Anda di halaman 1dari 40

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA



LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
(PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU)
SEMESTER II TAHUN ANGGARAN 2008
ATAS
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA
TAHUN ANGGARAN 2006 DAN 2007
PADA
PEMERINTAH KOTA SAMARINDA DAN
PEMEGANG KUASA PERTAMBANGAN
DI
SAMARINDA




AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA IV



Nomor : 18 /LHP/XVII/02/2009
Tanggal : 23Februari 2009




LHP Kota Samarinda i


BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF

Pertambangan batubara adalah salah satu motor penggerak perekonomian di daerah, namun pada
saat yang sama berpotensi sebagai penyumbang kerusakan lingkungan yang secara signifikan
dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan kehidupan masyarakat. Penerimaan negara bukan
pajak dari sektor pertambangan batubara, berupa Royalty dan Iuran Tetap, pada akhirnya akan
menjadi penerimaan Daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil dan menjadi sumber dana bagi
pembangunan daerah. Oleh karena itu, intensifikasi penerimaan negara dari sektor tersebut akan
secara langsung mempengaruhi kemampuan Daerah dalam mengelola keuangannya. Pada akhir
mata rantai pengelolaan sumber daya alam adalah pengelolaan lingkungan hidup, yang bila tidak
dikelola secara memadai, maka rusaknya lingkungan hidup tersebut akan membebani keuangan
Negara/Daerah untuk pemulihannya dan apabila upaya pemulihan tersebut tidak berhasil akan
mengancam kelestarian alam dan kehidupan manusia.
Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur dan menjadi pusat pemerintahan
di provinsi tersebut. Kota Samarinda memiliki wilayah darat seluas 718 km serta berpenduduk
sekitar 579.933 jiwa (2004). Pemerintah Kotamadya Dati II Samarinda dan Kotapraja dibentuk
dan didirikan pada tanggal 21 J anuari 1960, berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953,
Lembaran Negara No. 97 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II
Kabupaten/kotamadya di Kalimantan Timur. Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah
administrasi Kodya Dati II Samarinda mengalami pemekaran, semula terdiri dari 4 kecamatan
menjadi 6 kecamatan. Sumber daya alam pertambangan umum batubara di kota Samarinda cukup
besar dengan luas areal 24.376 Ha, yang penambangannya dilakukan dengan tambang terbuka
(open pit), dengan jumlah Perusahaan Pemegang Kuasa Pertambangan (KP) eksploitasi, yang
ijinnya diterbitkan oleh Walikota Samarinda sampai dengan tahun 2007 adalah sebanyak 34 KP.
J umlah Dana Bagi Hasil (DBH) yang diperoleh pemerintah kota Samarinda dari Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) Tahun 2006 sebesar
Rp511.397.892.030,00 atau 44,27% dari pendapatan daerah sebesar Rp1.155.295.624.914,10
sedangkan Tahun 2007 sebesar Rp384.893.603.905,00 atau 32,84% dari pendapatan daerah
sebesar Rp1.171.981.494.374 Dari jumlah tersebut sebesar Rp46,628,007,608 untuk tahun 2006
dan sebesar Rp61,252,670,803 untuk tahun 2007 berasal dari royalty dan iuran tetap dari
pertambangan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2006,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan
LHP Kota Samarinda ii

batubara Tahun 2006 dan 2007 pada Pemerintah Kota Samarinda dan 9 Perusahaan Pemegang
Kuasa Pertambangan di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) Tahun 2007 dan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) BPK Tahun 2008.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini dilakukan untuk menilai apakah Sistem Pengendalian
Intern Pengelolaan Pertambangan Batubara telah memadai, dan Pemberian ijin, Pengelolaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) serta Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Batubara telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Hasil pemeriksaan atas Pengelolaan Pertambangan Batubara pada Pemerintah Kota Samarinda
dan 9 Perusahaan Pemegang Kuasa Pertambangan di Kota Samarinda menunjukkan kelemahan
kebijakan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku sebagai berikut:
1. Kelemahan Kebijakan Daerah
Pemerintah Kota Samarinda belum menetapkan prosedur pelaksanaan jaminan reklamasi,
mengakibatkan Pemkot Samarinda tidak memiliki jaminan yang memadai untuk
menanggulangi kerusakan lingkungan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan
Pemerintah Kota Samarinda apabila pemilik KP tidak melaksanakan kewajiban reklamasi
dan revegetasi.
2. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku
Kekurangan pembayaran royalti dan iuran tetap serta denda keterlambatan yang
mengakibatkan negara kurang menerima PNBP sebesar Rp452.801.229,71 dan
US$329,989.57
Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas, BPK merekomendasikan kepada Walikota
Samarinda dan pihak-pihak terkait agar melakukan langkah perbaikan dan tindak lanjut seperti
tertuang dalam hasil pemeriksaan ini.
Samarinda, Februari 2009
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI
KEPALA PERWAKILAN
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Selaku
Wakil Penanggung Jawab Pemeriksaan,




Drs. Widyatmantoro
NIP. 240001922


DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
Dasar Pemeriksaan .. 1
Standar Pemeriksaan ... 1
Tujuan Pemeriksaan 1
Sasaran Pemeriksaan .. 1
Entitas yang Diperiksa .... 1
Tahun Anggaran yang Diperiksa 1
Metodologi Pemeriksaan 1
Pendekatan Risiko .. 1
Uji Petik dan Pemilihan Sampling Pemeriksaan ..................................... 2
Penggunaan Teknologi GIS dan GPS ..................................................... 2
Pelaporan 2
Waktu Pemeriksaan 2
Hambatan Pemeriksaan ... 2
Batasan Pemeriksaan .. 2
Kriteria Pemeriksaan .. 2
BAB II GAMBARAN UMUM .............................................................. 5
Sumber Daya Alam (SDA) Pertambangan Umum Batubara ................. 5

Pengelolaan Sumber Daya Alam Pertambangan Batubara di
Kabupaten Tanah Bumbu ....................................................................... 5
Dana Bagi Hasil (DBH) Pertambangan Umum Batubara ......................
9
Pendapatan Asli Daerah Dari Sektor Pertambangan Batubara................
11
Pengelolaan Lingkungan ........................................................................
11
BAB III PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN
SEBELUMNYA ........................................................................ 13
BAB IV HASIL PEMERIKSAAN ..................................................................... 14
A EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN . 14

Pemahamna Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pertambangan
Batubara .................................................................................................. 14

Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pertambangan
Batubara .................................................................................................. 15
B TEMUAN PEMERIKSAAN ................................................................ 19
Kelemahan Kebijakan Daerah ............................................................ 19

Pemerintah Kota Samarinda Belum Menetapkan Prosedur Pelaksanaan
J aminan Reklamasi................................................................................ 19
Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Yang Berlaku ....................... 21

Pembayaran Royalti Dan Iuran Tetap Beserta Denda Keterlambatan
Belum Dikenakan Sebesar Rp452.801.229,71 Dan
US$329,989.57......................................................................................... 21
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 25

Daftar Gambar
Daftar Tabel
Lampiran



Daftar Gambar

Gambar 2.1 Peta wilayah Kota Samarinda ..... 6
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Kantor Pertambangan dan Energi Kota
Samarinda 7































Daftar Tabel


Tabel 2.1 Data perijinan KP di Kota Samarinda...................................................... 7
Tabel 2.2 Data produksi dan penjualan KP............................................................. 9
Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah................................................................... 11
Tabel 4.1 Perhitungan Royalti................................................................................. 22
Tabel 4.2 Perhitungan Iuran Tetap........................................................................... 22




LHP Kota Samarinda 1

BAB I
PENDAHULUAN

Dasar
Pemeriksaan
1. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung J awab Keuangan Negara;
2. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
Standar
Pemeriksaan
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengacu pada Standar Permeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 dan
Panduan Manajemen Pemeriksaan BPK Tahun 2008.
Jenis dan
Tujuan
Pemeriksaan
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas Pengelolaan Pertambangan Batubara ini
dilakukan untuk menilai:
1. Apakah Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Pertambangan Batubara telah
memadai;
2. Apakah Pemberian ijin, Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
Dana Bagi Hasil (DBH), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta Pengelolaan
Lingkungan Pertambangan Batubara telah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Sasaran
Pemeriksaan
Untuk mencapai tujuan pemeriksaan di atas, maka pemeriksaan diarahkan kepada:
1. Perijinan usaha pertambangan batubara;
2. Ketepatan perhitungan dan penyetoran PNBP Sumber Daya Alam (SDA)
Pertambangan Batubara;
3. Ketepatan pengalokasian DBH SDA Pertambangan Batubara
4. Legalitas pemungutan PAD dari Pertambangan Batubara;
5. Realisasi pelaksanaan AMDAL, RKL/RPL, dan UKL/UPL.
Entitas yang
Diperiksa
1. Dinas Pertambangan dan Energi di Kota Samarinda;
2. Sembilan Pemegang Kuasa Pertambangan (KP) di wilayah Kota Samarinda;
3. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di Pemerintah Kota Samarinda
Tahun
Anggaran
yang
Diperiksa
Tahun anggaran yang diperiksa adalah Tahun Anggaran 2006 dan 2007.
Metodologi
Pemeriksaan
Pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan batubara dilakukan terhadap perijinan,
pengelolaan PNBP, DBH dan PAD, serta pengelolaan lingkungan di sektor
pertambangan batubara ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan-
pendekatan sebagai berikut:
Pendekatan
Risiko
Metodologi yang diterapkan dalam pemeriksaan adalah pendekatan risiko dengan
fokus pada aspek-aspek yang berisiko tinggi atas kebijakan pengelolaan pertambangan
batubara dan ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku dalam hal pemberian ijin,
LHP Kota Samarinda 2

pengelolaan PNBP, DBH, dan PAD, serta pengelolaan lingkungan di sektor
pertambangan batubara. Risiko-risiko yang teridentifikasi tersebut selanjutnya
dievaluasi dengan memperhatikan efektivitas pengelolaan risiko termasuk efektivitas
sistem pengendalian intern pemerintah daerah serta perusahaan Pemegang KP. Risiko
yang terpilih tersebut akan digunakan dalam penentuan sample wilayah, unit usaha
dan lokasi tambang.
Pemeriksaan dilakukan dengan mereviu atas kebijakan dan peraturan yang terkait
dengan pengelolaan pertambangan batubara. Pengujian dalam pemeriksaan dilakukan
atas bukti pembayaran dan/atau penyetoran PNBP dan bukti penyetoran jaminan serta
bukti-bukti pendukung produksi, penjualan dan biaya penjualan.
Uji Petik dan
Pemilihan
Sampling
Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan tidak secara populasi tetapi dilakukan secara uji petik
(sampling) atas wilayah kota, unit usaha, dan lokasi tambang. Pemilihan sample
diawali dengan memilih unit usaha yang akan diuji petik. Pemilihan unit usaha
dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat risiko ketidakpatuhan yang
teridentifikasi pada tahap perencanaan pemeriksaan dan mempertimbangkan jumlah
pembayaran royalti dan iuran tetap tahun anggaran yang diperiksa.
Terkait dengan lokasi tambang, pemilihan dilakukan dengan mempertimbangkan
risiko-risiko yang teridentifikasi dan juga mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang
telah dilakukan oleh para Pemegang KP. Kesimpulan pemeriksaan didasarkan atas
hasil uji petik dan tidak menggambarkan kondisi dari populasi.
Penggunaan
Teknologi
GIS dan GPS
Penggunaan Geographical Information System (GIS) dalam pemeriksaan dilakukan
pada tahap perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan. Tahap perencanaan, GIS
digunakan untuk mengidentifikasikan risiko-risiko ketidakpatuhan khususnya terkait
dengan luas lokasi tambang, realisasi penambangan dan realisasi reklamasi areal eks
tambang. Pada tahap pelaksanaan pemeriksaan, GIS digunakan untuk mengumpulkan
alat bukti pemeriksaan khususnya terkait dengan lokasi tambang dan realisasi
penambangan. Hasil pemanfaatan GIS akan diperkuat dengan Global Positioning
System (GPS) pada waktu pelaksanaan ground check ke lokasi yang teridentifikasi.
Pelaporan
Setiap permasalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan dikomunikasikan dengan
entitas yang diperiksa. Atas temuan pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan diberikan rekomendasi untuk perbaikan dan telah memperoleh
tanggapan tertulis dari pihak yang diperiksa.
Waktu
Pemeriksaan
Pemeriksaan lapangan dilaksanakan mulai 19 Agustus 2008 sampai dengan 22
September 2008..
Hambatan
Pemeriksaan
Secara umum BPK tidak mengalami hambatan dalam pemeriksaan, kecuali dalam
perolehan tanggapan/komentar dari pihak yang diperiksa atas temuan pemeriksaan.
Batasan
Pemeriksaan
BPK membatasi analisis pemeriksaannya khusus untuk tahap substantive test pada
penelaahan dokumen, uji petik pengamatan fisik, serta tidak melakukan pengujian
dan/atau pengukuran teknis lebih lanjut atas hal-hal terkait kriteria dan/atau akibat
suatu kondisi.
Kriteria
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan masalah pengelolaan PNBP, Dana
LHP Kota Samarinda 3

Pemeriksaan Bagi Hasil dan pengelolaan lingkungan pertambangan batubara, antara lain:

a. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan;
b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c. Undang-Undang No. 01 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
d. Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
e. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
f. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
g. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
h. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
i. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
j. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan;
k. Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan;
l. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
m. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif J enis Pungutan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Lingkungan Departemen
Pertambangan dan Energi;
n. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota;
o. Keputusan Presiden No. 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di
Bidang Pertambangan yang berada di Kawasan Hutan;
p. Instruksi Presiden No. 31 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan
Masalah Peratambangan Tanpa Izin;
q. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 57.K/40/MEM/2004
tentang Perubahan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.
680.K/29/M.PE/1997 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 75 Tahun
1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan
Batubara;
r. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 812.K/40/MEM/2003
tentang Pelimpahan Wewenang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Kepada Direktorat J enderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Untuk
Pelaksanaan Kuasa Pertambangan, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara;
s. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1603.K/40/MEM/2003
tentang Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan;
t. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1453.K/29/MEM/2000
tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang
Pertambangan Umum;
u. Keputusan Menteri Keuangan No. 344/KMK.06/2001 tentang Penyaluran Dana
LHP Kota Samarinda 4

Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam;
v. Peraturan Menteri Keuangan No. 612/PMK.06/2004 tentang Perubahan Kedua
Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 344/KMK.06/2001 tentang Penyaluran
Dana Bagian Daerah Dari Sumber Daya Alam;
w. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
x. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Kualitas Air dan Pengendalian
atas Pencemaran Air;
y. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3);
z. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara;
aa. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2001 tentang J enis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
bb. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2000 tentang
Panduan Penilaian Dokumen AMDAL;
cc. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996
tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan;
dd. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1158.K/008/M.PE/1989 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Dalam Usaha
Pertambangan dan Energi;
ee. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1457/K/28/-MEM/2000
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di Bidang Pertambangan dan
Energi;
ff. Keputusan Direktur J enderal Pertambangan Umum No. 336.K/271/DDJ P/1996
tanggal 1 Agustus 1996 tentang J aminan Reklamasi;
gg. Ketentuan-ketentuan terkait lainnya, seperti keputusan Bupati/Walikota tentang
pemberian Kuasa Pertambangan eksploitasi batubara dan penetapan J aminan
Reklamasi, dll.

LHP Kota Samarinda 5
BAB II
GAMBARAN UMUM PERTAMBANGAN BATUBARA
DI KOTA SAMARINDA
Sumber Daya
Alam (SDA)
Pertambangan
Umum
Batubara





Batubara merupakan mineral yang menjadi salah satu bahan bakar dari fosil yang tidak
terbarukan. Terbentuk dari sisa tetumbuhan yang tertutup air dan lumpur serta dalam
kondisi panas dan tekanan tinggi hingga terjaga dari oksidasi dan biodegradasi, yang
tercipta pada jaman Karbon sekitar 360 s.d. 290 juta tahun yang lalu. Batuan organik
berwarna hitam tersebut umumnya terdiri atas senyawa Karbon, Hidrogen dan Oksigen,
dengan sejumlah kecil elemen lain yang umumnya berupa Sulfur. Secara umum kualitas
deposit batubara bergantung pada lama waktu pembentukannya atau kematangan
organiknya. Batubara dibedakan berdasarkan kualitasnya, yaitu kualitas rendah (low
coal) yang terdiri atas tipe Lignite dan Sub Bitumious, dan kualitas tinggi (hard coal)
yaitu Bitumious dan Anthracite. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris
seperti : C
137
H
97
O
9
NS untuk bituminus dan C
240
H
90
O
4
NS untuk antrasit. Di Indonesia,
endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang terletak di
bagian barat Paparan Sunda termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada umumnya
endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai
batubara berumur tersier bawah dan tersier atas. Potensi batubara di Indonesia, terutama
di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera sangat melimpah, sedangkan di daerah lainnya
dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di J awa Barat, J awa
Tengah, Papua, dan Sulawesi. Batubara pada umumnya dimanfaatkan oleh industri
sebagai sumber bahan bakar, mengingat kemampuan menyimpan kalor senilai 24 MJ /kg
atau setara dengan 67 Kwh/kg dengan tingkat efisiensi pembakaran sekitar 30%. Saat ini
batubara merupakan bahan baku utama pembangkit listrik di dunia, oleh karena itu
menjadi penyebab utama emisi karbon dioksida yang turut menyumbang terjadinya
pemanasan global.

Pengelolaan
Sumber Daya
Alam
Pertambangan
Batubara di
Kota
Samarinda
Kota Samarinda merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Timur dan menjadi pusat
pemerintahan di provinsi tersebut. Kota Samarinda memiliki wilayah darat seluas 718
km dan secara geografis dikelilingi oleh Kabupaten Kutai Kartanegara, serta
berpenduduk sekitar 579.933 jiwa (2004). Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa
dengan koordinat diantara 021'18"-109'16" LS dan 11615'16"-11724'16" BT serta
berbatasan dengan:

Utara : Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara
Selatan : Kecamatan Loa J anan, Kutai Kartanegara
Timur : Kec. Muara Badak, Anggana, dan Sanga-Sanga di Kab. Kutai Kartanegara
Barat : Kec. Tenggarong Seberang dan Muara Badak di Kab. Kutai Kartanegara
Pemerintah Kotamadya Dati II Samarinda dan Kotapraja dibentuk dan didirikan pada
tanggal 21 J anuari 1960, berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953, Lembaran Negara
LHP Kota Samarinda 6
No. 97 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II
Kabupaten/kotamadya di Kalimantan Timur.
Semula Kodya Dati II Samarinda terbagi dalam 3 kecamatan, yaitu Kecamatan
Samarinda Ulu, Samarinda Ilir, dan Samarinda Seberang. Kemudian dengan SK
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Kalimantan Timur No. 18/SK/TH-Pem/1969
dan SK No. 55/TH-Pem/SK/1969, terhitung sejak tanggal 1 Maret 1969, wilayah
administratif Kodya Dati II Samarinda ditambah dengan 4 kecamatan, yaitu Kecamatan
Palaran, Sanga-Sanga, Muara J awa dan Samboja. Saat ini Samarinda terdiri dari 6
kecamatan, tidak termasuk Sanga-Sanga, Muara J awa dan Samboja, ketiganya masuk
dalam Kabupaten Kutai Kartanegara.
Setelah PP No. 38 Tahun 1996 terbit, wilayah administrasi Kodya Dati II Samarinda
mengalami pemekaran, semula terdiri dari 4 kecamatan menjadi 6 kecamatan, yaitu:
Kecamatan Samarinda Ilir dengan 13 kelurahan,
Kecamatan Samarinda Utara dengan 6 kelurahan,
Kecamatan Samarinda Ulu dengan 8 kelurahan,
Kecamatan Samarinda Seberang dengan 8 kelurahan,
Kecamatan Sungai Kunjang dengan 7 kelurahan, dan
Kecamatan Palaran dengan 5 kelurahan
Berdasarkan Perda Kota Samarinda No. 1 Tahun 1988, tanggal 21 J anuari 1988,
ditetapkan Hari J adi Kota Samarinda adalah tanggal 21 J anuari 1968.
Gambar 2.1 : Peta wilayah Kota Samarinda



Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pengelola pertambangan batubara di Kota
Samarinda adalah Kantor Pertambangan dan Energi Samarinda yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Daerah Samarinda No. 03 Tahun 2001 tanggal 23 Februari 2001
LHP Kota Samarinda 7
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah. Kantor
Pertambangan dan Energi Samarinda dipimpin oleh seorang Kepala kantor yang dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh kepala sub bagian tata usaha dan tiga orang kepala
Seksi yaitu Seksi Program dan Evaluasi,Seksi Mineral dan Energi Non Migas, Seksi
Pertambangan Umum dan ketenagalistrikan dan Seksi Penelitian. Tugas pokok dan
fungsi Kantor Pertambangan dan Energi Samarinda adalah melaksanakan urusan rumah
tangga daerah di bidang pertambangan dan energi yang menjadi tanggung jawabnya.
Susunan Organisasi Kantor Pertambangan dan Energi Kota Samarinda adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.2 : Struktur Organisasi Kantor Pertambangan dan Energi Kota Samarinda














Seiring dengan desentralisasi urusan pemerintahan di bidang pertambangan umum,
(terbitnya PP No. 75 Tahun 2001) Bupati berwenang menerbitkan Ijin KP.
Sampai dengan tahun 2008, Walikota Samarinda telah menerbitkan 46 ijin KP
eksploitasi seluas 22.202,43 ha, 5 (lima) KP eksplorasi seluas 859,10 ha, dan 3
(tiga) ijin KP Penyelidikan umum seluas 1.314,70 ha, dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 2.1 : Data perijinan KP di Kota Samarinda
No.
NAMA PERUSAHAAN
LUAS PERIJINAN
(Hektar) TAHAP NOMOR
TANGGA
L
1 BARA SUMBER MAKMUR
KOPTAM
87.52 Eksploitasi 545/29/KPE/VI/2001 22-J un-01
2 KOPTA KUD 97.35 Eksploitasi 545/020/KPE/I/2003 23-J an-03
3 ARJ UNA CV (I) 695.50 Eksploitasi 545/142/KPE/IX/2004 6-Sep-04
4 ARJ UNA CV (II) 902.50 Eksploitasi 545/143/KPE/IX/2004 6-Sep-04
Kepala Kantor
Kasi. Penelitian
Kasubag. Tata Usaha Kelompok J abatan
Fungsional
Kasi. Programdan
Evaluasi
Kasi. Pertambangan Umum
dan Ketenagalistrikan
Kasi.Mineral dan Energi
Non Migas
LHP Kota Samarinda 8
5 PANCA PRIMA MINING PT
(I)
430.50 Eksploitasi 545/144/KPE/X/2004 6-Sep-04
6 PANCA PRIMA MINING PT
(II)
950.20 Eksploitasi 545/179/KPE/X/2004 21-Oct-04
7 CAHAYA TIARA PT 1,000.00 Eksploitasi 545/145/KPE/ IX /2004 6-Sep-04
8 CAHAYA TIARA PT 680.80 Eksploitasi 545/146/KPE/ IX /2004 6-Sep-04
9 YAYASAN LASKAR
PEMUDA ADAT DAYAK
131.70 Eksploitasi 545/140/KPE/IX/2004 6-Sep-04
10 BARATAMA MAKMUR CV
(I)
120.10 Eksploitasi 545/023/HUK-KS/2005 20-J an-05
11 BARATAMA MAKMUR CV
(II)
84.33 Eksploitasi 545/024/HUK-KS/2005 20-J an-05
12 TRANSISI ENERGI CV (I) 946.60 Eksploitasi 545/080/HUK-KS/2005 23-Mar-05
13 SAMARINDA PRIMA
COAL
690.00 Eksploitasi 152/HK-KS/2005 27-Apr-05
14 PUTRA MAHAKAM
MANDIRI KSU
99.60 Eksploitasi 308/HK-KS/2005 18-J ul-05
15 ERA BARA ENERGI CV 85.87 Eksploitasi 361/HK-KS/2005 16-Aug-05
16 GRAHA BENUA ETAM PT 493.70 Eksploitasi 458/HK-KS/2005 9-Nov-05
17 DUNIA USAHA CV 1,351.00 Eksploitasi 035/ HK-KS/2006 24-J an-06
18 LIMBUH CV 1,200.20 Eksploitasi 034/ HK-KS/2006 24-J an-06
19 SUNGAI BERLIAN J AYA
CV
170.80 Eksploitasi 077/HK-KS/2006 24-Feb-06
20 GELINGGANG MANDIRI
KSU
101.60 Eksploitasi 279/HK-KS/2006 24-May-06
21 BUANA RIZKY ARMIA CV
(I)
948.20 Eksploitasi 406/HK-KS/2006 4-Aug-06
22 BUKIT PINANG BAHARI
CV
64,01 Eksploitasi 502/HK-KS/2006 16-Oct-06
23 INTERNASIONAL PRIMA
COAL PT (I)
1,542.00 Eksploitasi 538/HK-KS/2006 22-Nov-06
24 INTERNASIONAL PRIMA
COAL PT (II)
1,300.00 Eksploitasi 536/HK-KS/2006 22-Nov-06
25 INTERNASIONAL PRIMA
COAL PT (III)
396.00 Eksploitasi 537/HK-KS/2006 22-Nov-06
26 HIMKO COAL PT 125.00 Eksploitasi 545/188/HK-KS/2007 5-Apr-07
27 BERKAT NANDA CV 435.50 Eksploitasi 545/254/HK-KS/2007 15-May-07
28 BUANA RIZKY ARMIA CV
(II)
199.90 Eksploitasi 545/305/HK-KS/2007 13-J ul-07
29 NADVARA CV 628.70 Eksploitasi 545/351/HK-KS/2007 24-J ul-07
30 BUMI BETUAH PT 164.60 Eksploitasi 545/388/HK-KS/2007 27-Aug-07
31 TUNGGAL FIRDAUS
KALTIM CV
69.80 Eksploitasi 545/389/HK-KS/2007 27-Aug-07
32 NUANSACIPTA COAL
INVESTMENT
2,003.00 Eksploitasi 545/477/HK-KS/2007 1-Nov-07
33 TRANSISI ENERGI CV (II) 195.60 Eksploitasi 545/488/HK-KS/2007 8-Nov-07
34 MAMPALA J AYA CV (I) 185.60 Eksploitasi 545/512/HK-KS/2007 26-Nov-07
35 PANCA BARA SEJ AHTERA
CV
133.00 Eksploitasi 545/081/HK-KS/2008 18-Feb-08
36 TIARA BARA BORNEO PT 564.80 Eksploitasi 545/096/HK-KS/2008 18-Feb-08
37 MADA PERKASA CV 496.20 Eksploitasi 545/109/HK-KS/2008 25-Feb-08
38 SAKHA CV (I) 94,92 Eksploitasi 545/110/HK-KS/2008 25-Feb-08
39 ATAP TRI UTAMA CV 414.40 Eksploitasi 545/177/HK-KS/2008 19-Mar-08
40 SAKHA CV (II) 46.27 Eksploitasi 545/178/HK-KS/2008 19-Mar-08
41 BISMILLAHI RES KALTIM
CV
100.30 Eksploitasi 545/281/HK-KS/2008 22-Apr-08
42 BUSUR ABADI CV 791.76 Eksploitasi 545/282/HK-KS/2008 22-Apr-08
43 ARQOM CV 948.73 Eksploitasi 545/300/KPE/IX/2008 30-Apr-08
44 MAHATIDANA KSU 193.20 Eksploitasi 545/402/HK-KS/2008 2-J ul-08
LHP Kota Samarinda 9
45 PIAWAI BUMI ALAM
PERKASA CV
83,66 Eksploitasi 545/401/HK-KS/2008 2-J ul-08
46 TUJ UH-TUJ UH CV 189,4 Eksploitasi 545/403/HK-KS/2008 2-J ul-08
47 HIMKO COAL PT 595,10 Eksplorasi 545/187/HK-KS/2007 Apr-07
48 RINDA PUTRA
SEJ AHTERA CV
644.10 Eksplorasi 545/557/HK-KS/2007 18-Dec-07
49 BRIGHT ENERGI
INDONESIA PT
215.00 Eksplorasi 545/018/HK-KS/2008 14-J an-08
50 MULTI BARA ENERGY CV 399,9 Eksplorasi 545/429/HK-KS/2008 1-Aug-08
51 KRIDA MAKMUR
BERSAMA
545,00 Eksplorasi 545/478/HK-KS/2008 26-Aug-08
52 MAMPALA J AYA CV (II) 706.70 Peny.
Umum
545/001/HK-KS/2008 4-J an-08
53 MAKARRI TUTU ABADI
CV
61.80 Peny.
Umum
545/028/HK-KS/2008 16-J an-08
54 MUTIARA ETAM COAL CV 546.20 Peny.
Umum
545/251/HK-KS/2008 7-Apr-08
24,376.23




Disamping ijin KP yang diterbitkan oleh Bupati Samarinda, terdapat pula perusahaan
kontraktor PKP2B yang beroperasi di wilayah Kota Samarinda, yang perjanjiannya
dilakukan oleh Pemerintah Pusat dhi. Departemen ESDM dengan perusahaan kontraktor
PKP2B, yakni PT Lanna Harita dan PT Mahakam Sumber J aya.
J umlah produksi dan penjualan batubara dari Pemegang KP di Kota Samarinda Tahun
2006 dan 2007 menurut data Kantor Pertambangan dan Energi Kota Samarinda dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 : Data produksi dan penjualan KP
No Tahun Data Produksi (ton) Data Penjualan (ton)
1 2006 1.484.828 1.426.473
2 2007 2.310.310 2.326.344

Dana Bagi
Hasil (DBH)
Pertambangan
Umum
Batubara
Iuran tetap, iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalti yang disetor oleh Pemegang KP
dan iuran tetap serta DHPB yang disetor oleh Kontraktor PKP2B adalah penerimaan
pemerintah pusat dhi. PNBP yang dikelola oleh Departemen ESDM. Iuran tetap
merupakan hak pemerintah yang besarannya dihitung berdasarkan luas wilayah
pertambangan dikalikan tarif tertentu yang diatur dalam peraturan yang berlaku untuk
pemegang KP dan berdasarkan kontrak untuk kontraktor PKP2B. Iuran eksplorasi/iuran
eksploitasi/royalti untuk KP dihitung berdasarkan nilai penjualan dikalikan tarif pada PP
No. 45 Tahun 2003 yaitu sebesar 3%, 5%, atau 7% bergantung pada kualitas batubara.
Tarif royalti sesuai PP No.45 Tahun 2003 sebagaimana tersebut diatas adalah sebesar
3% untuk kalori kurang dari 5100 Kcal/kg, 5% untuk kalori 5100 s.d. 6100 Kcal/kg dan
7% untuk kalori lebih dari 6100 Kcal/kg.
DHPB untuk PKP2B adalah sebesar 13,5% dari hasil produksi batubara dikurangi biaya-
biaya penjualan bersama yang telah disepakati dalam kontrak penjualan, yang harus
diserahkan oleh kontraktor swasta secara tunai kepada pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Keppres No. 75 Tahun 1996.
LHP Kota Samarinda 10
PNBP yang diperoleh dari sumber daya alam pertambangan umum batubara sesuai
dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat Dan Pemerintahan Daerah J o. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
merupakan Dana Bagi Hasil (DBH). DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam pertambangan
umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan
20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk
Daerah. Penerimaan pertambangan umum tersebut terdiri atas penerimaan iuran tetap
dan penerimaan iuran eksplorasi serta iuran eksploitasi (royalti). DBH dari penerimaan
negara iuran tetap yang menjadi bagian daerah dirinci menjadi 16% (enam belas persen)
untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% (enam puluh empat persen) untuk Kota/kota
penghasil.
DBH dari penerimaan negara iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalti) yang
menjadi bagian daerah adalah 16% (enam belas persen) untuk Pemerintah Provinsi, 32%
(tiga puluh dua persen) untuk Pemerintah Kota dimana lokasi tambang berada, dan
sisanya sebesar 32% (tiga puluh dua persen) dibagi rata untuk Kota/kota dalam provinsi
dimana kegiatan tambang berada.
Dalam rangka pelaksanaan alokasi DBH sumber daya alam pertambangan umum,
Menteri ESDM setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri menetapkan daerah
penghasil dan dasar penghitungan DBH sumber daya alam paling lambat 60 (enam
puluh) hari sebelum tahun anggaran berakhir. Selanjutnya Menteri Keuangan
menetapkan perkiraan DBH sumber daya alam untuk masing-masing daerah paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya ketetapan dari Menteri ESDM.
Pengalokasian DBH pertambangan umum batubara yang berasal dari setoran Kontraktor
PKP2B ternyata sampai saat ini masih mengacu pada Keppres No. 75 Tahun 1996 tidak
sesuai dengan ketentuan yang lebih tinggi dhi. UU No. 33 Tahun 2004 jo. PP No. 55
Tahun 2005, tentang Dana Perimbangan. Pengalokasian DBH tersebut kurang
memperhatikan asas keadilan bagi daerah penghasil. Setoran dari PKP2B yang
dialokasikan untuk dibagikan kepada daerah, ternyata hanya royalti yang merupakan
bagian daripada DHPB, sedangkan sisanya yang tidak dialokasikan kepada daerah
diperhitungkan sebagai penerimaan pemerintah pusat dhi. sebagai penerimaan penjualan
hasil tambang.
Dalam rangka penyaluran DBH pertambangan umum batubara, Pemerintah Daerah
diwajibkan menyampaikan Nomor Rekening dan Nama Bank yang akan digunakan
untuk menampung penyaluran dana bagian daerah dari sumber daya alam pertambangan
umum kepada Departemen Keuangan. Penyaluran DBH dilaksanakan berdasarkan
realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara
triwulanan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening
kas umum daerah.
Dari laporan keuangan diketahui bahwa Pemerintah Kota Samarinda mendapat Dana
Bagi Hasil Bukan Pajak dari Pemerintah Pusat yang berasal dari sumber daya alam
LHP Kota Samarinda 11
Tahun 2006 sebesar Rp511.397.892.030,00 atau 44,27% dari pendapatan daerah
sebesar Rp1.155.295.624.914,10 sedangkan Tahun 2007 sebesar Rp384.893.603.905,00
atau 32,84% dari pendapatan daerah sebesar Rp1.171.981.494.374 Dari jumlah tersebut
sebesar Rp46,628,007,608 untuk tahun 2006 dan sebesar Rp61,252,670,803 untuk tahun
2007 berasal dari royalti dan iuran tetap sektor pertambangan, dengan rincian
pendapatan sebagai berikut:
Tabel 2.3 : Realisasi Pendapatan Daerah
URAIAN 2006 2007
(Rp) (Rp)
Pendapatan Pajak Daerah 31.018.725.066,00 35.314.595.749,00
Pendapatan Retribusi Daerah 27.668.754.300,11
26.049.511.689,15
5
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan
2.459.412.762,55 3.753.502.921,33
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 20.259.924.415,44 29.840.614.215,78
Dana Bagi Hasil Pajak 110.153.036.108,00 136.292.830.802,00
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 511.397.892.030,00 384.893.603.905,00
Dana Alokasi Umum (DAU) 231.947.083.333,00 264.737.916.667,00
Dana Alokasi Khusus (DAK) 11.530.474.599,00 17.144.131.000,00
Transfer Pemerintah Propinsi 208.860.322.300,00 368.913.012.000,00
Lain-lain Pendapatan yang Sah - 4.000.000.000,00
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH 1.155.295.624.914,10 1.171.981.494.374


Pendapatan
Asli Daerah
(PAD) dari
Sektor
Pertambangan
Batubara
Pemerintahan Daerah Kota Samarinda telah menerbitkan Peraturan Daerah No. 20 Tahun
2000 jo Peraturan Daerah No. 06 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pengusahaan
pertambangan umum Dalam Wilayah Kota Samarinda.
Berdasarkan perda tersebut, terdapat tiga macam pungutan yaitu retribusi perijinan
eksplorasi dan eksploitasi, pungutan pengembangan dan pembangunan kota, dan
retribusi pengangkutan. Untuk tahun 2006 dan 2007 Pemerintah Kota Samarinda hanya

memungut retribusi perijinan eksplorasi sebesar Rp10.000 /ha dan eksploitasi sebesar
Rp50.000/ha, sedangkan untuk pungutan lainnya tidak dipungut karena duplikasi dengan
iuran royalti yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
Pengelolaan
Lingkungan
Pertambangan batubara merupakan salah satu kegiatan yang memiliki resiko tinggi atau
berdampak penting terhadap kelestarian lingkungan. Pertambangan umum batubara
khususnya yang beroperasi (eksploitasi) dengan metode open pit mining memiliki
karakteristik kegiatan yang merubah bentang alam, menghilangkan vegetasi awal,
mengubah kontur lahan, mengupas lapisan pucuk yang subur zat hara, menyebabkan
polutan udara dan menghasilkan limbah cair yang dapat bersifat asam (acid). Oleh
LHP Kota Samarinda 12
karena itu pertambangan batubara seyogyanya dikelola dengan prinsip-prinsip
pertambangan yang baik (good mining practices) yang mengutamakan prinsip
pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
UU Nomor 23 Tahun 1997 Pasal 18 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan
bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan untuk
memperoleh ijin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Oleh karena itu, Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan atau AMDAL merupakan dokumen prasyarat yang harus disusun
pemrakarsa kegiatan (PKP2B atau KP) sebelum memperoleh ijin atau kuasa
penambangan, yang harus mendapat persetujuan Menteri teknis (ESDM) atau
Pemerintah Daerah setempat. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan. Kerangka kegiatan operasional AMDAL dituangkan dalam bentuk Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Setiap
tahun, Pemrakarsa menyusun Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan, dan Rencana
Tahunan Pemantauan Lingkungan yang berisikan detail operasional RKL dan RPL.
Dalam pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi, Menteri ESDM telah
menetapkan Pedoman Teknis yang diatur dengan Surat Keputusan Nomor
1457K/28/MEM/2000 tanggal 3 November 2000.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan
pada kegiatan usaha pertambangan umum, Menteri Pertambangan dan Energi dengan
Keputusan Nomor 1211.K/008/M.PE/1995 pada pasal 29 telah menetapkan jaminan
reklamasi. J aminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh perusahaan
pertambangan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi di bidang pertambangan
umum. J aminan reklamasi harus ditempatkan sebelum melakukan kegiatan penambangan
atau operasi produksi.
Adapun tujuan kegiatan reklamasi adalah untuk memperbaiki atau menata kegunaan
lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat
berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya, selain itu juga untuk memulihkan
lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melalui Program PROPER, mempunyai
kewajiban secara rutin dan selektif mengawasi aktivitas operasional perusahaan
pertambangan (khusus PKP2B) yang beresiko pada kelestarian lingkungan hidup. Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) atau Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) bertugas melakukan pengawasan di masing-masing
daerah, khususnya atas KP yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.



LHP Kota Samarinda

13
BAB III
PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN SEBELUMNYA

Sesuai dengan Pasal 20 ayat (4) UndangUndang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung J awab Keuangan Negara, BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil
pemeriksaan sebelumnya. Sebelum ini, BPK belum pernah melakukan pemeriksaan atas perijinan,
pengelolaan PNBP, DBH dan PAD, serta pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan batubara
pada Kota Samarinda. Oleh karena itu tidak ada tindak lanjut hasil pemeriksaan yang harus dipantau.










LHP Kota Samarinda


14
BAB IV
HASIL PEMERIKSAAN

A. EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Pemahaman
Sistem
Pengendalian
Intern
pengelolaan
pertambangan
batubara
Untuk menilai Sistem Pengendalian Intern (SPI) pengelolaan pertambangan batubara di
Kota Samarinda, BPK telah melakukan kegiatan evaluasi dan analisa terhadap data dan
informasi serta melakukan diskusi dengan pihak-pihak terkait untuk mengetahui
komponen-komponen SPI meliputi lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian intern.

Sebelum era otonomi daerah, pengelolaan sektor pertambangan umum yang mengacu
kepada UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,
memberikan kewenangan kepada Pemerintah Pusat dhi. Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meregulasi dan melaksanakan pengelolaan
pertambangan umum, khusus bahan galian strategis dan vital.
Terbitnya UU Nomor 22 Tahun 1999 J o UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah memberikan kewenangan lebih besar kepada Pemerintah Daerah
(Pemda) untuk mengelola pemerintahannya secara otonom termasuk pengelolaan
pertambangan dan pengelolaan lingkungan sebagaimana diatur dalam PP No. 75 Tahun
2001 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32 Tahun 1969 Tentang Pelaksanaan UU
No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Terkait
dengan pemberian izin usaha pertambangan, Menteri ESDM dapat menyerahkan
kewenangan kepada Gubernur/Walikota/Walikota tetapi tetap mengikuti persyaratan
dan ketentuan serta regulasi yang berlaku dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Menteri ESDM telah mengeluarkan Keputusan Nomor 1453.K/29/MEM/2000
Pedoman Teknis Penyelenggaran Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan
Umum. Konsekuensi dari pengelolaan dan regulasi sektor pertambangan umum
menjadi kewenangan Pemda, pemberian izin Kuasa Pertambangan Batubara dapat
diterbitkan oleh Kepala Daerah sesuai kewenangannya, sementara untuk pengusahaan
pertambangan batubara yang dilakukan berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B), kewenangannya tetap berada di tangan Pemerintah
Pusat dhi. Departemen ESDM.
Dari sektor pertambangan umum, Pemda memperoleh dana perimbangan dari
pemerintah pusat berupa Dana Bagi Hasil (DBH) Bukan Pajak Sektor Pertambangan
yang berasal dari penerimaan PNBP berupa iuran tetap, Royalty dan DHPB yang
dibayar oleh Pemegang KP dan Kontraktor PKP2B ke Kas Negara. Selain itu Pemda
dimungkinkan memperoleh pendapatan lain dari sektor pertambangan umum sepanjang
sesuai kewenangan yang dimilikinya dan tidak bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi, seperti retribusi pemberian ijin.
Pemda mempunyai kewenangan untuk memberikan perijinan, mengelola DBH dan
LHP Kota Samarinda


15
PAD serta mengelola lingkungan di sektor pertambangan batubara (pengelolaan
batubara) agar dapat menjamin terpenuhinya kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat, perusahaan dan negara secara berkelanjutan. Untuk memastikan
tercapainya tujuan tersebut, pemerintah telah membangun sistem pengendalian intern
dalam bentuk berbagai peraturan perundangan di bidang pertambangan batubara yang
harus dipedomani oleh Pemda dalam mengelola kewenangan barunya. Diharapkan
sistem pengendalian intern tersebut dapat mengendalikan perijinan, pengelolaan PNBP,
DBH dan PAD serta pengelolaan lingkungan agar dapat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

Kelemahan
Sistem
Pengendalian
Intern
pengelolaan
pertambangan
batubara
Hasil pemeriksaan SPI atas perijinan, pengelolaan PNBP, DBH, dan PAD serta
pengelolaan lingkungan pertambangan batubara pada Kota Samarinda menunjukkan
kelemahan-kelemahan dalam rancangan dan pelaksanaan sistem pengendalian intern
sebagai berikut.
1. Lingkungan Pengendalian
Pihak yang terkait dalam pengelolaan batubara di lingkungan Pemerintah Kota
Samarinda adalah Walikota Samarinda yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Kantor Pertambangan dan Energi, Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD),
Kantor Kehutanan dan Perkebunan, Bagian Keuangan dan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) lainnya yang terkait, pemegang KP dan kontraktor PKP2B.
Sementara pihak-pihak yang terkait di luar Pemda adalah Departemen ESDM,
Departemen Keuangan, Departemen Kehutanan dan Kementrian Lingkungan
Hidup. Masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab dan wewenang yang
berbeda walaupun saling terkait satu dengan yang lainnya.
Ijin usaha pertambangan batubara yang diberikan oleh Walikota Samarinda
dengan menerbitkan Surat Keputusan sebelum seluruh persyaratan terpenuhi,
antara lain belum adanya dokumen-dokumen lingkungan seperti AMDAL dan
RKL/UPL, belum disetorkannya jaminan kesungguhan dan jaminan reklamasi,
dan lain-lain menunjukkan bahwa sebenarnya banyak pengusaha pemilik ijin
kuasa pertambangan batubara di Kota Samarinda yang tidak layak untuk
melakukan usaha pertambangan batubara. Hal tersebut berpotensi mengakibatkan
kerusakan lingkungan.
Pemberian ijin usaha pertambangan batubara kepada para pemegang KP
mempunyai konsekuensi kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pemegang KP yaitu kewajiban keuangan berupa iuran tetap dan Royalty serta
kewajiban pengelolaan lingkungan. Untuk memastikan bahwa kewajiban para KP
tersebut dapat dipenuhi maka diperlukan pengisian pejabat dan pegawai pada
Kantor Pertambangan dan Energi dan BPLHD yang memperhatikan aspek
kompetensi terutama pemahaman yang memadai atas ketentuan yang mendasari
pelaksanaan kegiatan pertambangan batubara. Hasil pemeriksaan BPK pada Kota
Samarinda menemukan bahwa pengisian pejabat dan pegawai SKPD terkait
pengelolaan batubara dan pengelolaan lingkungan batubara di Kota Samarinda
belum sepenuhnya memperhatikan aspek kompetensi dan pemahaman mengenai
ketentuan perundang-undangan terkait pengelolaan batubara. Selain itu,
LHP Kota Samarinda


16
jumlahnya belum memadai terutama inspektur tambang yang bertugas untuk
mengawasi kepatuhan pengelolaan lingkungan. Akibatnya, pengawasan terhadap
kepatuhan pengelolaan lingkungan oleh para pemegang ijin pertambangan
batubara menjadi tidak memadai dan optimal yang berdampak langsung pada
kerusakan lingkungan jangka panjang.
Kebijakan pemerintah pusat yang menyerahkan kewenangan pemberian ijin dan
pengawasan kepatuhan kewajiban pengelolaan lingkungan tidak disertai dengan
pengaturan secara formal dan tegas mengenai kewenangan aparat Pemda dalam
pengawasan kepatuhan kewajiban keuangan para pemegang ijin pertambangan
batubara. Praktek yang ditemukan BPK adalah kurangnya pengawasan aparat
Pemda terhadap kepatuhan kewajiban keuangan para pemegang ijin sehingga
terjadi kurang bayar ke Kas Negara. Sementara, Departemen ESDM yang
seharusnya mengawasi tidak melaksanakan tugas ini sepenuhnya dengan alasan
kurangnya SDM dan tidak adanya data untuk pengawasan seperti ijin yang
diterbitkan, laporan penjualan dan laporan produksi.

2. Penilaian Risiko
Sebagai bagian dari upaya untuk membangun sistem pengendalian intern yang
efektif, pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan batubara perlu
mengidentifikasikan risiko-risiko potensial yang mungkin akan terjadi. Hasil
pemeriksaan BPK pada Kota Samarinda menunjukkan bahwa identifikasi dan
analisis resiko yang mungkin timbul dalam pengelolaan batubara belum dilakukan
secara spesifik dan formal. Tim BPK tidak menemukan adanya dokumentasi
terkait proses identifikasi dan analisis resiko. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan
wawancara dengan para pejabat di Kota Samarinda diketahui bahwa risiko-risiko
yang potensial terjadi dalam pengelolaan batubara di daerah adalah pemberian ijin
yang tidak sesuai dengan ketentuan, jaminan reklamasi yang belum disetor,
perhitungan dan pembayaran kewajiban keuangan seperti iuran tetap dan Royalty
yang lebih rendah dari ketentuan yang berlaku, dan pelaksanaan AMDAL dan
RKL/UPL yang tidak sesuai dengan ketentuan.

3. Aktivitas Pengendalian
Para pihak yang terkait dengan pengelolaan batubara mengembangkan kerangka
sistem pengendalian intern untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko-
risiko yang telah diidentifikasi. Pemerintah pusat dan daerah mengeluarkan
kebijakan dan ketentuan-ketentuan, Standard Operating Procedure (SOP),
petunjuk teknis-petunjuk teknis, dan kerangka pelaporan serta
pertanggungjawaban sebagai bagian dari sistem pengendalian internnya. Terkait
dengan perijinan, Walikota seharusnya memberikan ijin usaha pertambangan
setelah mempertimbangkan pemenuhan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
pemohon. Persyaratan tersebut dapat berupa kesanggupan dari segi keuangan dan
pengelolaan dampak lingkungan serta persyaratan lainnya sesuai dengan
ketentuan. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan batubara pada Kota Samarinda
menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa kelemahan terkait dengan prosedur
LHP Kota Samarinda


17
pemberian ijin pertambangan, yaitu antara lain:
a. Tidak adanya prosedur dan tata kerja formal yang mengatur secara rinci
tentang proses pemberian ijin, tugas dan fungsi unit kerja yang terlibat. Hal
ini mengakibatkan kekurangjelasan mekanisme pemberian ijin usaha
pertambangan.
b. Terkait dengan pemberian ijin eksploitasi, Kota Samarinda belum
menjalankan ketentuan peraturan daerah tentang jaminan reklamasi yang
harus diserahkan oleh para pemegang kuasa pertambangan. Hal ini
mengakibatkan aspek pelestarian lingkungan tidak terjaga.

4. Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi dalam suatu kerangka sistem pengendalian intern
penting untuk proses pengumpulan informasi bagi pengambil keputusan. Untuk
menyelenggarakan komunikasi yang efektif terkait pengelolaan sektor
pertambangan, Kota Samarinda seyogyanya menyediakan dan memanfaatkan
berbagai bentuk sarana komunikasi, serta mengelola, mengembangkan, dan
memperbarui sistem informasi secara terus menerus.
Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa Kota Samarinda tidak memiliki
database yang akurat dan lengkap tentang perijinan atas pengusahaan batubara;
laporan produksi dan penjualan; data dan informasi penerimaan PNBP berupa
iuran tetap, Royalty dan DHPB; perhitungan dan penyaluran DBH; dan laporan
pemantauan pengelolaan lingkungan.
Kota Samarinda bersifat pasif dalam proses rekonsiliasi DBH sektor
pertambangan umum yang dilakukan bersama dengan Departemen Keuangan dan
masih belum memadainya mekanisme check and balance untuk meyakinkan
penerimaan Royalty dan iuran tetap tersebut.
Departemen ESDM selaku aparat pemerintah pusat dan Kantor Pertambangan dan
Energi, Dishutbun, BPLHD dan BPKD selaku SKPD yang terkait pertambangan
umum di Pemda Samarinda wajib saling menjalin komunikasi yang intensif dan
efektif agar pengelolaan sektor pertambangan umum lebih memberikan manfaat
bagi masyarakat. Saat ini hal tersebut masih belum optimal dapat dilakukan karena
laporan-laporan terkait pengelolaan pertambangan batubara mulai dari pemberian
ijin, laporan produksi dan penjualan, sampai dengan laporan hasil pemantauan
kepatuhan pemenuhan kewajiban pengelolaan lingkungan tidak diperoleh secara
lengkap dan mutakhir oleh Departemen ESDM.

5. Pemantauan
Untuk memastikan bahwa sistem pengendalian intern pengelolaan batubara
berjalan sebagaimana mestinya, Walikota Samarinda memantau efektivitas
pelaksanaannya. Pemantauan tersebut dilakukan melalui kegiatan pengawasan
yang dilaksanakan oleh aparat pengawasan internal dhi. Badan Pengawas Daerah
(Bawasda). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Bawasda Kota Samarinda
LHP Kota Samarinda


18
belum optimal dalam melakukan kegiatan pengawasan atas kinerja SKPD
pengelola pertambangan batubara. Hal tersebut antara lain disebabkan kurangnya
pemahaman mereka atas kegiatan pengelolaan batubara dan lingkungan.
Sistem Pengendalian Intern pengelolaan batubara dirancang dan diimplementasikan
dengan harapan dapat meminimalisasi risiko dan mengoptimalkan kesempatan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Efektivitas sistem pengendalian internal akan
memberikan dampak kepada kualitas pengelolaan batubara pada Kota Samarinda.

Hasil pengujian yang dilakukan BPK menunjukkan bahwa rancangan dan implementasi
sistem pengendalian intern terkait dengan pengelolaan batubara belum mampu secara
efektif menjamin kepatuhan atas ketentuan perundang-undangan. Ketidakefektifan
tersebut berdampak kepada masih ditemukannya beberapa temuan-temuan signifikan
terkait dengan pelanggaran kebijakan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.























LHP Kota Samarinda


19
B. TEMUAN PEMERIKSAAN
Kelemahan Kebijakan Daerah
Pemerintah
Kota
Samarinda
Belum
Menetapkan
Prosedur
Pelaksanaan
Jaminan
Reklamasi
Proses penambangan batubara umumnya mengakibatkan perubahan bentuk muka lahan
secara besar-besaran berupa lubang-lubang bekas tambang dan timbunan-timbunan
tanah penutup. Karena itu Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan Pasal 30 mewajibkan para pemegang Kuasa
Pertambangan (KP) untuk melakukan reklamasi. Reklamasi adalah kegiatan yang
bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat
kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya.
Lahan terganggu termasuk area bukaan tambang, area penimbunan dan fasilitas
tambang seperti bengkel dan kantor.



Dalam rangka meningkatkan ketaatan dari pemegang izin usaha pertambangan
tahap eksploitasi/operasi produksi dalam melaksanakan reklamasi lahan bekas tambang
sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang, pemegang
kuasa pertambangan diwajibkan memberikan jaminan reklamasi dengan ketentuan
yang diatur dalam Lampiran 7 Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral
No. 1453.K/29/Mem/2000 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas
Pemerintahan Di Bidang Pertambangan Umum. J aminan reklamasi adalah dana yang
disediakan oleh perusahaan pertambangan sebagai uang jaminan untuk melakukan
reklamasi di bidang pertambangan umum.
Pemkot Samarinda mewajibkan penyetoran jaminan reklamasi sesuai dengan Pasal 17
Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Walikota
Samarinda Nomor 34 tahun 2006 yang diperbaharui dengan Peraturan Walikota
Samarinda Nomor 004 tahun 2008. J aminan dapat berupa deposito berjangka dan atau
accounting reserve dan atau jaminan pihak ketiga yang ditetapkan berdasarkan biaya
reklamasi sesuai dengan Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan (RTKL) untuk
jaminan waktu lima tahun atau sesuai untuk jangka waktu umur tambangnya.
Berdasarkan Lampiran 7 Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral No.
1453.K/29/Mem/2000, besar jaminan reklamasi seharusnya adalah sebesar estimasi
biaya reklamasi yang dicantumkan dalam Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan
(RTKL). Biaya rencana reklamasi harus diperhitungkan dengan anggapan bahwa
reklamasi tersebut akan dilaksanakan oleh pihak ketiga.
Komponen biaya reklamasi terdiri dari :
1. Biaya langsung meliputi :
a. Biaya pembongkaran fasilitas tambang (bangunan, jalan, emplasmen), kecuali
ditentukan lain.
b. Biaya penetapan kegunaan lahan yang terdiri dari :
1) Sewa alat-alat berat dan mekanis.
2) Pengisian kembali lahan bekas tambang.
3) Pengaturan permukaan lahan.
4) Penebaran tanah pucuk.
5) Pengendalian erosi dan pengelolaan air.
c. Biaya revegetasi dapat meliputi :
LHP Kota Samarinda


20
1) Analisis kualitas tanah
2) Pemupukan
3) Pengadaan bibit
4) Penanaman
5) Pemeliharaan tanaman
d. Biaya Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang
e. Biaya untuk pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan pasca tambang
2. Biaya tidak langsung meliputi :
a. Biaya mobilisasi dan demobilisasi alat-alat berat
b. Biaya perencanaan reklamasi
c. Biaya administrasi dan keuntungan kontraktor pelaksana reklamasi
Biaya-biaya tersebut di atas sudah harus memperhitungkan pajak-pajak yang berlaku.
Namun data pada Kantor Pertambangan dan Energi Kota Samarinda menunjukkan
bahwa dari sembilan pemegang KP tidak ada Pemegang KP yang membuat RTKL
sehingga tidak diketahui estimasi biaya reklamasi yang seharusnya menjadi dasar
besaran jaminan reklamasi. Pemeriksaan tidak dapat mengungkapkan data-data biaya
reklamasi dan revegetasi yang dapat diyakini kewajarannya atas kegiatan reklamasi
yang dilakukan di wilayah Kota Samarinda.
Hasil evaluasi atas dokumen jaminan reklamasi menunjukkan bahwa seluruh
perusahaan pemegang ijin kuasa pertambangan eksploitasi belum membayar jaminan
reklamasi untuk periode tahun 2006 sampai dengan waktu pemeriksaan berakhir. Atas
hal tersebut, BPK tidak memperoleh biaya pembanding untuk menghitung besaran
jaminan reklamasi.
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
1. Peraturan Pemerintah No 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Pasal 41, ayat 1
menyatakan bahwa dengan pemberitahuan 6 (enam) bulan sebelumnya, Menteri,
Gubernur, Walikota/Walikota sesuai kewenangannya dapat membatalkan Kuasa
Pertambangan Eksploitasi antara lain jika pemegang Kuasa Pertambangan tidak
menyetorkan jaminan reklamasi dan tidak melakukan kegiatan pengelolaan dan
pemantaun lingkungan.
2. Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 17, ayat 1 yang
menyatakan bahwa kuasa pertambangan eksploitasi diwajibkan menempatkan
jaminan reklamasi sebelum melakukan kegiatan penambangan atau operasi
produksi.
3. Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral No. 1453.K/29/MEM/2000
Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang
Pertambangan Umum Pasal 5 yang menyebutkan bahwa
a. Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing mewajibkan
pemegang KP, KK dan PKP2B pada tahap eksploitasi/produksi untuk
menyampaikan laporan Rencana Tahunan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan (RTKPL).
b. Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing mewajibkan
LHP Kota Samarinda


21
pemegang KP, KK dan PKP2B pada saat memulai tahap operasi/produksi untuk
menyampaikan laporan Rencana Tahunan Pengelolaan Lingkungan (RTKL)
dan menempatkan Dana J aminan Reklamasi pada bank pemerintah atau bank
devisa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal tersebut mengakibatkan Pemkot Samarinda tidak memiliki jaminan yang memadai
untuk menanggulangi kerusakan lingkungan yang harus ditanggung oleh masyarakat
dan Pemerintah Kota Samarinda apabila pemilik KP tidak melaksanakan kewajiban
reklamasi dan revegetasi. Lebih lanjut, hal ini dapat mengakibatkan kerugian daerah
apabila biaya penanggulangan tersebut harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah.
Hal tersebut terjadi karena Walikota Samarinda belum menerbitkan peraturan
pelaksanaan terkait jaminan reklamasi dan Kepala Kantor Pertambangan dan Energi
belum melakukan pengawasan secara memadai atas kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi perusahaan khususnya kewajiban pemenuhan jaminan reklamasi, serta tidak
adanya sanksi yang tegas atas pelanggaran yang terjadi.
Kepala Kantor Pertambangan dan Energi Kota Samarinda menjelaskan bahwa hal
tersebut terkait dengan SK Walikota Samarinda mengenai jaminan reklamasi yang
sedang dalam proses perbaikan dan revisi.
BPK-RI merekomendasikan kepada Walikota Samarinda agar :
1. Merumuskan kebijakan yang menyangkut pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan khususnya tentang pelaksanaan jaminan reklamasi.
2. Memerintahkan Kepala Kantor Pertambangan dan Energi untuk meningkatkan
pengawasan atas pemenuhan kewajiban keuangan para pemegang KP dan
memberikan sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku bagi pemegang KP
yang tidak memenuhi kewajibannya.

Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Yang Berlaku
Kekurangan
Pembayaran
Royalti Dan
Iuran Tetap serta
Denda
Keterlambatan
Sebesar
Rp452.801.229,71
dan
US$329,989.57

Usaha pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis
dan golongan bahan galian vital termasuk batubara terlaksana setelah mendapatkan Surat
Keputusan Penunjukan Kuasa Pertambangan atau Ijin Usaha Pertambangan dari
Walikota Samarinda. Proses perijinannya ditangani oleh Kantor Pertambangan dan
Energi Kota Samarinda. Kuasa Pertambangan tersebut dapat diberikan dalam bentuk
kuasa pertambangan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan, serta penjualan.
Atas pemberian Kuasa Pertambangan ini, Pemegang KP mempunyai
kewajiban, antara lain membayar Iuran Pertambangan berupa Iuran Tetap/Landrent dan
Iuran Produksi/Royalti. Iuran Tetap/Landrent dan Royalti tersebut langsung disetorkan
ke Kas Negara pada rekening No.501.000.000 di Bank Indonesia. Pembayaran Iuran
Tetap di Kota Samarinda dilakukan secara penuh segera setelah Keputusan Penunjukan
Kuasa Pertambangan disahkan oleh Walikota. Iuran eksploitasi (royalty) untuk KP
ditetapkan atas dasar tarif tertentu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun
2003 tentang Tarif PNBP yang berlaku pada Departemen ESDM dimana
pembayarannya dilakukan selambat-lambatnya satu bulan setelah akhir triwulan yang
LHP Kota Samarinda


22
bersangkutan.

BPK melakukan pemeriksaan atas pembayaran royalty berdasarkan volume dan harga
jual yang dilaporkan oleh perusahaan tahun 2006 dan 2007 dan membandingkan
dengan bukti setor sebagai dasar pembayaran royalty yang telah disetor ke Kas
Negara. Hasil pemeriksaan menunjukkan kekurangan pembayaran royalti sebesar
US$261,561.82 dan atas kekurangan tersebut belum dikenakan denda atas
keterlambatan royalti sebesar Rp324.142.379,71 dan US$68,427.75, dengan rincian
sebagai berikut :
Tabel 4.1 : Perhitungan Royalti
No
Perusahaan Kuasa
Pertambangan
Royalti Kurang Dibayar Denda Keterlambatan Royalti
Rp US$ Rp US$
1 YLPAD 0.00 212,582.70 246,109,163.98 46,389.04
2 CV. Arjuna 0.00 0.00 39,992,073.53 0.00
3 CV. Buana Rizky Armia 0.00 0.00 0.00 1,762.25
4 CV. Arqom 0.00 0.00 0.00 4,794.25
5 PT. Graha Benua Etam 0.00 0.00 38,041,142.20 0.00
6 KOPTAM BSM 0.00 15,114.00 0.00 0.00
7 CV. Baratama Makmur 0.00 14,257.40 0.00 3,510.77
8 CV. Dunia Usaha 0.00 6,902.72 0.00 9,684.54
9 KSU Putra Mahakam Mandiri 0.00 12,705.00 0.00 2,286.90
TOTAL 0.00 261,561.82 324,142,379.71 68,427.75
Khusus untuk KP KOPTAM BSM, karena sampai dengan akhir pemeriksaan tim
pemeriksa tidak mendapatkan data, maka royalti kurang dibayar dihitung berdasarkan
rata-rata penjualan untuk setiap ton batubara (sebesar USD 20 X 5% =USD 1) dan
data tonase penjualan berdasarkan data SKAB yang dikeluarkan oleh Kantor
Pertambangan & Energi Kota Samarinda. Rincian untuk perhitungan masing-masing
KP dapat dilihat pada lampiran.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut berdasarkan bukti setor pembayaran Iuran Tetap dari
pertambangan batubara yang telah disetorkan pemegang KP ke Kas Negara yang
diserahkan oleh masing-masing Pemegang KP di Kota Samarinda, diketahui bahwa
terdapat kekurangan pembayaran landrent sebesar Rp92.242.500,00 berikut dendanya
sebesar Rp36.416.350,00 dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 4.2 : Perhitungan Iuran Tetap
KP
LUAS
Tgl J atuh
Tempo
J umlah Iuran
Tetap (Rp)
Pembayar
an(Rp) Denda(Rp)
Kekurangan
(Hektar) Iuran Tetap(Rp)



CV. Arjuna 695.5 6-Oct-06 17,387,500

8,346,000 17,387,500
902.5 22,562,500 0,00 10,830,000 22,562,500
39,950,000 19,176,000 39,950,000
6-Oct-07 17,387,500 4,173,000 17,387,500
LHP Kota Samarinda


23
22,562,500 0,00 5,415,000 22,562,500
39,950,000

9,588,000 39,950,000
Sub Total 79,900,000 0,00 28,764,000 79,900,000
PT. Graha Benua 493.7 9-Dec-06 12,342,500
0,00
5,430,700 12,342,500
9-Dec-07 12,342,500 12,342,50 2,221,650 0,00
Sub Total 24,685,000 12,342,50 7,652,350 12,342,500
TOTAL 104,585,000 12,342,50 36,416,350 92,242,500
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak Pasal 17 ayat ayat (1) menyatakan: Dalam hal berdasarkan
hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdapat kekurangan
pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Wajib Bayar
yang bersangkutan wajib melunasi kekurangannya dan ditambah dengan sanksi
berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dari jumlah kekurangan tersebut.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1969 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pertambangan tanggal 31 Desember 1969 Pasal 55 menyatakan
bahwa Pemegang Kuasa Pertambangan Eksploitasi diwajibkan membayar Iuran
Tetap tiap tahun untuk tiap hektar wilayah Kuasa Pertambangannya.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2003 Tanggal 31 J uli
2003 Tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan bahwa :
a. Tarif royalti yang menjadi hak pemerintah dari batubara adalah sebesar kalori <
5.100 =3%, kalori 5.100-6.100 =5% dan kalori >6.100 =7% dari harga jual.
b. Penerimaan dari Iuran Tetap/Landrent untuk Usaha Pertambangan Umum
dalam rangka Kuasa Pertambangan untuk tahap eksplotasi adalah sebesar
Rp25.000,00 per ha/tahun untuk endapan primer dan endapan alluvial-alluvial.
Hal tersebut mengakibatkan Negara kurang menerima PNBP dari royalti hasil
penjualan batubara dan Iuran Tetap sebesar masing-masing USD261,561.82 dan
Rp92.242.500,00 dan denda atas keterlambatan pembayaran royalti belum dibayar
sebesar Rp324.142.379,71 dan USD 68,427.75 serta denda iuran tetap sebesar
Rp36.416.350,00.
Kondisi tersebut disebabkan:
1. Pemegang KP di Kota Samarinda tidak mentaati ketentuan mengenai pembayaran
royalti dan iuran tetap.
2. Walikota Samarinda dan Kepala Kantor Pertambangan dan Energi Kota Samarinda
kurang cermat dalam melakukan pengawasan atas pembayaran Iuran Tetap yang
dilakukan oleh para pemegang KP.
LHP Kota Samarinda


24
Kepala Kantor Pertambangan dan Energi Kota Samarinda menjelaskan akan
menagihkan kekurangan tersebut. Atas denda keterlambatan pembayaran royalti telah
dilakukan pembayaran oleh CV Buana Rizky Armia tanggal 27 Nopember 2008
sebesar US$1,762.25
BPK-RI merekomendasikan kepada Walikota Samarinda agar:
1. Menegur dan memerintahkan Pimpinan masing-masing Kuasa Pertambangan
untuk segera menyetorkan kewajiban royalty, iuran tetap dan dendanya ke Kas
Negara di rekening 501.000.000.
2. Memerintahkan Kepala Kantor Pertambangan dan Energi untuk meningkatkan
pengawasan dan pengendalian lapangan khususnya atas kegiatan produksi,
penjualan dan pembayaran kewajiban PNBP oleh Pemilik KP, serta memberikan
sanksi yang tegas sesuai ketentuan yang berlaku.





LHP Kota Samarinda


25

BAB V
KESIMPULAN

Hasil pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan Batubara pada Pemerintah Kota Samarinda
dan 9 Perusahaan Pemegang Kuasa Pertambangan di Kota Samarinda menunjukkan kelemahan
kebijakan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku sebagai berikut:
1. Kelemahan Kebijakan Daerah
Pemerintah Kota Samarinda belum menetapkan prosedur pelaksanaan jaminan reklamasi,
mengakibatkan Pemkot Samarinda tidak memiliki jaminan yang memadai untuk
menanggulangi kerusakan lingkungan yang harus ditanggung oleh masyarakat dan
Pemerintah Kota Samarinda apabila pemilik KP tidak melaksanakan kewajiban reklamasi
dan revegetasi.
2. Ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku
Kekurangan pembayaran royalti dan iuran tetap serta denda keterlambatan yang
mengakibatkan negara kurang menerima PNBP sebesar Rp452.801.229,71 dan
US$329,989.57
Kelemahan kebijakan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku tersebut merupakan
penyimpangan yang menghambat terpenuhinya PNBP Sumber Daya Alam Pertambangan
Batubara sebagai Dana Bagi Hasil bagi daerah yang merupakan salah satu sumber penerimaan
daerah. Selain itu, kesalahan kebijakan dalam pemberian ijin dan ketidakpatuhan perusahaan
memenuhi kewajiban terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, akan menimbulkan
kerusakan lingkungan yang pada akhirnya akan membebani keuangan negara/daerah untuk
pemulihannya dan apabila upaya pemulihan tersebut tidak berhasil, akan mengancam kelestarian
alam dan kehidupan manusia.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

No. LUAS
Denda
Kekurangan
(Hektar) TAHAP NOMOR TANGGAL Iuran Tetap
1 CV. Arjuna 695.50 Eksploitasi 545/142/KPE/IX/20 6-Sep-04 6-Oct-06 25,000 17,387,500 8,346,000 17,387,500
902.50 Eksploitasi 545/143/KPE/IX/20 6-Sep-04 22,562,500 10,830,000 22,562,500
39,950,000 19,176,000 39,950,000
6-Oct-07 25,000 17,387,500 4,173,000 17,387,500
22,562,500 5,415,000 22,562,500
39,950,000 9,588,000 39,950,000
28,764,000 79,900,000
Tarif
Jumlah
Iuran Tetap
MA PERUSAHA
PERIJINAN
Tgl Jatuh
Tempo
YLPAD LAMPIRAN 1
YLPAD
No. Tahun Bulan Tonase JumlahRoyalti
Tanggal
Royalti
RoyaltiDibayar
Tanggal
Jatuh
Tempo
Bulan
Terlambat
ProsentaseDenda
(BulanX2%)
JumlahDenda
(Rp)
RoyaltiBelum
Dibayar(Rp)
JumlahDenda
(US$)
RoyaltiBelum
Dibayar(US$)
1 2006 April 4,027.00 35,606,542.27 2Mar07 35,606,542.27 31Jul06 8 16% 5,697,046.76 0.00 0.00 0.00
2 5,681.00 50,515,390.72 13Mar07 50,515,390.72 31Jul06 8 16% 8,082,462.52 0.00 0.00 0.00
3 3,952.00 35,211,273.37 26Mar07 35,211,273.37 31Jul06 8 16% 5,633,803.74 0.00 0.00 0.00
4 2006 May 8,758.00 77,364,101.95 3May07 77,364,101.95 31Jul06 10 20% 15,472,820.39 0.00 0.00 0.00
5 2006 June 3,358.00 28,621,664.60 31May07 28,621,664.60 31Jul06 10 20% 5,724,332.92 0.00 0.00 0.00
6 2006 8,595.00 73,242,773.20 31May07 73,242,773.20 31Jul06 10 20% 14,648,554.64 0.00 0.00 0.00
7 2006 July 3,359.00 29,579,462.64 18Jun07 29,579,462.64 31Oct06 8 16% 4,732,714.02 0.00 0.00 0.00
8 2006 7,510.00 66,121,264.77 18Jun07 66,121,264.77 31Oct06 8 16% 10,579,402.36 0.00 0.00 0.00
9 2006 September 8,053.00 71,459,636.83 12Sep06 71,459,636.83 31Oct06 0 0% 0.00 0.00 0.00 0.00
10 2006 8,026.00 72,234,450.00 10Jul07 72,234,450.00 31Oct06 9 18% 13,002,201.00 0.00 0.00 0.00
11 2006 5,381.00 48,432,051.00 10Jul07 48,432,051.00 31Oct06 9 18% 8,717,769.18 0.00 0.00 0.00
12 2006 October 5,543.00 49,891,716.00 10Jul07 49,891,716.00 31Jan07 6 12% 5,987,005.92 0.00 0.00 0.00
13 2006 8,077.00 72,697,239.00 10Jul07 72,697,239.00 31Jan07 6 12% 8,723,668.68 0.00 0.00 0.00
14 2006 November 5,093.00 46,527,140.20 1Aug07 46,527,140.20 31Jan07 7 14% 6,513,799.63 0.00 0.00 0.00
15 2006 8,052.00 73,561,478.44 1Aug07 73,561,478.44 31Jan07 7 14% 10,298,606.98 0.00 0.00 0.00
16 2006 8,055.00 73,586,672.77 1Aug07 73,586,672.77 31Jan07 7 14% 10,302,134.19 0.00 0.00 0.00
17 2006 8,121.00 74,192,907.91 1Aug07 74,192,907.91 31Jan07 7 14% 10,387,007.11 0.00 0.00 0.00
18 2006 December 8,416.00 76,884,572.20 1Aug07 76,884,572.20 31Jan07 7 14% 10,763,840.11 0.00 0.00 0.00
19 2006 8,054.00 73,575,199.21 1Aug07 73,575,199.21 31Jan07 7 14% 10,300,527.89 0.00 0.00 0.00
126,111.00 Total2006 165,567,698.04 0.00 0.00 0.00
No. Tahun Bulan Tonase JumlahRoyalti
Tanggal
Royalti
RoyaltiDibayar
Tanggal
Jatuh
Tempo
Bulan
Terlambat
ProsentaseDenda
(BulanX2%)
JumlahDenda
(Rp)
RoyaltiBelum
Dibayar(Rp)
JumlahDenda
(US$)
RoyaltiBelum
Dibayar(US$)
1 2007 January 7,919.00 75,338,032.26 3May07 75,338,032.26 30Apr07 1 2% 1,506,760.65 0.00
2 2007 7,962.00 76,208,982.00 26Oct07 76,208,982.00 30Apr07 6 12% 9,145,077.84 0.00
3 2007 7,973.00 76,309,408.00 26Oct07 76,309,408.00 30Apr07 6 12% 9,157,128.96 0.00
4 2007 3,341.00 31,979,618.00 26Oct07 31,979,618.00 30Apr07 6 12% 3,837,554.16 0.00
5 2007 8,033.00 76,762,140.00 22Jul08 76,762,140.00 30Apr07 16 32% 24,563,884.80 0.00
6 2007 7,985.00 77,459,429.00 19Nov07 77,459,429.00 30Apr07 7 14% 10,844,320.06 0.00
7 2007 February 7,513.00 74,971,862.50 2Mar07 74,971,862.50 30Apr07 0 0% 0.00 0.00
8 2007 7,528.00 75,538,416.92 13Mar07 75,538,416.92 30Apr07 0 0% 0.00 0.00
9 2007 5,889.00 59,213,839.80 26Mar07 59,213,839.80 30Apr07 0 0% 0.00 0.00
10 2007 6,563.00 5,906.70 $ 30Sep08 0.00 30Apr07 16 32% 1,890.14 $ 5,906.70 $
11 2007 8,560.00 7,704.00 $ 30Sep08 0.00 30Apr07 16 32% 2,465.28 $ 7,704.00 $
12 2007 March 8,490.00 7,641.00 $ 30Sep08 0.00 30Apr07 16 32% 2,445.12 $ 7,641.00 $
13 2007 8,223.00 83,570,366.00 19Nov07 83,570,366.00 30Apr07 7 14% 11,699,851.24 0.00
14 2007 April 8,509.00 7,658.10 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,991.11 $ 7,658.10 $
YLPAD LAMPIRAN 2
15 2007 8,568.00 7,711.20 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 2,004.91 $ 7,711.20 $
16 2007 6,046.00 5,441.40 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,414.76 $ 5,441.40 $
17 2007 May 8,027.00 7,224.30 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,878.32 $ 7,224.30 $
18 2007 7,228.00 6,505.20 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,691.35 $ 6,505.20 $
19 2007 5,156.00 4,640.40 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,206.50 $ 4,640.40 $
20 2007 8,025.00 7,222.50 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,877.85 $ 7,222.50 $
21 2007 8,050.00 7,245.00 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,883.70 $ 7,245.00 $
22 2007 June 5,554.00 4,998.60 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,299.64 $ 4,998.60 $
23 2007 8,103.00 7,292.70 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,896.10 $ 7,292.70 $
24 2007 8,194.00 7,374.60 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,917.40 $ 7,374.60 $
25 2007 7,998.00 81,279,711.00 19Nov07 81,279,711.00 31Jul07 4 8% 6,502,376.88 0.00
26 2007 8,071.00 7,263.90 $ 30Sep08 0.00 31Jul07 13 26% 1,888.61 $ 7,263.90 $
27 2007 July 8,022.00 82,112,784.00 19Dec07 82,112,784.00 31Oct07 2 4% 3,284,511.36 0.00
28 2007 August 8,032.00 7,228.80 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 1,445.76 $ 7,228.80 $
29 2007 September 8,099.00 7,289.10 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 1,457.82 $ 7,289.10 $
30 2007 8,140.00 7,326.00 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 1,465.20 $ 7,326.00 $
31 2007 3,892.00 3,502.80 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 700.56 $ 3,502.80 $
32 2007 7,818.00 7,036.20 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 1,407.24 $ 7,036.20 $
33 2007 8,096.00 7,286.40 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 1,457.28 $ 7,286.40 $
34 2007 8,313.00 7,481.70 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 1,496.34 $ 7,481.70 $
35 2007 5,625.00 5,062.50 $ 30Sep08 0.00 31Oct07 10 20% 1,012.50 $ 5,062.50 $
36 2007 October 7,037.00 6,333.30 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 886.66 $ 6,333.30 $
37 2007 7,958.00 7,162.20 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 1,002.71 $ 7,162.20 $
38 2007 8,208.00 7,387.20 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 1,034.21 $ 7,387.20 $
39 2007 8,021.00 7,218.90 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 1,010.65 $ 7,218.90 $
40 2007 8,721.00 7,848.90 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 1,098.85 $ 7,848.90 $
41 2007 November 8,662.00 7,795.80 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 1,091.41 $ 7,795.80 $
42 2007 4,773.00 4,295.70 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 601.40 $ 4,295.70 $
43 2007 December 8,054.00 7,248.60 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 1,014.80 $ 7,248.60 $
44 2007 3,610.00 3,249.00 $ 30Sep08 0.00 31Jan08 7 14% 454.86 $ 3,249.00 $
324,589.00 Total2007 80,541,465.95 0.00 46,389.04 $ 212,582.70 $
Total2006&2007 246,109,163.98 46,389.04 $ 212,582.70 $
LAMPIRAN
BARATAMA MAKMUR
Tahun Bulan Penjualan Harga US$ Nilai Penjualan Tarif
Biaya
Pengurang
Nilai Penjualan Royalti Dibayar
Tanggal
Jatuh
Tempo
Tanggal
Pembayaran
Royalti
Jumlah
Pembayaran
Kurang
Royalty
Denda
2007 January - -
2007 February - -
2007 Mar - - - -
Qw 1 - - -
2007 April - - -
May 3,011.69 28.50 85,833.17 5% 85,833.17 4,291.66
2007 Juni 2,511.35 28.50 71,573.48 5% 71,573.48 3,578.67
Qw 2 5,523.04 - 157,406.64 7,870.33 31-Jul-07 7,870.33 2,361.10
2007 Juli - - -
Agustus - - -
September - -
Qw 3 - - 31-Oct-07
2007 Oktober 1,579.92 29.50 46,607.64 5% 22,360.76 24,246.88 1,212.34
November 2,872.00 32.50 93,340.00 5% 79,644.56 13,695.44 684.77
2007 Desember 2,806.22 32.00 89,799.04 5% - 89,799.04 4,489.95
Qw 4 7,258.14 127,741.36 6,387.07 31-Jan-08 6,387.07 1,149.67
TOTAL 12,781 14,257.40 $ 3,510.77 $
LAMPIRAN
CV.DUNIAUSAHA
Tahun Bulan Volume HargaUS$
Total
Penjualan
Adjustment
Penjualan
Nett
Kalori Tarif
Royalti
Dibayar
Royalti
Dibayar
triwulan
Tanggal
JatuhTempo
Tanggal
Pembayaran
Royalti
Jumlah
Pembayaran
KurangBayar
DendaTahun
2007
2007 July 3,245.80 24.25 78,710.58 0.00 78,710.58 6,100.00 7% 5,509.74 31Jul07 0.00 0.00 0.00
2007 August 8,239.00 30.00 247,170.00 4,689.33 242,480.67 5,712.00 5% 12,124.03 0.00
2007 September 8,244.68 37.50 309,175.65 1,068.92 308,106.73 6,150.00 7% 21,567.47 0.00
2007 October 3,542.51 24.25 85,905.92 0.00 85,905.92 6,300.00 7% 6,013.41 39,201.25 31Oct07 0.00 39,201.25 0.00
2007 November 3,528.00 35.00 123,480.00 0.00 123,480.00 6,001.00 5% 6,174.00 784.02
2007 December 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 784.02
2008 January 12,187.41 31Jan08 0.00 12,187.41 784.02
2008 February 1,027.77
2008 March 1,027.77
2008 April 1,027.77
2008 May 1,027.77
2008 June 1,027.77
2008 July 1,027.77
2008 August 12Aug08 39,865.50 11,523.16 1,027.77
2008 September 9Sep08 4,620.44 6,902.72 138.05
2008 October
2008 November
2008 December
44,485.94 $ 6,902.72 $ 9,684.54 $
No. LUAS Denda Tgl Hutang
(Hektar) TAHAP NOMOR TANGGAL Pembayaran Landrent
1 PT. ENERGI CAHAYA 1,022 Eksploitasi 26-Apr-05 26-May-06 25,000 25,550,000 7,665,000 6-Feb-08 33,215,000 -
INDUSTRITAMA
(qq CV ARQOM) 26-May-07 25,000 25,550,000 1,533,000 6-Feb-08 27,083,000 -
60,298,000
Tarif
Jumlah
Landrent
Jumlah NAMA PERUSAHAAN
PERIJINAN Tgl Jatuh
Tempo
No. LUAS Hutang Denda
(Hektar) TAHAP NOMOR TANGGAL Landrent
1 PT. GRAHA BENUA 493.70 Eksploitasi 458/HK-KS/2005 9-Nov-05 9-Dec-06 25,000 12,342,500 - 12,342,500 5,430,700
ETAM
9-Dec-07 25,000 12,342,500 12,342,500.00 - 2,221,650
24,685,000 12,342,500 7,652,350
Tarif
Jumlah
Landrent
Jumlah
Pembayaran
NAMA PERUSAHAAN
PERIJINAN Tgl Jatuh
Tempo
LAMPIRAN
KUD.PutraMahakam
Tahun Bulan Volume HargaUS$
Total
Penjualan
Adjustment
Penjualan
Nett
Kalori Tarif
Royalti
Dibayar
Royalti
Dibayar
triwulan
Tanggal
Jatuh
Tempo
Tanggal
Pembayaran
Royalti
Jumlah
Pembayaran
(Kurang)/lebih
Bayar
DendaTahun
2007
2007 October 0.00 38.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2007 November 0.00 38.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2007 December 5,500.00 33.00 181,500.00 0.00 181,500.00 6,300.00 7% 12,705.00 0.00
2008 January 12,705.00 31Jan08 0.00 12,705.00 0.00
2008 February 254.10
2008 March 254.10
2008 April 254.10
2008 May 254.10
2008 June 254.10
2008 July 254.10
2008 August 254.10
2008 September 254.10
2008 October 254.10
TOTAL 12,705.00 $ 2,286.90 $
NAMA
PERUSAHAAN I II III IV JUMLAH I II III IV JUMLAH
1 PT. Cahaya Tiara 170,008.59 208,441.03 348,412.79 271,903.53 998,765.94 211,020.43 211,221.12 256,470.07 216,645.34 895,356.96 1,894,122.90
2 KUD KOPTA 35,846.00 32,468.00 84,175.00 81,923.00 234,412.00 86,936.00 51,589.00 85,532.00 90,666.00 314,723.00 549,135.00
3 YLPAD 183,267.00 324,614.00 507,881.00
4 PT. Panca Prima Mining 344,349.00 344,349.00
5 CV. Transisi Energy 65,441.00 224,707.00 290,148.00
6 CV. Arjuna 13,422.40 29,934.93 32,074.94 11,114.37 86,546.64 86,546.64
7 CV. Buana Rizky Armia 41,323.00 41,323.00 41,323.00
8 CV. Arqom 21,068.00 21,068.00 21,068.00
9 PT. Graha Benua Etam 1,743.00 13,825.00 15,568.00
10 KOPTAM BSM 14,114.17 1,000.00 15,114.17 15,114.17
11 CV. Baratama Makmur 1,200.00 1,200.00 1,800.00 2,500.00 3,800.00 3,800.00 11,900.00 13,100.00
12 CV. Dunia Usaha 11,899.00 11,899.00
13 KSU Putra Mahakam Mandiri 3,825.00 3,825.00 3,825.00
14 PT. Himko Coal 1,060.00 1,060.00
1,484,828.94 2,310,310.77 3,795,139.71
DATA PRODUKSI / PENJUALAN BATUBARA
KUASA PERTAMBANGAN DI WILAYAH KOTA SAMARINDA
TAHUN 2005 S.D. 2007
NO TOTAL
TAHUN 2006 TAHUN 2007

Anda mungkin juga menyukai