C. Memainkan Rebana Saat Pernikahan Al-Imam al-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dalam Kitab Sunannya: dari Aisyah r.a. berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan mainkanlah rebana untuk
mengumumkannya." Al-Tirmidzi berkata: Hadis ini hasan gharib. Hadis serupa juga diriwayatkan dari Muhammad bin Khatib al-Jumahi, ia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: .
"Perbedaan antara yang diharamkan (zina) dan yang dihalalkan
(pernikahan) ialah dengan memainkan rebana dan suara." al-Tirmidzi berkata: Hadis ini hasan. Tidak diragukan lagi, bahwasannya hadis-hadis tentang memainkan rebana saat pernikahan dapat dijadikan hujjah meskipun sebagian diantaranya dhaif. Al- Imam al-Kahlani (w.1182 H) berkata dalam Subulussalam, hadis-hadis tersebut menunjukkan perintah untuk mengumumkan nikah. Mengumumkan itu lawan dari merahasiakan. Hadis ini menunjukkan atas perintah untuk memainkan ghirbal, atau rebana. Hadis-hadis yang berkaitan dengan rebana banyak. Meskipun didalamnya banyak yang mengkritik, namun hadis satu dengan hadis yang lain saling menguatkan. Hadis ini juga menunjukkan disyariatkannya bermain rebana atau alat musik karena perbuatan tersebut lebih bisa menyampaikan pengumuman daripada tidak memainkannya. Jika ada perintah (amr) maka bermakna wajib. Tetapi mungkin tidak ada ulama yang mengatakan bahwa memainkan rebana hukumnya wajib. Maka hukumnya adalah sunah, dengan syarat tidak diiringi dengan sesuatu yang diharamkan. Ya, sebagaimana yang dikatakan al-Imam al-Kahlani, memainkan rebana bukanlah sesuatu yang wajib dan tidak ada satu pendapat pun yang mewajibkannya. Adapun hukumnya sunnah saja, karena yang diperintahkan adalah mengumumkannya. Jika kita berkata bahwa memainkan rebana adalah sunah, apakah dalam mengumumkan harus dengan memainkan rebana, atau boleh dengan perantara lain? Jelas, dalam mengumumkan nikah boleh dengan sesuatu yang lain selain memainkan rebana, karena rebana merupakan salah satu gambaran alat musik pada masa Nabi sesuai adat arab. Memainkan rebana bukan termasuk dari perkara agama, namun merupakan tradisi masyarakat arab pada masa itu. Maka dari itu, boleh mengumumkan pernikahan dengan sesuatu yang lain, sesuai dengan tradisi masyarakat setempat dengan syarat tidak boleh diiringi dengan sesuatu yang diharamkan. Wallahu alam.
D. Kriteria Agama dan Tradisi Jika terjadi hal-hal demikian, maka apa yang menjadi kriteria agama dan budaya pada masa Nabi sehingga kita bisa membedakan diantara keduanya, kemudian kita bisa mengambil yang wajib dan bisa meninggalkan apa yang tidak wajib dari hadis tersebut?. Pendapat kami: 1. Jika termasuk perkara agama, maka diterapkan oleh Nabi, atau diterapkan oleh orang-orang islam saja. Berbeda dengan budaya, bisa diterapkan oleh orang- orang muslim dan nonmuslim. Misalnya serban. Serban merupakan tradisi orang arab bahkan selain orang arab, maka bisa digunakan oleh orang muslim dan nonmuslim. Adapun hijab islami dipakai oleh orang-orang islam saja. Maka dapat disimpulkan, serban termasuk tradisi, sedangkan hijab islami termasuk perkara agama. 2. Terkadang sebagian tradisi sudah ada sebelum islam datang. Misalnya memanjangkan sedikit rambut kepala, dan terus ada setelah datangnya islam. Adapun perkara agama atau hukum islam itu ada setelah datangnya islam. Maka wajib mengikuti apa yang datang dari Nabi s.a.w. yang berkenaan dalam hal agama, dan tidak wajib mengikuti apa yang datang dari Nabi s.a.w., jika bukan berkenaan dengan agama. 3. Terkadang sebagian tradisi telah ada sebelum datangnya islam kemudian datang wahyu dari Allah Taala yang memerintahkan orang-orang islam untuk meneruskan tradisi itu. Maka, hal tersebut menjadi syariat dalam islam setelah datangnya wahyu. Seperti haji dan penerapan bulan-bulan Qamariyah. Adapun sebelum datangnya islam, haji merupakan gambaran dari tradisi yang diwariskan pada masa jahiliyah dari syariat Nabi Ibrahim a.s. Kemudian islam datang dan menetapkan hal itu, maka haji menjadi salah satu bagian dari syariat islam. Jika orang-orang islam melaksanakan haji atau menerapkan bulan-bulan Qamariyah, maka mereka tidak termasuk mengamalkan tradisi jahiliyah, melainkan mengamalkan syariat islam. Wallahu alam Sungguh indah kalimat al-Imam Muslim rahimahullah (w. 256 H.) dalam berkata: Bab wajibnya mengikuti perkataan Nabi s.a.w. dalam hal syariat, bukan sesuatu yang Nabi ucapkan mengenai perkara-perkara dunia atas dasar pemikiran beliau sendiri. Pernyatan tersebut juga dikuatkan oleh al-Imam al- Nawawi (w. 676 H.). Dalam perkara ini, tidak ada yang menyelisihi baik ulama dahulu hingga ulama sekarang, maka hal tersebut telah menjadi suatu bentuk ijma ulama. Wallahu Alam.