Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus
1. Pengertian SOP
Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk
mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan
organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan
yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses
kerja tertentu (Perry dan Potter (2005).
SOP infus adalah langkah-langkah prosedur untuk memasukkan
cairan secara parenteral dengan menggunakan intravenous kateter melalui
intravena (SOP Rumah Sakit Dr. Kariadi, 2011).
2. Tujuan SOP
Tujuan SOP antara lain (SOP Rumah Sakit Dr. Kariadi, 2011) :
a. Petugas / pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas /
pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi
c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait.
d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek
atau kesalahan administrasi lainnya.
9
10
e. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan
inefisiensi
3. Fungsi SOP
Fungsi SOP antara lain (SOP Rumah Sakit Dr. Kariadi, 2011) :
a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.
b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.
d. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam
bekerja.
4. Kapan SOP diperlukan
a. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan
b. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah
dilakukan dengan baik atau tidak
c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan
langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.
5. Keuntungan adanya SOP
a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat
komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan
secara konsisten
b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu
apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan
c. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trainning dan bisa
digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.
11
6. Pengertian Pemasangan Infus
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari
pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien
(Darmawan, 2008).
Sementara itu menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah
memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk
dilewati cairan infus / pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan
atau obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu
tertentu. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada
kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu
keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan
pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam
basa.
7. Tujuan
Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah
mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan
dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan
tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, dan
membantu pemberian nutrisi parenteral.


12
8. Keuntungan dan Kerugian
Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi
intravena adalah :
a. Keuntungan
Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapat
tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat,
absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih
dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek
terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan
iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan
dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan
rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam
traktus gastrointestinalis.
b. Kerugian
Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan drug recall
dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan
sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa
menyebabkan speed shock dan komplikasi tambahan dapat timbul,
yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam
periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, dan
inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.


13
9. Lokasi Pemasangan Infus
Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer
yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial
atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses
paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang
memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial
dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena
basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah,
dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).













Gambar 2.1 Lokasi Pemasangan Infus
Sumber : Dougherty, dkk (2010)
14
Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan
terapi intravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:
a. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat
penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir
b. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis
terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan,
pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun
c. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan
tingkat kesadaran
d. J enis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan
sering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya
hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer)
e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran
untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi
dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya
mulai di tangan dan pindah ke lengan)
f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan
sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikit
vena pengganti
g. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena
menjadi tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena
menjadi buruk (misalnya mudah pecah atau sklerosis)
15
h. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena
pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya
pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter
i. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien
dengan stroke
j. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami
pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi
10. J enis cairan intravena
Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005)
cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan
darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan
cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal
saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
b. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum),
sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
(prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas
16
tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada
keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar
gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
c. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke
dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.
11. SOP Pemasangan Infus
Standar Operating Procedure (SOP) memasang selang infus di
RSUP Dr Kariadi Semarang adalah :
a. Cuci tangan
b. Dekatkan alat
c. J elaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan
dirasakan selama pemasangan infus
d. Atur posisi pasien / berbaring
17
e. Siapkan cairan dengan menyambung botol cairan dengan selang infus
dan gantungkan pada standar infus
f. Menentukan area vena yang akan ditusuk
g. Pasang alas
h. Pasang tourniket pembendung 15 cm diatas vena yang akan ditusuk
i. Pakai sarung tangan
j. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
k. Tusukan IV catheter ke vena dengan jarum menghadap ke jantung
l. Pastikan jarum IV masuk ke vena
m. Sambungkan jarum IV dengan selang infus
n. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
o. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
p. Atur tetesan infus sesuai program medis
q. Lepas sarung tangan
r. Pasang label pelaksanaan tindakan yang berisi : nama pelaksana,
tanggal dan jam pelaksanaan
s. Bereskan alat
t. Cuci tangan
u. Observasi dan evaluasi respon pasien, catat pada dokumentasi
keperawatan



18
12. Komplikasi Pemasangan Infus
Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka
waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis, hematoma,
infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006).
a. Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah
dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena,
nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan
pembengkakan.
b. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di
sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya
pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor
(disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi,
ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata.
Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada
tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang
lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang
torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus
dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan
19
aliran vena. J ika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena,
berarti terjadi infiltrasi.
c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit
di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH
tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin,
vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).
d. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di
sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena
yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan
tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah
jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu
ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan
kebocoran darah pada tempat penusukan.
e. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan
dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang
terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar
area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya
rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang
tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.

20
f. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan
aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel
dinding vena, pelekatan platelet.
g. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika
botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman
pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan
aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem
terlalu lama.
h. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar
vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme
vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin,
iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan
aliran yang terlalu cepat.
i. Reaksi vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin,
berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.
Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.
j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi
otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan
21
deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak
tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan
ligament.
13. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena.
Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlu
memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu :
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda
infeksi
c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
d. J ika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum
infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus
g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester
dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)
h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik
sterilisasi dalam pemasangan infuse
i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena
yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil
j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.
Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan
millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.
22
B. Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu
aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan
adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah
tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan
perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan
lainnya. (Bart, 2004).
Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan
bertahan bila ada pengawasan. J ika pengawasan hilang atau mengendur
maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan
optimal jika perawat itu sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif
yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku
keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan
orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono,
2007).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2007) yaitu:
a. Faktor internal
1) Pengetahuan
a) Pengertian Pengetahuan
Menurut Wawan & Dewi (2010), pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
23
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior).
Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat
langgeng, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut
terjadi proses yang berurutan yakni :
(1) Awareness (kesadaran) : yakni orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
(2) Interest : yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
(3) Evaluation : menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
(4) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru.
(5) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus
b) Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
(1) Tahu (know) : Tahu diartikan sebagai mengingat suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk
24
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
(2) Memahami (comprehension) : Suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
(3) Aplikasi (application) : Sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya).
(4) Analisis (analysis) : Suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu subyek ke dalam komponen-komponen,
tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lain.
(5) Sintesis (synthetis) : Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu kemampuan untuk menyusun
formula baru. Formulasi-formulasi yang telah ada.
(6) Evaluasi (evaluation) : Evaluasi ini berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
obyek atau materi. Penilian ini dibutuhkan suatu kriteria
yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang ada.

25
c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003) yaitu :
(1) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yaitu kemampuan belajar yang dimiliki
manusia merupakan bekal yang sangat pokok. J enis
pendidikan adalah macam jenjang pendidikan formal yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa,
sehingga tingkat pendidikan dan jenis pendidikan dapat
menghasilkan suatu perubahan. Informasi juga
mempengaruhi pengetahuan yaitu dengan kurangnya
informasi tentang hubungan.
(2) Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap hubungan seksual
selama masa kehamilan, karena setiap budaya yang baru
akan disaring sesuai tidak dengan budaya yang ada dan
agama yang dianut.
(3) Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur. Pengalaman
akan lebih luas sebagaimana dengan umur yang semakin
bertambah.


26
2) Sikap
a) Pengertian
Menurut Azwar (2009) sikap adalah suatu bentuk
evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu
objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada objek tersebut. Sikap merupakan semacam
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara
tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan
merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan
cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respons.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup,
bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka (Notoatmodjo, 2003).



27
b) Tingkatan Sikap
Tingkatan sikap menurut Sunaryo (2004) adalah :
(1) Menerima (receiving) : diartikan bahwa orang (subjek) mau
dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
(2) Merespon (responding) : memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau
salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
(3) Menghargai (valuing) : mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga.
(4) Bertanggung jawab (responsible) : bertanggung jawab atas
segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
c) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi
membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek
psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2009)
adalah :

28
(1) Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk
dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus
sosial.
(2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara
komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita.
Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita
harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan
pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan,
atau seseorang yang berarti khusus bagi kita.
(3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila
kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma longgar
bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita akan
mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah
kebebasan pergaulan heteroseksual.
(4) Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang.
29
(5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu
sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap
dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral dalam diri individu.
(6) Pengaruh Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-
kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego.
d) Pengukuran Sikap
Menurut Azwar (2009), salah satu aspek yang sangat
penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah
masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran
(measurement) sikap. Sesungguhnya sikap dapat dipahami
lebih daripada sekedar favorabel atau seberapa tidak
favorabelnya perasaan seseorang, lebih daridapa sekedar positif
atau seberapa negatifnya. Sikap dapat diungkap dan dipahami
dari dimensinya yang lain. Beberapa karakteristik (dimensi)
sikap yaitu :

30
(1) Arah
Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah
kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah
mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau
tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai
objek. Orangg yang setuju, mendukung atau memihak
terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang
arahnya positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau
tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang
arahnya negatif.
(2) Intensitas
Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan
sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya
mungkin tidak berbeda. Dua orang yang sama tidak
sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap
yang berarah negatif belum tentu memiliki sikap negatif
yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak
setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju.
Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamannya
bagi setiap orang, mulai dari aspek agak setuju sampai pada
kesetujuan yang ekstrim.


31
(3) Keluasan
Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau
ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai
hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi
dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada
objek sikap. Seseorang dapat mempunyai sikap favorabel
terhadap program keluarga berencana secara menyeluruh,
yaitu pada semua aspek dan kegiatan keluarga berencana
sedangkan orang lain mungkin mempunyai sikap positif
yang lebih terbatas (sempit) dengan hanya setuju pada
aspek-aspek tertentu saja kegiatan program keluarga
berencana tersebut.
(4) Konsistensi
Sikap juga konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian
antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan
responsnya terhadap objek sikap termaksud. Konsistensi
sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu.
Untuk dapat konsisten, sikap harus berubah, yang labil,
tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang
inkonsisten. Konsistensi juga diperlihatkan oleh tidak
adanya kebimbangan dalam bersikap. Konsistensi dalam
bersikap tidak sama tingkatannya pada setiap diri individu
dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak konsisten, yang
32
tidak menunjukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan
perilakunya, atau yang mudah berubah-ubah dari waktu ke
waktu akan sulit diinterpretasikan dan tidak banyak berarti
dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang
bersangkutan.
(5) Spontanitas
Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas, yaittu
menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk
menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dikatakan
memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan
secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau
desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya. Hal
ini tampak dari pengamatan terhadap indikator sikap atau
perilaku sewaktu individu berkesempatan untuk
mengemukakan sikapnya. Dalam berbagai bentuk skala
sikap yang umumnya harus dijawab dengan setuju atau
tidak setuju, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak
dapat terlihat.
3) Kemampuan
Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas
fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil.
Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan karyawan
yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Kemampuan
33
individu mempengaruhi karateristik pekerjaan, perilaku, tanggung
jawab, pendidikan dan memiliki hubungan secara nyata terhadap
kinerja pekerjaan (Ivancevich, 2007).
Manajer harus berusaha menyesuaikan kemampuan dan
keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses
penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan, motivasi,
atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi kekurangan
kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa keterampilan
dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich, 2007).
4) Motivasi
a) Pengertian Motivasi
Motivasi mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa
latin movere, yang berarti mendorong atau menggerakkan.
Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk berperilaku,
beraktifitas dalam pencapaian tujuan. Karena itu motivasi
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme
yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force.
Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri,
tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain, hal-hal
yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi. Kalau orang
ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke
arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan
34
terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi
(motivated behavior) (Sunaryo, 2004).
Menurut Walgito (2004), motivasi merupakan keadaan
dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku
ke arah tujuan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
motivasi mempunyai 3 aspek, yaitu :
(1) Keadaan terdorong dalam diri organisme (a driving state) :
yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan
(2) Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini
(3) Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut
b) Teori-teori motif
Mengenai motif ini ada beberapa teori yang diajukan
yang memberi gambaran tentang seberapa jauh peranan dari
stimulus internal dan eksternal. Teori-teori tersebut adalah
(Walgito, 2004) :
(1) Teori insting (instinct theory) : Perilaku itu sebabkan
karena insting, dan mengajukan suatu daftar insting. Insting
merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan,
dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman.
(2) Teori dorongan (drive theory) : Teori ini bertitik tolak pada
pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-
dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini
35
berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang
mendorong organisme berperilaku.
(3) Teori insentif (insentive theory) : Teori ini bertitik tolak
pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan
karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong
organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga
disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada
yang negatif.
(4) Teori atribusi : Teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-
sebab perilaku orang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh
disposisi internal (misal motif, sikap) ataukah keadaan
eksternal. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi
internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal.
(5) Teori kognitif : Apabila seseorang harus memilih perilaku
mana yang mesti dilakukan, maka pada umumnya yang
bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan
membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang
bersangkutan.
c) J enis-jenis motif
J enis-jenis motif menurut Walgito (2004) adalah:
(1) Motif fisiologis : dorongan atau motif fisiologis pada
umumnya berakar pada keadaan jasmani, misal dorongan
36
untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan seksual,
dorongan untuk mendapatkan udara segar.
(2) Motif sosial : motif sosial merupakan motif yang kompleks,
dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau perbuatan
manusia. Karena motif ini dipelajari, maka kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain satu dengan yang
lain itu dapat berbeda-beda.
(3) Teori kebutuhan dari Murray : Selain teori kebutuhan atau
teori motif yang dikemukakan oleh McClellland, dikenal
pula teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray atau
disebut teori motif.
(4) Motif eksplorasi, kompetensi dan self-aktualisasi :
mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan; motif untuk
menguasai tantangan yang ada dalam lingkungan dan
menanganinya dengan secara efektif (competency, or
effectance motivation); dan motif untuk aktualisasi diri (self
actualization) yang berkaitan sampai seberapa jauh
seseorang dapat bertindak atau berbuat untuk
mengaktualisasikan dirinya.
d) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Widyatun (2002) ada dua faktor yang
berpengaruh terhadap motivasi yaitu:

37
(1) Faktor internal
Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya
timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan
sehingga manusia menjadi puas. Faktor internal meliputi:
(a) Faktor fisik
Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan kondisi fisik misalnya status kesehatan.
(b) Faktor proses mental
Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi
begitu saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari
munculnya motivasi tersebut.
(c) Faktor hareditas
Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe
kepribadian yang secara herediter dibawa sejak lahir.
Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah termotivasi
atau sebaliknya. Orang yang mudah sekali tergerak
perasaanya, setiap kejadian menimbulkan reaksi
perasaan padanya.
(d) Faktor kematangan usia
Kematangan usia seseorang akan mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dan proses berfikir dalam
melakukan sesuatu.

38
(e) Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang juga mempengaruhi
motivasi individu, yang mana makin tinggi pengetahuan
seseorang maka makin tinggi motivasi sesorang untuk
melakukan sesuatu.
(2) Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi:
(a) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar
individu baik secara fisik, biologis maupun sosial.
(b) Dukungan sosial
Dukungan sosial sebagai informasi verbal maupun
nonverbal, saran, bantuan yang nyata dan tingkah laku
yang diberikan masyarakat dengan subyek didalam
lingkungan sosialnya.
(c) Media
Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan
atau info kesehatan.
b. Faktor eksternal
1) Karakteristik Organisasi
Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan
oleh filosofi dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi
dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi
39
perawat profesional untuk berpartisipasi pada tingkatan yang
konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2000).
Subyantoro (2009), berpendapat bahwa karakteristik
organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara
teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap
kepuasan kerja dan perilaku individu.
2) Karakteristik Kelompok
Rusmana (2008) berpendapat bahwa kelompok adalah unit
komunitas yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki
suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta integritas antar anggota
yang kuat. Karakteristik kelompok adalah : (1) adanya interaksi;
(2) adanya struktur; (3) kebersamaan; (4) adanya tujuan; (5) ada
suasana kelompok; (6) dan adanya dinamika interdependensi.
Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran
pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu.
Anggota melaksanakan hal ini melalui hubungan interpersonal.
Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan
interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu
terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok
meskipun sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya
(Rusmana, 2008).


40
3) Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi
karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk
menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif karena
karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan
lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah
seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton
sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi. Gibson et al (Rahayu,
2006) karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara jenis
pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat khusus dan
merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat tugas yang ada
di dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para pekerja
sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku terhadap
pekerjaannya.
4) Karakteristik Lingkungan
Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang
terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain,
pengunjung, dan tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang
dapat menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat
menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg,
2000).


41
C. Kerangka Teori














Bagan 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Setiadi (2007)







Faktor Internal :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kemampuan
4. Motivasi
Faktor Eksternal :
1. Karakteristik organisasi
2. Karakteristik kelompok
3. Karakteristik pekerjaan
4. Karakteristik lingkungan
Kepatuhan
menjalankan SOP
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan
42
D. Kerangka Konsep







Bagan 2.3 Kerangka Konsep

E. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati
(Sugiyono, 2007). Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan
motivasi.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar
operasional prosedur pemasangan infus.
Variabel Independen Variabel Dependen
Kepatuhan perawat dalam
melaksanakan SOP infus
Pengetahuan
Sikap
Motivasi
43
F. Hipotesa
Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesa penelitian adalah jawaban
sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan
dibuktikan dalam penelitian tersebut.
Hipotesa yang diajukan pada penelitian ini adalah :
1. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat
dalam melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan
infus di Ruang Merak RSUP Dr. Kariadi Semarang.
2. Ha : Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan perawat dalam
melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus di
Ruang Merak RSUP Dr. Kariadi Semarang.
3. Ha : Ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam
melaksanakan standar operasional prosedur pemasangan infus di
Ruang Merak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Anda mungkin juga menyukai