Anda di halaman 1dari 19

Zulazmi MAMDY

(Makalah ini masih dalam proses editing, penambahan


dan perombakan total, tidak boleh disitasi atau dijadikan
referensi, kecuali oleh mahasiswa Urindo yang
mengambil mata kuliah Pendidikan Kesehatan di
Institusi)

Draft Makalah tentang KONSEP PROMOSI
KESEHATAN.

PENGERTIAN PROMOSI KESEHATAN

Pengertian Promosi Kesehatan

Piagam Ottawa yang dihasilkan pada Konferensi
Internasional Promosi Kesehatan Pertama di Ottawa,
Canada tahun 1986, telah membawa perubahan dalam
pengertian dan praktek health promotion atau promosi
kesehatan. Piagam ini mendefinisikan Promosi
Kesehatan sebagai Proses yang memungkinkan rakyat
mengendalikan dan memperbaiki kesehatan mereka.
Untuk mencapai kesehatan jasmani, rohani dan social
yang sempurna, seseorang atau kelompok harus
mampu mengidentifikasi dan mewujujdkan aspirasi,
mampu memenuhi kebutuhan mampu mengubah atau
beradaptasi dengan lingkungan. Pengertian ini
kemudian diperbarui menjadi: Proses yang
memungkinkan rakyat mengendalikan kesehatan dan
determinan-determinannya. Inti dari definisi ini,baik
yang berasal dari Ottawa Charter, maupun
modifikasinya adalah masyarakat menjalankan perilaku
yang menguntungkan kesehatan, baik berupa perilaku
pencegahan dan pemeliharaan kesehatan, perilaku
memilih dan memperbaiki lingkungan maupun perilaku
penggunaan pelayanan kesehatan, bahkan perilaku
yang berkenaan dengan aspek genetika dan
kependudukan.
Definisi Promosi Kesehatan yang dikemukakan oleh
Green dan Kreuter (2005) dapat dilihat sebagai
operasionalisasi dari definisi WHO (hasil Ottawa
Charter) yang lebih bersifat konseptual: Promosi
kesehatan adalah kombinasi upaya-upaya pendidikan,
kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi untuk
mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup
yang menguntungkan kesehatan individu, kelompok,
atau komunitas Di dalam definisi ini terlihat dengan
jelas aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan dalam
kerangka promosi kesehatan.

Pengertian lain yang sering menimbulkan
kerancuan.
Akan tetapi, walaupun sudah 25 tahun dicanangkan,
pengertian yang baru itu belum sepenuhnya dipahami
dan dijalankan antara lain seperti terlihat pada buku-
buku promosi kesehatan yang ada di Indonesia. Bagi
banyak orang, bila membicarakan promosi kesehatan,
dalam pikiran mereka akan jatuh pada salah satu dari
dua pengertian yang dikenal secara luas, yaitu (1)
upaya promotif atau (2) promosi dalam konsep
pemasaran.
1. Secara klasik, istilah promosi kesehatan sudah sejak
lama digunakan dalam bidang kesehatan untuk merujuk
pada upaya-upaya yang bersifat umum yang dilakukan
secara individu ataupun secara publik untuk
meningkatkan derajat kesehatan individu maupun
lingkungan yang prima sehingga individu maupun
komunitas tidak mudah masuk ke dalam keadaan sakit.
Ini antara lain ditemukan dalam definisi Kesehatan
Masyarakat dari Winslow, sebagai butir pertama dari 5
tingkat pencegahan (Leavell and Clarck, 1957) atau
fungsi pertama kedokteran (Sigerist, 1945). Health
promotion dalam pengertian ini sejak lama di
Indonesiakan oleh kalangan akademisi menjadi
peningkatan derajat kesehatan atau dilingkungan
praktisi sebagai upaya promotif , bukan sebagai
promosi kesehatan.


2. Diintroduksinya konsep pemasaran ke dalam bidang
sosial, khususnya kesehatan (dikenal dengan istilah
pemasaran sosial), bersamaan dengan digunakannya
istilah promosi secara luas oleh media public dan massa
untuk menggambarkan aktifitas kampanye komunikasi
dalam memasarkan produk, menghasilkan pemahaman
yang lain dari promosi kesehatan. Di dalam konsep
pemasaran, dikenal istilah adonan pemasaran
(marketing mix) yang disebut sebagai 4P, yaitu
product (produk yang ditawarkan), prize (harga yang
dipatok agar sesuai dengan konsumen sasaran), place
(tempat barang dipasok dan dijual, serta tempat dimana
aktivitas pengkomunikasian/kampanye produk
dilakukan), dan Promotion (berbagai kegiatan untuk
mengkampanyekan produk). Pengertian P yang
keempat dari 4P ini merasuk amat luas ke dalam
masyarakat, termasuk kalangan kesehatan, sehingga
begitu membicarakan promosi kesehatan maka yang
diingat adalah promosi dalam bentuk aktivitas
kampanye komunikasi. Padahal aktivitas promosi dalam
pemasaran merupakan (dan untuk selanjutnya kita
sebut sebagai) promosi produk, BUKAN promosi
kesehatan sebagai satu konsep yang utuh.


KEDUDUKAN DAN RUANG LINGKUP PROMOSI
KESEHATAN

Subpokok bahasan: Kedudukan Promosi
Kesehatan
Latar belakang dari lahirnya konsep baru promosi
kesehatan adalah kenyataan bahwa upaya-upaya
health education atau pendidikan (penyuluhan)
kesehatan tidak dengan serta merta atau tidak dengan
mudah membuat individu ataupun masyarakat
berperilaku yang menguntungkan kesehatan.
Pendidikan kesehatan bertujuan untuk menghasilkan
perilaku yang menguntungkan kesehatan, dan perilaku
itu bersifat sukarela (Green, 1996, Green, 2000; Naidoo
and Wills, 2000: 84), tidak memaksa (French di dalam
Naidoo and Wills, 2000:84)
Secara internasional disadari bahwa untuk melahirkan
perilaku yang menguntungkan kesehatan atau
mengubah perilaku yang tidak menguntungkan menjadi
perilaku yang menguntungkan kesehatan, seringkali
diperlukan cara-cara yang mungkin bersifat memaksa,
seperti pembentukan norma atau peraturan, atau
penciptaan lingkungan sosial dan fisik yang akan
memaksa lahirnya perilaku yang diinginkan. Bunton
(1992 di dalam Naidoo dan Wills, 2000:85)
menyebutkan bahwa metode-metode baru yang
diintroduksikan ke dalam promosi kesehatan adalah
regulasi sosial, yang betul-betul bersifat menekan dan
sungguh-sungguh mengendalikan.

Jadi di dalam Promosi Kesehatan, tercakup:
1. upaya-upaya untuk melahirkan atau mengubah
perilaku yang bersifat sukarela, yakni melalui
pendidikan kesehatan dan
2. Upaya-upaya yang bersifat memaksa melalui
peraturan dan penciptaan lingkungan.
Dari uraian ini dapat dilihat bahwa Promosi
kesehatan merupakan salah satu bentuk intervensi di
bidang kesehatan untuk memperbaiki status kesehatan
masyarakat. Dilihat dari keluasan dan keberagaman
aktivitasnya, dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan
adalah bentuk baru dari kesehatan masyarakat. (Tones
and Green, 2004).

Sub pokok bahasan: Ruang lingkup promosi
kesehatan
Ruang lingkup sasaran
Sesungguhnya, ruang lingkup sasaran promosi
kesehatan adalah keempat determinan kesehatan dan
kesejahteran seperti terlihat dalam model klasik dari
Blum (Forcefield Paradigm of Health and Wellbeing),
yaitu:
1. Lingkungan
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan, dan
4. Faktor genetik (atau diperluas menjadi faktor
kependudukan.
Dalam paradigma ini diungkapkan pula bahwa antara
keempat faktor tadi terjadi saling pengaruh. Perilaku
mempengaruhi lingkungan dan lingkungan
memperngaruhi perilaku. Faktor pelayanan kesehatan,
akan berperan dalam meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat bila pelayanan yang
disediakan digunakan (perilaku) oleh masyarakat.
Faktor genetik yang tidak menguntungkan akan
berkurang resikonya bila seseorang berada dalam
lingkungan yang sehat dan berperilaku sehat. Dengan
demikian, perilaku memainkan peran yang penting bagi
kesehatan.

Oleh karena itu, ruang lingkup utama sasaran
promosi kesehatan adalah perilaku dan akar-akarnya
serta lingkungan, khususnya lingkungan yang
berpengaruh terhadap perilaku. Green mengkategorikan
akar-akar perilaku ke dalam 3 kelompok factor, yaitu
faktor-faktor predisposisi (yang merupakan prasyarat
terjadinya perilaku secara sukarela), pemungkin
(enabling, yang memungkinkan faktor predisposisi yang
sudah kondusif menjelma menjadi perilaku), dan factor
penguat (reinforcing, yang akan memperkuat perilaku
atau mengurangi al hambatan psikologis dalam
berperilaku yang diinginkan)

Kerangka Precede-Proceed (Green, 2000)



Goal dari promosi kesehatan adalah tercapainya
derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang
tinggi. Namun tujuan langsung dari promosi kesehatan
adalah dijalankannya perilaku yang menguntungkan
kesehatan. Untuk itu upaya-upaya promosi kesehatan
adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan
masyarakat berperilaku sehat dan membuat perilaku
sehat sebagai pilihan yang mudah dijalankan.

Ruang lingkup berdasarkan area masalah
Dilihat dari area masalah, ruang lingkup upaya
promosi mencakup berbagai ideologi dari
kesehatan dan penyakit seperti kesehatan ibu,
kesehatan anak, penyakit infeksi dan penyakit
infeksi menular, penyakit tidak menular, kecelakaan
dan bencana, kesehatan manula.


Fase 5 Fase 4 Fase 3 Fase 2 Fase 1
Diagnosis Diagnosis Diagnosis Diagnosis Diagnosis
Administrasi dan Pendidikan dan Perilaku dan Epidemiologi Sosial
kebijakan Organisasional Lingkungan
PROMOSI Faktor
KESEHATAN Predisposisi
Pendidikan
Kesehatan Faktor Perilaku dan
Penguat Gaya hidup
Status Kesehatan Kualitas hidup
Kebijakan
Peraturan Faktor Lingkungan
Organisasi Pemungkin
Fase 6 Fase 7 Fase 8
Implementasi Evaluasi Proses Evaluasi Dampak Evaluasi Hasil
PRECEDE
Fase 9
PROCEED
Ruang lingkup berdasarkan tingkat
pencegahan
Oleh karena masyarakat berada dalam berbagai
status atau kondisi, maka promosi kesehatan harus
bersifat komprehensif. Di dalam upaya kesehatan,
dikenal 5 tingkat pencegahan dari Leavell and Clark
(1967):
a. Pencegahan primer, yang terdiri dari:
1. Peningkatan derajat kesehatan (health
promotion)
2. Perlidungan khusus (specific protection)
b. Pencegahan sekunder:
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early
diagnosis and prompt treatment
4. Pembatasan cacat (disability limitation)
c. Pencegahan tertier:
5. Rehabilitasi (rehabilitation)

Sigerist (1945) mengakategorikan upaya-upaya
seperti di atas menjadi 4 tingkat dan menyebutnya
sebagai fungsi kedokteran (Tones and Green,
2004: 14):
1. Peningkatan derajat kesehatan (health
promotion)
2. Pencegahan penyakit
3. Pemulihan dari sakit
4. Rehabilitasi

Ruang lingkup promosi kesehatan yang bersifat
komprehensif harus mencakup kelima tingkat
pencegahan tersebut

Ruang lingkup aktivitas
Diperluasnya peran Pendidikan Kesehatan menjadi
Promosi Kesehatan oleh WHO menggambarkan juga
luasnya ruang lingkup aktivitas promosi kesehatan.
Ottawa Charter mengemukakan 5 cara untuk
mempromosikan kesehatan (yang bunyi pernyataannya
sesungguhnya bersifat perintah), yaitu:
1. Buat kebijakan publik yang sehat
2. Ciptakan lingkungan yang mendukung
3. Perkuat kegiatan masyarakat
4. Kembangkan (tumbuhkan) keterampilan pribadi
5. Orientasi ulang pelayanan kesehatan
Ruang lingkup aktivitas yang lebih operasional dapat
kita rujuk ke definisi yang dikemukakan Green dan
Kreuter serta Kerangka Precede-Proceed, yang meliputi
(1) aktivitas pendidikan kesehatan, (2) pembuatan
dan pelaksanaan kebijakan, peraturan serta upaya
organisasi. Kedua aktivitas ini merupakan intervensi
yang bersifat langsung terhadap perilaku, akar-akar
perilaku atau lingkungan. Aktivitas lain yang sangat
mutlak agar aktivitas yang disebut di atas (pendidikan
kesehatan dan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan,
peraturan dan organisasi) dapat dihasilkan dan
dijalankan adalah (3) advokasi.

Advokasi adalah upaya komunikasi persuasi yang
dilakukan untuk memperoleh dukungan dari pihak lain,
yang lebih tinggi, sederajat, atau bahkan yang lebih
rendah. Kegiatan advocacy bukan semata-mata
kegiatan dalam promosi kesehatan, ia memainkan
peranan penting dalam semua aspek kesehatan.
Advocacy dalam promosi kesehatan bukanlah
kegiatan yang bersifat sekali, melainkan upaya yang
berulang pada tingkat aktivitas yang berbeda. Kegiatan
ini seringkali dibutuhkan pada awal inisiasi sebuah
program promosi kesehatan untuk mendapat dukungan
profesi. Setelah dukungan profesi diperoleh, maka
diperlukan advokasi untuk memperoleh dukungan
pembuat keputusan yang berkaitan dengan alokasi
sumberdaya. Bersamaan dengan advokasi ke pihak
pembuat keputusan, munkin diperlukan pula advokasi
media untuk menggalang dukungan publik. Advokasi
selanjutnya harus dilakukan untuk mendapat dukungan
pihak-pijhak terkait dalam pelaksanaan program. Pada
tahap untuk memperoleh dukungan sosial, diperlukan
lagi upaya advokasi. Oleh karena itu, keterampilan
advokasi merupakan keterampilan yang amat
dibutuhkan dalam promosi kesehatan. (INSERT KIRA-KIRA
DISINI ADVOKASI KEBIJAKAN dan ADVOKASI PROGRAM. SERTAKAN
CONTOH ADVOLASI YANG KOINSIDEN DENGAN PENDIDIKAN
KESEHATAN)

METODE-METODE PENDIDIKAN, KEBIJAKAN
DAN LINGKUNGAN DALAM PROMOSI
KESEHATAN

Metode-metode Pendidikan kesehatan
Promosi Kesehatan, merupakan perluasan dari
pendidikan kesehatan sebagai salah satu upaya
intervensi dalam bidang kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu, aktivitas-aktivitas yang selama ini merupakan
metode-metode dalam pendidikan kesehatan akan tetap
merupakan metode penting dalam promosi kesehatan.
Di Indonesia, untuk keperluan penataan birokrasi, istilah
pendidikan kesehatan (health education) tidak dapat
digunakan oleh Departemen Kesehatan, sehingga unit
yang tadinya bernama Pendidikan Kesehatan diubah
menjadi Penyuluhan Kesehatan. (Walaupun di
lapangan, seringkali arti istilah penyuluhan ini
dipersempit menjadi ceramah) Secara komprehensif,
Green dan Kreuter (2000) mendefinisikan pendidikan
kesehatan (penyuluhan kesehatan) sebagai kombinasi
pengalaman belajar yang dirancang untuk
memudahkan terjadinya adaptasi secara sukarela
perilaku yang menguntungkan kesehatan.
Sebagian besar dari aktivitas promosi
kesehatan yang kita jalankan termasuk kategori
pendidikan kesehatan, seperti ceramah, diskusi
dan dinamika kelompok, penggunaan media,
pengorganisasian masyarakat, konseling dan
sebagainya. Kegiatan yang dilakukan untuk
memasyarakatkan ASI eksklusif, misalnya, baik
melalui media massa, melalui penjelasan langsung
petugas kesehatan kepada ibu hamil, melalui
pendekatan dengan tokoh masyarakat, melalui
kader, merupakan intervensi pendidikan kesehatan.
Bahkan untuk sebuah kebijakan yang kita hasilkan
sebagai bagian dari promosi kesehatan, seperti
Jampersal (kebijakan tentang dukungan
pembiayaan bagi ibu bersalin) memerlukan upaya
sosialisasi kepada semua pihak; dan sosialisasi
kepada sasaran primer kebijakan tersebut (dalam
hal jampersal yaitu ibu hamil) adalah melalui
pendidikan kesehatan.

Bentuk-bentuk upaya pendidikan kesehatan
dapat dikategorikan menjadi (Green, 1980):
(1) Kelompok metode-metode pendidikan yang
mengutamakan komunikasi, antara lain berupa
ceramah, konseling, pemberitaan melalui media massa,
pengunaan folder, dan yang lebih komprehensif yaitu
pemasaran sosial. Akar perilaku yang diintervensi
dengan pendidikan kesehatan kategori ini terutama
adalah faktor predisposisi, disamping faktor penguat
(dengan terpersuasinya orang yang relevan dengan
sasaran untuk memberi dukungan sosial).
(2) Kelompok metode-metode pendidikan yang
bersifat pelatihan, seperti pelatihan keterampilan,
modifikasi perilaku. Akar perilaku yang diintervensi
melalui kelompok metode ini terutama adalah faktor
pemungkin (enabling) dan predisposisi dari perilaku.
(3) Kelompok metode-metode pendidikan yang
bersifat organisasi (pengorganisasian) seperti
pengembangan masyarakat, aksi sosial, perencanaan
social, dan pengembangan organisasi. Kelompok
metode ini dapat mengintervensi faktor pemungkin,
predisposisi dan penguat perilaku.
Untuk memunculkan perilaku yang menguntungkan
kesehatan seringkali diperlukan kombinasi berbagai
metode dana teknik dari kelompok metode pendidikan
yang berbeda, dan bahkan kombinasi dengan metode-
metode yang termasuk intervensi kebijakan-peraturan.

Metode kebijakan
Kebijakan adalah hasil dari pembuatan keputusan.
Di dalam Ottawa Charter digunakan istilah healthy
public policy, atau kebijakan publik berwawasan
kesehatan. Penggunaan kata publik didasarkan pada
asumsi utama bahwa promosi kesehatan merupakan
domain publik, menggunakan lembaga publik dan
menggunakan dana publik, yang dikuasai oleh negara.
Jika kebijakan yang sehat ini berasal dari institusi non
publik, misalnya perusahaan partikelir atau LSM, maka
disebut kebijakan yang berwawasan kesehatan.
Kebijakan berwawasan kesehatan bukanlah hanya
kebijakan dalam bidang kesehatan, melainkan kebijakan
dalam bidang apapun, yang memberi perhatian yang
mendalam pada aspek kesehatan. Kebijakan (publik)
yang sehat ini sebagai hasil dari pembuatan
keputusan dapat berbentuk (Buse, Mays & Walt,2005)
1. program
2. peraturan (perundang-undangan)
Kebijakan dalam bentuk program dalam promosi
kesehatan amat banyak dijumpai seperti program
vaksinasi yang diperluas (terakhir, Hepatitis B sudah
masuk dalam program), program Jampersal, garam
beryodium. Program seperti ini berperan menciptakan
faktor pemungkin (enabling) bagi perilaku (tersedianya
vaksin, tersedianya biaya), atau lingkungan yang
memaksa (hanya garam beryodium yang dijual
sehingga tidak ada pilihan lain).

Kebijakan dalam bentuk peraturan atau peraturan
perundangan-undangan dalam bidang promosi
kesehatan akan menghasilkan perilaku yang tidak
bersifat sukarela, melainkan terpaksa. Peraturan adalah
bentuk kebijakan yang bersifat mengikat hanya bagi
semua pihak yang terkait dengan insttitusi yang
mengeluarkan peraturan. Sedangkan peraturan
perundang-undangan adalah bentuk hukum yang
berlaku dalam suatu wilayah hokum tertentu. Di
Indonesia, yang termasuk peraturan perundang-
undangan adalah UUD, UU, Peraturan Pemerintah,
Perda Propinsi dan Kabupaten, dan Perdes. Sejumlah
peraturan menter atau SK menteri menjadi mengkat
secara menyeluruh bila merupakan amanat dari
undang-undang yang dipakai sebagai pedoman
peraturan pelaksanaan. Penggunaan peraturan sebagai
bentuk promosi kesehatan, biasanya terkait dengan
kondisi yang mempunyai efek berantai atau menular.
Perda DKI No 75 tahun 2003 adalah contoh kebijakan
publik tentang merokok, karena merokok tidak hanya
membahayakan diri sendiri, tetapi juga orang lain dan
lingkungan.



Lingkungan yang mendukung perilaku
kesehatan

Lingkungan dapat menjadi faktor pemungkin
(enabling) atau merupakan factor pemaksa bagi
terjadinya perilaku. Lingkungan dapat bersifat alamiah
atau buatan. Lingkungan buatan sebagai bentuk
promosi kesehatan merupakan hasil kebijakan berupa
program atau kebijakan yang bersifat peraturan. Perda
No 75 2003 DKI Jakarta adalah contoh Promkes
menggunakan Kebijakan Peraturan yang menghasilkan
lingkungan yang memaksa orang tidak bisa merokok di
tempat-tempat umum.


PERAN PROMOSI KESEHATAN DALAM KIA

Kesehatan Ibu dan Anak merupakan indicator utama
derajat kesehatan suuatu bangsa. Oleh karena itu,
program-program bidang KIA menjadi program
unggulan di Departemen Kesehatan dan mendapat
dukungan penuh dari BKKBN dan Kementrian
Pembedayaan Perempuan. Dengan demikian, bidang
KIA merupakan salah satu ruang lingkup area masalah
utama dalam promosi kesehatan
Program-program promosi kesehatan melalui
pendidikan kesehatan sudah sejak lama dilaksanakan.
Kampenye pemberian ASI eksklusif, imunisasi, dan
bersalin dengan tenaga kesehatan adalah tema-tema
kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan melalui
berbagai media (televisi, radio, surat kabar, poster,
folder/leaflet) dan saluran (seminar, organisasi
keagamaan dsb.)

Program Jampersal misalnya memberi
kontribusi pada dua variable faktor pemungkin,
yaitu biaya dan lingkungan. Seorang ibu yang ingin
(predisposisi) bersalin dengan tenaga kesehatan,
tetapi tidak memiliki dana untuk bersalin dengan
bidan swasta yang ada di dekat tempat ia tinggal,
tetapi terlalu jauh untuk bersalin di pelayanan
kesehatan publik yang gratis, dengan adanya
Jampersal tertolong oleh ketersediaan biaya dan
dapat bersalin dengan pertolongan bidan terdekat
(lingkungan).

Salah satu contoh penggunaan peraturan dalam bidang
KIA adalah PERDES BANGKOOR, TALIBURA No 1
2004 Tentang Kesehatan Ibu Hamil, Persalinan dan
Nifas. Perdes ini mengatur tentang tempat bersalin,
biaya bersalin, penolong persalinan, peran bidan, peran
dukun dalam pemeriksaan kehamilan, persalinana dan
nifas bagi masyarakat Desa Bangkoor, Kecamatan
Talibura, Kabupaten Sikka, NTT.





Daftar Pustaka

1. Bunton, R. (1992). More than a woolly jumper health
promotion as social regulation. Critical Public Health
3: 4-11
2. Green, L & Kreuter, M.W, Health Promotion Planning,
An Educational and Environmental Approach,
Second Edition, Mayfield Publishing Company, 1980.
3. Green, L & Kreuter, M.W, Health Promotion Planning,
An Educational and Environmental Approach,
Second Edition, Mayfield Publishing Company, 1991
4. Green, L & Kreuter, M.W, Health Program Planning,
An Educational and Environmental Approach,
Second Edition, Mayfield Publishing Company, 2005
5. Greene, W & Simon, M, Introdusction to Health
Education, Waveland Press Inc, Prospect Height,
Illinois, 1990
6. French, J. 1990. Boundaries and horizons, the
role of health education within health promotion.
Health Education Journal 49: 7-10.
7. Naidoo, J & Wills, J, Health Promotion, Foundation
for Practice, Second Edition, Bailliere Tindall,
Elsevier Limited, 2000.
8. Tones, K & Green, J, Health Promotion: Planning and
Strategies, Sage Publications, 2004.


Abstrak
Peraturan Desa Bankoor tentang Keharusan
Bersalin di Polindes:
Analisis terhadap Kemudahan dalam
Penerimaan oleh Dukun dan Masyarakat

Zulazmi MAMDY
1,2
, Veronika RESO
3
, Ipik M. FIKRI
2

1
)Dept. PKIP FKMUI Jakarta,
2
) FIKes UHAMKA, Jakarta,
3
) Promkes
Dinkes Kab. Sikka, NTT.

Versi awal dalam format presentasi computer makalah ini telah disajikan
pada Konperensi Nasional Promosi Kesehatan IV di Ujung Pandang, Juli
2005.

Promosi kesehatan sudah diterima secara global
sebagai strategi untuk menanggulangi masalah
kesehatan. Secara konseptual, promosi kesehatan dapat
dilihat pada lima aktivitas promosi kesehatan (kebijakan
publik yang sehat, lingkungan yang mendukung,
kegiatan masyarakat yang kuat, keterampilan pribadi
yang memungkinkan berperilaku yang menguntungkan
kesehatan dan reorientasi pelayanan kesehatan) seperti
temaktub di dalam Ottawa Charter ataupun pada 4
komponen (intervensi) proceed (pendidikan kesehatan,
kebijakan, peraturan dan organisasi) dari kerangka
precede-proceed Green. Di dalam praktek, bentuk yang
paling lazim adalah intervensi pendidikan yang
menghasilkan perilaku sukarela dan intervensi perilaku
melalui peraturan atau kebijakan yang melahirkan
perilaku yang tidak sepenuhnya bersifat sukarela. Pada
umumnya, sebuah peraturan akan lebih mudah
dihasilkan bila menyangkut kepentingan orang banyak
yang efeknya berantai, tidak pada perilaku yang efeknya
sangat individual.
Kesehatan dan keselamatan bayi dan ibu pada
kehamilan dan persalinan termasuk perilaku yang
efeknya individual, karena gangguan keselamatan pada
seorang bayi atau seorang ibu tidak berdampak pada bayi
dan ibu yang lain, kecuali pada status derajat kesehatan
komunitas itu yang menjadi lebih rendah berdasarkan
indikator-indikator epidemiologis. Karena itu, kasus
keberhasilan Desan Bangkoor, Kecamatan Talibura,
Kabupaten Sikka, NTT, mengeluarkan Peraturan Desa
(Perdes) tentang Kesehatan I bu Hamil, Persalinan dan
Nifas dan Keputusan Kepala Desa sebagai petunjuk
pelaksanaan dari Perdes tersebut menjadi menarik untuk
ditelaah.
Lahirnya Perdes tersebut merupakan ujung dari
upaya penggalangan kemitraan bidan dan dukun bayi
yang dilaksanakan Puskesmas Watubaing dengan
dukungan LSM Plan Indonesia. Program ini
dilaksanakan di seluruh wilayah kerja puskesmas ini
yang terdiri dari 14 desa. Namun hanya Desa Bangkoor
yang paling berhasil dan sampai pada lahirnya Perdes
serta dilaksanakannya Perdes ini dengan penerimaan
yang sangat tinggi oleh masyarakat.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan jasmani
yang dilakukan oleh UHAMKA atas kemudahan
penerimaan rancangan Perdes oleh seluruh warga
memperlihatkan adanya tiga komponen yang berperan,
yaitu pemerintah desa, masyarakat pengguna jasa
penolong persalinan, dan dukun. Perdes merupakan hasil
penggodokan yang intensif dan terbuka oleh
pemerintahan desa, yakni Kepala Desa dan
perangkatnya serta Badan Perwakilan Desa dengan
melibatkan masyarakat secara sepenuhnya, sehingga
sosialisasi Perdes ini berlangsung secara alamiah
disamping sosialisasi formal yang terjadwal.Sosialisasi
alamiah seperti ini dapat berlangsung karena Desa
Bangkoor tidak terlalu luas dan jumlah penduduknya
juga sedikit. Bersamaan dengan itu, tenaga penolong
persalinan terdidik, yakni bidan, sudah pula tersedia di
desa tersebut. Bagi masyarakat, salah satu faktor yang
memudahkan adalah biaya persalinan yang dapat dicicil
setiap hari buka posyandu, sehingga, walaupun cukup
tinggi untuk ukuran di desa, tetapi tidak terasa
memberatkan. Dalam hal dukun bayi, ditemukan dua
faktor predisposisi untuk tidak menolak Perdes ini, yakni
(1) selama ini menjadi dukun bukan merupakan mata
pencaharian, melainkan suatu pekerjaan sosial yang
imbalannya berupa kain sarung tenun lokal yang
diperoleh pada upacara hari keempat kelahiran bayi dan
(2) 4 dari 6 dukun di desa ini menjadi dukun bukan
karena keturunan melainkan karena pengalaman
melahirkan anak sendiri tanpa pertolongan siapapun.

Anda mungkin juga menyukai