Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efusi pleura merupakan penyakit sauran pernapasan. Penyakit ini
bukan merupakan suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Secara geografis penyakit ini tersdapat diseluruh dunia bahkan
menjadi masalah utama di negara negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan di
Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang
dijumpai secara sporadis tetapi lebih sering bersifat epidemikk di suatu
daerah.
Pengetahuan yang dalamtentang efusi pleura dan segalanya
merupakan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang tepat.
Disamping pemberian obat, penerapan proses keperawatan yang tepat
memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan
pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat efusi
pleura.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang
penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien
efusi pleura

2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan
dengan efusi pleura. Maka mahasiswa/i diharapkan mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan efusi pleura
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan efusi pleura
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan efusi pleura
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan efusi pleura
























BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh
cairan ( terjadi penumpukkan cairan dalam rongga pleura).Efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane,
2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5
sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan
pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan
jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan
menyelubungi paru (pleura visceralis).


B. Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang
menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan
berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan
oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan
perikarditis.
Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom
Meigs.
Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
Trauma
Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis,
sindroms nefrotik dan uremia
C. Manifestasi Klinis
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sputum.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
D. Anatomi Fisiologi
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari;
sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluhpembuluh darah kapiler, dan
pembuluhpembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut memisahkan
paruparu dari dinding dada dan mediastinum.Pleura terdiri dari 2 lapisan
yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan
pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan
antara kedua pleura ini yakni:
1. Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel
mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 um). Diantara celah
celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah selsel mesotellial ini
terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah
ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan seratserat
elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri pulmonalis
dan Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan
pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru.
2. Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari
sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan seratserat
elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna, pembuluh getah bening dan
banyak reseptor saraf saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari nervus
interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi
juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
E. Parasitologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura.dalam keadaan normal cairan
pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah
kapiler.Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan
jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk
kedalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe
sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma
(eksudat) , sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat
plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder ( akibat samping)
terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika
terjadi payah jantung/gagal jantung kongestif.Saat jantung tidak dapat
memompakkan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul
hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada didalam pembuluh darah
pada area tersebut bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya
penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan
pengumpulan cairan yang abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada
klien nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan
edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukkan
cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang.Hal tersebut dikarenakan adanya
penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan
akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan
bergantung pada kekakuan relatif paru dan dinding dada.Pada volume paru
dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil keluar
sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam.
F. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis
dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat
pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-
membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.




G. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar Tembus Dada
Yang dapat terlihat dalam foto efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila
terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum
akan tetap pada tempatnya.
b. Torakosintesi
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi
duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9
garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1.500 cc pada setiap
kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak,
maka akan menimbulkan syok pleural ( hipotensi ) atau edema paru.
Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang.
c. Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan
biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Pendekatan pada Efusi yang tidak terdiagnosis
Pemeriksaan penunjang lainnya:
Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses
paru.
Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru.
Totakoskopi ( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan
neoplasma atau TBC.



H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang
mendasari untuk mencegah kembali penumpukan cairan, dan untuk
menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik
diarahkan pada penyebab yang mendasari.
1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan
spesimen untuk analisis, dan menghilangkan dispnea.
2. Selang dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk
pneumotoraks ( kadang merupakan akibat torasentesis berulang )
3. Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang
pleura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
4. Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi
pleuraktomi, dan terapi diuretik.



















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. Pengkajian
Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita
TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk,
nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain
ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya. Pada penderita yang status ekonominya
menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara
dan tinggal dirumah yang sumpek.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnya lemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia,
nafsu makan menurun.
3. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan
dalam miksi maupun defekasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas
minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya
akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas.
5. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat,
selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6. Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien
tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus
mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien
di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi
karena penyakit menular.
7. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.
Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal
ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan
emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9. Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien
berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual
akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10. Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin
dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.Dengan adanya proses
pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan
dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah
suatu cobaan dari Tuhan.Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk
menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.

Pemeriksaan fisik
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga
dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
B. Diagdosa
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
akumulasi sekret jalan napas
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan
pertahanan primer dan sekresi yang statis
C. INTERVENSI
1. Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Tujuan :tidak adanya gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil :
Klien akan :
Melaporkan berkurangnya dyspnea
Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
I ntervensi Rasionalisasi
Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas tambahan,
peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas ,
kelelahan
Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan efek yang
luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan
gejala distress pernafasan.
Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya cyanosis , dan
perubahan warna kulit, membran mukosa danclubbing finger.
Rasional : Akumulasi sekret yang berlebihan dapat mengganggu
oksigenasi organ dan jaringan vital
Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi
Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara,
mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu
doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas
dan menurunkan gejala sesak napas (Doengoes, Marilyn (1989))
2. Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
akumulasi sekret di jalan napas
Tujuan : Bersihnya jalan napas
Kriteria hasil :
Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan jalan napas
I ntervensi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan, perubahan irama
dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori
Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan
atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi
sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas
menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha
bernapas.
Atur posisi semi fowler
Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis,
mempermudah pengaliran sekret keluar
Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari
Rasional :Intake cairan mengurangi penimbunan sekret,
memudahkan pembersihan
Kolaborasi :Pemberian oksigen lembab
Rasional : Mencegah mukosa membran kering, mengurangi secret
(Doengoes, Marilyn (1989)
3. Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan
penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
Tujuan : penyebaran infeksi teratasi
Kriteria hasil :
Klien akan dapat :
Mengidentifikasi cara pencegahan dan penurunan resiko
penyebaran infeksi
Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk
meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.
I ntervensi :
Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana dan potensial
penyebaran infeksi melalui droplet air borne
Rasional : Membantu klien menyadari/menerima prosedur
pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan
pada orang lain dan mencegah komplikasi
Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum dengan
menggunakan tissue. Ajarkan membuang tissue yang sudah dipakai
serta mencuci tangan dengan baik
Rasional : Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah
penularan infeksi
Monitor suhu sesuai sesuai indikasi
Rasional : Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur sputum
selama terapi
Rasional : Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan
respons klien



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudatyang diakibatkan karena
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan
pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan
suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam
rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari
kelainan paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bekteri atau virus.
Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering
dapat terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada
biasanya eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200
300 ml. Tanda tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar
adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara
napas.
B. Saran
Untuk Instansi
Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal
sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan
Untuk Klien dan Keluarga
Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena
bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang
sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai.





DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
Suriadi, skp, msn & rita yuliani, skp. M.psi, asuhan keperawatan pada anak,
edisi 2. Jakarta 2010

Anda mungkin juga menyukai