Anda di halaman 1dari 10

6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES

http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 1/10
someedu center
Minggu, 13 Maret 2011
COLLABORATIVE WRITING;
STRATEGY PENGAJARAN
MENULIS DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN
PROSES
Abstrak: Ketrampilan menulis merupakan salah satu skill yang harus
diajarkan pada pembelajaran Bahasa Inggris. Tapi dalam implementasinya
skill ini sering diabaikan oleh guru bahasa Inggris dengan berbagai alasan.
Terlebih lagi dalam pembelajaran writing guru masih banyak yang
menggunakan pendekatan produk (product-oriented) bukan pendekatan
proses (process-oriented). Collaborative Writing merupakan strategy
pembelajaran writing yang bertumpu pada orientasi proses. Strategy ini telah
terbukti dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa.
Kata Kunci: Collaborative Writing, Strategy, Menulis, Pendekatan
Proses.
Pendahuluan
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi baik secara
lisan atau tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan
informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang
utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau
menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat
keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan
menulis. Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi
atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu,
mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan
berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu.
Diantara empat ketrampilan bahasa tersebut ketrampilan menulis
termasuk dalam productive skill. Dalam ketrampilan ini produk tulisan siswa
menjadi sebuah target akhir dari proses pembelajaran. Menurut Duin (1986)
kemampuan menulis penting untuk diajarkan karena tulisan dapat menjadi
alat untuk menyampaikan ide, gagasan, dan pesan ke pembaca dengan tujuan
tertentu. Disamping itu dengan tulisan kita dapat menjelaskan dan
mendiskripsikan sesuatu kepada seseorang yang jauh dari kita.
Menurut White (1985) kegiatan menulis dapat menjadi media atau
alat pembelajaran komponen bahasa karena dalam ketrampilan menulis
siswa tertuntut untuk mengaplikasikan pengetahuan grammar, tata bahasa,
susunan kalimat, idiom dan kosakata. Disamping itu siswa juga diberikan
kesempatan untuk mengekplorasi bahasa yang mereka pelajari.
Share this on Facebook
Tweet this
View stats
(NEW) Appoi ntment gadget >>
Share it
webpage counter
Blogger Themes



free hit counter
0

More

Next Blog Create Blog

Sign In
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 2/10
Menurut Graham (2007) pembelajaran ketrampilan menulis di
sekolah-sekolah mempunyai dua manfaat penting. Pertama, writing
merupakan skill yang dapat menunjukkan kemampuan menggunakan
strategy ( seperti perencanaan, evaluasi, dan revisi) untuk tercapainya
tujuan tulisan itu sendiri dengan berbagai opini dan bukti pendukung yang
mereka miliki. Kedua, Menulis berarti memperluas dan memperdalam
pengetahuan siswa. Tulisan merupakan alat untuk mempelajari pelajaran.
Ketrampilan menulis merupakan ketrampilan yang jarang diajarkan
pada peserta didik baik ditingkat MTs atau MA. Ada bebarapa alasan
mengapa ketrampilan menulis sering diabaikan oleh guru. Pertama, Guru
kesulitan dalam merencanakan dan mengajarkan ketrampilan ini. Kedua
ketrampilan menulis tidak diujikan dalam semester atau ujian akhir. Ketiga,
guru lebih sering disibukkan dengan menerangkan dan menjelaskan bagian-
bagian (generic structure) dari sebuah teks dibanding dengan
mengaplikasikannya dalam sebuah tulisan siswa. Terakhir, pembelajaran
ketrampilan menulis sangat menyita waktu baik dalam prosesnya dan juga
dalam pemberian umpan balik.
Berhubungan dengan alasan kenapa ketrampilan menulis sering
diabaikan oleh guru, Alwasilah (2004) dalam penelitiannya menemukan
bahwa dalam budaya Indonesia literasi belum diartikan sebagai kemampuan
untuk membaca dan menulis tapi masih diartikan sebatas kemampuan
untuk membaca. Selain itu, guru lebih banyak menghabiskan waktu yang
telah mereka alokasikan untuk menerangkan grammar daripada
mengajarkan ketrampilan menulis itu sendiri. Alasan lain yang dia temukan
adalah guru sering mengeluh dengan kelas besar yang mereka ajar. Hal ini
menjadikan guru tak mungkin mengoreksi hasil pekerjaan siswa secara
efektif.
Ketrampilan menulis merupakan salah satu ketrampilan bahasa yang
telah banyak menyedot perhatian banyak pihak. Selain karena ketrampilan
menulis bisa dijadikan takaran literasi suatu bangsa, juga karena belum
begitu membudaya umumnya di masyarakat dan khususnya di lingkungan
sekolah. Ketrampilan menulis ini bisa dianggap sebagai ketrampilan
berbahasa yang sulit dan kompleks karena mensyaratkan adanya keluasan
wawasan dan melibatkan proses berpikir yang intensif.
Ketidakmampuan menulis siswa juga diyakini sebagaian besar orang
disebabkan karena kegagalan pengajaran ketrampilan menulis disekolah-
sekolah. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pengajaran menulis
selama ini hanya menitikberatkan pada pengajaran tata bahasa atau tata cara
menulis, bukan mengarahkan peserta didik pada untuk banyak menulis.
Dalam kontek pengajaran bahasa Inggris di tingkat SMA,
ketrampilan menulis ini mutlak diperlukan mengingat salah satu tujuan
pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SMA/MA adalah mengembangkan
kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulis untuk mencapai
tingkat literasi informational. Ruang lingkup pembelajaran bahasa Inggris di
tingkat SMA/MA diantaranya meliputi: (1) kemampuan berwacana, yakni
kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis
yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yakni
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis secara terpadu untuk
mencapai tingkat literasi informational; (2) kemampuan memahami dan
menciptakan berbagai teks fungsional pendek dan monolog serta esei
berbentuk procedure, descriptive, recount, narrative, report, news item,
analytical exposition, hortatory exposition, spoof, explanation, discussion,
review, public speaking (Dedpdiknas, 2006).
Berdasarkan pengamatan penulis, kemampuan menulis siswa MAN
Jombang secara umum masih lemah. Salah satu indikatornya adalah masih
rendahnya kwalitas tulisan siswa baik dalam hal tata bahasa, pengembangan
dan pengorganisasian ide hal ini menyebabkan perolehan nilai ketrampilan
menulis siswa masih rendah.
Disamping itu, penulis juga menemukan masalah-masalah yang
membutuhkan pemecahan. Pertama, siswa merasa kesulitan untuk memulai
menulis sebuah tulisan sederhana yang berhubungan dengan topik yang
sedang mereka pelajari. Hal ini membuat mereka manghabiskan waktu yang
lama hanya untuk memulai menulis sebuah paragraf sederhana. Disamping
Join this site
with Google Friend Connect
Members (7)
Already a member? Sign in
Pengikut
Free Worksheet to Teach English
Test your English Level Here!
http://www.tesl-ej.org
short story for teaching listening
http://www.elllo.org
http://www.dailyesl.com/
Learning Sources
The Internet TESL Journal - Articles, Research
Papers, Lessons Plans, Classroom Handouts,
Teaching Ideas & Links
syameducation
Lihat profil lengkapku
Mengenai Saya
Online (7)
Strategy (5)
listening (4)
Makalah (3)
Video (3)
Writing (3)
Expression (1)
Grammar (1)
Pendekatan Proses (1)
Pronunciation (1)
karakter (1)
pendidikan (1)
penelitian (1)
Label
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 3/10
itu, mereka merasa kesulitan untuk menemukan dan mengorganisir ide yang
berhubungan dengan topic bahasan. Kedua, Mereka merasa kesulitan untuk
mengembangkan sebuah paragraf yang terpadu sehingga tulisan mereka sulit
untuk dipahami. Ketiga, kebanyakan kalimat-kalimat yang mereka tulis
dalam tulisan mereka tidak menyatu dan berhubungan dengan ide utamanya.
Keempat, masih banyaknya kesalahan gramatikal dalam karangan mereka.
Terakhir, mereka cenderung tidak aktif dan tidak punya motivasi dalam
pembelajaran writing karena mereka merasa kesulitan.
Ada beberapa faktor yang menjadi sebab munculnya masalah-
masalah diatas. Faktor pertama, kurangnya porsi pengajaran ketrampilan
menulis dikelas dibanding dengan ketrampilan lain seperti membaca dan
membahas tata bahasa. Kedua, dalam memberikan tugas menulis guru
terkadang tidak memberikan contoh dan bimbingan bagaimana menuangkan
ide dan mengembangkannya pada setiap proses menulis. Hal ini
menyebabkan pembelajaran ketrampilan menulis hanya bertumpu pada hasil
(product oriented) bukan pada proses (proccess oriented).
Pendekatan Produk Vs. Pendekatan Proses
Terkait dengan pengajaran menulis (writing) ada dua hal yang
menjadi orientasi dalam pengajaran menulis, yaitu pendekatan produk, dan
pendekatan proses. Pendekatan produk dalam kegiatan writing hanya
berfokus pada hasil akhir dari sebuah kegiatan pembelajaran menulis.
Pendekatan produk juga lebih mementingkan form tekstual, dengan lebih
mengajarkan tata bahasa, analisis kesalahan, atau mengkombinasikan
kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk. Di samping itu, siswa diajarkan
untuk menulis dengan meniru model yang sudah ada. Hal ini mengabaikan
aspek kognitif dari menulis. Menulis hanya dipandang sebagai tindakan
linguistik.
Dalam pendekatan proses, fokus utamanya adalah bagaimana proses
kegiatan siswa dalam menghasilkan teks akhir. Cumming dalam Reid (1993)
menyatakan bahwa menulis adalah negosiasi makna antara penulis dan
pembaca yang melibatkan proses berkesinambungan mulai dari rancangan
sampai proses revisi. Menurutnya, tahapan dalam menulis terdiri dari
prewriting, drafting and revising. Dalam prewriting, siswa mengeluarkan ide
untuk menemukan topik yang akan mereka tulis. Setelah menemukan ide,
mereka membuat rancangan (drafting) yang kelak direvisi (revising) dan
ditulis ulang sampai selesai. Proses ini akan mengembangkan kemampuan
siswa untuk menuangkan gagasan mereka dalam tulisan. Menurut Murray
(dalam Aswandi, 2009) kegiatan pembelajaran menulis dengan
menggunakan pendekatan proses ditandai dengan adanya penggunaan
collaborative brain storming, free-writing, pilihan topik tulisan diserahkan
pada penulis, adanya peer group editing, langkah-langkah pembelajaran
dalam pendeketan proses meliputi: mengembangkan gagasan/ide, drafting,
revising, dan editing.
Sementara itu, menurut Shih (dalam Brown, 2001:335) proses
menulis mencakup beberapa langkah. Pertama, guru membantu siswa untuk
memahami proses menulis mereka sehingga mereka mampu menemukan
strategi yang sesuai. Selanjutnya, siswa diberi waktu yang cukup untuk
menulis dan merevisi tulisannya. Siswa didorong untuk menuangkan apa
yang ingin mereka sampaikan melalui tulisannya. Kemudian, guru
memberikan kesempatan kepada siswa lainnya untuk memberikan umpan
balik sehingga siswa tidak hanya mendapatkan umpan balik dari guru tetapi
juga dari teman sejawat (peer response). Dengan demikian, siswa diharapkan
dapat mandiri (autonomous).
Mengenai kemandirian siswa dalam belajar (learning autonomy),
Nunan (2003:290) mendefinisikan kemandirian siswa sebagai kemampuan
untuk mengawasi pembelajarannya sendiri. Dengan demikian, kemandirian
belajar mencerminkan kesadaran siswa untuk memenuhi kebutuhannya
dalam belajar. Sementara itu, Little (dalam Nunan, 2003) mengatakan bahwa
learning autonomy adalah kemampuan untuk berdiri sendiri, refleksi kritis,
membuat keputusan, dan bertindak mandiri. Dengan demikian, siswa
menyadari bahwa sebagai pembelajar, ia harus bertanggung jawab atas
The Internet TESL
Journal - Articles,
Research Papers,
Lessons Plans,
Classroom Handouts,
Teaching Ideas & Links
Blogger Tricks
2013 (1)
2012 (5)
2011 (21)
Juni (1)
Mei (1)
April (7)
Maret (12)
Improving Students Listening Ability by
Emphasizi...
Relative Pronoun
DRAMA TECHNIQUES FOR TEACHING
ENGLISH IN SECONDARY...
elllo #1039 Power and Corruption
Schoolboys Get Five-Finger Discount on
Candy
Female Seeks Mature Male (short story to
practice ...
Practical Writing An Online Interactive
Writing ...
Teaching English to Young Learners Using
Games
COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY
PENGAJARAN MENULIS...
Contextual Teaching and Learning (CTL):
Karakteris...
Sertifikasi Guru Untuk Mewujudkan
Pendidikan Yang ...
Teaching Analytical Exposition Contextually
Arsip Blog
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 4/10
kebutuhannya untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu.
Kemandirian siswa dapat ditingkatkan dengan beberapa prinsip yang
mencakup: (1) melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, (2)
memberikan pilihan pembelajaran dan sumber pembelajaran, (3)
memberikan kesempatan untuk memilih dan memutuskan, (4) memberikan
semangat kepada siswa, dan (5) mendorong siswa untuk melakukan refleksi
(Benson dalam Nunan, 2003:291).
Salah satu cara yang dipandang dapat mendukung pendekatan proses
dalam pembelajaran menulis adalah penggunaan strategi Colaborative
Writing (CW). Dengan penerapan strategi CW, siswa lebih mandiri dan aktif
memberikan umpan balik dalam setiap tahapan penulisan. Umpan balik dari
sesama siswa (peer-response) ini akan lebih cepat diterima siswa yang
bersangkutan; dan perbaikannya pun akan lebih cepat dilakukan.
Mengapa Collaborative Writing Menjadi Pilihan?
Konsep collaborative writing (CW) ini merupakan derivasi dari
konsep cooperative learning (CL), yang menurut Jacob (1999:13) diartikan
sebagai suatu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam aktivitas
kelompok kecil (minimal dua orang) yang masing-masing mempunyai tingkat
kemampuan yang tak sama untuk meningkatkan pengusaan mereka terhadap
pelajaran. Masing-masing anggota kelompok tidak hanya bertanggung jawab
untuk mempelajari apa yang diajarkan tetapi mereka juga bertanggung jawab
membantu teman kelompoknya untuk belajar dan memahami pelajaran yang
mereka dapatkan.
Melalui cara belajar seperti diskusi dan aktivitas pertukaran ide,
siswa mendapatkan porsi lebih untuk terlibat secara langsung dalam proses
pembelajaran sekaligus belajar mengemban tanggung jawab akan kelancaran
jalannya proses pembelajaran. Jadi, CW bukan menulis bersama-sama atau
menulis berjamaah.
Teknik ini tentunya jauh berbeda dengan teknik pengajaran
tradisional yang cenderung memberikan fokus pada aspek teori dan
didominasi oleh guru. Dalam teknik kolaboratif ini, siswa didorong untuk
berani berpartisipasi aktif melalui diskusi dan memberikan penilaian atau
respons terhadap ide atau pendapat orang lain.
CW merupakan strategi pembelajaran menulis yang melibatkan
pihak lain dalam proses penulisan. Pihak lain yang disebut kolaborator ini
memantau setiap tahapan penulisan dengan cara memberikan penilaian
dalam bentuk komentar dan catatan perbaikan. Berdasarkan penilaian
kolaborator, penulis memperbaikinya. Begitu seterusnya sampai pada
langkah terakhir.
Menurut Alwasilah (2000), strategi CW ini memiliki sejumlah
kelebihan sebagai berikut:
(a) menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain dan
meningkatkan kemampuan memformulasi dan menyatakan gagasan;
(b) menanamkan sikap akan menulis sebagai suatu proses karena kerja
kelompok menekankan revisi, memungkinkan siswa yang agak lemah
mengenal tulisan karya sejawat yang lebih kuat;
(c) mendorong siswa saling belajar dalam kerja kelompok, dan menyajikan
suasana kerja yang akan mereka alami dalam dunia professional di masa
mendatang; dan
(d) membiasakan koreksi diri dan menulis draf secara berulang, dimana
siswa sebagai penulis menjadi pembacanya yang paling setia.
Secara hakikat, CW adalah sebuah proses sosial dimana para penulis
saling mencari pemahaman bersama. Untuk memperoleh pemahaman
tersebut, setiap anggota berperan sesuai dengan sejumlah aturan interaksi
dan aturan sosial. Anggota-anggota ini membangun tujuan yang sama;
mereka memiliki pengetahuan yang berlainan; mereka berinteraksi dalam
satu kesatuan; dan mereka mengambil jarak dengan teks (Barnum,1994.).
Berdasarkan hasil studi Alwasilah (2000) yang melibatkan 30
mahasiswa PPS UPI Bandung ihwal CW terungkap bahwa CW itu:
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 5/10
(a) menyadarkan mahasiswa akan kompleksitas menulis dan akan kelemahan
diri;
(b) sebagai strategi dalam mengajarkan menulis pada berbagai tingkat
pendidikan dari SD sampai PT; dan
(c) memotivasi siswa untuk menulis, mempelajari cara orang lain menulis
dan membaca referensi lebih banyak.
Di samping kelebihan-kelebihan di atas, strategi CW ada beberapa
kekurangan, dan yang terutama adalah (1) sulitnya mendapatkan sejawat
yang dapat bekerja sama, (2) dalam kerja kelompok seringkali didapat terlalu
banyak alternatif atau saran perbaikan yang membingungkan dan (3)
menyita banyak waktu pengajar dan peserta didik (Alwasilah, 2000).
Penggunaan CW dalam pengajaran menulis telah banyak digunakan
dalam dekade terakhir. Pembelajaran kolaboratif dapat diartikan sebagai
kumpulan konsep dan teknik untuk menambah nilai interaksi antar siswa
(Reid, 1993). Dalam proses menulis, CW dapat meningkatkan kesadaran diri
dan kepercayaan diri siswa (Duin dalam Haley, 1999). Keuntungan lain dari
CW adalah memberikan penilaian yang otentik bagi setiap siswa (sebagai
kolaborator), dan memberikan kesempatan untuk berdiskusi yang
membantu mereka mendapatkan ide dan umpan balik (Bruffee, 1999;
Cooper, 1995)
Menurut Blanton (1992), CW dalam kelompok kecil membuat
menulis menjadi lebih mudah. Hal ini karena dalam proses menulis yang
meliputi drafting, revising, reading, dan editing siswa melakukannya secara
bersama-sama. Para siswa saling bertukar informasi dan memberikan
respons untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Graham (2007)
menyatakan bahwa CW mempunyai dapak yang positif dalam kwalitas
tulisan siswa dibanding dengan tulisan secara individu. Hal ini disebabkan
karena setiap siswa ditiuntut untuk saling membantu dan bekerja sama.
Menurut Peregoy and Boyle (2001) CW tidak hanya memberikan
kemudahan pada guru untuk mengelola waktunya agar berkwalitas dalam
beriteraksi dengan siswa tetapi juga memberikan kesempatan yang luas pada
siswa untuk melakukan brainstorming ide dan kesempatan untuk saling
belajar satu sama lain.
Selain meningkatkan keterampilan menulis, CW juga dapat
meningkatkan kemandirian siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Dunn,
1996 menunjukkan bahwa CW dapat merangsang siswa untuk berpartisipasi
aktif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Graves (1983) menunjukkan bahwa
pemberian umpan balik oleh siswa memberikan dampak positif. Hal ini juga
diperkuat oleh penelitian Kantor (1984) yang menunjukkan bahwa CW dapat
mengubah sikap egosentris menjadi kesadaran akan adanya pembaca
sehingga mereka lebih memperhatikan strategi untuk perbaikan karya
tulisnya.
Dalam hal kemandirian belajar siswa, guru tetap berperan sebagai
fasilitator yang bertanggung jawab untuk memberikan tugas dan mengelola
kelas untuk merangsang siswa belajar (Weiner dalam Reid, 1993).
Pemantauan guru ketika siswa melakukan kolaborasi dengan teman
sekelompoknya sangat diperlukan.
Langkah-Langkah Pembelajaran Writing dengan Menggunakan
Collaborative Writing
Berikut ini ada dua contoh bagaimana cara menerapkan CW dalam
pengajaran writing yakni dengan menggunakan peer assisted writing activity
(Teo: 2006) dan Peer feedback activity (Nelson:1995)
Peer Assisted Writing Activity
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran writing dengan
menggunakan metode ini digambarkan sebaimana berikut:
Membagi Pasangan
Sebelum memulai kegiatan menulis, guru membagi siswa secara
berpasangan. Siswa yang mempunyai kemampuan lebih baik dipasangkan
dengan siswa yang agak lemah kemampuannya. Siswa yang pandai tersebut
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 6/10
berperan sebagai Helper (H) dan siswa yang kemampuannya rendah sebagai
Writer (W)/ penulis. Helper berperan membantu writer selama proses KBM.
Kegiatan Warming up
Dalam kegiatan ini guru menyuruh siswa melakukan beberapa
kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan atmosfer pembelajaran yang
dapat nyaman dan memunculkan rasa saling percaya. Warming up berfungsi
untuk menciptakan suasana yang akrab antara helper (H) dan writer(W)
Kegiatan Inti dalam CW
Setelah dirasa bahwa siswa sudah merasa nyaman dan akrab. Guru
mulai menjelaskan enam langkah yang harus dilakukan dalam kegiatan inti
pembelajaran menulis dengan menggunakan CW. Guru bisa memberikan
petunjuk kegiatan (lihat lampiran) yang harus dilakukan pada masing-masing
langkah dan memberikan contoh bagaimana melakukannya. Berikut ini
diskripsi kegiatan pada masing-masing langkah yang harus dilakukan helper
dan writer selama kegiatan.
Langkah Pertama: Ideas
Untuk membantu siswa agar memahami pentingnya komponen
dalam karangan narrative seperti tokoh, setting, masalah, dan
penyelesaiannya, siswa diberikan pertanyaan lengkap berikut yang
mayoritas diawali dengan kata tanya WH. Tujuannya untuk membangun
gagasan ide penulis. Pertanyaan yang dapat diberikan sebagaimana berikut:
Who did what?
What happened?
Where did it happen?
When did it happen?
Who are the main characters in the story?
Why did he/she/they do that?
What was the problem?
How did he/she/they solve the problem?
What happened next?
Then what?
Did anyone learn anything at the end?
What was the lesson the characters learned?
(Ask any questions you can think of.)
Untuk memancing munculnya ide, Helper memulai dengan
pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam daftar diatas. Helper diperbolehkan
mengembangkan pertanyaan yang ada. "Ask any question" disini artinya
helper diberikan kesempatan juga mengembangkan pertanyaannya sendiri.
Sambil menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan secara verbal,
penulis juga mencatat kata-kata kunci. Penulis (writer) dimungkinkan untuk
menulis informasi-informasi penting yang ingin dia tulis.
Pasangan siswa kemudian mengamati kata kunci yang ditulis oleh
writer dan merumuskan susunan atau urutan kejadian dan mereka
diperbolehkan mengganti susunan dan urutan kejadian yang dirasa kurang
tepat. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan nomer pada masing-masing
kata kunci yang telah ditulis sesuai dengan urutan yang mereka anggap benar
.
Langkah kedua: Drafting
Kata kunci yang telah ditulis pada langkah pertama kemudian
dikembangkan menjadi sebuah draft karangan. Pada langkah kedua ini ada
beberapa tahapan yang berbeda. Tahapan-tahapan itu sebagaimana berikut:
Tahap 1: Helper menulis semua kata kunci, writer juga menulis kemabali
semua kata kunci
Tahap 2: Helper menuliskan kata-kata yang sulit yang tidak ada sebelumnya
untuk writer.
Tahap 3: Helper menuliskan kata-kata sulit secara benar, writer
menyalinnya.
Tahap 4: Helper memberi tahu bagaimana cara membacanya
Kemudian siswa diminta untuk menulis draft awal karangan mereka.
Draft ini berdasarkan ide yang telah dirumuskan dan hasil dari review helper.
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 7/10
Dalam kesempatan ini guru hendaknya menekankan pada siswa agar mereka
tak takut dengan kesalahan ejaan kata yang mereka tulis dan membiarkan
agar ide karangan mengalir sebagaimana kemauan mereka.
Langkah Ketiga: Reading
Writer membaca draft tulisan dengan suara keras. Ketika dalam membaca
ada kesalahan pengucapan/ baca, helper diperkenankan mengkoreksi
kesalahan tersebut jika dia mampu.
Langkah Keempat: Editing
Pada langkah keempat ini, helper dan writer melihat kembali draft yang telah
disusun. Pada tahapan ini mereka bias melakukan perbaikan-perbaikan yang
dirasa perlu oleh keduanya. Kesalahan kata, frase, atau kalimat hendaknya
ditandai dengan menggunakan pulpen warna atau stabile untuk memudahkan
perbaikan berikutnya. Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam mengedit
draft awal ini yaitu: meaning (arti), order (susunan), style, spelling (ejaan),
and punctuation (tanda baca). Guru hendaknya menyuruh masing-masing
pasangan untuk mengeceknya berulang-ulang. Pertanyaan dalam scaffolding
(form) yang dapat dipakai siswa pada saat mengedit sebagaimana berikut:
Pertanyaan untuk writer:
1. Apakah Helper (H) dapat memahami tulisan saya? (Idea and
Meaning)
2. Apakah Tulisan saya sangat jelas pada bagian awal, isi, dan
penutupnya? (order)
3. Apakah saya menggunakan dan menulis semua kalimat dengan benar?
(style)
4. Apakah saya menulis ejaan semua kata-kata dengan benar? (spelling)
5. Apakah saya telah menggunakan tanda baca dengan baik dan benar?
(punctuation)
Pertanyaan untuk Helper:
1. Apakah saya dapat memahami tulisan Writer? (Idea and
Meaning)
2. Apakah tulisan writer sangat jelas pada bagian awal, isi, dan
penutupnya? (order)
3. Apakah writer menggunakan dan menulis semua kalimat dengan benar?
(style)
4. Apakah writer menulis ejaan semua kata-kata dengan benar? (spelling)
5. Apakah writer telah menggunakan tanda baca dengan baik dan benar?
(punctuation)
Susunan pertanyaan diatas berdasarkan tingkatan prioritas dari yang
paling penting ke yang kurang penting. Pertanyaan 1 dan 2 (yang dicetak
tebal) merupakan criteria yang paling penting dalam menulis. Siswa harus
memperhatikan betul dua pertanyaan tersebut karena dua pertanyaan itu
berhubungan dengan content (isi) dan organization (susunan).
Langkah Kelima: Draft Akhir
Setelah itu writer menulis kembali teks yang telah diedit sesuai
dengan saran dan masukan dari helper. Helper dapat memberikan bantuan
bila diperlukan. Hasil akhir dari tulisan ini menjadi hasil kerja kelompok
yang kemudian diserahkan ke guru.
Langkah Keenam: Koreksi Guru
Dalam tahapan ini siswa akan mendapatkan komentar dan feedback
yang instruktif dari guru. Murid hendaknya menghadap guru bersamaan
untuk mendapatkan koreksi guru dalam hal grammar serta feedback yang
berhubungan meaning/idea, order, style, spelling, dan punctuation (tanda
baca) dalam memberikan komentar dan koreksi guru hendaknya tetap
berpegangan pada lima pertanyaan pada langkah ke 4. Setelah itu writer dan
helper disuruh membenahi tulisan mereka yang telah dikoreksi guru.
Peer Feedback Activity
Dalam Peer Feedback Activity langkah-langkah pembelajaran yang dipakai
agak sedikit berbeda dari Peer Assisted Writing Activity. Prosedur
pembelajaran dengan menggunakan Peer Feedback Activity dapat
digambarkan sebagaimana dibawah ini.
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 8/10
Langkah 1: Mambagi kelompok
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4 orang
dalam masing-masing kelompok. Jumlah anggota yang pandai dan tidak
pandai hendaknya sama dalam masing-masing kelompok.
Langkah 2: Menyusun paragraph yang acak
Pada langkah ini guru memberikan potongan-potongan paragraph
acak untuk disusun oleh anggota kelompok menjadi susunan yang benar.
Ketika mereka menyusun teks ini siswa secara otomatis sudah saling
berdiskusi mengenahi organisasi teks yang benar sesuai dengan jenis
teksnya. Dan teks ini akan menjadi model tulisan bagi siswa.
Langkah 3: Diskusi kelas
Setelah mereka selesai menyusun paragraf acak tersebut, guru mengadakan
diskusi kelas membahas susunan yang benar dan mengumumkan kelompok
mana yang benar dalam menyusun paragraph acak.
Langkah 4: Menulis Draft Awal
Dalam durasi 1-5 menit mintalah siswa agar menulis topik yang ingin ditulis.
Setelah itu suruh mereka menyusun draft awal tulisan mereka. Beritahu
mereka agar tidak terlalu khawatir dengan kesalahan ejaan pada tulisan
mereka.
Langkah 5: Memberikan Feedback
Sebelum meminta mereka membaca dan memberikan feedback untuk tulisan
temannya. Guru hendaknya menjelaskan terlebih dahulu apa saja yang ada
dalam revising checklist. Jika diperlukan guru bisa memberikan contoh
dengan menggunakan teks dari paragraph acak yang telah mereka susun
sebelumnya. Hal ini hanya dibutuhkan ketika pertama kali menerapkan
strategy ini. Dengan menggunakan revising sheet (lihat lampiran 2) mereka
dapat memulai untuk membaca draft milik temannya.dan mengisi jawaban
Ya/Tidak pada kolom yang tersedia.
Langkah 6: Diskusi
Suruh mereka berdiskusi tentang saran dan catatan yang telah mereka
dapatkan dari temannya. Diskusi ini bertujuan agar siswa saling bertukar
saran dan belajar bersama.
Langkah 7: Revisi
Masing-masing siswa merevisi dan mengelaborasi draft awal mereka sesuai
dengan saran dan rekomendasi yang diperoleh dari temannya. Revisi
meliputi semua hal baik organisasi teks, tata bahasa (ini jika temannya yang
memberikan feedback mengetahui) atau kesalahan ejaan (spelling).
Langkah 8: Evaluasi Guru
Draft awal yang telah siswa revisi kemudian diserahkan ke guru untuk
dikoreksi. Dalam tahapan ini, guru mengoreksi hasil tulisan siswa dengan
menggunakan rubrik penskoran yang telah disediakan dan memberikan
catatan pada kesalahan yang ditemukan. Guru hendaknya melakukan diskusi
kelas untuk membahas kesalahan-kesalahan umum yang paling banyak
terdapat pada tulisan siswa. Setelah dievaluasi guru siswa diminta untuk
membenahi kesalahan-kesalahan tersebut dan menjadikannya sebagai draft
akhir tulisan mereka..
Kesimpulan
Dalam pengajaran writing guru hendaknya lebih menekankan diri
untuk menggunakan pendekatan proses dari pada menggunakan pendekatan
produk. Collaborative writing merupakan strategy pembelajaran yang
dikembangkan seiring dengan munculnya strategy Cooperative Learning.
Mengacu pada keunggulan hasil penerapan CW dalam beberapa penelitian
diatas maka strategy ini dapat digunakan sebagai solusi alternative dan
inovatif dalam pengajaran writing oleh guru-guru bahasa Inggris.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris di
Indonesia dalam Konteks Persaingan Global. Bandung: Andira.
Aswandi and Zuchri, Fauriz. 2009. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 9/10
Diposkan oleh syameducation di 04.56
Reaksi:
Guru: Teaching Reading and Writing. Surabaya: UNESA
Barnum, Carol M. 1994. Collaborative Writing in Graduate Technical
Communication: Is There a Difference? Journal of Technical
Writing and Communication 24(4):405-419.
Blanton, L.L. 1992. Reading, Writing, and Authority: Issues in
Developmental ESL. College ESL, 2(1), 11-19
Brown, Douglas, H. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach
to Language Pedagogy. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Bruffee, Kenneth A. 1999. Collaborative Learning: Higher Education,
Interdependence, and the Authority of Knowledge. 2nd edition.
Baltimore: Johns Hopkins University Press.
Cheung, M. 1995. Revising Checlists for Writing Stories. In R. V. White
(Ed.), New Ways in Teaching Writing (pp. 110-111). Illinois:
Teachers of English to Speakers of Other Languages, Inc.
Cooper, James L. and Randall Mueck. 1989. Cooperative/Collaborative
Learning: Research and Practice (Primarily) at the collegiate Level.
The Journal of Staff, Program & Organization Development.
7(3):143-148.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan Tingkat SMA dan Departemen Pendidikan
Nasional. 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan
Tingkat SMA dan MA. Jakarta: PT. Binatama Raya.
Duin, Ann Hill. 1986. "Implementing Cooperative Learning Groups in the
Writing Curriculum." Journal of Teaching Writing 5: 315-24.
Graham, Steve and Perin, Dolores. 2007. Writingnext : Effective strategies
to Improve Writing of Adolescents in Middle and High schools. New
York: Carnegie Corporation
Haley, Darryl E. 1999. Collaborative Writing: Some Late 20th Century
Trends. East Tennessee State University
Hyland, K. 2003. Second Language Writing. Cambridge: Cambridge
University Press.
Jacob, Evelyn. 1999. Cooperative Learning in context: An Education
Innovation In everyday Classroom. Albany: State University of New
York Press.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktekken Cooperative Learning
di Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Kantor, Kenneth J. 1984. Classroom Contexts and the Development of
Writing Institution: An Ethnographyc Case Study. New York:
Guilford.
Nunan, David. 2003. Practical English Language Teaching. New York: Mc
Graw-Hill.
Peregoy, S. F., & Boyle, O. F. (2001). Reading, writing, and learning in ESL: A
resource book for K-12 teachers. New York: Longman.
Reid, Joy.M. 1993. Teaching ESL Writing. New Jersey: Prentice Hall
Regents
Scheffler, Judith. 1992. Using Collaborative Writing Groups to
Teach Analysis of an RFP (My Favorite Assignment). The Bulletin
of the Association for Business Communication 55(2):26-28.
Teo, Adeline (Lei) K. 2006. Using a Peer Assisted Writing Activity to
Promote ESL/EFL Students' Narrative Writing Skills. The Internet
TESL Journal, Vol. XII.
White, E. 1985. Teaching and assessing writing. San Francisco: Jossey-Bass.
6/24/2014 someedu center: COLLABORATIVE WRITING; STRATEGY PENGAJARAN MENULIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROSES
http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html 10/10
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
menarik (1) keren (0)
Label: Pendekatan Proses, Strategy, Writing
Rekomendasikan ini di Google
Masukkan komentar Anda...
Beri komentar sebagai:
Google Account
Publikasikan

Pratinjau
Buat sebuah Link
1 komentar:
musikmokonk 13 Maret 2011 21.24
kunjungan siang pk......!!!!
Balas
Link ke posting ini

Total Tayangan Laman
1 3 9 8 9
Friend's blogs
Jane Austen - Introduction
Primary lesson plans
Climate change overview
TeachingEnglish Blog
Using images
TeachingEnglish | British Council | BBC
syamedu. Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai