Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

METODE PENELITIAN DAN ETIKA


DALAM PSIKOLOGI SOSIAL
DOSEN : Laila Meiliyandrie Indah Wardani, M.psi, Dr









DISUSUN OLEH:
ANIS QURLI WAHYU WULANDARI
46112120004



FALKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA MENTENG

2

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, makalah ini dapat
saya susun meskipun mengalami keterlambatan karena adanya tugas dinas dari
kantor yang tidak mungkin saya tinggalkan sehingga mengakibatkan terhambatnya
pembuatan makalah ini.
Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada ibu Laila Meiliyandrie Indah
Wardani, M.psi, Dr karena telah memberikan dispensasi waktu untuk menyelesaikan
tugas makalah ini.
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum sempurna sehingga
makalah ini masih memerlukan penyempurnaan dan koreksi . Harapan saya
makalah ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan.








Jakarta, Juni 2014



Penyusun






3

DAFTAR ISI


Kata Pengantar........................................................................................................ 2
Daftar Isi................................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan.................................................................................................. 4
A. Kedudukan Psikologi Sosial............................................................................ 4
B. Sejarah Perkembangan Psikologi Sosial........................................................ 5
Bab II Definisi Psikologi Sosial............................................................................... 6
A. Definisi Psikologi Sosial.................................................................................. 6
B. Pendekatan-pendekatan Psikologi Sosial....................................................... 7
Bab III Metode Penelitian Psikologi Sosial............................................................ 9
A. Latar Belakang Penelitian Psikologi Sosial..................................................... 9
B. Memilih Partisipan Dalam Penelitian Psikologi Sosial....................................11
C. Metode Pengumpulan Data............................................................................12
D. Bias Dalam Riset............................................................................................20
E. Etika Dalam Psikologi Sosial..........................................................................21
Bab IV Penutup........................................................................................................22
Kesimpulan................................................................................................................22
Daftar Pustaka..........................................................................................................23














4

Bab I
Pendahuluan
Sebagaimana ilmu-ilmu sosial lainnya, Psikologi sosial mempelajari tingkah
laku manusia di dalam suatu situasi sosial. Sebagai ilmu pengetahuan yang masih
muda maka latar belakang pertumbuhan Psikologi Sosial berasal dan terpengaruh
oleh ilmu-ilmu sosial lain seperti Sosiologi, Anthropologi dan Psikologi yang
mempunyai usia lebih tua. Psikologi Sosial memiliki 2 tujuan penting yaitu :
1. Secara teoritis, Psikologi Sosial bertujuan untuk :
a. Memahami tingkah laku sosial
b. Mengendalikan tingkah laku sosial
c. Memprediksi tingkah laku sosial
2. Secara praktis, Psikologi sosial bertujuan untuk memecahkan masalah sosial
seperti konflik, prasangka, ketegangan sosial, kesukuan, dan diskriminasi.
(David Krech, et-al,1962)
A. Kedudukan Psikologi Sosial







Kedudukan Psikologi Sosial tersebut menunjukan bahwa psikologi sosial
mempunyai kedudukan yang sangat dekat dengan Sosiologi, Antropologi dan
Psikologi. Hal ini dapat dimaklumi bahwa Psikologi Sosial mempunyai objek mikria
yang sama dengan Sosiologi dan Antropologi yakni gejala-gejala sosial dari individu.
Untuk perbedaan diantara keempatnya adalah memiliki objek forma yang
berbeda satu sama lainnya dan objek forma ini juga sesuai dengan tinjauan masing-
masing ilmu pengetahuan tersebut sehingga Sosiologi, Antropologi, Psikologi dan
Psikologi Sosial mempunyai definisi sendiri-sendiri.
Masyarakat dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat sehingga
gejala-gejala sosial manusia paling tepat dipelajari dari penggabungan mempelajari
individu, masyarakat dan kebudayaan. Ralph Liston, melukiskan dalam bukunya
PSIKOLOGI
PSIKOLOGI SOSIAL
SOSIOLOGI
ANTROPOLOGI
5

Culture and Personality Background bahwa individu dipelajari dalam Psikologi,
masyarakat dipelajari dalam Sosiologi dan kebudayaan dipelajari dalam Antropologi.
Oleh karena itu, mempelajari gejala sosial manusia haruslah menggabungkan ketiga
ilmu tersebut dalam satu sudut tinjauan. Penggabungan ketiga ilmu pengetahuan
tersebut adalah Psikologi Sosial. Karena Psikologi Sosial adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari gejala sosial manusia dalam hubungannya dengan situasi
sosialnya.
B. Sejarah Perkembangan Psikologi Sosial
Psikologi Sosial merupakan ilmu pengetahuan yang tumbuh pada awal abad
XIX, sehingga pertumbuhan Psikologi Sosial sangat dipengaruhi oleh ahli-ahli dari
cabang ilmu sosial lainnya. Sejarah Psikologi Sosial mempunyai hubungan yang erat
dengan aliran-aliran dalam Psikologi Sosial yang telah diterangkan pada bagian
muka.
Sejarah Psikologi Sosial akan mengungkap secara lebih rinci tentang
sumbangan pemikiran ahli-ahli ilmu pengetahuan sosial di luar Psikologi Sosial
sehingga pertumbuhan Psikologi Sosial menjadi ilmu pengetahuan tidak perlu
diragukan. Sejarah perkembangan Psikologi Sosial dapat dikelompokan menjadi dua
bagian, yakni :
1. Ahli-ahli Perintis Psikologi Sosial
a. Plato, Aristhoteles, Montesquieu
Mereka adalah filsuf-filsuf sosial yang ajaran-ajarannya adalah bidang
filsafat. Mereka membahas pula adanya kebiasaan, pembawaan, insting
dan hubungan sosial yang ada dalam kehidupan manusia. Namun masih
gagal mempelajari dengan lingkungan sosialnya.
b. Steinbal dan Mozits Lazarus
Mereka adalah ahli-ahli antropologi Jerman dan mereka memusatkan jiwa
kelompok dan roh rakyat. Mereka percaya bahwa tiap-tiap individu
mempunyai jiwa dan tiap-tiap kelompok juga memiliki jiwa tersendiri.
c. Herbert Spencer
Ajaran konsep kehidupan sosial dimana kehidupan sosial merupakan
proses penyesuaian secara terus-menerus terhadap faktor-faktor
eksternal.


6

d. Auguste Comte dan Emile Durkheim
Masyarakat dan lembaga sosial di dalam kehidupan manusia menyadari
bahwa jiwa individu dapat berkembang. Dan adanya wakil bersama
dalam pemikiran individu dan tercermin dalam tingkah laku.
2. Ahli-ahli Pendiri Psikologi Sosial
a. Gabriel Tarde
Bahwa dasar proses sosial terletak pada kegiatan/aktivitas individu. Hal
ini disebabkan karena elemen pokok peniruan adalah penemuan individu
selama proses peniruan berlangsung.
b. Gustave Le Bon
Menyatakan bahwa ciri pokok dari proses histori pada massa adalah
sugesti sehingga pada situasi massa kecakapan berfikir individu
tenggelam dan individu dikuasai oleh ketidaksadarannya karena adanya
proses sugesti.
c. Edward A. Rooste
Bahwa tingkah laku individu berhubungan dengan lingkungan dan
masyarakatnya. Hal ini tampak pada adanya kesamaan tingkah laku
individu-individu seperti cara berpakaian, kesamaan berfikir,
ketidaksenangan yang bersifat umum dan tingkah laku panik yang dialami
secara bersamaan.
d. William Mac Dongall
Bahwa sejumlah insting pada individu sebagai dasar kehidupan sosial
dan interaksi sosial. Juga semua aktivitas sosial dan kekuatan dorongan
individu berasal dari dalam diri individu dan berupa pembawaan.

Bab II
Definisi Psikologi Sosial
A. Definisi Psikologi Sosial
Pertumbuhan dan perkembangan Psikologi Sosial yang berkaitan erat dengan
sosiologi, antropologi dan psikologi, menyebabkan banyak definisi Psikologi Sosial
yang diberikan oleh ahli-ahli ilmu pengetahuan. Akan tetapi, Psikologi Sosial yang
merupakan ilmu pengetahuan sendiri juga memiliki definisi yang diberikan oleh
Psikologi Sosial sendiri.

7

Definisi-definisi yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Mc. David dan Herani (1968)
Psikologi Sosial adalah lapangan studi tentang pengalaman dan tingkah laku
individu dalam hubungannya dengan individu lain, kelompok dan
kebudayaan.
2. Oldentorff (1955)
Psikologi Sosial adalah pengetahuan tentang tingkah laku individu dalam
hubungannya dengan situasi sosial.
3. Jones dan Gerard (1967)
Psikologi Sosial adalah suatu bagian dari cabang Psikologi yang secara
khusus memuat lapangan studi tentang tingkah laku individu sebagai sesuatu
fungsi dari ransangan sosial.
4. Muzafer Sherif dan C.W Sherif (1956)
Psikologi Sosial adalah lapangan studi tentang pengalaman dan tingkah laku
individu dalam hubungannya dengan rangsangan situsional.
Dari definisi-definisi tersebut tentang Psikologi Sosial dapat dipahami pula
bahwa tiap ruang lingkup Psikologi Sosial meliputi :
1. Studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individual
Contoh : konsepsi, motivasi, belajar sosial, frustasi, mekanisme pertahanan
2. Studi tentang proses-proses individual bersama
Contoh : sikap sosial, peranan sosial, situasi sosial, kelompok sosial,
propaganda, kabar angin.
3. Studi tentang interaksi kelompok
Contoh : komunikasi, interaksi sosial, kepemimpinan, tingkah laku massa,
ketegangan internasional.
B. Pendekatan pendekatan Psikologi Sosial
Pendekatan-pendekatan dalam Psikologi Sosial bermaksud untuk menerapkan
bagaimana tingkah laku sosial individu dapat dipelajari oleh individu yang
bersangkutan. Dalam pendekatan ini dikemukakan pendapat sebagai berikut :
1. Pendekatan Menurut S. Stansfeld Sargend
a. Pendekatan Sosiologis
Adanya pengaruh kehidupan kelompok seperti kebiasaan, institusi dan
tingkah laku sosial terhadap kepribadian Individu. Terbentuknya
kepribadian individu menyebabkan individu yang bersangkutan memiliki
8

tingkah laku sosial sehingga menjadi makhluk sosial, artinya individu
tersebut dapat berkomunikasi dengan individu lainnya.
b. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini dikemukakan oleh Floyd H. Allport yang mempunyai
pendapat sebagai berikut :
1) Bahwa tingkah laku sosial individu hanya dapat dipelajari dari individu
yang bersangkutan bukan dari lingkungan.
2) Tiap-tiap kelompok mempunyai jiwa kelompok yang berbeda dengan
jiwa individu
3) Dasar tingkah laku sosial individu berasal dari prepostent reflexes
yang artinya semacam insting yang telah diubah oleh pengaruh
kondisi sosial.
c. Pendekatan Intergratif
1) Dari Ahli Antropologi
Kepribadian kebudayaan individu sangat dipengaruhi oleh pola
kebudayaan di mana individu itu dibesarkan. Dalam kepribadian
individu termasuk trait, emosi, dorongan, sikap dan kebiasaan,
sedangkan tingkah laku sosial termasuk peran jenis kelamin, reaksi
motorik sosial dan interaksi sosial.
2) Dari Ahli Psikoanalisa
Adanya pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian yang
menyimpang dari kebiasaan pada umumnya.Penyimpangan ini
tampak pada tingkah laku individu yang berupa penyesuaian diri yang
salah, sakit mental, selalu menentang dan neurosis.
3) Dari Ahli Teori Medan
Setiap situasi sosial selalu mempengaruhi individu sehingga dalam
situasi sosial tersebut yang penting bagaimana individu yang
bersangkutan menanggapi dan menginterprestasikan situasi sosial
serta berbuat sesuai dengan situasi sosialnya.





9

2. Pendekatan Menurut David O.Scars
a. Pendekatan Psikologis
1) Naluri
Konrad Lorenz berpendapat bahwa dorongan agresif didalam setiap
diri individu ada sejak lahir dan tidak dapat dirubah. Dorongan ini
sangat berpengaruh terhadap tingkah laku individu.
Sigmund freud berpendapat bahwa dorongan bawaan mengarahkan
individu untuk melakukan aktivitas yang sifatnya merusak atau
sebaliknya.
2) Perbedaan Genetik
Setiap individu memiliki susunan genetik yang berbeda satu dengan
yang lain. Dari perbedaan itu ternyata menimbulkan tingkah laku pada
masing-masing individu.
b. Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar ini menjadi dasar dari teori Bahaviorisme dalam
upaya menerangkan dari mana tingkah laku individu itu berasal.
c. Pendekatan Insentif
Secara umum pendekatan insentif menerangkan bahwa individu
berperilaku sebagai sesuatu hal yang ditentukan oleh insentif yang
tersedia bagi bermacam-macam tindakannya. Pertimbangan adalah
tingkah lakunya didasarkan pada keuntungan dan kerugian yang
diperoleh dari setiap perilakunya tersebut. Keuntungan dan kerugian
inilah merupakan insentif (dorongan) seseorang untuk melakukan sesuatu
kegiatan pada situasi yang sedang dihadapi.
d. Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif menggambarkan bahwa seseorang individu
bertingkah laku sangat bergantung pada cara individu tersebut mengenali
situasi sosial. Dalam pengamatan terhadap situasi sosial, individu dituntut
untuk melaksanakan presepsi sosial yang baik, artinya bagaimana
individu menanggapi, berfikiran dan berkeyakinan terhadap situasi
sosialnya sehingga individu tersebut dapat mengambil tingkah laku yang
benar dan tepat.


10

Bab III
Metode Penelitian Psikologi Sosial

A. Latar Belakang Penelitian Psikologi Sosial
Salah satu ciri utama psikologi sosial adalah komitmennya pada metodologi
ilmiah. Psikologi sosial adalah ilmu empiris. Ini berarti bahwa para psikolog
sosial menggunakan metode sistematis untuk mengumpulkan informasi tentang
kehidupan sosial dan untuk menguji kegunaan suatu teori. Terkadang riset
mengonfirmasikan pandangan umum tentang kehidupan sosial, terkadang tidak.
Mengapa observasi informal atas kehidupan sosial terkadang membawa kita
pada kesimpulan yang salah? Terkadang kita keliru menafsirkan apa-apa yang
terjadi atau kadang kita punya bias dan prasangka dan kita melihat sesuatu
sebagaimana yang kita inginkan, bukan sebagaimana adanya.
Para psikolog juga dikritik karena sering menggunakan mahasiswa kelas
menengah sebagai subjek riset- kelompok yang tidak mewakili masyarakat
secara keseluruhan. Namun, riset ilmiah ini memilih untuk terus berusaha untuk
mengidentifikasi dan mengurangi bias itu.
Riset psikologi sosial mempunyai empat tujuan umum:
1. Deskripsi
Salah satu tujuan utama adalah memberi deskripsi yang cermat dan
sistematis tentang perilaku sosial agar psikolog sosial bisa membuat
generalisasi yang reliabel tentang bagaimana orang bertindak di berbagai
setting sosial.
2. Analisis Kausal
Banyak riset di bidang psikologi bertujuan untuk mengetahui hubungan
sebab akibat.
3. Penyusunan Teori
Tujuan ketiga adalah menyusun teori perilaku sosial yang membantu
psikolog memahami alasan dari perilaku seseorang.
4. Aplikasi
Pengetahuan psikologi sosial dapat diaplikasikan untuk memecahkan
problem sosial sehari-hari.


11

B. Memilih Partisipan Dalam Penelitian Psikologi Sosial
Setiap individu mempunyai tingkah-tingkah laku individual, seperti
tanggapan, berpikir, perasaan dan mempunyai tingkah laku sosial seperti kerja
sama, konflik, kebiasaan sosial, aktivitas-aktivitas sosial. Psikologi sosial
memusatkan pada tingkah laku sosial dari individu yang tampak dalam situasi
sosial yang dialami bersama individu lain.
Para ahli psikologi sosial berupaya menggunakan beberapa metode untuk
memahami tingkah laku sosial dari individu dan pada akhirnya dapat dipahami
bahwa individu yang bersangkutan dapat digolongkan menjadi makhluk sosial,
artinya individu yang dapat hidup dan berkegiatan bersama dengan individu
yang lain.
Dalam penelitian psikologi sosial, berawal dari bagaimana periset
menentukan siapa yang akan diteliti? Salah satu titik awalnya adalah
mempelajari tentang orang yang mengambil kesimpulan. Ini dinamakan sampel
respresentatif.
Cara terbaik untuk memastikan keterwakilan adalah mempelajari sampel
acak dari populasi. Dalam istilah formal, random sample (sample acak mewakili
populasi yang akan diteliti) berarti setiap orang dalam satu populasi memiliki
peluang yang sama untuk dimasukkan ke dalam studi. Hukum probabilitas
memastikan bahwa sampel acak dalam jumlah besar akan hampir selalu bisa
mewakili populasi dalam batas kesalahan (margin of error).
Kebanyakan psikolog sosial ingin agar hasil risetnya berlaku untuk orang
secara umum. Namun, sulit dan amat mahal jika harus mempelajari sampel dari
populasi umum seperti itu. Jadi, psikolog sosial harus mempertimbangkan aspek
praktis dan tujuan pengumpulan data yang dapat digeneralisasikan untuk orang-
orang di luar subjek yang diteliti.
Kebutuhan sampel yang representatif akan tergantung pada pertanyaan
yang diajukan. Dalam beberapa riset pengujian teori dasar, keterwakilan sampel
mungkin tidak begitu panjang.
C. Metode Pengumpulan Data
Langkah selanjutnya adalah menentukan teknik pengumpulan data, ada
beberapa metode yang digunakan oleh para ahli psikologi sosial adalah :


12

1. Metode Intropeksi
E. B. Fitchener menyebutkan bahwa interospeksi adalah seseorang
individu melihat kedalam dirinya dan melaporkan apa yang dialami sekarang
dan pengalaman masa lampaunya seperti melihat perasaan, sikap, reaksi
yang ada, harapan, keinginan dan kesenangannya. Apa yang dialami dan
pengalaman masa lampau dari individu sangat bersifat pribadi sehingga
seseorang ahli Psikologi Sosial sering mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan hal-hal tersebut secara akurat karena data yang diperoleh
sangat tergantung dari apa yang ditanyakan.
Dalam pratik metode interospeksi suit dilaksanakan guna memperoleh
data yang akurat. Oleh karena itu, Charles H. Coaley menggunakan istilah
lain untuk introspeksi tersebut dengan symathetic penetration yang artinya
metode digunakan untuk mengumpulkan data melalui proses belajar dari
penyelidik terhadap dirinya sendiri melalui empat dan kemudian penyelidik
menerapkan pada individu lain sebagai objek penyelidikannya untuk
memperoleh data yang diperlukan.
Kelemahan dalam penggunaan metode ini adalah :
a. Keterbatasan pengalaman penyelidikan dan kekurang sempurnaan penyelidik
untuk mengungkapkan apa yang dialami dan pengalaman masa lampau dari
individu lain sebagai objek
b. Kemungkinan banyak pengalaman masa lampau yang dilupakan sehingga
data tidak lengkap
c. Ada pengalaman-pengalaman yang tidak diungkapkan oleh sasaran karena
hal tersebut merupakan pengalaman yang bersifat traumatis seperti
pengalaman patah hati
d. Keengganan sasaran menyebutkan pengalamannya karena ada rasa malu,
seperti dimarahi oleh gurunya
e. Pengungkapan pengalaman yang tidak sistematis atau sepenggal-sepenggal
dari sasaran sehingga data sukar disusun secara runtut dan lengkap
Keuntungan dalam penggunaan metode ini adalah :
a. Pengalaman yang diungkapkan oleh sasaran tidak banyak dipengaruhi oleh
pihak luar
b. Penyelidik dianggap sebagai orang untuk menampakan perasaan oleh
seseorang sehingga data dapat diungkap secara terperinci
13

c. Penyelidik setiap saat dapat mengungkapkan data yang diperlukan sehingga
data dapat lengkap dan terperinci
d. Penyelidik dapat menggunakan kesempatan dalam pengumpulan data untuk
memberikan terapi/ jalan keluat dari masalah yang mungkin dialami sasaran.
2. Metode Observasi
Metode obsevasi adalah cara pengumpulan data dalam rangka
penyelidikan terhadap tingkah laku sosial dalam situasi sosial yang wajar.
(Suprijono T.P., 1969). Metode observasi ini dapat dilakukan oleh penyelidik
terhadap tingkah laku sosialnya dari seseorang individu dan dapat juga
tingkah laku sosialnya disuatu kelompok.
Macam-macam metode observasi antara lain :
a. Uncontrolled Observation (Observasi tidak terkontrol)
Yang dimaksud adalah observasi yang tidak sistematis, tidak mewakili,
kurang waktu dalam beraneka ragam situasi sehingga simpulan yang diambil
berdasarkan kebiasaan tanpa data yang akurat. (S.S. Sagent,1968).
Bagaimanapun juga metode observasi ini lebih baik dari pada metode
sebelumnya karena metode ini dapat dikontrol oleh metode lainnya sehingga
simpulan yang dihasilkan tidak selalu salah.
b. Systematyc Observation (Observasi sistematis)
Observasi sistematis memiliki cara dalam pengumpulan data dengan
menggunakan tahap-tahap yang bersifat ilmiah yaitu pengambilan sampel
yang mewakili, penyelidik memperoleh latihan mengobservasi dan informasi
atau data yang diperoleh bersifat lebih objektif.
Salah satu bentuk observasi sistematis ini adalah tehnik
pengembangan dan kasus sejarah. Teknik ini digunakan di California Growth
Study di mana siswa diharuskan menuliskan riwayat hidup mereka sejak lahir
sampai usia 20 tahun. Teknik tersebut dapat digunakan psikiater untuk
memberi pengobatan terhadap masalah siswa, atau ketidaksenangan siswa
atau mengetahui pengalaman dan kemampuan siswa sehingga para siswa
memperoleh bimbingan terarah.
3. Metode Interview / Wawancara
Gordon W.Allport berjasa dalam mengungkapkan metode ini seperti
dikatakan : If individu want ti know how people feel, what they experience and
14

what they remember, what they emotion and motive are like and the reasons
for acting as they do why not ask them?
Metode ini adalah cara untuk mengumpulkan data yang meliputi perasaan,
pengalaman, apa yang diingat, dorongan dan alasan bertingkah laku dari
individu.
Macam-macam metode wawancara adalah :
a. Ditinjau dari segi sasaran
1) Wawancara perorangan, artinya wawancara yang dilaksanakan
terhadap sasaran seorang individu
2) Wawancara kelompok, artinya wawancara yang dikenakan terhadap
sejumlah individu secara bersama-sama.
b. Ditinjau dari bidang/bahan wawancara
1) Wawancara kejahatan
2) Wawancara pendidikan
3) Wawancara politik
4) Wawancara keagamaan
5) Wawancara kebudayaan
c. Ditinjau dari intensitas wawancara
1) Wawancara sesaat, artinya wawancara yang dilakukan hanya
menggunakan waktu yang sedikit. Misal wawancara dengan pejabat.
2) Wawancara mendalam/debat interview, artinya wawancara yang
dilakukan berulang kali dan secara terperinci. Misal,wawancara
dengan anggota provost
d. Ditinjau dari segi wawancara
1) Wawancara bebas, artinya si pewawancara bebas melakukan
wawancara pada sasaran tanpa ada acuan yang digunakan.
2) Wawancara bebas terpimpin, artinya pewawancara dapat bebas
dalam bertanya, tetapi materi telah digariskan terlebih dahulu.
Adapun keuntungan penggunaan metode wawancara adalah sebagai
berikut :
a. Pewawancara dapat berhadapan langsung dengan sasaran sehinga ia
tahu apa yang dirasakan atau dipikirkan oleh sasaran.
b. Pewawancara memperoleh data yang objektif , akurat dan lengkap.
15

c. Wawancara dapat berlangsung dengan baik dan lancar karena
pewawancara dapat merundingkan pelaksanaan wawancara dan
sasaran.
d. Pewawancara dapat menjalin hubungan yang baik dengan sasaran
sehingga kondisi ini dapat membantu dalam pengumpulan data.
e. Pewawancara dapat mengecek kekurangan atau ketidakberesan data
yang diperoleh dari metode lain.
Selain itu metode ini juga memiliki kelemahan yaitu :
a. Mungkin ada data yang dikumpulkan dari sasaran sehingga wawancara
membutuhkan waktu yang lama
b. Sikap pewawancara sangat menentukan terhadap jalannya wawancara
sehingga pewawancara perlu laihan atau bantuan seorang ahli
c. Sulit mengetahui data yang objektif dari metode wawancara sehingga
metode ini perlu dibantu oleh metode lain.
4. Metode Angket
Metode angket adalah cara pengumpulan data tentang pendapat atau
sikap seseorang terhadap situasi, benda atau individu lain dalam bentuk
tertulis. Macam-macam metode angket antara lain :
a. Ditinjau dari bidangnya
1) Metode angket umum, artinya metode angket untuk memperoleh
data yang bersifat umum/luas.
2) Metode angket leluasa, artinya metode angket untuk memperoleh
data yang bersifat leluasa.
b. Ditinjau dari cara menjawab
1) Angket terbuka, artinya responden dapat memberikan jawaban yang
seluas-luasnya terhadap pertanyaan tertulis yang diajukan
kepadanya.
2) Angket tertutup, artinya responden dapat menjawab pertanyaan
tertulis yang diajukan kepadanya berdasarkan rambu-rambut atau
alternatif jawaban yang disediakan. Angket tertutup dibagi menjadi:
(a) Angket bentuk terbatas, artinya responden dapat menjawab
pertanyaan berdasarkan kolom jawaban yang disediakan.
16

(b) Angket bentuk pilihan, artinya responden dapat menjawab
pertanyaan tertulis berdasarkan salah satu alternatif jawaban
yang disediakan.
Dalam metode ini juga memiliki keuntungan penggunaan metode angket :
a. Jawaban respoden lebih objektif karena korespoden kurang
memperoleh pengaruh pihak luar.
b. Data dapat diperoleh secara sistematis karena pertanyaan dapat
disusun lebih dahulu.
c. Responden memperoleh kesempatan berfikir secara leluasa sehingga
jawaban responden lebih masak dan mendalam.
d. Responden mempunyai keberanian menjawab pertanyaan karena
angket biasanya bersifat anonim.
Selain itu metode angket juga memiliki beberapa kelemahan yaitu :
a. Ada kemungkinan respoden tidak mengirim angket tersebut sehingga
keadaan ini dapat mengurangi representif sampel yang diambil
b. Bila ada pertanyaan yang kurang jelas bagi koresponden maka
koresponden tidak bisa memberi jawaban karena responden tidak dapat
menanyakan ketidakjelasan pertanyaan tersebut.
c. Pengisian angket tidak bisa dikontrol sehingga ada kemungkinan
pengisian angket dilakukan oleh orang lain.
d. Apabila jawaban angket tidak jelas maka penyelidik membutuhkan
waktu lama untuk memperbaiki jawaban tersebut.
5. Metode Korelasional
Dalam studi korelasional, periset secara cermat mengamati dan mencatat
hubungan antara dua atau lebih faktor, yang istilah teknisnya disebut variabel.
Riset korelasional mencari tahu apakah ada asosiasi atau hubungan
antarvariabel itu. Secara spesifik, saat nilai variabel A tinggi, apakah variabel B
juga tinggi (korelasi negatif), atau apakah nilai variabel B tidak ada kaitannya
dengan variabel A (tidak ada korelasi).
Ada beberapa kelebihan desain korelasional adalah :
a. Desain ini memampukan periset untuk meneliti problem dimana
intervensi tidak dimungkinkan.
17

b. Riset korelasional adalah efisiensinya. Metode ini memungkinkan
periset mengumpulkan lebih banyak informasi dan menguji lebih banyak
hubungan ketimbang studi eksperiman.
Sedangkan kelemahan utama dari metode ini adalah riset ini tidak dapat
memberikan bukti yang jelas tentang hubungan sebab-akibat. Dalam studi
korelasional, hubungan sebab-akibat bisa bersifat ambigu. Reserve-causality
problem (Dalam riset arah kausalitas tidak pasti) terjadi ketika dua variabel
saling berkorelasi, namun kedua variabel bisa sama-sama menjadi penyebab
dan menjadi akibat. Ambigu lain adalah kemungkinan bahwa variabel A atau B
tidak saling mempengaruhi secara langsung. Barangkali ada faktor lain yang
mempengaruhi kedua faktor itu. Masalah ini dinamakan third-variable problem
(problem varibel ketiga).
Dua ambigu ini sering tetapi tidak selalu menjadi problem dalam studi
korelasional. Terkadang psikolog dapat bebas dari problem kausalitas terbalik.
Problem variabel ketiga tidak selalu menyulitkan, sebab periset terkadang bisa
mencari tahu apakah ada variabel ketiga yang berperan. Tentu saja, prosedur
tidak sepenuhnya bisa mengeliminasi problem variabel ketiga. Beberapa
variabel ketiga lainnya (yang sesungguhnya keempat) dapat eksis dan belum
dimasukkan periset.
Proses ini sepertinya akan terus berlanjut. Tetapi pada titik tertentu ia akan
berakhir, sebab periset tidak lagi bisa menemukan variabel ketiga lain yang
masuk akal bukan karena tidak ada lagi variabel ketiga, tetapi karena untuk
sementara waktu, periset menerima korelasi itu sebagai sesuatu yang
mencerminkan hubungan sebab akibat. Pada akhirnya, akan ada orang lain
yang memikirkan variabel lain yang akan diteliti.
6. Metode Eksperimen
S.Stansfeld Sargent memberikan definisi metode eksperimen adalah to
have set stage so whatever happen can be interpretated meaningfully
(menyusun menerangkan langkah-langkah sedemikian rupa sehingga apa pun
yang terjadi dapat dilaporkan secara bermakna).
David O.Scars menyebutkan eksperimen adalah pengumpulan data
melalui data melalui pengukuran dua atau lebih kondisi yang berbeda dalam
kasus khusus, kemudian menugaskan individu untuk merasakan kondisi yang
18

berlainan tersebut dan mengukur perilaku setiap individu yang ada dalam
kondisi tersebut.
Eksperimen adalah intervensi. Periset meletakkan orang dalam situasi
yang terkontrol dan menilai bagaimana mereka bereaksi.(Aronson,Wilson,&
Brewer, 1998).
Dalam sebuah eksperimen, periset menciptakan dua (atau lebih kondisi)
yang berbeda secara jelas. Individu secara acak dimasukan ke dalam salah
satu dari kondisi yang berbeda-beda itu dan kemudian reaksi mereka diukur.
Keunggulan metode eksperimen ini adalah bisa bebas dari ambiguitas
kausalitas seperti yang terjadi dalam studi korelasional. Eksperimen secara
acak menempatkan orang dalam kondisi yang berbeda untuk melihat apakah
ada perbedaan respon mereka. Jika eksperimen dilakukan dengan benar,
setiap perbedaan respons diantara dua kondisi pasti disebabkan oleh kondisi
itu, dalam istilah yang lebih formal, faktor yang dikontrol oleh periset
(penyebab) dinamakan independent variable (variabel bebas yang
dimanipulasi), sebab ditentukan oleh periset. Sedangkan variabel terikat adalah
jumlah setrum yang diberikan subjek kepada orang lain. Eksperimen
memberikan bukti yang jelas bahwa perbedaan pada variabel terikat
disebabkan oleh perbedaan variabel bebas.
Dalam riset eksperimental, perhatian banyak diberikan pada penciptaan
variabel bebas dan terikat. Psikolog biasanya memulai dengan definisi abstrak
atau konsep variabel tertentu. Periset kemudian berangkat dari definisi
konseptual umum ke operational defininition,yang pengertiannya adalah
prosedur atau operasi spesifik yang digunakan untuk memanipulasi atau
mengukur variabel dalam eksperimen.
Random assigment (penetapan acak) suatu subjek ke kondisi tertentu
adalah penting sebab hal ini berarti bahwa perbedaan antara subjek dalam
semua kondisi adalah karena kebetulan. Jika subjek dalam setiap kelompok
berbeda dalam beberapa hal secara sistematis sebelum percobaan, periset
tidak bisa menginterprestasikan perbedaan yang muncul kemudian sebagai
perbedaan karena kondisi eksperimental.
Adapun Keuntungan pada metode eksperimen ini adalah:
a. Metode ini dapat mencegah munculnya kesalahan secara
berkepanjangan
19

b. Dalam eksperimen, seorang periset dapat mempelajari praktik suatu
gejala yang diselidiki pada saat tertentu.
c. Dalam eksperimen, seseorang tidak hanya dapat memperhitungkan
tujuan, tetapi juga dapat menghitung bagian-bagian pelaksanaan
secara cermat.
Sedangkan kelemahan dari metode ini antara lain adalah :
a. Penggunaan skala atau tes dalam eksperimen menimbulkan
kebimbangan sehingga tes tersebut belum tentu akurat.
b. Pengaruh yang ditimbulkan oleh gejala yang disebabkan pada individu
dapat bermacam-macam.
c. Pengambilan sikap respodensi dapat dipengaruhi tingkat berpikir yang
bersangkutan.
d. Harapan respoden sangat berpengaruh terhadap tingkah laku yang
bersangkutan dalam suatu eksperimen.
7. Metode Laboratorium
Metode laboratorium dilakukan dalam situasi yang tidak biasanya dialami
oleh partisipan riset. Kelebihan utama riset ini adalah dimungkinkannya kontrol
atas situasi. Periset dapat merasakan yakin tentang apa yang terjadi pada
setiap subjek. Periset kontrol juga punya kontrol lebih besar atas variabel
terikat dan dapat mengukur hasil secara lebih tepat ketimbang periset
lapangan. Karenanya Laborataorium adalah tempat yang paling ideal untuk
mempelajari efek dari satu variabel terhadap variabel yang lainnya.
Semua kelebihan ini dapat dinamakan validitas internal. Internal validity
akan tinggi jika periset dapat yakin bahwa efek yang mereka amati dalam
variabel terikat benar-benar disebabkan oleh variabel bebas yang mereka
manipulasi dalam eksperimen bukan dari variabel yang tidak terkontrol.
Kelebihan lain dari riset labotarium adalah kenyamanan dan biayanya.
Biasanya lebih mudah dna murah bagi periset untuk melakukan studi di suatu
ruangan daripada harus pergi ke tempat dimana orang bekerja atau menjalani
kehidupan sehari-hari.
8. Metode Lapangan
Metode lapangan adalah meneliti perilaku dalam habitatnya alamiahnya.
Dalam setting lapangan, biasanya sulit untuk menempatkan subjek dalam
20

kondisi secara acak untuk memastikan agar mereka semua mengalami hal
yang sama dan untuk mendapatkan ukuran yang tepat atas variabel terikat.
Secara khusus, sulit untuk mendesain manipulasi variabel bebas dan
mendapatkan ukuran yang pasti atas variabel terikat. Periset harus mencari
atau menata situasi yang menghasilkan perbedaan spesifik di antara kondisi-
kondisi tersebut.
Kelebihan paling jelas dari setting lapangan adalah setting itu lebih realitis
dan karena hasilnya mungkin bisa digenerasikan ke situasi kehidupan riil. Ini
dinamakan external validity (sejauh mana hasil dari studi bisa digeneralisasikan
ke populasi dan setting berbeda) sehingga merefleksikan fakta bahwa hasilnya
kemungkinan lebih valid dalam situasi di luar situasi riset itu (Campbell &
Stanley,1963). Validitas eksternal akan lebih tinggi apabila hasil studi dapat
digeneralisasikan untuk setting dan populasi lain.
Kelebihan lain dari studi lapangan adalah periset terkadang bertemu
dengan variabel dan situasi yang sangat kuat yang tidak bisa dipelajari di
laboratorium. Periset dalam mengamati orang dalam situasi ekstrem. Karena
lapangan berkaitan dengan kehidupan riil, ia cenderung lebih dipercaya oleh
subjeknya. Respons mereka akan lebih spontan dan tidak terlalu mengandung
bias.
D. Bias dalam Riset
Semua ilmuan mengkhawatirkan bias dalam riset mereka. Ada 2 macam
bias yang mengganggu dalam psikologi sosial, yaitu :
1. Bias Eksperimenter
Partisipan riset sangat rentan dipengaruhi oleh periset. Jika
eksperimenter mengisyaratkan atau secara sadar/tidak bahwa dia ingin
agar subjek merespon dengan cara tertentu maka ada tendensi
partisipan akan merespons dengan cara tersebut. Ada 2 solusi masalah
eksperimenter.
Pertama, membuat orang yang melakukan riset tidak mengetahi
hipotesis atau tentang kondisi eksperimental bagi subjek tertentu.
Sedangkan solusi kedua adalah menstandarisasi situasi jika
dimungkinkan. Jika segala sesuatu distandarisasi dan tidak ada
perbedaan antara kondisi selain kondisi yang sengaja itu, maka tidak
21

akan ada bisa. Dalam kasus ekstrem, subjek mungkin datang ke tempat
eksperime dan memberi perintah.
2. Bias Subjek
Sumber bias lainnya berasal dari motif dan tujuan subjek saat ikut
menjadi partisipan riset. Demand characteristic adalah ciri yang muncul
dalam sebuah riset karena fakta bahwa kegiatan ini adalah studi riset
dan subjek tahu bahwa mereka menjadi bagian dari riset. (Aronson,
Brewer, & Carlsmith,1985,h.454).
Ide dasarnya adalah bahwa orang yang mengetahui bahwa dirinya
sedang diteliti sangat mungkin untuk mengubah perilakunya. Subjek
eksperimen mungkin berusaha mencari tahu apa tujuan dari eksperimen
dan akan mengubah responnya berdasarkan dugaan mereka mengenai
studi tersebut.
Sebagus apapun desain studi yang sempurna namun memiliki keterbatasan
sendiri. Dan periset tidak pernah bisa menguji seluruh populasi, jadi selalu ada
margin kesalahan dalam generalisasi hasilnya. Karena setiap studi mengandung
kekurangan, maka riset yang baik harus dapat direplikasi. Replikasi (mengulang
studi lebih dari sekali) dalam bentuknya yang paling sederhana, berarti bahwa
periset bisa memproduksi temuan orang lainjika mereka meniru metode risetnya.
Intinya adalah periset harus hati-hati dalam menerima hasil dari sebuah studi
tentang suatu topik.
E. Etika dalam Psikologi Sosial
Di dalam bidang psikologi, perhatian etika sering difokuskan pada
penggunaan tipuan periset. Karena besar kemungkinan eksperimen itu
menyebabkan partisipan merasa bersalah ketika menyakiti seseorang. Studi-
studi yang menggunakan penipuan menimbulkan sejumlah masalah etis.
American Psychological (APA) pertama kali mengembangkan kode etik riset
psikologi pada 1972 dan merevisi pedoman etik itu jika isu baru muncul
(APA,1992). Pemerintah mewajibkan setiap universitas dan institusi riset yang
menerima dana pemerintah federal untuk membuat komite periset yang
bertugas me-review semua proposal riset yang menggunakan subjek manusia.
Subjek harus setuju tanpa paksaan untuk berpartisipasi dalam riset dan
harus memahami partisipasi apa yang akan dijalaninya. Ini dinamakan informed
consent (persetujuan dengan sepengetahuan). Periset berkewajiban memberi
22

tahu calon subjek semua hal tentang studi sebelum meminta mereka
berpartisipasi.
Setelah studi berakhir, subjek harus diberi penjelasan. Debriefing
(menjelaskan tujuan dan prosedur riset kepada partisipan) berarti menjelaskan
secara mendetail tujuan dan prosedur riset.
Pedoman etika ketiga adalah meminimalkan resiko potensial. Minimal risk
setiap kemungkinan resiko dalam berpartisipasi dalam riset tidak boleh lebih
besar ketimbang yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
berarti Salah satu resiko terpenting adalah privasi. Hak privasi individu harus
dihormati dan dihargai.

Bab IV
Penutup
Kesimpulan
Psikologi sosial merupakan studi ilmiah terhadap bagaimana orang berfikir,
mempengaruhi dan berhubungan dengan orang lain. Perilaku manusia dari
observasi dan pengalaman sehari-hari diperlukan riset sistematis untuk menguji
intuisi mana yang benar dan mana yang salah. Untuk itu dalam mengukur validitas
suatu penelitan tentang psikologi sosial diperlukan beberapa metode pengumpulan
data.
Selain itu, dalam proses pengambilan data pentingnya etika riset untuk
melindungi kesejahteraan subjek dan menghormati privasinya. Pedoman terbaru
lebih menekan kan pada informed consent dan minimal risk.











23

Daftar Pustaka
Santoso, Dr.Slamet. 2010. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT.Refika
Aditama.
Robert M. Kaplan, Dennis P. Saccuzzo. 2012. Pengukuran Psikologi : Prinsip,
Penerapan, dan Isu. Jakarta : Salemba Humanika.
http://www.elsevier.com/journals/journal-of-experimental-child-psychology/0022-
0965?generatepdf=true
http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/25/15

Anda mungkin juga menyukai