinspirasi dari lahirnya peradilan tata usaha negara
keseimbangan antar ketiga kedaulatan pemaksaan bisa di nilai. pemaksaan dari
hukum atau kehendak rakyat sendiri.
5. Perkembangan :
kondisi monodualistis yang ideal untuk mencapai keseimbangan tidak mudah.
menggambarkan suatu kondisi kedaulatan : Keinginan dari masyarakat menjadi
besar beban pemerintah menjadi besar pula. UU harus aplikatif sehingga apakah
hukum yang terhambat implementasinya berupa pemaksaan2 masyarakat demo
untuk dibuatnya suatu UU tapi ketika diberlakukan bagaimana? Masyarakat sendiri
menjadi tidak ingin dipaksa dan dianggap merugikan. Bagaimana mengatasi hal ini?
a) ruang lingkup dalam kontek penyelenggaraan negara
b) negara penjaga malam hanya simbol simbol saja teori itu, yang trendi itu negara
kesejahtraan sebelum tahun 60 Utrecht (Indonesia menganut negara kesejahtraan).
Untuk menagtur suatu hal tertentu. Penjaga malam : kalau ada masalah baru turun.
Masyarakat tidak melihat satu persoalan dengan kacamata yang sama jadi
eksistensi UU itu akan terganggu, UU itu membatasi kecendrungan untuk
melanggar. Setiap UU itu bersifat sektoral, mengatur hal hal tertentu. UU tidak
selalu dekat dengan masyarakat UU,hukum, dengan masyarakat. Pasal 5 UUD
dalam UUD tidak hanya ada kedualatan rakyat namun ada juga kedaulatan negara
dan hukum.
Ada kaidah perdata ada juga kaidah administrasi, UU perkawinan itu perdata
namun pada saat adanya pencatatan itu kaidah administrasi negara kalau ada
pidana itu umum. program DPR membuat 20 30 RUU walaupun pada kenyataanya
DPR itu tidak produktif membuat UU kalau bisa UU itu tetap agar kepastian
hukumnya lebih terjamin.
Minggu ke- 4
Dosen tidak hadir, ada tugas tentang birokrasi yang ideal di Indonesia berdasarkan
peraturan perundang undangan.

Minggu ke 5
Kuliah disampaikan oleh Dosen Aby Maruf Radjab SH, M.Kes
Beliau menjelaskan mengenai birokrasi yang ideal itu ada tiga (coba cek dari siapa)
1. Khrismatik : bergantung pada pemimpin;
2. Tradisional : rentan jatuh;
3. Legal rasional : bisa berumur lebih panjang, bisa melakukan birokrasi terus
menerus. kalau ada penyimpangan maka memperbaiki diri sendiri (self healing).
Birokrasi yang sakit, cirinya:
a) tidak efisien dan efektif cenderung mahal, koruptif
b) tidak melayani
Di antara ketiganya semuanya tidak beres. Pada pergantian rezim vacum of rule,
power and law sehingga menimbulkan ketidakpastian. Birokrasi dianggap yang ke 4
dari ke 3 lembaga kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif, (birokrasi) yang
ketiga lembaga itu bisa hancur karena birokrasi yang gagal.
Birokrasi itu harus efektif dan efisien dan melayani, masyarakat berubah
sedangkan birokrasinya tidak berubah ini lah merupakan titik awal birokrasi hancur.
Minggu ke 6
Teori Montesqieu yaitu adanya pemisahan kekuasaan antara lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif. Di Indonesia dikenal dengan pembagian kekuasaan,
namun pemisahan dan pembagian kekuasaan tersebut tidak secara konsekuen
dilaksanakan, tidak ada negara yang menerapkan teori ini secara murni.
Ada teori panca praja, catur praja, dwi praja.
Menurut Inu Kencana Syafiie, pembagian kekuasan negara meliputi:
1. Eka Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh satu badan.
2. Dwi Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh dua badan
3. Tri Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh tiga badan
4. Catur Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh empat badan
5. Panca Praja, apabila kekuasaan negara dipegang oleh lima badan
Teori Dwi Praja
penyelenggaraan kekuasaan negara sering dibentuk menjadi dua:
- Policy making (pembentukan kebijakan)
- Eksekusi Policy (pelaksanaan atau eksekusi kebijakan)
Kedua bentuk ini menempatkan bentuk implementasi dari teori tadi sehingga kita
dapat melihat pelaksanaan adalah merupakan bagian dari policy making, dari kedua
konteks policy making dan eksekusi policy ini sulit dibedakan secara tegas adanya
pemisahan kekuasaan dari Montesqieu.
Dalam pengertian pembentukan regulasi, sistem penyelenggaraan kita apa yang
dilakukan oleh setiap pejabat harus berlandaskan hukum untuk itu regulasi sangat
lah penting, bisa melahirkan pengawasan pengawasan terkait dengan
penyelenggaraan negara. Eksekutif mempunyai kekuasaan yang besar dalam
penyelenggaraan negara ini konsepsi dwi praja yang kemudian dihilangkan dalam
MPR kewenangannya.
Presiden dan lembaga perwakilan rakyat kalau melihat model ini partai politik sangat
menentukan arah perjalannan pemerintah itu sendiri. DPR menginginkan posisi yang
kuat koalisi. Kekuasaan itu harus bisa dipertahankan tanpa hambatan untuk
melaksanakan kebijaksanaan kebijaksanaan yang diambil. penetapan arah
kebijakan itu sendiri tidak tetap atau tidak teguh.
Upaya upaya yang dilakukan untuk memberikan keseimbangan poicy
making, peran masyarakat menjadi mines karena akan terbentuk kelembagaan,
supra struktur, partai politik, infra struktur, suara rakyat makin lama makin hilang.
Partai politik kalau menang mengeksekusi kebijakan kalau kalah mengkritisi
kebijakan agar pemilu selanjutnya menang.
Masyarakat menghimpun suaranya dalam lembaga untuk menghimpun latar
belakang upaya untuk menertibkan pemerintah itu sendiri yaitu melalui LSM. Kalau
LSM mengganggu eksekusi kebijakan, maka LSM itu menjadi koasi. Implementasi
kekuasaan di negara kita menjadi rumit. DPR ditempatkan dalam UUD dan UU,
sedangkan komisi tidak dapat ditempatkan dengan UU komisi tidak tetap beda
dengan lembaga. LSM lebih cair karena mereka bisa melakukan apapun yang
mereka kehendaki karena tidak terikat pada regulasi.
GBHN terpaksa dilepaskan, pendekatan sentralistik harus kita lepas menjadi
desentralisasi.
Kuliah minggu ke 7
Anggaran negara sudah sangat terbatas 20% untuk pendidikan 30% untuk
membayar utang, dan 50% di bagi bagi lagi.
Akibat Reformasi:
1. reformasi dapat menjadikan birokrasi kita tidak stabil berkaitan dengan pelayanan
maka selalu dikaitkan dengan pelayanan maka selalu dikaitkan dengan birokrasi.
2. reformasi berakibat pada tuntutan kesejahtraan, apabila birokrasinya buruk maka
rakyat akan menyalahkan dan menuntut untuk segera diperbaiki.
Badan Administrasi :
- Teori Montesqieu
Presiden boleh membuat UU tapi tidak dalam posisi dengan DPR.
Usulan MPR pemerintah tidak boleh mengusulkan UU harus oleh DPR. UU itu
merupakan target DPR dalam masa kerjanya, mereka mempunyai peran legislasi
yaitu membuat UU. Menurut Pak Adrian E. Rompis SH.,MH.,BBA DPR membuat UU
seperti pabrik roti diproduksi setiap hari persoalannya menyangkut kepastian kalau
UU diganti pemikirannya atau pada prinsipnya dengan UU diganti akan lebih baik
padahal belum tentu, alasan utama kita adalah tidak mungkin melanggar asas
asas hukum dalam UU, ex : retroaktif.
Niat untuk membuat UU lebih banyak persoalan yang politis sifatnya ,
kekuatan politik selalu terkontaminasi untuk mendapatkan suara. Kalau ada
perubahan UU itu menyangkut kepentingan umum atau kepentingan partai partai
politik? Menurut pak Adrian perubahan UU tidak selalu berkaitan dengan
kepentingan umum padahal UU itu sendiri dijadikan pedoman bagi masyarakat.
Selain kita berhadapan dengan birokrasi yang menjadi gemuk tapi juga
berhadapan dengan peraturan peraturan pekerjaan birokrasi. Kalau tidak ada
aturannya mereka tidak akan bekerja sesuai dengan sektornya. Pengaturan
terhadap sektor sektor tersebut dilakukan untuk masyarakat, adanya relasi antara
sektor yang diatur dengan masyarakat persoalanya adalah sektor itu
kecendrungannya terkait dengan pengaturan makin lama makin banyak. Contoh
sektor pertanian regulasinya banyak sekali yang terkait dengan sektor pertanian.
Tumpang tindihnya UU pemisahan sektor sektor yang diatur. Ex : Sektor
ekonomi kecil dan menengah termasuk juga sektor pertanian. Satu sektor ada
beberapa aturan UU yang berbeda. UU kehutanan mengatur objek kehutanan tapi
ada UU tentang Pemerintah Daerah di mana hutan merupakan milik pemerintah
daerah?(dikelola atau ,milik)
Jangan berpikir masalah akan selesai dengan adanya UU, hukum dan
birokrasi kemudian bagaimana selesainya?tidak ada yang bisa menjawabnya.
Hubungan birokrasi dan Pelayanan publik.
Tumpang tindih UU adalah suatu kondisi kalau mengandalkan UU
persoalanya bisa terselesaikan dengan manajemen pemerintahan. Istilah ego
sektoral manajemen pemerintahan (baca lagi).
Perselisihan selesainya manjemen PSSI : Hak suara ada liga liga kalau
menentukan suara dari hak pemprov adanya dualisme. Anggaran negara terhadap
PSSI itu harus ditiadakan. Ketentuan yang lokal itu ditutup oleh ketentuan
internasional konflik negara tidak perlu ikut campur seperti di Inggris. Pemerintah
punya keterbatasan untuk bertindak karena adanya FIFA dan Asean Game. Di
negara Amerika Latin dibekukan, tapi mereka membangun kembali organisasinya
dan mendaftarkan kembali ke FIFA dan diterima, dibekukan bukan berarti harga mati
kalau dibekukan paling tidak bisa ikut SEA GAMES. kalau di daftarkan ke FIFA
pembukuannya dicabut.
Siklus bergejolak masyarakat 1966, kemudian adanya perubahan peralihan
kepada masyarakat kemudian ada gerakan 1978. Titik jenuh dari masyarakat ada
upaya reformasi namun tidak ada gaung yang besar karena banyak masyarakatnya
yang apatis. Bandingkan dengan negara Mesir dan Libya pemerintahannya
mengalami ujian dari masyarakat sekitar 30 tahunnan, di mana tumbuh dan
besarnya generasi baru 40 50 tahun generasi lama dengan usia 60 70 tahun. Di
Libya hal ini terjadi karena adanya ketidakpuasan terhadap Kadafi. Di Indonesia
adanya ketidakpuasan terhadap hukum. Pergantian UU lebih ke pemberdayaan UU,
ide atau cita anggota DPR. Penggantian UU :
- merubah ketentuan ketentuan yang ada
- mematikan ketentuan ketentuan yang ada
Ada yang merubah secara total, ada yang sebagian kalau 50 persen dirubah maka
UU itu akan dicabut. Ada peraturan yang sedang berjalan, ada asas adanya UU
yang menggantikan UU yang sebelumnya tidak boleh merugikan hak orang karena
adanya UU yang sebelumnya telah berlaku.
Kalau tidak ada UU DPR tidak akan bekerja, maka sudah menjadi pekerjaan
rutin bagi DPR untuk membuat undang undang. Dari ketiga lembaga kekusaan
yaitu lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif tidak ada yang perlu di reformasi nanti
juga pensiun sendiri kalau mau percepat saja aturan pensiunnya. di Indonesia ada
yang sudah golongan 4 E namun waktu pensiunnya masih lama.


Kuliah tanggal 19 April 2011
Ada tugas khusus di kelas
Hukum sebagai sarana pembaharuan dalam penyelenggaraan negara
Teori hukum sebagai pembaharuan upaya pembangunan yang akan
dilakukan oleh pemerintah sebagai jawaban atau kondisi ekonomi yang terpuruk dan
politik yang tidak jelas. Kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah adalah
pembangunan. Dengan adanya pembangunan maka diharapkan ekonomi dapat
berjalan baik.
Ide adalah pemikiran pemikiran secara ekonomi harus diwujudkan dalam
peraturan perundang undangan, hukum harus mendapatkan tempat yang layak
dalam pembangunan. Kebijaksanaan negara akan bertumpu pada GBHN, berisi
peranan dari hukum, dicantumkan dalam GBHN, hukum sebagai sarana
pembaharuan punya kaitan erat dengan kebijaksanaan pemerintah berkaitan
dengan UUD45 karena UUD dijadikan sumber hukum itu sendiri menjadi landasan
atau patokan hukum positif.
Hukum sebagai sarana pembaharuan, formalnya : upaya pemenuhan dalam
kebijaksanaan negara. Materilnya : apa yang menjadi cita rakyat itu sendiri.
Berbangsa : Komunitas besar RI
Bernegara : Bagian negara itu
Dalam konteks bernegara mereka akan menjadi bagian kebijaksanaan
sebagai objek kebijaksanaan negara. Berbangsa : sebagai satu kesatuan pada
hakekatnya dalam tujuan yang sama yaitu keadilan dan kemakmuran itu sendiri,
atau bagaimana meningkatkan masyarakat dari suasana tradisional menjadi
modern. Persoalannya yang muncul : istilah modernisasi (seringkali diistilahkan
dengan mode pakean yang lebih maju).
Para sosiolog mengatakan modernisasi itu berkaitan dengan
pemikiran.Istilah Prayudi dalam buku HAN : Modern itu adalah perubahan
prilaku masyarakat yang menempatkan prilaku mereka pada sikap, dalam
berbagai hal mereka dapat menghitung baik buruknya, untung ruginya sikap
yang mereka ambil sehingga sikap mereka mandiri dan tidak terpengaruh
pemikiran pemikiran yang tidak logis.
realiasasinya : demo, menunjukan sikap modern atau tidak?
Seringkali diaktualisasikan ketidakpuasaan dengan cara berdemo dan hal itu
dianggap modern dan sikap diam dianggap sikap tradisional atau mungkin dapat
berarti sebaliknya.
Apakah kebijakan atau kebijaksanaan negara itu berjalan baik dilihat ukuran
masyarakatnya, yang tidak pernah diukur adalah sikap yang tidak terlihat dalam
masyarakatnya. Teori Prof. Mochtar : masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
Yang harus dilihat itu dari masyrarakatnya bukan dari peraturannya yang
baik tetapi masyarakatnya menerima atau tidak. UU ITE belum ada, PP belum siap
masih di awang awang .
Masih banyak masyarakat tradisional apakah aturan itu sampai menyentuh
masyarakat tradsional. Apakah aturan itu sampai menyentuh masyarakat tradisional.
Masyarakat dulu harus dirubahmasyarakat dapat menilai baik atau tidak
setelah berhadapan itu. DPR beda lagisarana atau alat itu (hukum harus lahir dari
masyarakat) hal ini berarti masyarakatnya harus modern artinya dapat menentukan
apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya.
Apa bedanya hukum sebagai sarana dan hukum sebagai alat pembaharuan
masyarakat?
Istilah tersebut tidak ada bedanya namun dalam implementasinya berbeda, kalau
alat : cenderung sebagai pemaksa/pakasaan yaitu dengan hukumnya.
Sarana : menampung kepentingan masyarakat yang harus dipelihara dan
digunakan.
Tergantung dengan faktor apa yang menambahnya apakah masyarakat modern
tergantung parameternya.
Modernisasi : pola pola hubungan itu sendiri : ikatan ikatan akan menjadi
longgar. SKB dua menteri di tolak oleh dua pihak :
1. Pihak pro demokrasi : tidak hanya SKB tapi UU penistaan agama juga harus
dihilangkan.
2. Pihak tidak pro demokrasi : hanya SKBnya saja.
UU PMA (Penanaman Modal Asing), direvisi tahun tahun kemarin, UU ini
ada dua persoalan :
- tidak dekat dengan perubahan perubahan itu terjadi;
- UU tidak difasilitasi untuk berubah walaupun masyarakatnya membutuhkan.
Setelah krisis UU PMA itu mundur, Knp?
Padahal sangat dibutuhkan. Ada UU yang belum berjalan baik yaitu UU
ketenagakerjaan. UU itu harus bisa menampung kepentingan masyarakat (sarana)
atau alat (paksa) kalau lihat teori Prof. Mochtar jangan hanya mengandalkan sarana
tapi juga alat.

Anda mungkin juga menyukai