BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterampilan siswa berkomunikasi secara lisan yang dimaksudkan adalah
keterampilan berbicara. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang
dimaksud dengan keterampilan berbicara adalah kemampuan untuk mengungkapkan
pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi
tentang suatu peristiwa, dan lain-lain, yang disampaikan dalam aspek kebahasaan,
baik berupa kata, kalimat, paragraf, dengan mempertimbangkan unsur-unsur prosodi
(intonasi, nada, irama, tekanan, dan tempo).
Standar kompetensi berbicara aspek keterampilan berbahasa yang dituntut
untuk dikuasai oleh siswa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah
berbicara secara efektif dan efisien guna mengungkapkan perasaan, pendapat, pikiran,
kritikan, dan memuji, melaporkan berbagai peristiwa, berpidato, berceramah, dan
berkhotbah, menyampaikan pesan/informasi, dan berdiskusi (Depdiknas, 2006). Oleh
karena itu, keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
perlu dimiliki oleh seorang siswa. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa dihadapkan
dengan berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara, dialog dalam
lingkungan keluarga maupun di luar lingkungan keluarga. Bahkan, kadang-kadang
terjadi adu argumentasi dalam suatu forum tertentu. Jadi, dalam semua situasi dituntut
keterampilan berbicara setiap individu yang ikut berpartisipasi.
1
tentang bahasa. Agar komunikasi terjalin dengan baik, diperlukan kerja sama antara
penyampai maksud dan penerima maksud.
Mengacu pada uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti terdorong
mengadakan penelitian mengenai Penggunaan Strategi Diskusi Debat dalam
Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Parepare.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah Apakah penggunaan strategi diskusi debat dapat meningkatkan
keterampilan berbicara siswa SMK Negeri 2 Parepare?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan strategi diskusi debat
dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas X SMK Negeri 2 Parepare.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan memberi manfaat baik secara teoretis maupun
praktis terhadap pembelajaran penggunaan strategi diskusi debat dalam pembelajaran
keterampilan berbicara siswa SMK. Adapun manfaat penelitian ini, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Memberikan sumbangan pemikiran berupa inovasi dalam pembelajaran,
yaitu inovasi pembelajaran katerampilan berbicara dengan penggunaan
strategi diskusi debat;
b. Bagi guru bahasa, penelitian ini dapat dijadikan acuan belajar dan
mengevaluasi diri terhadap kemampuan yang dimilikinya;
c. Memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian
tentang pembelajaran keterampilan berbicara.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
a. Sebagai
masukan
bagi
guru
untuk
meningkatkan
pembelajaran
petunjuk bagi
siswa dalam
meningkatkan
keterampilan
berbicaranya;
c. Membina hubungan positif antarsiswa;
d. Melatih siswa untuk menyampaikan dan menerima informasi secara lisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Inggris
1. Pembelajaran bahasa Inggris dalam Kurikulum 2006 (KTSP)
KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau kurikulum operasional
yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan
memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum ini juga dikenal dengan
sebutan Kurikulum 2006 karena, kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsurangsur pada Tahun Ajaran 2006-2007.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan penyempurnaan dari
Kurikulum 2004 atau yang juga dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis
Kompetensi). KTSP memberikan kebebasan yang besar kepada sekolah untuk
menyelenggarakan program pendidikan yang sesuai dengan:(1) kondisi lingkungan
sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar yang tersedia, dan (4)
kekhasan daerah. Dalam program pendidikan ini, orang tua dan masyarakat dapat
terlibat secara aktif. Pengembangan dan penyusunan KTSP merupakan proses yang
kompleks dan melibatkan banyak pihak: guru, kepala sekolah, guru (konselor), dan
komite sekolah (Muslim, 2007).
Dalam panduan penyusunan pelaksanaan KTSP pada setiap satuan pendidikan
tidak jauh berbeda dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disusun sebagai
10
harus dilanjutkan dengan latihan kemampuan, agar kelak siswa dapat menggunakan
bahasa dalam berbagai keperluan dan komunikasi (Jufri, 2002)
Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada dasarnya
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian sekolah.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sesuai dengan dinamika kehidupan di
Inggris sekarang ini. Pelaksanaan KTSP menuntut banyak hal dari sekolah dan
masyarakat, seperti profesionalisme, kreativitas, kemandirian guru dan kepala
sekolah, serta keterlibatan masyarakat. Pelaksanaan KTSP harus pula memberikan
perencanaan pendidikan yang baik dan terarah, penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai, dan birokrasi/prosedur administrasi yang sederhana, juga partisipasi dan
kepedulian masyarakat. Dengan persiapan yang matang dan suasana yang kondusif,
KTSP berpeluang besar untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi
yang diharapkan.
2. Hakikat Berbicara
Berbicara
merupakan
suatu
keterampilan
berbahasa
produktif.
11
12
berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari, (6) berbicara distimulasi oleh
pengalaman, (7) berbicara alat untuk memperluas cakrawala, (8) kemampuan
linguistik dan lingkungan, dan (9) berbicara adalah pancaran kepribadian.
Sejalan dengan hal tersebut, Said (1984) mengemukakan bahwa pemakaian
bahasa Inggris yang baik dan benar didasarkan pandangan prinsip pemakaian bahasa
ke dalam pengajaran bahasa. Pendekatan ini menyatakan bahwa bahasa sebagai suatu
sistem formal dan sekaligus bahasa sebagai fenomena sosial. Dengan pernyataan ini,
maka pembelajaran bahasa tidak sekedar belajar kaidah gramatikal, menguasai
kosakata, tetapi lebih dari itu dia harus berusaha memeroleh kemampuan bahasa yang
dipelajarinya sebagai sarana komunikasi dalam pemakaian bahasa yang sesuai dengan
situasi dan konteks komunikasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam proses belajar-mengajar,
seorang guru harus mampu memahami dan memerhatikan kesembilan konsep dasar
berbicara tersebut. Sebagai pihak yang berkompeten, efektif, dan berperan, gurulah
yang paling mengetahui, memahami, dan menghayati betapa pentingnya keterampilan
berbicara bagi seorang siswa.
Selanjutnya, manusia sebagai makhluk individu, manusia sekaligus juga
berperan sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia mau tidak mau harus
bergaul dan berhubungan dengan manusia lain. Sebagai makhluk sosial manusia
seringkali memerlukan orang lain memahami apa yang sedang ia pikirkan, apa yang
ia inginkan, dan apa yang ia rasakan. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
kehendak bila tidak terpenuhi ia akan mengalami ketidakseimbangan jiwa. Kegiatan
13
mengungkapkan isi hati kepada orang lain, kita kenal dengan sebutan komunikasi
baik secara lisan maupun tertulis. Komunikasi secara lisan merupakan aktivitas
berbicara dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa.
3. Aspek-aspek yang Menunjang Keterampilan Berbicara
Untuk menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara harus memberikan
kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan dan memerlihatkan
keberaniannya. Selain itu, pembicara juga harus berbicara dengan jelas dan tepat.
Agar kegiatan berbicara menjadi efektif, seorang pembicara harus memerhatikan
aspek-aspek berbicara yaitu aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan
a. Aspek kebahasaan
Aspek kebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara dapat diuraikan
berikut ini.
1) Lafal
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat. pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan
perhatian pendengar. Pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama.
Setiap pembicara mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubahubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Tetapi, kalau
perbedaan atau perubahan itu tidak terlalu mencolok, sehingga menjadi suatu
penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu. Misalnya, pembicara
menambahkan bunyi-bunyi tertentu di belakang suku kata atau di belakang kata,
seperti kata hujan diucapkan hujang, kata minum diucapkan minung.
14
15
Pilihan kata adalah mutu dan kelengkapan kata yang dikuasai seseorang
sehingga ia mampu menggunakan secara tepat dan cermat berbagai perbedaan dan
persamaan makna kata sesuai dengan tujuan dan gagasan yang akan disampaikan,
serta kemampuan untuk memeroleh bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa
yang dimiliki pembaca dan pendengar.
Kridalaksana (2001) menyatakan bahwa diksi adalah pilihan kata dan
kejelasan lafal untuk memeroleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau
karang-mengarang. Lebih lanjut, Keraf (2004) menyatakan bahwa diksi adalah: (1)
kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, cara membentuk
pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang
tepat, dan gaya yang paling baik digunakan dalam suatu situasi, (2) kemampuan
membedakan secara tepat nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan
kemampuan untuk menemukan bentuk yang serasi (cocok) dengan situasi dan nilai
rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar, dan (3) pilihan kata yang tepat
dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau
perbendaharaan kata bahasa itu.
Pendengar lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicara berbicara
dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya. Selain itu, pilihan kata juga harus
disesuaikan dengan pokok pembicaraan.
Terkait dengan uraian tersebut, Sugono (dalam Bagus, 2007) menegaskan
bahwa seorang pembicara atau penulis akan memilih kata yang terbaik untuk
mengungkapkan pesan yang akan disampaikannya. Dengan demikian, kalimat yang
16
dibentuknya menjadi efektif. Pilihan kata yang terbaik adalah kata-kata yang
memenuhi syarat: (1) tepat (mengungkapkan gagasan secara cermat), (2) benar
(sesuai dengan kaidah kebahasaan), dan (3) lazim pemakaiannya. Oleh karena itu,
dalam berbicara pilihan kata harus jelas maksudnya dan mudah dimengerti oleh
pendengar, serta disesuaikan dengan pokok pembicaraan.
3) Keefektifan Kalimat
Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar
menangkap isi pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat efektif sangat besar
pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Arsyad dan Mukti (1988)
mengemukakan bahwa kalimat yang efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan,
pemusatan perhatian, dan kehematan. Ciri keutuhan akan terlihat jika setiap kata
betul-betul merupakan bagian yang padu dari sebuah kalimat. Perpautan, bertalian
dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dan kata, frase
dan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan itu harus jelas dan logis. Pemusatan
perhatian pada bagian yang
menempatkan bagian tersebut pada awal atau pada akhir kalimat, sehingga bagian ini
mendapat tekanan waktu berbicara. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam
pemakaian kata, sehingga tidak ada kata-kata yang mubazir artinya tidak berfungsi
sehingga harus dibuang.
Sebuah kalimat yang efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan
gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula. Syarat
kalimat efektif: (1) kejelasan gagasan kalimat, (2) kepaduan unsur kalimat, (3)
kecermatan pembentukannya, dan (4) kevariasian penyusunannya (Endah, 2001).
17
b. Aspek Nonkebahasaan
Selain aspek kebahasaan, keterampilan berbicara juga didukung oleh aspek
nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, aspek non- kebahasaan sangat
memengaruhi keterampilan berbicara. Dalam proses belajar mengajar berbicara,
aspek nonkebahasaan juga perlu diperhatikan. Aspek nonkebahasaan yang dimaksud
adalah fluensi (kefasihan/kelancaran, keterbukaan, relevansi, keberanian, dan
ketenangan) dalam berbicara.
18
19
didefinisikan
dengan
baik.
Selanjutnya,
dapat
dipahami
adanya
ramuan
dalam
berbicara.
Namun,
masalah
kefasihan/kelancaraan,
20
Kedua hal tersebut merupakan hal yang esensial sehingga harus diperhitungkan
dalam tes kemampuan berbicara siswa dalam suatu bahasa.
Selanjutnya, Depdiknas (2003) menyatakan bahwa kegiatan pengujian
keterampilan berbicara sebaiknya mempertimbangkan komponen gagasan, pendapat,
dan perasaan yang diungkapkan dan komponen kebahasaan yang digunakan. Rohim
(2005) juga mengemukakan bahwa untuk mengukur kemampuan berbicara, cara yang
paling valid adalah dengan menyuruh siswa berbicara. Oleh karena itu, untuk
mengukur kemampuan berbicara, perlu diusahakan agar siswa benar-benar
melakukan kegiatan lisan. Dengan berbicara, guru dapat mengetahui tingkat
kemampuan siswa dalam menerapkan semua unsur keterampilan berbicara (seperti,
kemampuan mengutarakan makna yang dimaksud dengan menggunakan kosakata,
lafal, dan keefektifan kalimat secara benar dan lancar).
Pelaksanaan
penilaian
berbicara
juga
sebaiknya
dilakukan
dengan
21
debat
termasuk
aktivitas
komunikasi
yang
paling
mudah
diselenggarakan. Diskusi debat tidak dibatasi oleh topik-topik tertentu. Semua topik
yang bermanfaat untuk dipikirkan dan dijadikan dasar bagi perbincangan dan dapat
dijadikan bahan aktivitas komunikasi. Diskusi debat dapat diselenggarakan pada
tahap mana pun dan bisa berlangsung terus sampai kita merasa cukup. Hampir setiap
hari muncul berbagai peristiwa di surat-surat kabar, radio, televisi, yang bisa diambil
untuk menjadi bahan diskusi debat. Kejadian-kejadian yang masih hangat ke dalam
pembelajaran, kita dapat menciptakan suasana mental pembelajar yang kita
kehendaki. Dengan suasana mental seperti itu, kita berharap siswa akan lupa bahwa
mereka tengah berbicara dalam bahasa sasaran. Fokus mereka sudah tidak lagi pada
bentuk bahasa, tetapi sesuatu yang ingin mereka sampaikan.
Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa
pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Kelas masih berfokus
pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan
22
utama dalam belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah pendekatan yang lebih
memberdayakan siswa. Sebuah pendekatan yang tidak mengharuskan siswa
menghapal fakta-fakta, tetapi pendekatan yang mendorong siswa mengonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Menurut Nurhadi (2004) pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep mengajar dan belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
mengaitkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan keluarga, dan masyarakat.
Pembelajaran yang dilaksanakan dengan strategi CTL memiliki karakteristik:
a. Pembelajaran dilaksanakan
dalam konteks
yang otentik,
artinya
23
e. kebersamaan, kerja sama dan saling memahami satu dengan yang lain
secara
mendalam
merupakan
aspek
penting
untuk
menciptakan
dilaksanakan
secara
aktif,
kreatif,
produktif,
dan
24
25
jawaban yang benar atau salah dalam mengajukan pertanyaan baik yang dilakukan
oleh guru maupun siswa, tetapi dalam diskusi debat siswa menggunakan pengalaman
secara kritis dan kreatif. Siswa mengajukan pertanyaan yang dapat mendukung
komentar mereka, sehingga menciptakan sebuah komunitas pebelajar. Mereka dapat
mengungkapkan respons terhadap literatur yang mereka baca. Ketika siswa
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan dari literatur tersebut, mereka mampu
menemukan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab dengan ya
atau tidak dan pertanyaan tersebut mengharuskan siswa lainnya untuk memberikan
opini pribadi.
Berbicara tentang pemahaman mereka terhadap cerita tersebut, mereka dapat
mengubah opini mereka setelah mendengarkan pandangan alternatif dari siswa
lainnya. Mereka dapat menggunakan cara yang kondusif sehingga memacu siswa
yang lain untuk ambil bagian di dalam diskusi debat itu.
b. Diskusi Debat Bidang
Diskusi bidang adalah diskusi debat yang berkembang di luar dari subjek
yang dibicarakan. Isu-isu seprti polusi, senjata nuklir, dan perbedaan warna kulit
adalah isu yang menarik, dan menantang untuk diskusi debat. Siswa dapat
mengumpulkan informasi untuk diskusi debat dengan cara membaca buku teks, buku
informasi, dan koran, serta televisi dan film. Inti diskusi ini adalah menawarkan
informasi, serta mempertimbangkan sudut pandang orang lain, mencari informasi
tambahan
untuk
mendukung
opini
mereka,
dan
menghargai
perbedaan,
26
Ada beberapa konsep atau definisi tentang diskusi debat. Azies dan Alwasilah
(2000) mengemukakan bahwa diskusi debat adalah pembahasan dan pertukaran
pendapat mengenai sesuatu hal dengan saling memberi alasan untuk memertahankan
pendapat masing-masing. Menurut Azies dan Alwasilah (2000) diskusi debat akan
sangat berguna ketika seluruh kelas merasa sangat tertarik akan sebuah isu dan
sebagian besar atau semua siswa bersikap mendukung atau menentang isu,
mengklarifikasi isu tersebut.
Sebuah diskusi debat yang sifatnya lebih formal adalah tepat bagi siswa kelas
menengah. Diskusi debat tersebut adalah berbentuk sebuah argumen antara sisi
penentang dan pendukung. Sebuah subjek diskusi debat yang bisa didiskusidebatkan
adalah dari sudut pandang yang berlawanan, sehingga tiap kelompok membuat
pertanyaan balikan untuk tim lawan. Guru dapat menciptakan berbagai variasi agar
sesuai dengan kelas dan tujuan yang akan mereka capai.
2. Keunggulan Strategi Diskusi Debat
Strategi diskusi debat yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik dan
benar, sangat efektif digunakan untuk melatih kemampuan berbicara siswa,
khususnya untuk melatih kemampuan bertanya dan mengemukakan pendapat (Endah,
2001).
Strategi diskusi debat sangat cocok digunakan untuk melatih kemampuan
wicara dalam sebuah kelas yang jumlah siswanya cukup banyak. Selain itu, diskusi
debat juga dapat menghilangkan kejenuhan yang diakibatkan oleh suasana yang terus
menerus sama dalam mata pelajaran lain, sehingga dapat menumbuhkan motivasi dan
27
gairah siswa dalam belajar. Diskusi debat dapat juga digunakan untuk memancing
kreativitas berpikir dan bernalar siswa. Siswa yang berperan sebagai pemakalah
dalam diskusi debat, melaksanakan aktivitas yang berbeda, menghadapi persoalan,
pertanyaan yang selalu menantang dan berbeda, yang menuntut mereka untuk
berpikir keras dan kreatif menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan oleh peserta diskusi debat. Demikian juga para peserta diskusi debat akan
selalu berusaha dan berpikir keras untuk melontarkan pertanyaan yang kreatif dan
menantang. Aktivitas yang berbeda dan menantang ini mengakibatkan siswa lebih
bergairah dan tidak cepat bosan. Melalui diskusi debat siswa dapat menganalisis dan
mengaplikasikan materi yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Inggris maupun
mata pelajaran yang lain.
Dalam diskusi debat, siswa berperan sebagai pro dan kontra. Masing-masing
pihak harus berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan pendapatnya masingmasing dengan bukti-bukti dan penalaran yang kuat. Dalam debat, pihak pro dan
kontra akan menyampaikan pendapat dan sisi yang berbeda, menyampaikan analisis
dari dua sudut pandang yang berbeda. Diskusi debat inilah yang akan membangkitkan
daya tarik, perhatian, dan kegairahan siswa dalam belajar
Keunggulan-keunggulan strategi diskusi debat ini hanya akan diperoleh jika
strategi ini benar-benar dirancang dan dilaksanakan dengan baik. Perancangan
strategi diskusi ini mencakup: (1) pemilihan topik yang benar-benar relevan dengan
kebutuhan dan minat siswa, yang menarik perhatian siswa, yang memberikan
wawasan dan pengetahuan baru, menantang kreativitas berpikir, (2) pemilihan
28
prosedur atau tata laksana diskusi debat yang benar-benar efektif, efisien, dan kreatif,
(3) tata letak tempat duduk yang dapat menimbulkan suasana aman, nyaman,
sehingga siswa tidak merasa terhalangi untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat,
dan (4) panduan-panduan diskusi yang dapat menciptakan atmosfir psikologis yang
mendukung agar siswa tidak takut bertanya atau mengeluarkan pendapat.
Strategi diskusi debat yang dilaksanakan dalam pembelajaran keterampilan
berbicara, ternyata siswa mampu mengembangkan kemampuan bertanya dan
mengemukakan pendapat, serta dapat berpikir dan bernalar. Strategi diskusi debat
telah berhasil meningkatkan gairah dan kesungguhan siswa, mengurangi kejenuhan,
dan kebosanan. Hal ini, tampak dari keterlibatan seluruh siswa dalam kegiatan diskusi
debat pada pembelajaran keterampilan berbicara.
C. Kerangka Pikir
Pembelajaran bahasa Inggris pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
ditekankan pada dua hal, yaitu: (1) hal pemahaman meliputi keterampilan menyimak
dan membaca yang disebut keterampilan reseptif, dan (2) hal penggunaan meliputi
keterampilan berbicara dan menulis yang disebut keterampilan produktif.
Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang produktif. Hal ini
berarti bahwa dalam berbicara seseorang memproduksi bunyi-bunyi bahasa dan
bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan tersebut harus bermakna. Untuk menghasilkan
bunyi bahasa yang bermakna, maka ada dua hal penting yang harus diperhatikan,
yaitu memahami isi pembicaraan yang diungkapkan melalui aspek kebahasaan, yakni
29
ketepatan lafal, pilihan kata, dan keefektifan kalimat dan aspek nonkebahasaan, yakni
memiliki kefasihan/kelancaran, keterbukaan, relevansi, keberanian, dan ketenangan
dalam berbicara.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka siswa dituntut menguasai aspek
kebahasaan dan aspek nonkebahasaan agar memiliki keterampilan berbicara yang
memadai. Untuk memiliki keterampilan berbicara yang memadai, diperlukan latihan
yang sistematis dan terarah. Dalam proses belajar mengajar, salah satu strategi yang
dapat digunakan untuk melatih dan membina kemampuan siswa agar memiliki
keterampilan berbicara yang memadai adalah melalui strategi diskusi debat.
Penggunaan strategi diskusi debat berarti siswa dilatih untuk berani
mengemukakan gagasan, pendapat, kritikan, dan perasaannya dengan menggunakan
kaidah-kaidah bahasa baku. Selain itu, siswa juga dilatih untuk mau menerima dan
menghargai pendapat orang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi secara
demokratis dan bertanggung jawab.
Pembelajaran diskusi debat dilaksanakan dengan mengikuti beberapa langkah,
yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa, menyajikan
informasi, mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok diskusi/debat,
mengetes kemampuan siswa dalam berargumen secara logis, dan memberikan
penghargaan kepada siswa yang kemampuan berbicaranya memenuhi standar.
Kerangka pikir yang digunakan di atas, dirangkum dalam bentuk bagan berikut.
30
Pembelajaran bahasa Inggris
Kurikulum KTSP
Penggunaan (Produktif)
Berbicara
perencanaan
Pemahaman (Reseptif)
Menulis
Menyimak
pelaksanaan
Membaca
penilaian
Aspek kebahasaan
Aspek nonkebahasaan
-(ketepatan lafal, pilihan (kefasihan/kelancaran,keterbukaan,relevansi
kata, keefektifan kalimat)
keberanian, dan ketenangan)
Analisis
Temuan
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Pemilihan jenis penelitian
ini didasarkan pendapat Pargito (2003) yang menyatakan bahwa penelitian
pengembangan merupakan suatu penelitian yang berorientasi pada pengembangan
atau penyempurnaan suatu ilmu dalam mengatasi suatu permasalahan secara langsung
melalui suatu tindakan dan refleksi diri yang didasarkan hasil kajian, yang bertujuan
memperbaiki atau meningkatkan layanan kependidikan yang harus diselenggarakan
dalam konteks pembelajaran di kelas.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Fokus
penelitian tindakan ini dilaksanakan di kelas. Desain penelitian tindakan kelas dipilih
karena masalah yang akan dipecahkan berasal dari praktik pembelajaran di kelas
sebagai upaya memperbaiki pembelajaran dengan menggunakan strategi diskusi
debat dalam pembelajaran berbicara. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Rofiuddin (2002) bahwa penelitian tindakan kelas memiliki ciri-ciri, yaitu bersifat
kolaboratif, berfokus pada problem praktis, penekanan pada pengembangan
profesional, memerlukan adanya struktur proyek yang memungkinkan partisipan
untuk dapat berkomunikasi.
32
32
Penelitian tindakan kelas ini juga dipilih karena juga sesuai dengan
karekteristik penelitian yang dilakukan yaitu: (1) masalah penelitian berasal dari
persoalan yang terjadi dalam praktik pembelajaran di kelas, yaitu pembelajaran
keterampilan berbicara yang kurang maksimal, (2) adanya tindakan guna
memperbaiki permasalahan pembelajaran, yaitu penggunaan strategi diskusi debat
yang diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran keterampilan berbicara, (3)
adanya kolaborasi antara peneliti dengan guru dalam kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi, dan (4) adanya kegiatan melakukan evaluasi dan refleksi
yang dilakukan peneliti dan guru untuk setiap siklus tindakan dalam penelitian.
Kolaborasi dalam proses pelaksanaan penelitian dilakukan melalui kerja sama antara
peneliti dan guru. Dalam hal ini, peneliti terlibat langsung dalam merencanakan
tindakan, melakukan tindakan, observasi, dan refleksi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Rofiuddin (2002) bahwa kolaborasi merupakan
bentuk kerja sama yang memungkinkan lahirnya kesamaan pemahaman terhadap
suatu permasalahan yang bersifat demokratis, dan akhirnya melahirkan suatu
tindakan. Demikian juga halnya dalam kegiatan pengumpulan data, analisis, dan
refleksi. Peneliti dan guru diasumsikan memiliki tanggung jawab yang sama.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan berdasarkan model penelitian tindakan
kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992) yang diawali dengan
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refeksi. Desain penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 2.
33
Rencana Tindakan
Berkolaborasi dengan guru dalam melakukan kegiatan:
Menyusun rencana pembelajaran dalam satu siklus
Membuat pedoman pelaksanaan.
Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Persiapan
Penyampaian tujuan pembelajaran
Pemberian motivasi
Penyampaian informasi dan tugas-tugas
Pengorganisasian kelas
Tindakan
Pelaksanaan
tindakan
sesuai
rencana
pembelajaran yang telah disusun
Pengamatan
Penyelesaian
tugas-tugas
yang diberikan
Mengamati aktivitas proses pembelajaran berbicara.
Setiap anggota kelompok menyajikan hasil pekerjaannya secara lisan
Saling memperbaiki kesalahan yang dilakukan saat berbicara (diskusi debat)
Penyajian laporan kelompok
Evaluasi
Pemberian evaluasi pembelajaran berbicara(diskusi debat) sesuai dengan pedoman pelaksan
Refleksi
Pemberian penghargaan/penguatan
tuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat hasil tindakan dalam siklus .
Simpulan sementara
Belum berhasil
Rencana tindakan siklus ke-2 dan ke-n
34
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini yaitu peneliti sebagai instrumen utama. Moleong
(2005) menyatakan bahwa penelitian kualitatif berlatar alamiah, dengan maksud agar
hasilnya dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dalam suatu konteks khusus.
Pada penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen utama. Instrumen penunjang
yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, tes berbicara, dan
alat perekam.
1. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan untuk mengamati latar kelas dan suasana
berlangsungnya proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan terhadap semua
aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran keterampilan
berbicara dengan menggunakan strategi diskusi debat.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh informasi mengenai halhal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan
strategi diskusi debat. Wawancara dilakukan terhadap siswa dan guru. Hasil
wawancara yang dilakukan menjadi bahan refleksi untuk melakukan perbaikan pada
tindakan siklus berikutnya.
3. Tes Berbicara
Tes berbicara digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
berbicara sebelum diberikan tindakan. Setelah diberikan tindakan, siswa kembali
dites pada akhir setiap siklus untuk mengetahui kemampuan berbicaranya. Jenis tes
35
yang diberikan berupa tes wawancara yang terstruktur dan tidak terstruktur yang
diadakan selama 5 sampai 10 menit per siswa. Pemilihan jenis tes ini didasarkan
pendapat bahwa tes wawancara terstruktur dan tidak terstruktur merupakan tes
berbicara tingkat lanjut yang diberikan kepada siswa yang dianggap telah menguasai
bahasa yang dipelajarinya.
4. Alat Perekam
Alat perekam digunakan untuk merekam aktivitas siswa terutama pada
kegiatan observasi berlangsung
terlewatkan.
D. Data dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian adalah data verbal dan nonverbal. Data verbal
terdiri atas tuturan guru dan siswa, sedangkan data nonverbal terdiri atas tindakan
yang berupa respons tingkah laku guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran di
kelas.
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas X SMK Negeri
2 Parepare Tahun Pelajaran 2010-2011. Guru dan siswa dipilih sebagai subjek
penelitian karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang dimaksud adalah: (1) aktivitas
diskusi
36
sedangkan siswa yang memiliki keterampilan berbicara baik aspek kebahasaan dan
nonkebahasaan kurang memadai semakin tertinggal.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini dilakukan melalui kegiatan observasi , wawancara, tes, dan
perekaman. Observasi dilakukan untuk mengamati latar kelas tempat berlangsungnya
tindakan pembelajaran keterampilan berbicara melalui strategi diskusi debat. Peneliti
mengamati proses pembelajaran keterampilan berbicara berdasarkan program
observasi. Aspek-aspek yang diamati berupa butir-butir sasaran observasi diberikan
tanda cek sesuai dengan kenyataan yang ada dan pencatatatn deskripsi proses
pembelajaran serta refleksi peneliti tentang pelaksanaan tindakan pembelajaran.
Wawancara dilakukan guna memperkuat data yang diperoleh melalui
pengamatan kegiatan-kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dengan strategi
diskusi debat yang terjadi di kelas. Wawancara yang dilakukan berupa dialog antara
peneliti dengan guru maupun dengan siswa. Bentuk-bentuk pertanyaan wawancara
yang diajukan
pendapat guru dan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara melalui strategi
diskusi debat.
Tes berbicara dalam penelitian ini dilakukan sebelum dilaksanakan tindakan
kelas dan pada akhir setiap siklus. Tes pada awal penelitian bertujuan mengungkap
kemampuan awal siswa dalam berbicara sebelum dilaksanakan tindakan sehingga
dapat diketahui siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Tes dilakukan
setelah tindakan berlangsung guna mengungkap keberhasilan pelaksanaan tindakan
37
setiap siklus. Penilaian terhadap tes berbicara siswa dilakukan oleh tiga orang penilai
agar tidak terjadi penilaian yang bersifat subjektif. Penilai terdiri atas peneliti dan dua
orang guru bahasa Inggris pada sekolah yang diteliti. Sebelum diadakan tes
wawancara, peneliti terlebih dahulu berdiskusi dengan penilai yang lain mengenai
kriteria yang dijadikan pedoman penilaian dalam tes berbicara, meliputi ketepatan
pelafalan, ketepatan pilihan kata, keefektifan kalimat, dan kefasihan/ kelancaran,
keterbukaan, relevansi, keberanian, dan ketenangan berbicara.
Perekaman digunakan untuk mengantisipasi terlewatnya data yang dibutuhkan
saat berlangsungnya pengamatan. Perekaman ini dilakukan dengan merekam aktivitas
siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara melalui strategi diskusi debat.
F. Teknik Analisis Data
Agar penganalisisan data mudah dilaksanakan, maka peneliti menyusun
rambu-rambu analisis proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara melalui
strategi diskusi debat. Setelah dilakukan analisis data proses, selanjutnya dilakukan
analisis data tes setelah tindakan berlangsung pada akhir tiap siklus. Analisis data tes
ini bertujuan menentukan kualifikasi tingkat keberhasilan pelaksanan tindakan pada
tiap siklus.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa
Inggris. Jakarta: Erlangga.
Azies, Furqanul. dan Alwasilah Ch. 2000. Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori dan
Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Badudu, J.S. 1995. Pelik-Pelik Bahasa Inggris. Bandung: Pustaka Prima.
Bagus, Ida Putrayasa. 2007. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung:
Refika Aditama.
Beyer, B.K.1988. Developing a Thingking Skill Program. Boston: Allyn & Bacon.
Cunningsworth, Alan. 1987. Evaluating and Selecting EFL, Teaching Materials.
London: Heinemann Educational Books.
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMP dan
MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Endah, Priyatni Tri. 2001. Pembelajaran Keterampilan Menyimak. Disajikan pada
Pelatihan TOT Terintegrasi oleh Direktorat LPMP Malang. Malang. 13
April 2003.
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah. 2007. Perencanaan Pembelajaran. (Edisi Kedua) Jakarta: Bumi Aksara.
Harris, David P. 1974. Testing English as a Second Language. Bombay. New Delhi:
Tata McGraw-Hill Publishing Company LTD.
Jufri. 2002. Prinsip-Prinsip Strategi Pembelajaran Bahasa. Makassar: Universitas
Negeri Makassar.
Kemmis, Stephen dan Mc Taggart, Robin. 1992. The Action Research Planner.
Victoria: Deakin University.
40
Keraf, Gorys. 1995. Terampil Berbahasa Inggris II. Petunjuk Guru Bahasa Inggris
SMP. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
____________. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. (Edisi Ketiga) Jakarta: Gramedia.
Madsen, Harold S. 1983. Techniques in Testing. New York: Oxford University Press.
Milles, B. Mathew. 1986. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods,
Beverly Hills: Sage Peblication.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Muslim,
KTSP.
Online.
41
Salam. 2003. Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Kooperatif bagi Penutur Asing.
Disajikan pada Konfrensi Internasional Pengajaran Bahasa Inggris
bagi Penutur Asing (KIPBIPA) IV Denpasar, Bali 2 Oktober 2003.
Sanjaya, Wina. 2006. Srategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Sumardi. 2000. Panduan Penelitian, Pemilihan, Penggunaan, dan Penyusunan: Buku
Pelajaran Bahasa Inggris SD. Jakarta: Grasindo.
Stern, H. H. 1983. Fundamental Concept of Language Teaching. Oxford: Oxford
University Press.
Tarigan, Djago, dkk. 1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:
Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Bagian Proyek Penataran
Guru SLTP Setara D III.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching Practice and Theory. Cambridge:
Cambridge University Press.
Widdowson, H. G. 1985. Teaching Language as Communication. Oxford: Oxford
University Press.
42
PROPOSAL PTK
OLEH :
Dra. NURAENI MAHMUD
NIP. 19641006 199901 2 002
43
1. Identifikasi permasalahan
a. Siswa ;
Hasil belajar siswa rendah, materi yang diberikan tidak dapat dipahami secara
maksimal, sikap dan minat terhadap mata pelajaran acuh-tak acuh dan mereka
kurang memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung
b. Pembelajaran :
Pembelajaran mengacu kepada kurikulum,. Pembelajaran berorientasi pada
target penguasaan materi terbukti berhasil mengingat jangka pendek, tetapi
gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan adalah strategi
pembelajaran diskusi debat (discussion debate
2. Dari jumlah permasalahan
Masalah yang dipilih adalah : Apakah penggunaan strategi diskusi
debat dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa
SMK Negeri 2 Parepare?
Analisis penyebab : Sedikit sekali siswa yang mampu berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa Inggris, sehingga tidak mampu memecahkan
masalah yang ada
44
Alternatif 3
Penggunaan alat peraga
3. Pemilihan alternative ( Alternatif 2 dilingkari)
4. Penentuan problem dan alternative pemecahannya
Problem yang ingin dipecahkan
Alternatif pemecahannya
keterampilan berbicara
diskusi debat
45
Landasan konseptual
Alternatif yang dipilih dan alasan memilih alterntif pemecahan
Penerapan strategi pembelajaran diskusi debat juga didasarkan rambu-rambu
pendekatan pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(Depdiknas, 2006) yakni, siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi, bukan dituntut lebih banyak untuk menguasai atau menghafalkan
pengetahuan tentang bahasa.
Bukti penelitian
Arsyad dan Mukti (1988) mengungkapkan bahwa pembicara yang lancar berbicara
akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya
46
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan strategi diskusi debat
dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas X SMK Negeri 2
Parepare
Bagi guru
tugasnya
sehingga
akan
memungkinkan
Bagi sekolah
Negeri 2 Parepare
Bagi pengembangan Dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti yang akan
Ilmu
47
2. Penelitian terdahulu
Rohim, Fatur. 2005. Teknik Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris. Jakarta:
Departemen Agama
Rohim, Fatur. 2005. Teknik Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris. Jakarta:
Departemen Agama
Tarigan, Djago, dkk. 1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:
Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Bagian Proyek Penataran
Guru SLTP Setara D III
3. Hipotesis tindakan
Melalui penggunaan strategi diskusi debat , Prestasi belajar Bahasa
Inggris siswa SMK Negeri 2 Parepare dapat ditingkatkan
48
Faktor Process
Faktor Output
49
3. Rencana Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tahun ajaran
2010/2011 yang terbagi atas dua siklus. Siklus I dilaksanakan selama
tiga kali pertemuan dan Siklus II dilaksanakan selama empat kali
pertemuan. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
ingin dicapai, seperti yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki.
4. Siklus Tindakan
Tahapan
Kegiatan yang akan dilakukan
Persiapan 1) Menelaah kurikulum Sekolah Menengah mata pelajaran
Bahasa Inggris.
2) Membuat Rencana Pembelajaran (RPP).
3) Membuat instrumen yang akan diberikan pada tiap akhir
siklus.
4) Membuat alat bantu mengajar seperti Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang diperlukan dalam rangka optimalisasi pembelajaran dengan
model pembelajaran penggunaan strategi diskusi debat
Persiapan 1) Peyajian materi pelajaran
2) Membagikan LKS kepada masing-masing kelompok.
3) Diskusi kelompok,
4) Evaluasi tentang hasil kerja kelompok,
5) Penghargaan kelompok,
Observasi
Selama proses pembelajaran, akan diadakan pengamatan tentang :
a. Kesungguhan siswa mengikuti kegiatan pembelajaran
b. Kerjasama yang diperlihatkan siswa dalam kelompoknya,
2. Untuk mendapatkan informasi dari siswa tentang kegiatan
pembelajaran yang, telah dilakukan maka pada akhir Siklus II
siswa akan diminta tanggapannya.
3. Dari pelaksanaan tindakan akan dievaluasi dengan memberikan
tes di akhir tiap Siklus.
Analisis
Hasil yang diperoleh dari tahap observasi dan evaluasi kemudian
dan
dianalisis, untuk melihat data observasi apakah kegiatan yang telah
refleksi
dilakukan telah dapat menigkatkan prestasi belajar Bahasa Inggris
dengan menggunakan strategi diskusi debat.
5. Instrumen Penelitian
- Tes prestasi belajar
50
Uraian
Kegiatan
Persiapan
Umum
Pelaksanaan
Siklus I
Pelaksanaan
Siklus II
Analisis Data
Penyusunan
laporan
Penggandaan
dan
Pengiriman
II
III
IV
X X
X X X
X X X
X X X
X X X X
X
51
52
1. Tentukan topik
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM BAHASA
INGGRIS MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO INTERAKTIF PADA
SISWA SMKN 2 PAREPARE
4. Tujuan Penelitian/Penulisan
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa berbicara dalam
bahasa Inggris melalui media audio interaktif terhadap SMK Negeri 2 Parepare
53
5. Manfaat Penulisan
1. Manfaat praktis
a. Bagi siswa, yakni meningkatkan hasil belajar siswa terhadap
pembelajaran Bahasa Inggris dengan melakukan penemuanpenemuan (discovery) untuk memperoleh informasi yang lebih luas
b. Bagi guru, yaitu memberi dorongan kepada guru bahasa Inggris di
SMKN 2 Parepare, dalam usaha mengintensifkan pengajaran bahasa
Inggris khususnya aspek bercakap-cakap dalam bahasa Inggris dengan
menggunakan media audio interaktif.
2. Manfaat teoritis
a. Peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa
Inggrisdiharapkan dapat memberikan konstribusi kepada siswa
untuk lebih meningkatkan kemampuan intelektual secara meluas.
b. Bagi sekolah yaitu, menjadi acuan untuk menerapkan kebijakan
pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris melalui penggunaan media
audio interaktif