Anda di halaman 1dari 63

i

Kandungan

Azhar Ibrahim, Jabatan Pengajian Melayu, Universiti Nasional Singapura
Ke Arah Cita Pemuda Yang Menjadi ..........................................................................1
Zikri Rahman, Buku Jalanan
Gerakan Kebudayaan di Malaysia; Satu Tinjauan. ...............................................14
Abdul Rahman Shah, Mahasiswa TFTN
Peranan Mahasiswa dalam Aktivisma .....................................................................19
Mohammad Fazril Mohd Saleh, PKPIM
Dinamika Ilmu Sebagai Warisan Intelektual Ummah:
Pandangan Alam, Budaya, Dan Ketamadunan ......................................................24
Yuva, Sosialis Alternatif
Peranan Intelektual dalam Gerakan Anak Muda ..................................................36
Mohd Hilmi bin Ramli, HAKIM
Budaya Ilmu dalam Pandangan Alam Islm ...........................................................39
Marwan bin Abdullah, IKRAM Siswa
Melihat Semula Aktivisme Dan Intelektualisme Gerakan Mahasiswa Di
Malaysia Dan Prospek ...............................................................................................44
Abdul Malik Abd Razak, GAMIS
Corak Mahasiswa Alaf Ke-21 ...................................................................................57














1
Ke Arah Cita Pemuda Yang Menjadi



Azhar Ibrahim
Jabatan Pengajian Melayu
Universiti Nasional Singapura

Mari kita semuanya hidup di dalam fajar yang menyinsing, mari kita menuju
kepada cita-cita kita menujuantara lain masyarakat yang adil dan makmur.
Makmur, bukan saja makmur material, saudara-saudara, adil, bukan saja adil
material, tetapi makmur pula dilapangan batin, makmur dilapangan rohaniah,
makmur di dalam lapangan keagamaankeIslaman, makmur di dalam segala
aturan-aturan yang dikehendaki Allah Subhanahu Wataala.
Sukarno
Pemuda yang menjadi sering terujar dalam perbualan seharian yang menandakan suatu
kebanggaan dan pengikhtirafan. Seperti seorang pelajar yang menjadi tentunya
kebanggaan kepada orang tua dan guru. Dalam hal ini menjadi merujuk kepada
pencapaian, malah seperti garisan tamatnya di situ. Tetapi menjadi juga bisa dalam
pengertian suatu proses, sama dengan makna becoming yang terpakai dalam bidang
psikologi sosial humanis. Samalah dengan pesanan orang tua supaya kita menjadi
manusia yakni suatu usaha berterusan oleh yang empunya diri.
Kamahuan untuk terus menjadi, lahir dari sikap kreatif yang bersedia untuk
dilahirkan setiap hari dengan meminjam ungkapan Erich Fromm.
1
Proses menjadi
adalah sebahagian dari kesadaran mengusahakan kesempurnaan pada diri dan linkungan
kita. Namun usahlah sampai kita mudah menyimpulkan bahawa kesadaran ini akan
mempengaruhi kehidupan kita, sedangkan yang lebih wajar kita sedari adalah kehidupan
inilah yang menentukan kesedaran kita. Kepastian untuk menjadi adalah sifatnya
kehidupan manusia.
Dalam kita mengejar ilmu, dan insaf bahawa kita ini adalah manusia yang belum
menjadi ( uncompleted being ), maka itu akan membuka ruang, peluang dan zaman untuk
terus menuju ke arah pembaikan dan penyempurnaan. Kemampuan kita menyedari
bahawa kita ini adalah makhluk yang belum sudah menjadinya ( unfinished beings ).
Sedikit dari huraian Paulo Freire, berguna kita fikirkan:

Kertas disampaikan dalam Simposium Anak Muda Organised oleh Universiti Terbuka Anak Muda
(UTAM ) & Teach for the Needs (TFTN ) pada 17 Ogos 2014 di Rumah Pena, Kuala Lumpur, Malaysia.

1
Rujuk, Erich Fromm: The Creative Attitude, dlm. Harold H Anderson (ed.) Creativity and Its
Cultivation. ( New York: Harper&Row, 1959)
2
in some moment of our historical journey in the world as unfinished beings we
acquire the ability to recognize ourselves as unfinished beings. Trees are also
unfinished beings, lions are also unfinished beings, but maybe they dont know.
We human beings know that we are unfinished beings. And precisely because we
know, because we have the consciousness of being uncompleted beings, it
becomes a contradiction to recognize our incompleteness without engaging in a
permanent process of searching for our completeness. It does not mean that being
inserted into the process of searching means that we will find the things we are
looking for. One of the beauties in the struggle of life, of existence, is precisely
the possibility of getting or not getting
2


Menjadi Dan Mengharap
Cara pandang menjadi ini akan mempengaruhi kita dalam menanggapi usaha
mendapatkan ilmu, serta cara pandang kita menanggapi masa dengan sematan harapan
yang tidak lentur. Tambah Freire: The possibility of becoming, which is characteristic of
human beings, is also characteristic of our production of knowledge. Then, when we
acquire knowledge, we are not necessarily completing ourselves, we are only inserting
ourselves in the permanent process of re-creating, of reknowing.
3
Sekali lagi Freire
menjelaskan bahwa dalam kita memikirkan hari muka, kita harus mempermasalahkan
akan perkara yang menghalanginya. Menurut beliau:
I think of the future as a possibility. Then for me the future is not something that
will have to be like its been said it will be. To accept that the future is a
possibility, implies that there are different possibilities for the future and that we
have to realize that we have to mobilize ourselves to organize ourselves in order
to dream. We have dreams about the future. The conceptualization of future as a
possibility brings the idea that the future is not something beyond our ability to
influence, some entity waiting for us to arrive. On the contrary, according to this
profile of its being a possibility, the future is nothing but transformation the
transformation of today.
4

Inilah yang para pemuda perlukan, yakni suatu kesedaran menjadi itu memerlukan
tekad untuk terus membaiki dan membangun, dengan rasa keberharapan bahawa ia bisa
tercapai dan tersempurna.
Cita Yang Menjadi
Kekata cita membawa pengertian tekad, impian dan harapan. Idealisme pemuda
membedakan ia dari kelelahan yang tua dewasa. Adalah suatu bencana apabila para
pemuda sudah tiada cita untuk membangunkan sesuatu yang lebih baik dari yang sedia

2
Paulo Freire, Pedagogy of Solidarity. (California: Left Coast Press, 2014), h. 50

3
Ibid., h. 30

4
Ibid., h.51
3
ada, ataupun berdepan dengan cabaran masakini yang menghempiti kita semua. Cita yang
diyakini adalah suatu impian, bukan pula angan-angan kosong. Tanpa cita atau impian
kita tidak bersedia untuk bergerak melakukan yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Cita para pemuda untuk menjadi juga dapat kita fahami sebagai proses ke arah
pencerahan, yakni suatu keperluan dan matlamat intelektual dan etika yang mahu dicapai,
tetapi ianya adalah proses berterusan, dan bukan sebagai matlamat akhir yang dikecapi
dan dibanggai setelah mendapatkan ia. Ini kerana proses kehidupan ini yang tiada
batasannya, memerlukan gerak dan ruang untuk teruk menambahi, membaiki dan
memperhalusi, dan kalau perlu menjungkir balik atau menyegarkan kembali suatu idea
gagasan atau praktis yang sudah berlalu.
Tercerah Emansipatif
Sesungguhnya pencerahan itu berlawan daripada kegelapan, kejahilan, kealpaan dan
ketaksaan. Inilah yang menandai gaya hidup kita masakini, dan sisi gelap ini sayugia
disanggah terus, tanpa kompromi dan kekerdilan. Pencerahan memacu kepada
reformisme, rekonstruksionisme, termasuk emansipasi. Agak menarik kalau kita
perhatikan makna bagi manusia yang telah teremansipatif, sebagaimana yang telah dibuat
oleh Karl Mannheim,
We may call a person emancipated who does not think in terms of my country-
right or wrong, who is not a chauvinist expecting his parish church to be the
most maginificient in the world. He achieves emancipation by partial uprooting,
by selecting for personal identification only certain tradition and values of his
community participation, nor does he sacrifice his right to independent thought
and personal development.
5

Hari ini kita hidup dalam sebuah masyarakat membangun yang berliku dengan segala
masalah, kegagalan, penderitaan, kemunafikan dan keangkuhan kuasa. Itulah sisi
gelapnya. Tetapi kita juga hidup dalam masyarakat membangun yang masih lagi bertahan
kewarasan, kepedulian, keberpihakan dan kebijaksanaan, betapa ia berdenyut perlahan
dan hadir setompok-setompok.
Sering diseru-seru bahawa para pemuda adalah pemimpin masa depan. Tentu sahaja
seruan tidak bersalahan kerana bisa saja ia menginspirasi dan mengundang imaginasi
moral and intelektual untuk kita bagun tersedar dan bertindak.
6
Diandaikan pemuda
benar-benar bisa berfungsi di masa hadapan, wajar dipertanyakan beberapa soalan: ( a )
Kalau pemuda menjadi pemimpin, benarkah sudah ada perancangan ke arah itu, dan
kalau ditanya lebih spesifik, mahu dijadikan pemimpin apa? ; ( b ) mengapa pula para
pemuda diberikan tugas pada masa hadapan dan bukan bukan pula waktunya sekarang.

5
Karl Mannheim, Freedom, Power & Democratic Planning. (London: R. & K. Paul, 1951), h. 63

6
Sila baca, Soekarno, Warisilah api Sumpah Pemuda : kumpulan pidato Bung Karno di hadapan pemuda, 1961-
1964. (Jakarta : Haji Masagung, 1988) ; Mohamed Hatta. Peranan pemuda menudju Indonesia merdeka:
Indonesia adil dan makmur. (Bandung : Angkasa, 1966)

4
Banyak lagi soalan yang boleh kita ajukan, namun dua yang di atas ini munasabah untuk
difikirkan bersama.
Dalam banyak masyarakat membangun, keterabaian serta pendekatan yang salah
diambil oleh negara terhadap para pemudanya adalah suatu realiti sosio-politik yang
jarang dipermasalahkan. Malah tidak henti-henti pemuda diseru supaya masuk berjuang
untuk negara dan bangsa, berani berkorban selain terus meningkatkan diri untuk berjaya
di dalam gelanggang kemajuan. Kehadiran elit yang tercerah akan membangunkan para
pemuda yang memiliki kesadaran atau literasi politik yang luas lagi matang, dengan
penekanan kepada budaya politik yang demokratis, dan kesadaran sivik yang tinggi.
Inilah yang disebut Frantz Fanon bahawa peranan elit politik dan budaya harus dapat
memastikan generasi pemuda yang proaktif, yakni the level of consciousness of young
people must be raised; they need enlightenment.
7

Namun, sayangnya, minat elit yang berkuasa terhadap para pemuda, mengarah
kepada kepentingan politik jangka pendek, sehingga pemuda sering digembleng menjadi
sumbu politik, sebagai bahan untuk kekuatan politik, khasnya sewaktu pengundian dan
kempen politik semasa. Makanya bukan pendidikan politik yang didedahkan kepada
mereka, tetapi kepentingan politik semata-mata. Keterabaian kepada para pemuda dalam
banyak negara Dunia Ketiga telah dan sedang mengundang masalah yang lebih besar dan
rumit, sekaligus mencerminkan kegagalan elit dominan dalam menangani masalah
golongan ini. Renungan tajam Frantz Fanon sebaiknya diperhatikan:
The large proportion of young people in the underdeveloped countries raises
specific problems for the government, which must be tackled with lucidity. The
young people of the towns, idle and often illiterate, are a prey to all sorts of
disintegrating influences. It is to the youth of an underdeveloped country that the
industrialized countries often offer their pastimes. Normally, there is a certain
homogeneity between mental and material level of the members of any given
society and the pleasures which that society creates for itself. But in
underdeveloped countries, young people have at their disposition leisure
occupations designed for the youth of capitalist countries: detective novels,
penny-in the slot machines, sexy photographs, pornographic literatures, films
banned to those under sixteen, and above all alcohol. In the West, the family
circle, the effects of education, and the relatively high standard of living of the
working classes provide a more or less efficient protection against the harmful
action of these pastimes. But in an [underdeveloped] country, where mental
development is uneven, where the violent collision of the two worlds has
considerably shaken old traditions and thrown the universe of the perceptions out
of focus, the impressionability and sensibility of the young
[African/Asian/Latinos] are at the mercy of the various assaults made upon them
by the very nature of Western culture. His family very often proves itself
incapable of showing stability and homogeneity when faced with such attacks .
8


7
Frantz Fanon, The Wretched of the Earth. (New York: Groove Press, 1963), h. 201
8
Ibid., h. 195-6

5
Itulah keadaan di dalam banyak masyarakat membangun, langsung menjelaskan
mengapa faktor struktur masyarakat itu dapat menjelaskan runtuhnya kehidupan sosial
dan moral para pemuda. Tetapi dengan angin perubahan yang diperkuat dengan
kesedaran politik dan pendidikan, sesetengah para pemuda mulai giat bangun memberi
kehadiran dalam masyarakat, dan sering kali dari kelompok keagamaan yang mahu
lakukan sesuatu, betapa model yang mereka pegangi tidak begitu beres.
Walau bagaimanapun, pada realitinya tidak banyak ruang yang bisa menampung para
pemuda untuk bergerak untuk aktif. Malah yang sering ditampilkan ialah para pemuda
itu sendiri sering yang menjadi masalah kepada masyarakat, dan bukan pula yang mereka
ikhtiarkan dalam keolompok masyarakat yang mendapat perhatian. Sebagaiamana yang
diperhatikan Henry Giroux, mungkin saja terdapat di tempat kita, para pemuda hanya
hadir kedepan ( atau dipanggil ) apabila kehadiran mereka dianggap sebagai masalah atau
membuat masalah.
9
Menurut beliau:
Prohibited from speaking as moral and political agents, youth become an empty
category inhabited by the desires, fantasies, and interests of the adult world. This
is not to suggest that youth don't speak, they are simply restricted from speaking
in those spheres where public conversation shapes social policy and refused the
power to make knowledge consequential with respect to their own individual and
collective needs. When youth do speak, the current generation, in particular, their
voices generally emerge on the margins of society--in underground magazines,
alternative music spheres, computer hacker clubs and other subcultural sites.
10

Kita tentu saja mahukan generasi pemuda yang terkedepan dalam melawan dan
menyembuhkan segala macam penyakit dan lelah yang menghinggapi dalam tubuh
masyarakat kita. Harapan ini adalah utopia untuk membina sesuatu yang baik untuk hari
muka, tanpa menjadi angan-angan muluk tetapi langsung tidak membumi. Ini akan
berlaku apabila ketidakmampuan untuk memahami dan menggarapi keadaan dan isu
semasa yang membelit dan menghimpit masyarakat dan individu masakini.
( 1) Pendidikan Lambak Dan Manusia Lambak
Bahagian ini membicarakan dua keperihalan pemikiran lambak (mass mind). Pertama
ialah sistem pendidikan sekarang yang menghasilkan fenomena manusia lambak,
sebagaimana yang dikonsepsikan oleh Jose Ortega y Gasset, seorang pemikir Sepanyol
yang tersohor dalam bukunya The Revolt of the Masses.
11
Manusia lambak yang muncul

9
Henry A. Giroux Doing Cultural Studies: Youth and the Challenge of Pedagogy, Harvard
Educational Review, 64:3 (Fall 1994), h. 278-308.

10
Henry A Giroux, Teenage Sexuality, Body Politics and the Pedagogy of Display
http://www.henryagiroux.com/online_articles/teenage_sexuality.htm

11
Jose Ortega, y Gasset. The Revolt of the Masses. (New York: Norton Library, 1993)

6
dalam zaman ini ditampungi dan disuburkan malah oleh sistem pendidikan hari ini.
12

Sindrom pelambakan ini semakin getir kerana semakin ramai dalam kepimpinan
tersodok dengan sindrom pelambakan ini. Sindrom ini menghasilkan manusia yang tiada
standard, yang sembrono, yang tidak memiliki citarasa dan tekad tinggi, dan tidak mahu
melakukan sesuatu yang lebih dari apa yang mereka selesa melakukannya. Yang parah
lagi apabila mereka memaksakan citarasa dan kepiawaian mereka yang dibawah standard
itu menjadi standard yang harus diikuti semua, malahan mengajar yang lain supaya
berbuat seperti mereka. Jelasnya, sistem pendidikan hari ini, betapa ia mendabik sebagai
global dan holistik, tetapi melahirkan gerombolan manusia lambak.
Satu lagi lambak yang dimaksudkan ialah pendidikan lambak dalam pengertian
memproduksi secara besar-besaran supaya siswa dilatih sebagai tenaga kerja, sekaligus,
pasar untuk barangan yang akan dijual. Pendidikan lambak ini ternyata berteraskan
kepada perlatihan (training) dan bukan penyemaian dan pembentukan (forming). Ragam
latihan seperti ini dicirikan dengan pendekatan banking education ( pedagogi tabungan)
dengan cara belajar yang bersifat konsumptif, dan bukan belajar sebagai proses ke arah
menjadi ( becoming )
13

( 2 ) Kecenderungan Beragama Yang Bermajlisan
Para pemuda kita sekarang mempunyai akses besar untuk mendalami bidang agama,
jauh lebih baik dari generasi sebelumnya, dengan pelbagai bahan bacaan. Rata-rata di
bandar, betapa menderas kemajuan dan kemodenan, agama masih tetap hadir, malah
memperlihatkan kebertahanannya sebagai suatu pengaruh yang sukar ditundukkan.
Pelbagai orientasi agama dapat dikenalpasti dengan dominasi aliran revivalis-
tradisionalis ternyata lebih menonjol daripada aliran yang reformis. Dalam arus
kebangkitan keagamaan ini, yang mula muncul di kawaan bandar, para pemudalah yang
terkedepan dalam menggendangkan semangat revivalisme ini, yang terkenal dengan
gerakan dakwah. Dekad-dekad 70an dan 80an menandakan aktivisme dakwah yang
paling bergentar dan rencam, dan rata-rata golongan pemudalah yang menerajui, dan
mendukungi aktivisme dakwah tersebut dengan semboyan kembali ke jalan Islam dan
Islam sebagai solusi.
Dalam keghairahan, serta minat yang membesar dan kesedaran yang mengembang,
suatu fenomena kultural dapat kita perhatikan, yakni kecenderungan mempraktis,
menyambuti dan mengukuhkan kehidupan keagamaan dalam sifat dan sikap yang boleh
disebut sebagai kemajlisan. Umumnya pengertian kemajlisan ini boleh kita lihat dalam
dua sisi utama. Pertama ialah pengertian bermajlis, dari sudut autoriti dan hierarki serta
ketertibannya, dan kedua dari sudut keramaian yang simbolis dengan keformalan
diperkuatkan lagi.

12
Sila rujuk, Azhar Ibrahim, Belia dalam Masyarakat Membangun:Menangani Gejala Keelitisan dan
Perlambakan, Seminar disampaikan di Institusi Raffles pada 13 April, 2013, Singapura.
13
Sila baca Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed. ( New York: Continuum, 2002 )
7
Agama majlisan cenderung memperlihatkan sisi spectre of power and authority.
Namun kemajlisan agama ini usah semata-mata dikaitkan dengan penguasa atau birokrasi
agama yang mentadbir hal ehwal Islam di tempat kita.Ia boleh saja ada pada badan
persatuan, NGOs, kumpulan siswa, parti politik, dan sepertinya itu. Di saat kemajlisan
agama ini menghinggapi golongan yang berkuasa, bisa jadi suatu keghairahan untuk
memastikan keberlangsungan praktis keagamaan atau tindakan yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Walaupun amalan dari birokrasi agama ini bisa memperlihatkan ciri
kemajlisan, namun birokrasi agama itu sendiri bukan menjadikan ia secara automatis
kemajlisan. Malah kemajilisan ini bisa terdapat dalam mana jua orientasi keagamaan,
baik di kalangan tradisionalis, dakwah revivalis dan reformis.
Agama majlisan sudah hilang tiga sisi utamanya yakni sisi intelektualisme, sini
beroganik dengan rakyat terbanyak dan yang ketiga sisi hikmah dan spiritualitasnya.
Agama kemajlisan itu adalah keterbalikan dari keberagamaan yang humanis, yang
menolak segala bentuk atau praktis dehumanisasi, yang toleran dan mendukung
kemajmukan, yang berpihakan kepada yang terlantar dan terpinggir, yang mengacu
kepada deep spirituality, tanpa ada rasa kerdil dan prejudis terhadap yang non-religius,
ataupun yang bukan sama seagama/sealiran.
Wacana agama menjadi majlis ilmu di mana ceramah dari ulama dan ustaz selebriti
menjadi tarikan dan mendapat sambutan besar. Formula kemajlisan majlis ilmu ini
diulangi, dan akhirnya wacana menjadi ceramah sepihak di mana si dai selebriti
berbicara santai (seperti dalam monolog) dengan hilai tawa berselit amaran, pesanan dan
teguran. Walaupun ada sesi soal jawab, umumnya tetap dalam pola ceramah dan si dai
pantas menggurui. Tiada upaya dialog dan pertukaran fikiran dapat belaku, dan suasana
intelektualisme, di mana teks kajian dirujuk dan diperkenal, dengan kupasan idea
dilanjuti, tentu tidak dapat terlaksa dalam konteks kemajlisan ini.
Lain perkataa, kemajlisan ini sekadar dapat menampung kefahaman agama yang
dibuat lewat ujaran dan pendengaran. Partisipan yang pasif menerima segala yang
diujarkan oleh dai lantas tidak tergerak untuk membaca, menulis dan membangunkan
wacana, betapa lagi topik ceramah sering kali bersifat umum berkenaan menguatkan
takwa dan iman, selain hukum hakam dan peribadatan yang rinci diperjelaskan, yang
jelasnya langsung terpisah daripada mengatakan hal-hal penting dalam mengendali
kehidupan moden ini.
Yang jelas kemajlisan agama ini semakin hari semakin ghairah disambuti dan
disinominkan dengan rasa keberagamaan yang meningkat, dan ketarikan ia kepada
generasi pemuda sungguh luarbiasa juga. Tentu saja bagus para pemuda kita menaruh
minat kepada agama, tetapi persoalannya sekarang ialah kualitas atau tingkat mutu pada
minat tersebut. Biarpun tajuk ceramah dengan gaya santai dan mengajar sesuai dengan
citarasa para pemuda, kedalaman mengupas, mengajar, membicara tidak dapat
dibudayakan. Inilah sisi kemajilsan dalam kehidupan beragama. Inilah yang berlaku
dalam berbagai forum perdana yang kita saksikan hari ini.
Tidaklah keterlaluan untuk mengatakan bahawa inilah cabaran masakini, suatu dimensi
wacana agama yang berlangsung, yang jarang kita kaitkan dengan kesan jangka panjang
8
kepada generasi pemuda kita. Selagi agama hanya terkait pada tataran normatif dan
individu, dan tidak dapat dikaitkan dengan struktur dan dinamika kolektif, selagi itu ia
tidak dapat menyampaikan makna yang berkesan kepada masyarakat.
(3) Budaya Pengawetan Dan Romantisan
Takrif dan visi budaya yang mendominan dan bertahan terpakai hari ini sudah
terkebalakang, bermasalah dan kian rapuh. Generasi muda yang disekolahkan diajar
apakah itu budaya, yang jelas diberikan makna yang amat terbatas, yakni darihal
kesenian, adat resam, segala macam praktis dan citarasa yang telah diwariskan daripada
generasi yang terdahulu. Ertinya ruang budaya terletak di masa lampau, dan pada waktu
itulah yang dikatakan autentik, murni, malah gemilang bahari. Seringkali juga sanjungan
budaya ini adalah pemujaan kepada warisan feudal, sehingga tiada dapat dibedakan
budaya feudal yang memerintah daripada budaya rakyat yang lebih bersifat kolektif dan
demokratis. Romantisme feudal rupanya menjadi teras untuk mengagungkan sejarah,
sehingga sisi autoritarianisme feudal terus disenyapkan sehingga sejarah rakyat Melayu
diseertikan dengan sejarah golongan feudal itu sendiri.
14

Pengawetan bererti memberi ubat tahan, penguletan dan pemuliharan objek dari masa
lalu, supaya ia kelihatan segar dan menarik dari luar. Pengawetan ini adalah untuk
pameran nyatanya. Pengawetan ini menjadikan budaya sebagai objek fosil yang kagum
diperlihara dan disanjung. Beginilah idea yang terpakai tentang budaya. Tambah lagi
pengawetan ini perlu gerombolan pakar dan penjaganya. Sikap menjadi custodian budaya
bererti ada pakar yang mentasbihkan mana itu budaya dan mana itu yang bukan atau
melanggar budaya.
Jelasnya dengan konsep budaya itu ditetapkan, ia tidak mengundang semangat untuk
menciptakan, dan memperbaharui, dan kalaupun sesuatu itu diciptakan ia tidak boleh
menyimpang dari pola budaya yang terdahulu sudah tersedia. Malah dengan penekanan
kepada satu pola kebudayaan yang tetap, yang harus dipegang, dan menolak keras apa jua
penyimpangan, kelak akan lahir rasa taksub dan hanya memikirkan bahawa diri dan
budayanya sahaja yang betul dan murni. Dengan lahirnya sikap seperti ini tidak akan
dapat timbul perasaan menghormati dan menghargai perbedaan dan pelbagaian.

Makanya inilah sisi dan konsep budaya, dari pengertian semantik sebagai budi ( akal )
dan daya, yakni yang menjurus kepada penciptaan, pembaikan, perubahan dan
penyempurnaan, tidak dapat terungkap dan terfaham dengan jelas. Dengan segala
penekanan bertalu dan sambutan kepada budaya, bukan sahaja ia mempengaruhi cara
pandang kita terhadap sejarah, tetapi ia juga mempengaruhi cara pandang kita terhadap (
a ) identiti ( b ) sistem nilai dan ( c ) praktis serta kelaziman kita.

14
Shaharuddin Maaruf. Renungan Ke Atas Sejarah Massa Melayu, dlm. Di Sebalik Jendela Utusan:
Suara Keramat. (Kuala Lumpur: Utusan Melayu, 1989)

9
Seperkara yang berkaitan dengan faham budaya yang terlepas dari kesejarahan, dan
agensi pelakunya, dan ideologi yang melatarinya ialah tanggapan berkenaan pengaruh
budaya dalam masyarakat. Dalam wacana sosial kita sering mendengar hujahan atau
pendekatan budaya/kultural. Pembangunan masyarakat dilihat dari lensa budaya semata-
mata. Tentu sahaja faktor budaya adalah satu faktor untuk menjelaskan keberlangsungan
pembangunan dan kemajuan, selain faktor-faktor seperti kesinambungan sejarah, struktur
ekonomi, jumlah penduduk dan nisbah sumber, ideology yang mencorakkan pasar, faktor
luaran dan jenis elit yang berkuasa.
Maka kegagalan untuk masuk ke arus pembangunan cepat disimpulkan sebagai masalah
budaya yang dipegang oleh individu atau masyarakat. Cultural deficiency sering
dibeberkan sebagai punca keterbelakangan, lantas meletakkan tanggungjawab kepada
individu atau kelompok itu mengubah diri mereka sendiri, atau keluar dari jeratan
kebudayaan. Tanpa disedari mereka yang sudah menjadi mangsa dalam susunan ekonomi
dan pembangunan yang tidak adil, sekarang pula disalahkan kerana mereka itu memiliki
sesekian budaya yang tidak selari dengan unsur-unsur pembangunan dan kemajuan.
(4) Neo-Liberalisme Berpasar
Berdekad yang lalu, sering kita diketemukan dengan seruan menderu supaya para
pemuda bangun tangkas memajukan diri, masyarakat dan negara. Semua diarahkan
kepada kemajuan, sedangkan segolongan agamawan menyeru sama para pemuda
berkemajuan bersama Islam. Apapun seruan atau ajakan supaya membangunkan
masyarakat, seringkali dari kacamata kesejahteraan ekonomi, dan bukan ranah kehidupan
lain, seperti bidang politik, kewarganegaraan sivik/awam, intelektualisme, keestetikan
budaya sastera dan seni, termasuk pemikiran keagamaan.
Seruan demi seruan kita dengar tetapi apakah langkah konkrit yang mahu dibangunkan
anak bangsa atau warga muda benar-benar dapat terlestari? Yang pasti literasi politik dan
ekonomi tidak pernah terangkum dalam sistem pendidikan. Kalau kemahiran hidup atau
kemahiran berfikir dimasukkan dalam sukatan pendidikan, yang tidak terfikirkan dalam
sistem pendidikan ini adalah mendedahkan kepada para siswa tentang jalan susun dan
kerja dalam sistem politik dan ekonomi kita. Manakala di pendidikan tinggi, kalaupun
soal ekonomi dan politik diajar, ia sering dalam bentuk ilmu positivistik. Ilmu ekonomi,
dengan segala macam angka dan formula teknis, carta dan rajah menjadi ekonometriks,
terpisah daripada falsafah, yang dahulunya memang sebagaian daripada ilmu ekonomi.
Dinamika dan mekanisme pasar jarang dibicarakan di pihak awam, sering dibaluti dengan
istilah teknis sehingga masyarakat semakin takut untuk memahaminya. Akhirnya, segala
proses ekonomi, dan tentu pertalian dengan politik tidak dapat difahami, ditinjau dan
dibicarakan.
Bukan sahaja ekonomi didominasi oleh sesekian kelompok tetapi juga wacana
berkenaanya ditampungi oleh sebilangan pakar yang sering kali berpendirian kami lebih
tahu dari anda semua. Dalam senario seperti ini tidak musatahil bahawa trend ekonomi
masakini tidak difahami. Aspek ketergantungan, jenis kapitalisme semu yang bertahan,
kolusi antara penguasa politik dengan pemodal kapitalis, perlindungan dan keistimewaan
kepada kroni-knoni yang dibela dengan diberi macam monopoli dan preferensi cukai dan
10
sebagainya, adalah di antara segi-segi praktis ekonomi yang jarang dibicara dan
dimasalahkan.
Ramai yang termakan dengan pola pembangunan berdasarkan kadar pertumbuhan
pembangunan dalam negeri, seolah-olah dengan angka yang diwartakan tahunan ini
menjadi kayu ukur pembangunan negara. Segala macam idea keefisienan, produktiviti
dan kos produksi yang rendah sering digendang sebagai upaya berekonomi yang berdaya
saing. Segalanya berkisar pada produksi/penghasilan. Tetapi yang tidak terujar ialah
distribusi atau pengagihan, seolah memang mantra ekonomi bahawa ada tangan ghaib,
semua hasil untung dari ekonomi itu akan turun tersampai kepada semua. Inilah cara
pandang yang masih bertahan dan dipertahankan terus. Purata kadar pendapatan yang
menaik sering disebut-sebut tetapi pertumbuhan inflasi yang terus menaik, kadar
pendapatan yang tidak meningkat, kos pendidikan dan kesihatan yang meningkat,
termasuk kos penyewaan dan pembelian rumah.
Adakah memahamkan perjalanan ekonomi itu terlalu sulit? Tanyalah berapa ramai di
kalangan para pemuda kita tahu akan permasalahan dan cabaran ekonomi. Boleh
dikatakan apabila adapun sedikit kesadaran politik di kalangan pemuda,mia belum tentu
menjamin mereka mempunyai kefahaman atau literasi ekonomi yang asas. Sudahlah
literasi politik belum terbangun penuh, malah literasi ekonomi masih langka dibicarakan
ataupun masih tak-terfikirkan.
Inilah antara penyebab di saat ekonomi neo-liberalisme semakin membelit dan
mencengkam, kita tidak lagi ketahuan akan kesan yang akan ia bawa kepada
kesejahteraan hidup.
15
Alih-alih bila membicarakan tentang keserakahan neo-liberalisme,
kita dilabel sebagai kiri/sosialis yang telah ketinggalan dengan kegagalan menawarkan
model yang lebih baik. Wacana kritikan terhadap pasar neo-liberal masih belum
terbangun, akalaupun tidak belum lagi terlafaz sebagai suatu masalah. Malahan neo-
liberalisme berpasar secara konfiden, dengan Bank Dunia dan IMF sendiri menjadi motor
dan promotor utama kepada doktrin ekonomi ini. Jadi manakan pula lembaga besar
seperti ini salah mengaturkan ekonomi. Inilah yang dijajakan, dan rata-rata tanggapan
seperti ini diterima sebagai fakta yang tak perlu dipersoalkan lagi.
Inilah antara cabaran semasa. Para pemuda kita, yang ada kalanya masuk dalam
gelanggang aktivisme kebudayaan dan kesenian, selain mereka yang dalam aktivisme
politik ataupun keagamaan, sayangnya tidak memberikan perhatian kepada literasi
politik, termasuk hal ekonomi. Tanyalah bersama di antara para pemuda kita, di manakah
dapat kita temui kumpulan bacaan/advokasi di kalangan mereka yang tekun dan berminat
membicarakan dan menggerakkan kesadaran terhadap permasalahan ekonomi. Padahal,
ironisnya kehidupan moden ini yang ditandai, diwarnai dan diresapi oleh sistem ekonomi,
tidak memberikan tempat atau wadah yang wajar untuk dibicarakan keperihalan dan
cabaran ekonomi.
Jelasnya kesedaran politik, tanpa dibekali dengan literasi politik dan ekonomi, adalah

15
Tentang neoliberalisme, sila baca David Harvey, A Brief History of Neoliberalism. ( Oxford: Oxford
University Press, 2005)
11
kesadaran yang tempang, sehinggakan jalan buntu yang ditujupun tidak diketahuan
musibahnya.
(5 ) Demokrasi Diperaga Dan Diperbadankan
Hari ini laungan reformasi kedengaran di sana sini. Tentulah apa jua yang baik, sering
mahu didengungkan oleh yang berkuasa dan yang membangkang. Semua pihak mendabik
sebagai pendiri demokrasi, dan berkuasa atas nama demokrasi tentunya. Dengan literasi
politik yang mundur, ramai yang tak sedar akan fenomena yang kian menyelinap dan
menyusup kukuh, yakni inverted totalitarianism ( totalitarianisme keterbalikan ) dan
managed democracy ( demokrasi dipenguruskan ), yang amat baik dikupas oleh Sheldon
Wolin, seorang pemikir politik asal Amerika Syarikat. Sekadar di sini kita memetik
pendapat beliau tentang perkara ini, yang dengan tegas mengatakan bahawa demokrasi
substantif kian tercabar sungguh. Yang ada sebenarnya ialah demokrasi procedural, suatu
sistem yang wajar disebut sebagai a managed electoral democracy. Baginya:
The actual system is best described as managed electoral democracy. Political
power is organized to defelect popular determination of the uses of power and to
direct it instead into a controlled form of legitimation serving primarily the aims
and needs of corporate interests.
16

Demokrasi hari ini menjadi jubah untuk kepentingan korporat untuk bersembunyi,
mereka sering dibelakang penguasa yang memerintah. Biarpun yang dibicarakan oleh
Wolin berkenaan Amerika Syarikat, namun beberapa segi yang dicirikan itu tidak terlalu
jauh daripada apa yang berlaku di tempat kita. Kita juga sekarang ini berdepan dengan
beberapa institusi dalam masyarakat yang tersangat anti-demokratik, dengan sifat
berhierarki dan keelitisan yang amat mencolok kerana sistem ini akan meng-exclude
ramai yang bukan dari golongan mereka. Inilah demokrasi yang elitis demokrasi yang
keindividuan di mana sisi solidaritas demokrasi tidak terbangun.
17

Dalam berdepan dengan managed democracy ini, para pemuda perlukan bukan saja
literasi politik yang ampuh, tetapi suatu tekad agitasi demokrasi, yang tergerak bukan
disebabkan matlamat politik jangka pendek, tetapi suatu strategi berpanjangan yang
memerlukan waktu. Dalam proses ini belajar mengkritik, dan yang penting menerima
kritik, dihidupkan dalam suasana berdialog secara terbuka, bertanggungjawab dan
inklusif.
Dalam fahaman umum, demokrasi itu sebagai asas utama untuk memberikan legitimasi
kepada sebuah sistem politik yang bisa menjamin pilihanraya bebas, akhbar yang bebas,
berpolitik dengan bebas dan tentu saja pasaran yang bebas. Akibatnya, negara menjadi
lagi kukuh kerana demokrasi. Soalnya benarkah rakyat yang diperintah dalam negara

16
Sheldon S Wolin, Agitated Times, Parallax, Vol. 11, No.2005, h. 9-10

17
SIla baca, Sheldon S Wolin, Democracy incorporated : managed democracy and the specter of inverted
totalitarianism. (Princeton : Princeton University Press, 2008 )

12
demokrasi itu, benar-benar ada suara dan kuasa. Ertinya tidak ramai yang mahu
memikirkan secara serius bagaimana negara yang telah berdiri atas sebab oleh demokrasi,
tetapi akhirnya negara itu sendiri yang mengepil dan menundukkan demokrasi, kerana
segala kehidupan dan perjalanan masyarakat terletak ditangan negara.
Dalam mengaitkan perihal menjadi sebagai proses tekad dan usaha, faham kita juga
harus berubah dan difikirulang. Inilah juga yang disarankan oleh Wolin apabila beliau
mengatakan:
Democracy in the later modern world cannot be a complete political system, and
given the awesome potentialities of modern forms of power and what they exact
of the social and natural world, it ought not to be hoped or striven for. Democracy
needs to be reconceived as something other than a form of government: as a mode
of being which is conditioned by bitter experience, doomed to succedd only
temporarily, but is a recurrent possibility as long as the memory of the political
survives. The experience of which democracy is the witness is the realization that
the political mode of existence is such that it can be, and is, periodically lost.
Democracy, Polybius remarks, lapses in the couse of time (VI.39). Democracy
is a political moment, perhaps the political moment, when the political is
remembered and recreated.
18

Suatu kematangan dan kesadaran politik yang jitu, jauh daripada menghalakan
tumpuan kepada berpolitik untuk berkuasa, ialah dengan bergerak memantapkan
demokrasi sebagai suatu tekad, nilai, dan etos budaya. Inilah yang dianjurkan oleh Wolin:
The possibility of renewal draws on a simple fact: that ordinary individuals are
capable of creating new cultural patterns of commonality at any moment.
Individuals who concert their powers for low income housing, worker ownership
of factories, better schools, better health care, safer water, controls over toxic
waste disposals, and a thousand other common concerns of ordinary lives are
experiencing a democratic moment and contributing to the discovery, care, and
tending of a commonality of shared concerns. Without necessarily intending it,
they are renewing the political by contesting the forms of unequal power which
democratic liberty and equality have made possible and which democracy can
eliminate only by betraying its own values.
19

Proses menjadi pemuda sebagai peribadi, yang juga ahli keluarga dan masyarakat, dan
warganegara, sayugia mengarah kepada kematangan. Dengan kematangan itu datang
pertanggungjawaban, dan kesediaan memikulnya, tanpa ragu dan helah. Keterbalikan ini
adalah infantilisation atau pembayian atau keanak-anakan, yakni suatu gejala yang
menggagalkan kematangan dan tidakmahuan memikul tanggungjawab, malahan tanpa
disedari suatu perlarian daripada pembebasan. Dengan tidak mahu membesar dan

18
Sheldon S. Wolin, Fugitive Democracy, Constellations Vol. 1, No.1, 1994, h. 23

19
Ibid., h. 24

13
mematang, tidak ada jalan yang berisiko yang mahu ditempuh, semuanya selesa dalam
linkungan yang tersedia dan terjamin. Di sinilah tentu akan ade gerangan lain, yang
bersedia untuk memikirkan dan menguruskan untuk kita, yang tentunya datang dari
kelompok pasar, politik, malahan juga agama.
Para pemuda sekiranya berani berdepan mengejar justeru akan melihat sejarah dan
perjuangan sebagai sebahagian daripada proses mereka menjadi warga dan menjadi
inteligensia yang berguna. Izinkan saya akhiri dengan ilham puisi dari Rendra yang
menggema demikian:
Pengetahuan baru mungkin menjelma
menjadi kebijaksanaan apabila sudah
menjadi pengalaman dan penghayatan.

Suara nurani rakyat dan denyut kekuatan
hidup alamiah tidak cukup hanya
diketahui, melainkan harus
benar-benar dialami.

Selanjutnya tidak mungkin dialami apabila kita tidak melibatkan diri.
Dan tidak mungkin melibatkan diri
tanpa laku serta perbuatan.
20


Biodata
Azhar Ibrahim, Ph.D. adalah seorang Felo Pelawat di Jabatan Pengajian Melayu,
Universiti Nasional Singapura. Beliau meraih ijazah Sarjana dan Doktor Falsafah dari
Jabatan yang sama pada tahun 2002 dan 2008. Antara bidang kajian yang beliau ceburi
ialah sosiologi agama, sosiologi sastera, isu-isu literasi kritis dan pembangunan
intelektual Melayu-Indonesia. Beliau melanjutkan kajian pasca-doktoral dalam bidang
teologi sosial di Fakulti Teologi, Universiti Kopenhagen, Denmark dan di Program
Pengajian Islam Abbasi di Universiti Stanford, Amerika Syarikat.


20
Dipetik dalam Rendra Memberi Makna, Pada Hidup yang Fana. ( Jakarta Penerbit Pabelan Jayakarta,
1999)
14
Gerakan Kebudayaan di Malaysia;
Satu Tinjauan.

Zikri Rahman
Buku Jalanan
Kebudayaan hanya hadir saat kita punya kesedaran, dan kesedaran itu yang mula-mula
membenih sebuah pergerakan, membuah ranum gugusan kesatuan dan yang akhirnya
menuai sesebuah bangsa menggapai tunas sebenar-benar merdeka.
Tidak ada sesebuah negara,apatah lagi sebuah ketamadunan yang terbina tanpa
kebudayaan yang diperhalusi sewajarnya. Warga Malaysia dalam hal ini tidak terkecuali
dalam menggagaskan acuan gerakan kebudayaannya sendiri.
Dalam pada itu, tulisan ini meninjau akan keberadaan gerakan kebudayaan, isu dan
tindakan kebudayaan serta rumusan yang boleh kita perhalusi dalam merencana sebuah
gerakan kebudayaan yang utuh.
Seiringan itu,seperti yang digarap Paolo Freire dalam bukunya Cultural Action For
Freedom,kebudayaan dalam kata nama lainnya, pendidikan adalah,
"...is cultural action for freedom and therefore an act of knowing and not of
memorization."
Menilai pernyataan "act of knowing" dan "not of memorization" ini, antara kerangka
pedagogi kritikal yang turut perlu diberikan perhatian oleh Freire turut berlegar sekitar
penghakikian (conscientization) dan penghakikatan (determination) dalam konteks
pensejarahan yang konkrit dan ikatan realiti kebudayaan dalam masyarakat.
Yang wajib kita sedari, tidak akan ada proses pembudayaan yang neutral khususnya
dalam proses pendidikan; yang formal mahupun tidak formal hasil dari naratif
pensejarahan yang meraikan elitisme seperti yang dinukil oleh Ranajit Guha, pelopor
kajian sejarah Subaltern dan Pasca-Kolonial dalam makalahnya, "On Some Aspects Of
The Historiography Of Colonial India",lebih-lebih lagi pabila,
"...Elitist historiography is of course not without its uses. It helps us to know more
about the structure of the colonialist state, the operation of its various organs in
certain historical circumstances, the nature of the alignment of classes which
sustained it; some aspects of the ideology of the elite as the dominant ideology of
the period..."
Ini boleh ditelusuri khususnya dalam pengukuhan ideologi serta struktur yang dominan
dalam sesebuah jangka masa pemerintahan, Ambil contoh bagaimana penjajahan kolonial
British memperkukuh lagi struktur feudalisme di Tanah Melayu dengan meletakkan
kedudukan agama Islam dan bahasa Melayu dalam bidang kuasa Raja-Raja kekal
15
sehingga ke hari ini.
Yang kedua, realiti kebudayaan sesebuah masyarakat turut memainkan peranan
khususnya dalam menanggapi pergelutan politik identiti dan kerencaman budaya yang
semakin ruwet.
Dalam soal ini,pada awal-awal perangkaan Perlembagaan negara ini, kita dapat melihat
bagaimana gerakan politik, sebagai contoh pakatan PUTERA-AMCJA menyatakan sikap
dan pandangan dalam menggariskan hala tuju kebudayaan; soal bahasa dan identiti kaum
di dalam Perlembagaan Rakyat tahun 1947 sebagai contoh.
Soal ini bahkan turut dilewati beberapa pemikir khususnya Frantz Fanon yang
berpendapat bahawa proses pembebasan dan pembudayaan dalam proses dekolonisasi itu
sendiri seringkali sebuah fenomena bergulat keganasan kerana,
"...decolonization is quite simply the replacing of a certain 'species' of men by
another 'species' of men. Without any period of transition, there is a total,
complete and absolute substitution."
Lantas, bagaimana gerakan kebudayaan di Malaysia menjawab kompleksiti budaya dalam
isu-isu rentetan sebelum dan selepas peristiwa Kemerdekaan?
Isu Tersirat, Tindakan Tersurat.
"The paradox of education is precisely thisthat as one begins to become
conscious one begins to examine the society in which he is being educated..."
- Penulis James Baldwin dalam syarahannya berjudul "The Negro Child - His Self-
Image."
Ketika awal-awal Malaysia masih sarat dijajah; oleh Portugis,kemudian Jepun dan British
antaranya, persoalan tentang kebudayaan dalam erti kata ilmu pengetahuan mencorak
pendidikan bangsanya mula menjadi perhatian anak bangsanya.
Portugis dengan semboyan "Gold, Glory, Gospel", Jepun masuk-masuk sahaja Tanah
Melayu tahun 1942 segera mencari Pak Sako, atau nama sebenarnya Ishak Haji
Muhammad untuk meneruskan penerbitan akhbar Warta Malaya dan Utusan Melayu, dan
penentangan terhadap British turut hadir dalam kerangka persuratan kesusasteraan tanah
air ketika itu. Nah, semuanya berlegar sekitar kebudayaan!
Kompleksiti isu kebudayaan ini turut diteruskan dalam proses dekolonisasi neo-
imperialisme dan neo-liberalisme yang masih berjalan, ditegaskan lagi oleh penubuhan
Angkatan Sastrawan 50' atau lebih dikenali sebagai ASAS '50 yang menggariskan "seni
untuk masyarakat" sebagai anutan dalam wadah perjuangan kebudayaan mereka.
Bertitik tolak dari soal-soal budaya; bahasa, adat, agama, falsafah, sastera antara lainnya,
pendidikan merupakan tindakan kebudayaan paling ampuh menimbang untung nasib
dalam menentukan hakikat dan hakiki seseorang individu dalam bermasyarakat.
16
Seiringan itu, tindakan kebudayaan disusun dalam kerangka pendidikan, ambil contoh
gerakan literasi yang digagas oleh Paolo Freire dalam usaha menuntut proses
pendemokrasian yang lebih menyeluruh. Di Malaysia, di bawah naungan Badan
Kebajikan Pelajaran Majlis Agama Tertinggi Se-Malaya (MATA) dicapai kata sepakat
pada tahun 1947 di Maktab Mahmud ditubuhkan Lembaga Pendidikan Rakyat (LEPIR).
Penubuhan LEPIR justeru memperjelaskan dinamika elemen kebudayaan; keterkaitan
agama dan pendidikan, dalam menelusuri pancaroba bangsa Melayu ketika itu khususnya
dalam masalah pendidikan yang melarat kepada sistem sosial, politik dan ekonomi.*
Dinamika tradisi-tradisi kebudayaan kita, terangkum soal bahasa, agama, kaum,
antaranya ini juga hendaklah dilihat secara kolektif fungsinya lagi-lagi dalam tindakan
gerakan kebudayaan yang mengagaskan leluhur emansipatif seperti ditegaskan oleh
akademia Azhar Ibrahim dalam catatannya, Cendekiawan Melayu Penyuluh Emansipasi
bahawa,
"Sains sosial emansipatif menolak segala bentuk lagak untuk menjadi 'saintifik'
dan 'moden' sehingga mengabaikan sendiri tradisi cendekiawan/etika yang ada
dalam sejarah keagamaan kita..."
Beriringan pada itu, setiap krisis, polemik dan kontradiksi yang terzahir dalam aspek
kebudayaan harus diraikan sesungguh-sungguhnya khususnya dalam daya kita menolak
fatalisme, budaya senyap dan sunyi yang berakar umbi dari tatanan feudalisme.
Justeru pada kerangka teori dan praksis mana yang sesuai dijadikan teras gerakan
kebudayaan?
Seribu Daya, Seribu Cara.
Sesungguhnya, tidak akan ada satu teori dan praksis yang boleh dijadikan dogma kerana
yang jelas, paling utama adalah kesedaran. Dan kesedaran hanya terzahir di dalam
tindakan/praksis yang membumi dalam tradisi kebudayaan negara kita sendiri.
Wali Songo dengan wayang kulitnya,(1)Teater "Bangsawan" yang digunakan oleh aktivis
politik Indonesia dan Malaysia sedari tahun 1920-an(2) serta usaha menterjemah karya
Usman Awang, Salam Benua ke dalam bahasa Mandarin adalah beberapa daya tindakan
kebudayaan dalam tradisi leluhur kita sendiri.
Pertamanya, gerakan kebudayaan harus ditunjangi oleh warga berbilang identiti yang
mempunyai naratif mencapai utopia secara kolektif seperti diungkap oleh Paolo Freire,
"...Communion with the people - accessible only to those with a utopian vision, in
the sense referred to in this essay - is one of the fundamental characteristics of
cultural action for freedom...
Keterasingan kebudayaan harus dijambatankan dengan keupayaan gerakan kebudayaan
untuk menerjah masuk ke ruang massa, menerusi lingkup ruang awam menyubur proses
dialogikal yang kritikal, reflektif dan inkuisitif.
17
Keterlibatan massa dan gerakan kebudayaan wajib berlaku secara nyata, terus, berterusan,
langsung dan dua hala kepada warga keseluruhannya. Mustahaknya hal ini adalah untuk
gerakan kebudayaan sentiasa berupaya membuat penilaian dan dekonstruksi terhadap
pendekatan yang diunjurkan.
Penekanan terhadap sebuah tindakan kebudayaan perlu ditunjangi sebuah gerakan dan
organisasi harus berjalan mampan dan menyeluruh dalam menggembur ranah sosial,
politik dan ekonomi dengan nilai-nilai demokratik dengan pelan rancangan yang fokus.
Keberpihakan adalah unsur penting dalam sebuah gerakan kebudayaan, khususnya dalam
menanggapi soal kelas tertindas dan terpinggir dalam sesebuah masyarakat seiring
dengan pemberdayaan warga secara keseluruhannya. Kecenderungan atau pengamatan
sahaja tidak cukup, komitmen dan tindakan mencari jalan penyelesaian perlu menjadi
tonggak gerakan kebudayaan.
Dapat tidak dapat, warga yang berbilang identiti - ideologi, kaum, budaya, agama - dalam
nada apa sekalipun - pencerahan, kebangkitan,islah, etsetra-etsetra - perlu menggengam
dan menggepal satu tindakan dengan beroganisasi secara kendiri, organik dan alamiah
dengan menggagas sebuah tekad kebudayaan memikul tanggungjawab sehingga bilamana
warga itu benar-benar merdeka saatnya diperakui haknya untuk mengungkap dalam
fikrahnya sendiri, untuk menjadi dirinya yang sebenar-benar.
Berbudaya, Bertamadun!
Rujukan :
(1) Dicatat dalam kata pengantar Polemik Sastera Islam terbitan Dewan Bahasa Pustaka
(2) Dicatat dalam buku Radical Malay Politics,Its Origin And Early Development oleh
Firdaus Haji Abdullah,mukasurat 119.
(3) Dicatat oleh Dinsman dalam tulisannya, 30 Tahun Malam Salam Benua.
*(Rujuk Resolusi LEPIR yang dirumus pada 1-2 September, 1947 di Maktab Mahmud,
Alor Setar).
Bacaan Lanjut :
1) Cultural Action For Freedom, Paolo Freire
2) On Some Aspects Of The Historiography Of Colonial India, Ranajit Guha
3) Concept Of A Hero In Malay Society, Shaharuddin Maaruf,
4) The Wretched Of The Earth, Frantz Fanon.
5) The Negro Child - His Self Image, James Baldwin
18
6) Gerakan Radikalisme Di Malaysia (1938 - 1965), Ramlah Adam
7) Pedagogy Of The Oppressed, Paolo Freire
8) Sikap Dan Pemikiran, Usman Awang
9) Cendekiawan Melayu Penyuluh Emansipasi, Azhar Ibrahim
10) Radical Malay Politics, Its Origins And Early Development, Firdaus Haji Abdullah.










19
Peranan Mahasiswa dalam Aktivisma

Abdul Rahman Shah
Mahasiswa TFTN
Mengikut tajuk yang diberikan oleh pihak Universiti Terbuka Anak Malaysia (UTAM),
iaitu Aktivisma dan Mahasiswa dalam Pendidikan, kami dari Mahasiswa TFTN
memahaminya dari segi peranan mahasiswa dalam aktivisma.
Pertama sekali, saya ingin ingatkan, aktivisma itu bukanlah hanya mengangkat sepanduk,
berarak, dan berdemonstrasi. Atau dengan erti kata lain, hanya untuk meningkatkan tahap
kesedaran umum mengenai isu-isu semasa atau isu-isu mereka yang tertindas, termasuk
dalam bentuk penulisan di blog atau FB dan Twitter.
Tetapi aktivisma juga adalah kepada tahap kedua, iaitu turun padang dan membantu
mereka yang memerlukannya juga mengikut kapasiti masing-masing. Serta tahap ketiga
iaitu engagement dengan pihak-pihak autoriti untuk memastikan hal atau isu terbabit
boleh diselesaikan oleh polisi dan peruntukan dari pihak-pihak terbabit. Tahap kedua dan
ketiga juga boleh melibatkan penulisan dari segi kajian terhadap dasar, kajian tentang
masyarakat setempat, dan cadangan kontruktif kepada pembuat dasar untuk
menyelesaikan isu tersebut, selain juga turun membantu mereka.
Walhal inilah peranan mahasiswa, iaitu golongan terpelajar atau dalam terma lain,
golongan intellingensia. Intelligensia dalam essence bermaksud golongan terpelajar, yang
melalui proses pendidikan formal, yang juga turun padang dan membantu hal-hal
masyarakat, golongan terpelajar yang mempunyai kuasa. Mahasiswa sebagai golongan
intelligensia perlu sedar mereka bertanggungjawab terhadap masyarakat mereka juga, dan
tidak menjadi askar kapitalis semata-mata di alam kerja atau menjadi intellectual
hermit atau professor kangkung di alam akademik.
Jika ada yang masih tidak faham, kami golongan terpelajar ini mempunyai
tanggungjawab untuk selesaikan masalah-masalah masyarakat setempat dan membantu
mengikut kepakaran dan kapasiti masing-masing.
Jadi bagaimana Mahasiswa dan Mahasiswi kita boleh gerak turun padang? Kita tidak
boleh fokus dan beri perhatian kepada semua perkara, manusia tidak mempunyai
attention span yang panjang. Jadi masing-masing perlu memilih masalah mana yang
kamu boleh beri komitmen kepada. Jika kamu ingin membantu anak yatim, cari
organisasi yang membantu anak yatim, jika kamu ingin membantu golongan
gelandangan, cari organisasi yang membantu golongan gelandangan. Perkara utama di
sini adalah komitmen.
Satu isu besar dalam organisasi-organisasi aktivisma dan sukarelawan adalah, terutama
mahasiswa, tidak memberi komitment dan menunggu untuk dipanggil seolah-olah perlu
memberi notis 3 bulan dahulu sebulan dapat menyertai aktiviti organisasi-organisasi ini.
Ini adalah mentaliti yang salah, kerana kamu yang perlu menunjukkan sedikit inisiatif dan
20
rajin menghubungi mereka yang menguruskan organisasi-organisasi terbabit. Ini juga
kerana kebanyakkan aktiviti oleh NGO adalah dalam short notice.
Tetapi, boleh juga mahasiswa dan mahasiswi berkumpul membuat sebuah kumpulan
baru, kelab, atau NGO tersendiri. Dan perkara ini sangat digalakkan, tetapi perlu sedar,
kerja ini tidak semudah yang disangka.
Akhir sekali, golongan Mahasiswa perlu sedar yang mereka bukanlah hidup untuk diri
sendiri dan mula berfikir untuk generasi seterusnya, generasi yang belum lagi lahir dalam
dunia, termasuk manusia, serta flora dan fauna. Akhir kata, dimana ada kemahuan, disitu
ada jalan.
Tiga petikan dari Laporan Bengkel Kajian Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia
2013 oleh Mahasiswa Teach For The Needs (penulis: Megat Hanis dan Abdul Rahman
Shah)
Ruang Untuk Pengkaji Dan Pengkritik Untuk Dasar Pendidikan (Dari Bab 5)
Arran Hamilton, Pengarah Center for British Teachers (CfBT) Malaysia menulis sebuah
artikel berharap bahawa Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia ini tidak menjadi
seperti fenomena cargo cult. Cargo Cult adalah terma yang digunakan oleh Richard
Feynman kepada golongan penduduk Kepulauan Pasifik yang telah membina lapangan
terbang mereka tersendiri dengan melihat lapangan terbang yang dibina oleh pihak
Inggeris semasa Perang Dunia kedua. Secara dasarnya, menyifatkan Pelan Pembangunan
Pendidikan Malaysia dengan cargo cult adalah suatu peringatan agar pihak kementerian
tidak meniru semata-mata sistem pendidikan luar yang secara sendirinya akan gagal.
Hamilton juga mengingatkan kementerian bahawa interaksi-interaksi antara kementerian,
sekolah, guru, ibu-bapa dan murid adalah sangat penting. Jangan sampai segala
infrastruktur ditiru dengan berjaya tetapi lupa akan konstruk manusia.
Seperti konsep essence dan form dalam falsafah, bukan bentuk sahaja tetapi perlu
mengambil kira essence juga. Artikel Hamilton ini juga berkenaan komunikasi. Betapa
pentingnya effective communication dalam membuat dan melaksana polisi.
Selain itu, isu ketelusan (transparency) dari pihak kementerian juga penting. Negara kita
sedang menuju kearah demokrasi yang terbuka, jadi ketelusan dalam polisi-polisi negara
terutama dalam bidang pendidikan adalah penting. Hanya dengan ketelusan, pihak-pihak
lain boleh mengkaji dan memberi cadangan atau kritikan terhadap sistem, komunikasi
dua hala yang lebih demokratik dan hanya akan menguntungkan negara dan masa depan
negara.
Daripada hanya berkongsi data kepada kumpulan-kumpulan tertentu, dengan konsep
ketelusan, kementerian juga boleh mendapat data dari seluruh negara. Kini, kajian-kajian
hanya dilakukan oleh beberapa pihak, antara organisasi yang diupah oleh kementerian,
atau kajian individu, tetapi dengan berkongsi data dan polisi kepada umum, setiap
universiti boleh membuat satu kajian spesifif terhadap satu aspek pendidikan negara.
21
Selain itu, kajian-kajian oleh golongan akademik yang boleh digunakan dalam proses
pengajaran dan pembelajaran juga penting. Sebagai contoh, seorang professor dalam
bidang sociologi telah menulis tentang proses socialization dalam Malaysia, professor ini
perlu diberikan ruang untuk membahaskan idea dan data-data dihadapan pihak
kementerian, komunikasi dua-hala, jangan sampai segala kajian professor-professor
tempatan hanya berada dalam dunia universiti dan makalah-makalah sahaja.
Para pengkaji tidak harus hanya mereka yang berstatus PhD dan Masters, tetapi juga
pemegang Degree dan pelajar universiti. Guru-guru sekolah juga boleh memberikan
kajian untuk bersama membantu sistem yang baru ini.
Antara cadangan untuk memastikan kemudahan ini adalah menyediakan sebuah laman
web khusus untuk para penkaji menghantar abstrak mereka. Kedua, pihak kementerian
sendiri menjalankan program-program untuk mendapatkan kajian-kajian ini.
Keseimbangan Teknologi Dan Pendidikan (Dari Bab 6)
Semua sedia maklum bahawa kejayaan sistem pendidikan di Finland, selain
masyarakatnya yang homogenous dan pendekatan centralized curriculum ialah semangat
competitive yang tinggi antara sekolah-sekolah. Ini diterangkan melalui artikel Gabriel H.
Sahlgren, The truth about Finlands education miracle di mana, pendekatan ini
menyumbang kepada kejayaan Finland di dalam TIMSS dan PISA.
Untuk negara kita, pastinya pendekatan seperti ini tidak membantu meningkatkan sistem
pendidikan negara kita jika transisi dari exam-oriented ke arah personal assessment
seperti PBS (Pentaksiran Berasaskan Sekolah) pun menghadapi masalah server dan juga
beban yang bertambah terhadap guru-guru untuk menilai anak-anak murid yang
puratanya berlebihan untuk satu-satu guru.
Charles Leadbeater, seorang pengkaji pendidikan daripada thinktank Demos yang
berpusat di London menyatakan bahawa dalam membina model sistem pendidikan, kita
selalunya melihat model yang terbaik, akan tetapi kita juga perlu melihat kepada model
pendidikan di tempat yang memerlukan keperluan yang besar, permintaan yang
tersembunyi, di mana tidak cukup sumber untuk membolehkan penyelesaian traditional
berfungsi, dan kos yang mahal untuk membiayai khidmat pakar dan segala kemudahan
lain.
Beliau memberi contoh sebuah tempat di Monkey Hill, Rio, di mana dalam masa 30
tahun akan datang, kadar peningkatan populasi akan mencecah sebanyak 12 juta
penduduk setiap tahun dan di tempat inilah, seperti kebanyakan negara-negara
membangun, di mana kadar populasi anak-anak muda meningkat secara mendadak.
Di tempat seperti ini jugalah, seorang anak muda bernama Juanderson, yang berhenti
sekolah pada umur 14 tahun, seperti mana kebanyakan anak muda Brazil yang lain,
kerana sekolah yang membosankan berhasil dalam penjualan dadah dan mendapatkan
pendapatan sebanyak 200,000 dollar seminggu serta mengupah 200 orang pekerja.
Juanderson bernasib baik kerana berjumpa dengan Rodrigo Baggio, orang pertama yang
22
membawa laptop ke Brazil, pada tahun 1994, mencipta suatu program bernama CDI yang
mengambil laptop dan komputer yang didermakan syarikat korporat dan meletakkannya
di pusat-pusat kominiti di sekitarnya. Ini membuatkan cara pembelajaran lebih menarik
dan mudah diakses
Begitu juga hasil eksperimen yang dibuat Sugata Mitra pemenang TED prize, seorang
pengkaji pendidikan yang popular dengan eksperimennya A hole in the wall project.
Pada 1999, beliau melakukannya di New Delhi, suatu tempat yang memisahkan pejabat
beliau dan setinggan bandar.
Dalam projek, ini beliau meletakkan sebuah komputer, dengan akses internet yang laju di
dalam lubang dinding tersebut. Dalam masa yang beberapa bulan sahaja, anak-anak
masyarakat setinggan di situ sudah tahu menggunakan komputer tersebut dan mengajar
rakan-rakan mereka yng lain.
Projek yang sama ini juga diulang sekali lagi di tempat bernama Shivpuri sebuah bandar
di tengah India dan juga Madantusi sebuah perkampungan kecil di India yang mana tiada
seorang pun disitu yang boleh tahu bahasa Inggeris, akan tetapi keputusan yang sama
diperoleh di mana kanak-kanak ini boleh belajar bahasa Inggeris dengan sendirinya demi
untuk memahami fungi komputer itu dan dalam masa yang sama mengajar rakan mereka
yang lain.
Salman Khan pula, pengasas Khan Academy, memberi suatu inovasi baru dalam
pendidikan dimana pendidikan menggunakan video menjadi asas. Beliau menunjukkan
bahawa bagaimana pengajaran dalam bentuk video yang menarik mampu menarik minat
anak-anak dalam masa yang sama guru di dalam kelas berupaya membantu melihat dan
mengenal pasti mana anak-anak yang lemah dan membantu secara peribadi.
Yang menarik tentang projek ini ialah, jika selalunya guru terpaksa menyuruh anak-anak
membuat kerja sekolah di rumah, kini mereka sudah boleh membuat kerja sekolah di
dalam sekolah dengan bantuan guru.
Ini kerana, peranan guru untuk mengajar telah beralih kepada video dan guru hanya
bertindak sebagai fasilitator yang membantu anak-anak yang lemah. Lebih menarik lagi,
anak-anak boleh mencapai akses terhadap video ini pada bila-bila masa dan ada statistik
yang ditunjukkan bagi melihat perkembangan anak-anak ini dari sudut video pelajaran
mana yang selalu mereka ikuti, di peringkat mana mereka berhenti, di peringkat mana
mereka lemah dan di mana kekuatan mereka.
Ini adalah salah satu bentuk penyelesaian (jika bukan keseluruhan aspek) terhadap PBS
yang kekurangan guru untuk menilai setiap satu perkembangan anak-anak, di samping
mempunyai lebih masa untuk menilai secara adil setiap aspek-aspek rohani, jasmani dan
emosi disamping perkembangan intelek yang telah direkodkan oleh sistem ini.

Saya melihat bahawa perkembangan sains dan teknologi bukan sahaja mampu
memberikan alternatif terhadap pendidikan di tempat yang memerlukan keperluan yang
23
berbeza di mana tiada sekolah, guru pakar dan kemudahan lain malah ia juga mampu
memberikan solusi yang terdekat terhadap upaya anak-anak di setiap tempat khususnya
golongan miskin bandar dan juga di kampung peluang mendapatkan pendidikan sesuai
dengan kontek kehidupan mereka, paling kurang pun untuk terus menyara keluarga
mereka dengan ilmu yang mereka kuasai.
Prof Syed Naquib Al-Attas pernah mengatakan bahawa sains dan teknologi ini seperti
pisau yang boleh memotong sesuatu tetapi juga boleh digunakan untuk membunuh.
Justeru, pendekatan kita ke arah merubah sistem pendidikan negara kita perlulah kembali
melihat keperluan penting di tempat tertentu supaya kita adil dalam memberikan jenis
pendidikan mana yang bermanfaat terhadap mereka.
Transisi kearah pendidikan yang lebih personal ini penting dalam membebaskan diri
masyarakat dan anak-anak khususnya dari bentuk indoktrinasi formal yang dilakukan
oleh institusi pendidikan.
Usaha Dan Peranan Masyarakat Sivil Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Dari
Bab 6)
Walaupun terdapat kelompongan dalam PPPM, terdapatnya ruang dimana masyarakat
sivil khususnya mahasiswa dapat membantu kerajaan terutama dari anjakan 9, sekolah
amanah dalam memberi pendidikan kepada golongan marjinal. NGO-NGO pendidikan
seperti Projek Iqra`, Nasi Lemak Projek, Teach For Malaysia dan Teach For the Needs,
adalah di antara kelompok aktivis-aktivis yang bergerak aktif dalam memberikan akses
pendidikan kepada masyarakat yang tertinggal daripada sistem pendidikan.
Mahasiswa terutamanya, tentu sekali mampu menyumbang dalam membantu kerajaan.
Sebagai contoh, setiap universiti sekurang-kurangnya menjaga 5 pusat komuniti
sekitarnya yang memerlukan pendidikan dengan aktivti sukarelawan setiap minggu dan
menjadikan sekolah-sekolah di pedalaman, pusat-pusat komuniti, rumah-rumah anak
yatim sebagai medan aktivisme dan kepedulian masyarakat dalam memberi sokongan
dalam memastikan kualiti dan ekuiti pendidikan yang diidamkan.



24
Dinamika Ilmu Sebagai Warisan
Intelektual Ummah: Pandangan Alam,
Budaya, Dan Ketamadunan
21


Mohammad Fazril Mohd Saleh
22

Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM)

Kiranya engkau berhajatkan mutiara,
maka akan padang pasir itu tinggalkanlah ia,
dan berlayarlah engkau di lautan samudera;

Dan kira-kira tiada kaujumpa,
barang mutiara yang engkau cita-cita,
paling tidak mencecah air telah kau berjaya.

Muqaddimah
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna, yang diciptakan-Nya dengan
kurniaan-kurniaan istimewa yang membolehkan ia menentukan nasib hidupnya sendiri.
Keupayaan manusia membina peradaban sepanjang sejarahnya adalah suatu pencapaian
yang selayaknya. Walau bagaimanapun, nasib sejarah manusia ini tidak selamanya
cemerlang. Pasang surutnya tetap ada, dan itu juga fitrah ketamadunan yang sewajarnya
diterima umat manusia sebagai ibrah dan pedoman bersama.
Justeru, dalam makalah yang sederhana ini, kami cuba mengungkap beberapa idea
peradaban khususnya yang terakam dalam sejarah peradaban umat Islam. Tanpa
menafikan peranan dan sumbangan tamadun lain, makalah ini memugar beberapa aspek
ketamadunan Islam dengan memfokus kepada ciri unggulnya: ilmu. Bertitik-tolak dari
sini, pengembangan horizon pemikiran manusia Muslim membentuk bangunan konsep
yang terkembang secara gradual seterusnya membina pandangan alam. Pandangan alam,
sebagai suatu mental framework membantu manusia mengkonsepsikan dirinya dalam
interaksi dengan kewujudan yang terdapat di sekitarnya. Dalam interaksi manusia sesama
manusia dan juga interaksi manusia dengan persekitarannya, suatu fenomena
pengembangan sosial berlaku, dikenali sebagai budaya. Budaya adalah suatu fenomena

21
Dibentangkan dalam Simposium Anak Muda 2014 anjuran Universiti Terbuka Anak Muda (UTAM)
yang diadakan pada 17hb Ogos 2014, bertempat di Rumah Pena, Bukit Petaling, Kuala Lumpur.
22
Penulis merupakan Timbalan Presiden PKPIM sesi 2013/2014. Boleh dihubungi di
fazrilsaleh@gmail.com.
25
yang wujud dalam perkumpulan manusia atau masyarakat. Perkembangan budaya akan
mempengaruhi gaya hidup dan keadaan kehidupan sesuatu masyarakat sehinggakan
perkembangan budaya yang maju menandai kewujudan sesuatu tamadun.
Oleh yang demikian, dalam kondisi semasa, sedar atau tidak kita juga sedang hidup
dalam suatu kendera tamadun yang tersendiri. Kami meyakini, bahawa tamadun bukan
sekadar suatu konsep akademik, tetapi juga hakikat dan realiti. Justeru, usaha kita dan
masyarakat hari ini adalah sewajarnya ditumpukan kepada aspek-aspek positif
ketamadunan dan pola-pola perkembangan peradaban yang boleh dipelajari daripada
tamadun Islam. Malah menjadi mesej utama dalam makalah ini bahawa aspek positif
tamadun Islam itu adalah bertitik tolak daripada kecenderungan terhadap ilmu serta sikap
terhadapnya, dan kegiatan ilmiah yang aktif, dinamik dan progresif.
Mereka itu adalah satu umat yang telah berlalu sejarahnya, bagi mereka (balasan)
apa yang telah diusahakan oleh mereka...
Surah al-Baqarah (2): 134
Islam Dan Peradaban Manusia

The Arabs, a semibarbaric race in ancient times, entered into world history after
their conversion to Islam in the 7
th
century A.D. Muhammad, the Prophet of Allah,
transformed the heathen Arabs into an Islamic nation. Almost immediately after
the prophets death, the Islamized Arabs emerged as a conquering nation which
gradually overran the centres of ancient civilizations such as Syria, Egypt, Iraq,
Persia as well as Central Asia, Sind, North Africa, and Spain within eight decades,
and thus established one of the greatest medieval empires. They also devised new
social, economic, political and legal institutions to implement the ideals of Islam.
Soon after the first century Hijrah, the Arabs began to translate (into Arabic) and
master the scientific and literary works of ancient civilized Greece, Persia and
India. In the process of these energetic and creative activities, the Arabs created a
new civilization.
M.A.J. Beg
Sebelum kemunculan tamadun Islam, telahpun wujud pelbagai tamadun dalam lintasan
sejarah peradaban manusia. Sejarah telah membuktikan wujudnya tamadun-tamadun
besar seperti Babylon, Assyria, Chaldea, Israel, Sumeria, Mesir Purba, Phoenicia,
Carthage, Parsi, Sasani, Achaemenia, Arya, Parthia, India, Yunani, Rom, Byzantin, Jepun,
China dan lain-lain lagi. Banyak tamadun yang hanya tinggal dalam lipatan sejarah. Oleh
sebab yang demikian, sesetengh orang menganggap tamadun Islam juga merupakan salah
satu peradaban tinggalan sejarah. Mungkin kemusykilan ini wajar direnung semula.
Perbezaan ketara antara tamadun Islam dengan tamadun-tamadun lainnya ialah ia
berorientasikan agama dan bersifat universal, sedangkan tamadun lain bersifat regional
26
dan berorientasikan perkauman atau kebangsaan.
23

Malah, boleh dikatakan bahawa Islam adalah suatu civilizing force yang sanggup dan
mampu membangun peradaban di atas prinsip-prinsip ajarannya. Islam menggariskan
tujuan kewujudan sesebuah tamadun adalah untuk kepentingan manusia. Justeru, manusia
menjadi fokus utama dalam ketamadunan, bukannya material, kebendaan mahupun
teknologi. Sesuatu tamadun yang menitikberatkan pembangunan kebendaan sehingga
melupakan pembangunan spiritual dan moral manusia merupakan tamadun yang tidak
memberi keuntungan kepada manusia, sebaliknya mendatangkan derita dan tragedi.
Tamadun Islam Sebagai Karya Cipta Manusia Muslim
Islam adalah al-Dn. Ini merupakan istilah yang digunakan oleh al-Quran, yang tidak
hanya merujuk kepada hubungan manusia dengan Tuhan sahaja, atau terbatas dalam
aspek ritual dan spiritual sahaja, ataupun melibatkan individu atau bersifat peribadi
semata. Al-Dn mempunyai peranan dan pengaruh yang besar terhadap setiap aspek
kehidupan manusia: aspek spiritual, moral, ekonomi, sosial, politik, perundangan dan
lain-lain.
Tamadun atau peradaban Islam ialah hasil karya cipta manusia Muslim yang komited
kepada agamanya. Oleh sebab adanya komitmen keagamaan itu, maka terbinanya
tamadun Islam, iaitu tamadun yang dibangunkan di atas landasan akidah, tumbuh
berkembang dalam acuan syariat dan terkawal dalam nilai-nilai akhlak Islamiah. Dalam
erti kata lain, tamadun Islam adalah penjelmaan semangat ajaran Islam: pandangan
sarwanya (worldview), epistemologinya (falsafah ilmu) dan aksiologinya (sistem
nilai).
24

Suatu hakikat sejarah yang tidak dapat dinafikan: kemunculan Islam sebagai suatu kuasa
politik dan kekuatan spiritual adalah suatu peristiwa agung dalam sejarah dunia. Dalam
pengalaman sejarahnya yang panjang, Islam telah membentuk jati diri bangsa Arab, Parsi,
Barbar, Turki, Sudan, Swahili, Hausa, Bengoli, Sindhi, Melayu, dan banyak lagi
kumpulan etnik dan linguistik memberikan mereka suatu kematangan spiritual dan
kemantapan identiti sosio-budaya.
Kemunculan Islam dan perkembangannya memberikan insentif kepada kaum Muslimin
untuk membina empayarnya yang tersendiri; membangunkan kerangka politiknya, dan
menghasilkan teori dan amalan perundangannya, dengan berbasiskan wahyu. Masyarakat
Muslim menghasilkan makalah-makalah saintifik dan wacana falsafah serta literatur-
literatur penting merangkumi keseluruhan aspek kehidupan manusia. Mereka juga
membina monumen dan binaan ketamadunan yang hebat dan menjuarai kegemilangan
kesenian halus tersendiri.

23
Untuk bacaan lanjut, rujuk M.A.J. Beg, The Image of Islamic Civilization, (KL: Universiti Kebangsaan
Malaysia, 1980), hal. 18.
24
Siddiq Fadzil, Sains dan Teknologi: Isu Penislaman dan Pemeribumiannya dalam Ahmad Mohamad
Said et al. (ed.), Dinamika Ilmu: Memugar Warisan Intelektual Ummah, (Kajang: Kolej Dar al-Hikmah,
2005), hal. 29.
27

Al-Qurn dan Pengaruh Ketamadunannya
Asas utama kepada tamadun Islam ialah sumber agungnya: Al-Qurn. Tidak sekadar
sebuah kitab suci yang menggarispandukan aspek spiritual, ritual dan moral, al-Qurn
memberikan satu suntikan motivasi ketamadunan kepada manusia. Banyak bangsa dunia
yang menerima Islam, dengan suluhan cahaya al-Quran, ia membentuk keutuhan jati
dirinya yang tersendiri, seperti yang diungkapkan oleh Zeki Velidi Tongan: The Qurn
had given to the Turks the courage for mastering over the vast steppe and mountain
regions of Asia, a unique thought system and a unique literary language.
25

Al-Qurn dan Al-Sunnah sebagai sumber wayu merupakan asas epistemologi yang
membawa kepada kejayaan pertumbuhan dan perkembangan tamadun Islam. Wahyu (al-
Qurn dan Al-Sunnah) telah membentuk mental framework manusia Muslim, bersama-
sama pengalaman kehidupannya yang berteraskan prinsip ajaran Islam akhirnya
menyempurnakan binaan bangunan konsep dalam pemikiran manusia Muslim sehingga
terbentuk suatu weltanschauung (worldview) pandangan alam yang lengkap, integral
dan komprehensif.
Pandangan Alam: Mempersepsi Manusia Dan Hakikat Dirinya

The marvellous effect produced by the Holy Qurn on the minds of those who
first came into contact with it, the unparallel revolution brought about in the
world, the uplift of not one but revolution brought about in the world, the uplift of
not one but many nations from the depth of degradation to the height of
civilization is,...
M. Ali
Pandangan alam (weltanschauung/ worldview) merupakan suatu bangunan konsep yang
terbentuk dalam pemikiran manusia, seterusnya membentuk suatu kerangka mental
(mental framework) yang membantu manusia memahami hakikat-hakikat yang wujud
dalam alam ini. Pandangan alam membolehkan seseorang menanggapi dan
mempersepsikan segala sesuatu, yang akhirnya akan membawa kepada natijah tindakan
atau perbuatannya, yang berasaskan tanggapan dan persepsinya terhadap sesuatu.
Perbahasan mengenai pandangan alam terkait dengan perbahasan falsafah tentang
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Pandangan alam Islam seseorang manusia terbentuk secara gradual melalui
pembelajaran, pengalaman dan interaksinya dengan persekitaran. Dalam Islam,
pandangan alam seseorang Muslim dibentuk oleh pengetahuannya tentang hakikat alam
tidak sekadar yang dilalui dan dirasai berdasarkan interaksi dan pengalamannya semata-
mata, tetapi juga melalui maklumat-maklumat yang diperoleh daripada sumber wahyu.

25
M.A.J. Beg, The Image of Islamic Civilization, (KL: Universiti Kebangsaan Malaysia, 1980), hal. 45.

28
Manusia, Kebebasan dan Ikhtiyr
Insan yang hidup berlandaskan agama yang benar adalah pengabdian diri yang sebenar-
benarnya. Ia satu bentuk kemuliaan yang tertinggi. Bersandarkan kepada ilmu yang hak,
insan berikhtiar memilih yang lebih baik dengan membuat pertimbangan yang adil
menggunakan akal yang sihat dalam menyerah dirinya secara sukarela dalam pengabdian
kepada Allah swt. Inilah erti kebebasan (freedom) yang sebenar yang terpancar daripada
pandangan alam Islam ikhtiyr yang sebenar dalam memilih yang terlebih baik untuk
kesejahteraan diri pertimbangan dan tinjauan akal yang mengarah diri kepada
mengamalkan perilaku terpuji dan menzahirkan akhlak mulia.
26
Dalam mengukuhkan ide
kebebasan ini, S.M.N. al-Attas menegaskan:
Freedom is to act as ones real and true nature demands and so only the exercise
of that which is of what is good can properly be called free-choice. A choice for
the better is therefore an act of freedom Whereas a choice for the worse is not a
choice as it is grounded in ignorance it is then also not an exercise in freedom
because freedom means precisely being free from domination by the powers of
the soul that incites to evil.
27

Bukanlah kebebasan sebenar jika diri dibiarkan liar tanpa pengawasan peraturan yang
dapat membendung segala naluri dan tabiat haiwaniyah dalam diri: barangsiapa yang
terjerumus ke jurang kehinaan yang sedemikian maka ia bukanlah insan yang sebenar
tetapi hanyalah insan dalam rupa bentuk dan adalah terlebih rendah dari segala haiwan
yang rendah.
28
Dalam erti kata lain, kebebasan itu bukan sebenarnya bebas, kerana diri
yang liar itu sebenarnya berada di bawah pengaruh dan bawaan hawa nafsu, dan keadaan
diri yang seperti itu sebenarnya meletakkan martabat insan itu pada kedudukan yang
paling hina dan rendah
29
walaupun asalnya manusia itu mulia dan berada pada darjat
yang tinggi.
Tuntasnya, insan akan bebas dalam erti kata yang sebenar apabila berpegang pada
simpulan yang kukuh iaitu pandangan alam dan akidah yang benar bertunjangkan al-
Tawd: Bagaikan pohon yang tegap berdiri, segar, teguh, dan kukuh kerana akarnya
mencengkam bumi dengan cabang-cabangnya menjulang ke langit biru, begitulah
cabang-cabang kehidupan insan yang berpandukan akidah dan pandangan alam yang
a.


26
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam, (Penang: USM,
2007), hal. 66
27
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC,
1995), hal. 33.
28
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Mana Kebahagiaan dan Pengalamannya dalam Islam (Kuala
Lumpur: ISTAC, 2002), hal. 28

29
Al-Quran al-Karim, Surah al-Tin (95) ayat 5, Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya (neraka), dan al-Furqan (25) ayat 44, atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka
itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)
29
Dengan pandangan alam yang benar, manusia akan tetap teguh berbekalkan nilai-nilai
wahyu yang dipegangnya. Jelas, dalam tradisi Islam, tidak berlaku sebarang gejala negatif
seperti keruntuhan akhlak, krisis identiti dan jurang antara generasi melainkan setelah
insan mengambil tindakan menjauhi realiti dan hakikat dirinya sendiri.
Jiwa Manusia Menurut Islam
Manusia dikurniai kebolehan untuk mencapai ilmu. Tempat letak ilmu dalam diri manusia
adalah unsur rohaniahnya yang disebut dalam al-Qur`an dalam pelbagai kalimah iaitu
sebagai hati (al-qalb) jiwa/diri (al-nafs), roh (al-r), dan akal (al-aql), tetapi
kesemuanya itu merujuk kepada hakikat yang sama iaitu unsur rohaniah manusia.
30
Pada
asalnya, manusia mengetahui Hakikat Tuhan dan kesatuan Mutlak-Nya (al-tawd)
sebagaimana yang disebut dalam al-Qurn, surah al-Arf (7), ayat 172 yang bermaksud:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
Ayat di atas merujuk kepada perjanjian (al-mithq/ al-ahd) manusia dengan Tuhan
semasa di alam roh. Manusia telah mengenali dan mengakui keadaan dan keesaan Tuhan
lalu mengikat perjanjian yang menentukan tujuan, tindakan dan sikap mereka terhadap
diri dan Tuhan. Ikatan perjanjian ini merupakan ikatan dan penentuan dalam agama (al-
dn) yang merupakan pengabdian sebenar (al-Islm). Tujuan kewujudan manusia adalah
untuk mengenal Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya
31
dan tugasnya adalah untuk
taat (ah) kepada Tuhan sesuai dengan fitrah insaniahnya.
32

Hakikat Jiwa Manusia
Walau bagaimanapun, manusia juga mempunyai masalah lupa (nisyan). Menurut
Abdullah Ibn Abbas, merujuk kepada surah h (20), ayat 115: Dan sesungguhnya
telah Kami perintahkan

kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak
Kami dapati padanya kemahuan yang kuat, perkataan insan terbit daripada kalimah
nasiya kerana kata Ibn Abbas, manusia telah melakukan perjanjian dengan Tuhan tetapi
mereka lupa (nasiya).
Kelupaan merupakan penyebab keengkaran, dan kesan penderhakaan ini menjatuhkan
manusia ke dalam kezaliman (ulm) dan kejahilan (jahl). Namun begitu, Tuhan telah

30
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul, (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1990), hal. 2
31
Al-Quran al-Karim, Surah al-Dzariyat (51) ayat 56, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
32
Al-Quran al-Karim, Surah al-Rum (30) ayat 30, Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
30
melengkapkan manusia dengan akal dan wahyu yang mampu melorongkan mereka ke
jalan yang benar. Untuk memilih kepada kebaikan (ikhtiyr), terserah kepada manusia itu
sendiri.
33

Hakikat diri manusia yang sebenar berasal dari alam tinggi (al-malakut) dan alam
perintah (al-amr).
34
Terdapat beberapa peringkat/ martabat (level/ stages) bagi jiwa
manusia. Apabila manusia cenderung kepada jalan yang benar, ketenangan sebenar yang
transenden (al-saknah) akan hadir dan mereka akan berada dalam kebebasan dan
ketenangan dalam ingatan kepada Tuhan. Keadaan jiwa seperti ini dinamakan keadaan
jiwa yang tenang (al-nafs al-mutmainnah) dan merupakan peringkat tertinggi jiwa
manusia. Kadangkala, jiwa manusia bergelora dan berlawanan antara daya akliahnya dan
daya kebinatangannya. Apabila jiwa berada dalam keadaan yang jahat, kemudian ia sedar
lalu berusaha melawan kejahatan tersebut dan mengutuk kelakuannya. Keadaan jiwa
seperti ini dinamakan al-nafs al-lawwmah iaitu jiwa yang mengutuk diri sendiri.
Manakala, keadaan jiwa yang terperangkap dalam kejahilan dan kejahatan dinamakan al-
nafs al-amarah bi al-s`.
Unsur-unsur dalam Diri Manusia
Jiwa manusia juga mengandungi beberapa keadaan upaya (quwwah) yang termanifestasi
dalam hubungannya dengan aspek jasmani manusia. Keadaan upaya tersebut ialah jenis-
jenis jiwa iaitu (1) jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabtiyah), (2) jiwa haiwan (al-nafs al-
hayawniyah), dan (3) jiwa rasional (al-nafs al-ntiqah).
35
Tumbuh-tumbuhan
mempunyai kekuatan untuk membesar, kekuatan kesuburan dan produktif. Kekuatan-
kekuatan ini juga terdapat pada haiwan dan manusia. Boleh dikatakan, manusia
mempunyai jiwa-jiwa yang sama dengan haiwan, Cuma yang membezakannya adalah
jiwa rasional (al-nafs al-ntiqah) yang hanya terdapat pada diri manusia, tidak haiwan
mahupun tumbuhan. Keadaan inilah yang menjadikan manusia itu sebagai manusia dan
sekiranya manusia kehilangan keadaan upaya ini, maka manusia tersebut tiada berbeza
dengan haiwan.
Jiwa rasional (al-nafs al-ntiqah) merupakan petanda ciri-ciri unggul bagi manusia.
Kalimah Natiq (al-ntiqah) bermakna daya akliyah yang merujuk kepada fakulti rasional
manusia, selari maksudnya dengan perkataan logos (Greek) dan ratio (Latin). Ntiq
merupakan fakulti dalaman yang menanggap dan memahami realiti-realiti seterusnya
memformulasi makna berkaitan membuat keputusan, pengelasan dan penjelasan.
36
Al-
nafs al-ntiqah juga merujuk kepada akal.
Namun, akal (al-aql) dalam Islam bukan seperti yang difahami dalam kebudayaan Barat.
Dalam kebudayaan Barat, akal hanya merujuk kepada ratio yang merupakan alat untuk
memahami dan menguasai alam zahir (aspek saintifik) semata-mata. Ratio dipisahkan

33
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Nature of Man and The Psychology of The Human Soul, (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1990), hal. 6
34
Al-Quran al-Karim, Surah Ya Sin (36) ayat 83; surah al-Mukminun (23): 88
35
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul, (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1990), hal. 8
36
Ibid. hal. 39
31
daripada intellectus yang bermaksud fakulti untuk merenungi hakikat rohaniah. Akal
dalam Islam merangkumi sekaligus aspek ratio dan intellektus. Akal, menurut Islam, jika
dijaga dengan baik, akhirnya akan membawa implikasi akhlak yang penting.
Kelalaian Punca Keruntuhan Tamadun
Daripada perbincangan ini, dapatlah kita mengerti keadaan jiwa manusia yang sebenar
sebagaimana fitrah kejadian Tuhan. Kelupaan manusia dan keengkarannya untuk kembali
ke jalan kebenaran (al-inabah/ al-taubah) walapun dikurniakan Tuhan dengan keupayaan
untuk berbuat demikian, telah menenggelamkan manusia dalam lembah kehinaan yang
meletakkan martabatnya pada kedudukan yang rendah, malah lebih rendah daripada
haiwan. Ini juga yang menjadi punca kepada keruntuhan sesebuah tamadun.
Jelasnya, daripada perbahasan tentang manusia, dan fitrah diri manusia, dapat dibuat
suatu kesimpulan awal bahawa tamadun bukanlah bersifat organik, tetapi ia adalah suatu
yang bersyarat. Tamadun akan bertumbuh, berkembang dan maju dengan syarat-syarat
yang sewajarnya dan secocoknya yang menjadi sebab kepada pertumbuhan,
perkembangan dan kemajuannya. Sebaliknya, tamadun akan menguncup, merosot dan
mati sekiranya ia memenuhi syarat penguncupan, kemerosotan dan kematiannya.
Legasi Ummah: Intelektualisme Dan Budaya Ilmu

Demikianlah hakikatnya, sejarah kegemilangan Islam menjadi saksi bahawa ia
bermula dengan revolusi keilmuan yang tercetus dari ayat mukjizat Iqra bi smi
rabbika lladhi khalaq..., transformasi kemanusiaan dan revolusi kebudayaan
yang merubah pengembala unta menjadi ilmuwan cendekia, manusia badawi-
jahili menjadi Muslim haari-madani.
Siddiq Fadzil
Budaya Sebagai Manifestasi Pandangan Alam
Budaya adalah suatu fenomena sosial yang wujud dalam perkumpulan manusia atau
masyarakat. Budaya terdiri daripada dua patah kata: budi dan daya. Perkataan budi
menggambarkan suatu konsep yang abstrak tetapi memberi makna yang cukup besar dan
kuat untuk menjadi faktor pencetus kepada suatu aspek yang lebih konkrit. Budi
bermaksud pemikiran, kepercayaan, anutan, fahaman, kecerdikan, kecerdasan, dan
keluhuran. Manakala, perkataan daya pula merujuk kepada suatu aspek luaran yang
bersifat konkrit gerak, perbuatan, manifestasi, tajalli, penampakan, aksi dan sebagainya.
Dalam erti kata lain, budi adalah lambang aspek dalaman diri manusia yang
merangkumi idealisme, intelektualisme dan spiritualisme, manakala daya adalah
manifestasi aspek dalaman tadi dalam perbuatan dan kegiatan (aktivisme).Oleh yang
demikian, budaya adalah suatu adunan dua unsur ini pemikiran atau worldview yang
termanifestasi dalam perbuatan atau kegiatan tertentu.
Justeru, budaya sebagai penjelmaan nilai-nilai yang dipegang adalah sangat menentukan
tahap pencapaian sesuatu masyarakat. Budaya yang kami maksudkan di sini bukanlah
32
seperti yang difahami umum sebagai seni hiburan heboh-hebohan semata. Budaya yang
dimaksudkan adalah suatu fenomena sosial penjelmaan nilai-nilai yang tercerna dalam
pandangan alam sesuatu masyarakat yang membantu masyarakat tersebut menentukan
corak hidup dan kegiatannya. Budaya seperti inilah yang terkembang menjadi maju dan
seterusnya membina tamadun. Seperti yang diungkapkan oleh Malik Bennabi bahawa
tiada perubahan sosial (al-taghyr al-ijtim) akan berlaku tanpa berlakunya perubahan
budaya (al-taghyr al-thaqf).
Kecenderungan, Sikap, Rutin dan Pembinaan Budaya
Kata kunci yang penting untuk difahami dalam membangun ketamadunan Islam ialah
budaya. Persoalannya, bolehkah budaya dibina? atau ia berlaku secara alami tanpa perlu
kepada sebarang perancangan? Bagi kami, budaya boleh direncana.
Budaya hanya akan terbina dalam komuniti. Ini kerana manusia merupakan makhluk
sosial yang saling memerlukan satu sama lain. Sejarah ketamadunan bangsa-bangsa besar
dunia membuktikan tamadun berkembang daripada budaya, dan budaya dibangunkan
dalam masyarakat. Pembinaan watak masyarakat yang berbudaya inilah yang akan
membantu menjayakan pembinaan budaya dan tamadun.
Bagaimana kita dapat membina budaya secara praktikal? Di sini terletaknya kepentingan
kesatuan pemikiran dan idealisme dalam masyarakat. Awal mulanya budaya akan
mungkin terbina dengan munculnya kecenderungan (tendency) dalam diri individu.
Daripada kecenderungan ini, maka sikap (attitude) mula dibina dalam diri individu
tersebut. Sikap ini akan membentuk rutin (routine) yang menjadi pengamalan harian
oleh individu tersebut. Justeru, apabila setiap individu mempunyai kecenderungan, sikap
dan rutin yang sama, maka budaya pun terbentuk. Dalam kata lain, budaya adalah
manifestasi kesatuan pemikiran individu-individu dalam sesuatu masyarakat yang
menzahirkan pengamalan-pengamalan tertentu dalam bentuk kegiatan dan perbuatan.
Intelektualisme dalam Tamadun Islam
Dalam memahami dinamika ilmu sebagai legasi keintelektualan ummah, S.M.N al-Attas
menegaskan:
...rationality in Islam does not merely pertain to minds systematic and logical
interpretation of the facts of experience or its rendering intelligible and
manageable to reason the data of experience; or its abstraction of facts and data
and their relationship; or the grasping of nature by the mind, and the law-giving
operation the mind renders upon nature. Since reason is a protection of the
intellect, which is the spiritual organ of cognition known as heart (al-qalb). Hence
the understanding of spiritual realities is also within the province of reason and is
not necessaricly divorced from rational understanding of them.
37



37
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul, (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1990), hal. 8.
33
Sejarah menyaksikan bahawa intelektualisme dalam tamadun Islam merupakan suatu
tradisi pengkajian ilmiah yang luas, merangkumi pelbagai disiplin ilmu. Penubuhan
sebuah institut dan kutub khanah untuk tujuan penterjemahan dan penyelidikan, Bayt al-
ikmah pada tahun 830 M oleh al-Mamn misalnya menggambarkan kesungguhan
mereka yang cukup luar biasa.
Keluasan kajian intelektual para ilmuwan Islam dapat dilihat dari jumlah dan sifat karya-
karya yang dihasilkan oleh mereka. Sebagai contoh, al-Kindi dilaporkan menulis
sejumlah 242 buah karya, Ibn Sina mengarang 220 buah karya, dan Zakaria al-Razi
menulis sejumlah 236 buah tulisan. Tulisan dan karya-karya mereka yang ensiklopedik
ini bukan hanya sekadar dalam satu bidang, tetapi merangkumi pelbagai disiplin ilmu
yang ada pada zaman mereka.
Beberapa ciri penting intelektualisme Islam yang dinamik digariskan seperti berikut: 1)
pendekatan Tawd; 2) wayu sebagai asas pengkajian ilmiah; dan 3) sikap hormat-kritis
terhadap ilmu asing.
38

1) Pendekatan Tawd
Tawd merupakan konsep asas dalam akidah Islam yang telah memberi kesan kepada
kesemua aspek kehidupan seseorang Muslim termasuk kegiatan intelektualnya.
Pendekatan Tawd ini menjadi asas kepada pengembangan disiplin ilmu dan melandasi
perbahasan-perbahasan dalam ilmu-ilmu seperti falsafah, sejarah, sains, perubatan,
senibina dan lain-lain. Kecenderungan ini tidak memisahkan antara aspek-aspek yang
bersifat duniawi dengan ukhrawi, malah secara sedar mengaitkan segala upaya dan usaha
mereka sebagai suatu bentuk ibadah dan ketaatan kepada Tuhan. Ini diperakui oleh al-
Attas:
The representative of Islamic thought theologians, philosophers,
metaphysicians have all and individually applied various methods in their
investigations without preponderating on any one particular method. They
combined in their investigations and at the same time their persons, the empirical
and their rational, the deductive and inductive methods and affirmed no
dichotomy between the subjective and the objective, so that they all affected what
I would call the tawhid method of knowledge.
39


2) Wayu Sebagai Asas Pengkajian Ilmiah
Seperti yang telah disentuh sebelum ini, al-Qurn menjadi asas kepada perkembangan
tamadun Islam. Apabila kita kaitkan asal mula tamadun Islam itu dengan dinamika ilmu
dan budaya intelektual, maka kita akan dapati, perkembangan intelektual Islam bermula
dengan al-Qurn. Sebagai sumber rujukan utama, panduan, dan kitab suci, al-Qurn

38
Mohd Farid Mohd Shahran, Isu-isu dalam Pemikiran Islam, (KL: Angkatan Belia Islam Malaysia, 2008),
hal. 37.
39
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC,
1995), hal. 3.
34
menyuntik motivasi dan keghairahan mencari dan menggali ilmu. Keyakinan seperti al-
Qurn does not provide a detailed science but the principles of all knowledge
merupakan suatu keyakinan yang bermotivasi tinggi. Sheikh Ahmad Kiftaro menyatakan:
Whosoever studies the chapter and the verses of the Qurn will be struck by the
maner how the Qurn combined religion and intellect and how Muslim doctrines
are compounded to motivate advancement in civilization.
40

Intelektualisme sememangnya terkait dengan kegiatan akliyah, aktiviti pemikiran yang
berasaskan kepada keupayaan akal, walau bagaimanapun wibawa wahyu masih tetap kuat
dipertahankan. Malah, pengiktirafan wahyu terhadap keupayaan dan kemampuan akal
disahkan dalam karya-karya para ilmuwan Islam. Sebagai contoh, Ibn Rushd mengarang
sebuah karya yang menarik berjudul Fal al-maql f m bayn al-ikmah wa al-
Syarah min al-Ittil, yang mempertahankan keharmonian wahyu dengan akal, malah
menjustifikasikan akal sebagai salah satu jalan yang sahih untuk mencapai hakikat segala
sesuatu.
41

Malah, yang lebih penting dan utama, al-Qurn memberikan panduan dan halatuju yang
memandu dinamika intelektualisme Islam. Melalui istilah-istilah penting ilm, mn,
adb, ikmah, adl dan banyak lagi kata-kata kunci penting membangun keutuhan
pandangan alam seorang ilmuwan Muslim dalam kegiatan ilmiahnya.
3) Sikap Hormat-Kritis Terhadap Ilmu Asing
Kebebasan akademik dan keterbukaan ilmiah adalah elemen penting dalam memastikan
dinamika ilmu terus berlangsung. Ilmuwan Islam mengambil langkah berani memperkaya
khazanah keilmuwan Islam dengan sumber-sumber luar atas keyakinan bahawa hikmah
adalah barang yang hilang daripada orang beriman. Sikap ini membawa kepada
penekunan terhadap karya-karya Yunani kuno, India, dan Parsi. Proses penterjemahan
giat dijalankan. Ini jelas ditunjukkan oleh para ilmuwan dalam tamadun Islam dan
keterbukaan ini telah memberi manfaat kepada tamadun manusia keseluruhannya. S.H.
Nasr menyatakan:
Altogether from the point of view of quality and quantity alike the transmission
of the learning of the ancient world to Muslims through the medium of Arabic is
one of the startling phenomena of cultural history; for not only was it instrumental
in bringing into being Muslim sciences and philosophy but also it indirecty played
a vital role in the creation of medieval and renaissance science and philosophy in
the West and even influenced China and India.



40
M.A.J. Beg, The Image of Islamic Civilization, (KL: Universiti Kebangsaan Malaysia, 1980), hal. 45.
41
Mohd Farid Mohd Shahran, Isu-isu dalam Pemikiran Islam, (KL: Angkatan Belia Islam Malaysia, 2008),
hal. 41.
35
Khulasah
Tamadun merupakan buah hasil atau produk daripada pemikiran manusia. Semestinya
pemikiran manusia itu pelbagai dan nisbi (relative) sifatnya, walaupun begitu, dalam
sejarah peradaban manusia, terdapat masyarakat manusia yang disatukan oleh suatu
bentuk pandangan alam dan budaya yang unik dan tersendiri. Telahan kami, tamadun
Islam telah menampilkan pola dan trendnya yang tersendiri kerana dibentuk oleh
pandangan alam dan budaya yang berpaksi kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai asas
yang dianut bersama dalam masyarakatnya.
Tidak berniat untuk bernostalgia, kami paparkan objek perbahasan dalam makalah ini
dengan nada yang positif. Justeru, perbahasan tentang realiti dan cabaran ketamadunan
semasa serta prospek masa depan tamadun adalah suatu tuntutan mendesak. Makalah
yang sederhana ini sekadar melontarkan beberapa ide ketamadunan yang bersifat rencam
dan umum. Tulisan ini umpama sebuah compendium, tetapi perlu kepada penghuraian
lanjut dan argumentasi yang lebih kukuh. Banyak lagi yang perlu kami lakukan, bukan
semata-mata melengkapkan makalah ini, tetapi juga berusaha menyelesaikan semangat
dan cita-citanya yang tersendiri.
Orang dagang mahu tundukkan dunia,
dengan kehendak dan kemahuan dhamirnya;
Apa yang kita tinggal kini,
hanya dunia khayalan dan mimpi-mimpi.
Wallahu alam bi al-sowab

Mohammad Fazril Bin Mohd Saleh
14 Ogos 2014, 06:30 petang
Sungai Ramal Dalam, Kajang.

013-2775313 / fazrilsaleh@gmail.com / fb: Peminggir Kota




36
Peranan Intelektual dalam Gerakan
Anak Muda

Yuva
Sosialis Alternatif
Secara tradisi, golongan intelektual mengambil peranan untuk menyediakan pelbagai
pertahanan ideologi dan hujah-hujah bagi pergerakan rakyat dan pada masa yang sama
memberikan interpretasi sejarah yang lebih dalam dan menyeluruh bagi kegunaan
pejuang di masa hadapan. Dalam sejarah, kebanyakan tokoh yang telah melakarkan dan
membawa idea-idea revolusi ke hadapan adalah terdiri daripada golongan intelektual.
Karl Marx, Engels, Lenin, Trotsky Rosa Luxembourg, yang dikenali sebagai tokoh utama
yang telah membina sebuah ideologi bagi kelas pekerja dan rakyat tertindas dalam arena
politik, telah datang daripada latar belakang intelektual.
Golongan intelektual sebenarnya boleh diklasifikasikan sebagai proletar disebabkan oleh
kewujudan mereka adalah berasaskan kepada penjualan tenaga kerja kepada pihak
kapitalis. Walaupun penjualan tenaga kerja ini tidak boleh disamakan dengan seorang
buruh kasar atau pekerja kolar biru, tetapi sebuah pertukaran tenaga kerja kepada wang
duit dapat di perhatikan dalam hubungan kapitalis dan golongan intelektual. Secara am,
golongan intelektual diberikan status yang lebih tinggi di kalangan rakyat dan ini
menjadikan kebanyakan daripada mereka lebih berpihak kepada kelas borjuis. Keadaan
ini telah bertambah buruk pada zaman globalisasi ini dengan kapitalisme bermaharajalela
di setiap pelosok dunia. Kebanyakan intelektual terjatuh ke dalam perangkap idea-idea
arus perdana yang bertujuan untuk memelihara kepentingan kapitalis.

Dilabelkan sebagai pekerja idea oleh Thomas Sowell dalam bukunya bertajuk
Intellectual and Society, golongan intelektual dilihat sebagai mempunyai pengaruh ke
atas pendapat awam, tetapi sering berdiri di luar perjuangan dan hanya berfungsi sebagai
komentar semata-mata. Walaupun di berkati dengan kekayaan dan posisi yang jauh lebih
tinggi daripada kaum proletar biasa, seringkali golongan intelektual gagal untuk
menggunakan kelebihan yang wujud untuk menajamkan pertahanan rakyat terhadap
ancaman pemerintah. Malangnya, kepentingan kebanyakan golongan intelektual hari ini
berbelit dengan kepentingan kapitalis dan ini menyukarkan mereka untuk memainkan
peranan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Adalah tidak dinafikan bahawa masih terdapat ramai golongan intelektual yang telah
mencurahkan tenaga mereka dalam mengendalikan survei, analisa politik, menulis artikel,
menganjurkan simposium, forum dan banyak lagi usaha yang dilihat sebagai membantu
gerakan rakyat. Walau bagaimanapun, bilangan intelektual yang terlibat secara langsung
dalam pembinaan sebuah parti massa atau gerakan revolusioner adalah sangat terhad di
negara kita. Sebagai contoh, Socialist Alternative di Amerika, Socialist Party di England,
Workers and Socialist Party di South Afrika bukan sahaja mengeluarkan pelbagai bahan
tulisan, journal, analisa politik dan sebagainya untuk menyebarkan idea-idea revolusi,
37
mereka turut terlibat secara aktif dalam gerakan massa.
Mereka menjalankan kerja akar umbi seperti penjualan akhbar rakyat, kempen dan juga
terlibat dalam pilihanraya bagi mencabar kekuasaan kapitalis. Ramai di antara golongan
intelektual di negara tersebut telah sedar akan penipuan dan janji-janji utopia kapitalisme
dan mula menyusunkan tenaga mereka ke dalam sebuah parti yang berstruktur. Berpuluh-
puluh parti sebegini sedang diwujudkan di serata dunia sebagai alternatif yang jelas
kepada sistem kapitalisme yang memudaratkan. Malangnya, golongan intelektual di
Malaysia tidak ingin melihat menjangkau politik kapitalis dua parti, Pakatan dan BN.
Bukan sekadar itu, intelektual di Malaysia sering mengambil posisi untuk tidak
menggalakkan sebarang tuntutan anak muda yang boleh dilabel sebagai radikal, seperti
tuntutan pendidikan percuma dan autonomi.
Sebagai permulaan, setiap intelektual yang menganggap diri mereka sebagai pejuang
rakyat perlu mengetepikan retorik mereka bahawa politik negara Malaysia masih
berlandaskan kepada politik perkauman, maka segala usaha alternatif politik selain
daripada itu adalah tidak praktikal. Dari segi realiti, perbezaan antara kaum dan agama
adalah sebuah ilusi yang digunakan oleh pihak pemerintah, hanya untuk memecah
belahkan rakyat. Pelbagai penganiayaan dan penindasan telah dilakukan atas alasan
mengekalkan keharmonian negara, tetapi kebanyakan golongan intelektual tidak
mendedahkan penipuan kelas pemerintah dan tidak memberikan sebarang alternatif yang
jelas kepada politik perkauman.
Pembahagian masyarakat mengikuti kelas adalah satu-satunya kaedah yang masuk akal
dalam dunia moden ini. Tidak memerlukan seorang intelektual untuk berhujah bahawa
kondisi kehidupan seorang pekerja Melayu biasa adalah serupa dengan seorang pekerja
India berbanding dengan kondisi kehidupan seorang CEO, tidak kira kaum atau agama
mereka. Politik yang berdasarkan kelas adalah lebih praktikal daripada politik perkauman
yang cuma bertujuan untuk memecahkan persaudaraan rakyat. Kelas pemerintah yang
mewarisi tradisi pecah perintah daripada penjajah British telah menggunakan taktik ini
tanpa sebarang penentangan daripada sesiapa sehingga ke hari ini. Pada masa yang sama,
jutawan-jutawan di Malaysia terdiri daripada berbilang kaum dan tiada sebarang
keregangan di kalangan mereka.
Anak muda dan kumpulan mahasiswa merupakan lapisan yang paling aktif dalam
sesebuah masyarakat. Dibekalkan dengan idea-idea yang baru dan akses kepada medium
pendidikan, golongan anak muda dapat melihat lebih jauh jika di banding dengan kelas
pekerja atau rakyat tertindas. Walaupun tidak terlibat secara langsung dalam mewujudkan
nilai baru bagi mengembangkan ekonomi, gerakan anak muda sering menjadi inspirasi
kepada gerakan yang lebih besar yang melibatkan massa. Seperti yang dilihat di 1968
Perancis, Reformasi Indonesia 1998, Revolusi Mesir dan Tunisia baru-baru ini,
kebanyakan gerakan massa ini telah dimulakan oleh golongan anak muda yang berani dan
tulus.
Walau bagaimanapun, setiap perjuangan yang telah berlaku tidak berjalan dengan lancar
akibat kekurangan kejelasan mengenai rentak perjuangan massa. Di sini, golongan
38
intelektual mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melengkapkan sesebuah
gerakan anak muda supaya ia boleh menyeru kepada semua lapisan masyarakat untuk
turut berjuang bersama mereka. Jika golongan pemerintah atau pihak kapitalis dapat
mengasingkan gerakan anak muda daripada massa, maka perjuangan mereka tidak dapat
membuahkan hasil. Anak muda perlu menyusun diri mereka ke dalam sebuah organisasi
politik yang dapat membawa aspirasi massa kehadapan supaya dapat menarik sokongan
daripada majoriti rakyat. Tanpa sebuah strategi dan taktik yang tepat, anak muda tidak
dapat memimpin massa ke arah sebuah perubahan tulen dan ini yang berlaku di Mesir dan
Tunisia sekarang.
Kesukaran yang wujud bagi seseorang intelektual dalam menyedari peranan mereka
dalam masyarakat adalah berpunca daripada pengasingan diri mereka daripada gerakan
rakyat. Pengasingan ini berlaku disebabkan posisi mereka dalam masyarakat yang terlalu
tinggi untuk menyedari realiti golongan majoriti atau kelas pekerja. Seringkali didapati
bahawa individu intelektual memberikan komen, ulasan dan analisa daripada keselesaan
bilik berhawa dingin dan langsung tidak pernah merasa keperitan hidup seharian seorang
pekerja biasa. Keterlibatan golongan intelektual secara langsung dalam kerja-kerja
membina organisasi politik dan kerja akar umbi adalah amat penting bagi menghasilkan
sebuah perspektif politik yang dapat digunakan dengan efektif dalam gerakan rakyat.
Kelas pekerja dengan sendiri hanya akan melanjutkan perjuangan mereka sehingga ke
tuntutan ekonomi sahaja. Usahasama daripada golongan kelas menengah seperti
intelektual dan anak muda adalah amat penting untuk membawa perjuangan kelas pekerja
ke arah tuntutan politik. Segolongan lapisan sedar daripada kelas pekerja perlu bergabung
dengan intelektual proletar dan anak muda bagi mewujudkan sebuah organisasi yang
menuntut untuk perubahan politik. Golongan intelektual mempunyai tanggungjawab
untuk menggunakan kelebihan yang ada pada mereka untuk membantu dalam pembinaan
parti revolusioner dan menguatkan organisasi kelas pekerja.
Peranan golongan intelektual telah dirumuskan oleh Karl Marx dalam satu ayat yang
berbunyi -ahli falsafah sehingga kini hanya telah mentafsir dunia dalam pelbagai cara,
walau bagaimanapun, tugas mereka adalah untuk mengubah dunia.

39
Budaya Ilmu dalam Pandangan Alam
Islm
42


Mohd Hilmi bin Ramli
43

HAKIM

Pengenalan:
Perbahasan mengenai ilmu dan pembudayaan ilmu sangat penting dalam diri individu
apatahlagi dalam zaman masakini yang rencam dan silang sengketa dengan unsur-unsur
yang anti dan nafi ilmu
44
, termasuk serabut dengan kekeliruan dan salah tanggap ilmu.
45

Dalam tradisi Islm, ilmu mempunyai kedudukan yang tinggi kerana; (i) Ia
merupakansalah satu daripada sifat Allah iaitu Alm, (ii) Al-Qurn ada menyebut
bahawa orang yang beriman akan diangkat [darjatnya] dan orang-orang yang berilmu
akan diberi beberapa darjat.
46
Dalam ayat ini, orang yang beriman yang diangkat
darjatnya mensharatkan bahawa beriman mesti memerlukan ilmu yang benar mengenai
Tuhan (akidah), mengenai amal ibadah (ibadah, muamalah dll) dan akhlak (tasawuf).
Tanpa ilmu yang benar yang diperolehi melalui sumber-sumber yang diyakini turun
melalui
Tanzil dan perkhabaran para Anbiya, seseorang itu tidak akan memperolehi darjat yang
tinggi sesuai dengan kedudukan ilmu masing-masing, bahkan mungkin seseorang itu
lebih teruk daripada haiwan.
47
(iii) Kedudukan dan kemuliaan manusia dengan sebab
ilmu diiktiraf dalam Al-Qurn dalam peristiwa penciptaan Nabi Adam, apabila para
malaikat bersujud kepada Adam tatkala beliau dicipta, kecuali Iblis yang sombong dan
bongkak menyebabkan iblis menjadi musuh abadi manusia.
Ramai yang mungkin beranggapan ilmu itu neutral dan tidak boleh dipengaruhi oleh
mana- mana unsur. Hakikatnya ilmu tidak kebal-nilai (value-proof), bahkan tidak bebas

42
Nota ini dibentangkan di Pesta Ilmu Universiti Terbuka Anak Muda (UTAM), 17 Ogos, di Kuala Lumpur
Selangor Chinese Assembly Hall (KLSCAH), Jalan Maharajalela., Kuala Lumpur.
43
Beliau ialah pelajar sarjana di Pusat Kajian Tinggi Islam, Sains dan Peradaban (CASIS)-Universiti
Teknologi Malaysia (UTM), dan juga Pengerusi Himpunan Keilmuan Muslim (HAKIM). Emel:
hilmi@hakim.org.my atau mohdhilmiramli@gmail.com
44
Istilah nafi-ilmu dikongsikan oleh Professor Wan Mohd Nor Wan Daud dalam banyak ceramah dan
diskusi peribadi dengan beliau di pejabat CASIS mahupun rumah. Nafi-ilmu merupakan sifat golongan
ufastaiyyah (sophist) moden yang menafikan kebenaran mutlak dalam ilmu. Perbahasan lanjut mengenai
ufastaiyyah boleh dibaca dalam Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Oldest Known Malay
Manuscript: A 16th Century Malay Translation of the 'Aqa'id of al-Nasafi (KL: UM Press, 1988) dan Wan
Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas: An
Exposition of the Original Concept of Islamization, (KL: ISTAC, 1998).
45
The error and confusion in knowledge. Perbahasan lanjut akan menyusul.
46
Al-Mujdalah: 11
47
Al-Araf: 179
40
nilai (value free); ilmu berpotensi dibentuk oleh dasar pemikiran dan pandangan
alam seseorang. Bahkan dalam epistemologi ilmu Islm, para ulama muktabar
mengiktiraf semua ilmu datang dari Allah, juga berpotensi diseludupi unsur-unsur asing
yang tidak secocok dengan pandangan alam Islm. Sebagai contoh, kemuliaan nabi
terakhir, Nabi Muammad allaLlahualayhi Wasalam yang disebut dalam al-Qurn
sebagai manusia biasa (basyar mislukum) yang berbeza dengan manusia lain kerana
dikurniakan wahyu (ya ilayy).
48
Golongan Muslim modenis menggunakan ayat al-
Qurn ini sebagai data untuk mentafsirkan bahawa Muammad ialah manusia biasa
sehinggalah baginda dikurniakan wahyu. Ia bermaksud, Muammad merupakan Arab
badwi biasa yang mungkin setara dengan pemuda-pemuda badwi yang hanya diangkat
kemuliaannya ketika berumur 40 tahun ketika wahyu pertama diturunkan. Tafsiran seperti
ini yang membuktikan berlaku kekeliruan dan salah tanggap ilmu berpunca daripada
pandangan alam yang asing, walaupun sangat jelas data yang digunakan itu tanzil
daripada Allah. Dalam pandangan alam Islm, kemuliaan Nabi Muammad
allaLlahualayhi Wasalam tidak diragui sejak baginda belum dicipta secara jasadi
lagi menurut tafsiran ahli metafizik Islm.
Oleh kerana itu, mengenali dan mengiktiraf akar masalah semasa yang berpunca daripada
kekeliruan dan salah tanggap ilmu sangat penting. Hal ini diperhatikan dan ditekuni oleh
Professor Syed Muhammad Naquib al-Attas sejak 30 tahun lalu dalam banyak karya dan
sharahan beliau dalam dan luar negara. Masalah dan krisis yang berlaku di sekeliling kita
seperti ekonomi, politik dan sosial adalah realiti dan perlu ditangani dengan
segera. Namun di sebalik segala masalah ini, ada yang lebih mendalam dan
berakar iaitu pandangan alam yang membentuk masalah itu yang berpunca daripada
kekeliruan dan salah tanggap ilmu. Mengetahui akar masalah adalah sebahagian daripada
jawapan penyelesaian. Bahkan kekeliruan ilmu yang dimaksudkan di sini bukan kejahilan
ilmu, kerana kejahilan boleh diubati dengan mengajar dan menyediakan fasiliti
pendidikan, seperti banyak yang sudah dibuat terutama di negara-negara Islam yang
membangun.
Huraian Ilmu Dalam Islam
Dalam tradisi Islm, peri ilmu menjadi perbahasan yang sangat luas dan mendalam.
Seperti yang dihuraikan oleh Fakhruddn al-Raz (m. 1209), Saifuddn al-Amid (m.
1233), dan dikemaskini oleh Prof. Syed Muhammad Naquib Al Attas: Ilmu merujuk
kepada Allah sebagai asal segala ilmu, ia (ilmu) adalah k eti baa n ma na ses uatu
kepada diri seseorang, dan ketibaa n s eseor ang kepada ma kna se suatu. Huraian
ini bermaksud (i). Allah sebagai punca ilmu, sama ada bersifat wahyu mahupun kasbi
(yang dicari manusia). Abu af Umar Nasaf (m. 1142) menghuraikan 3 punca
ilmu iaitu khabar sadiq, pancaindera dan akal. (ii) Ketibaan sesuatu mana kepada
seseorang. Ilmu itu datang kepada seseorang dalam keadaan aspek rohani bersedia
menerima dan; (iii) Pencarian seseorang kepada ilmu itu. Usaha gigih dan rajin mencari
ilmu mensharatkan ada usaha di pihak seseorang itu memperolehi ilmu.


48
Al-Kahfi: 110
41

Makna Pembudayaan Ilmu:
Ilmu yang benar akan menghasilkan amalan yang benar dan tersusun. Makanya
pembudayaan ilmu ialah keberlangsungan aspek amali sesuatu kefahaman ilmu yang
benar. Istilah Budaya Ilmu dimashyurkan oleh Professor Wan Mohd Nor Wan Daud
dalam buku beliau Penjelasan Budaya Ilmu.
49
Budaya ilmu bermaksud, (i)
Kewujudan satu keadaan setiap lapisan masyarakat melibatkan diri, baik secara langsung
mahupun tidak langsung, dalam kegiatan keilmuan bagi setiap kesempatan, (ii) Merujuk
kepada kewujudan satu keadaan yang segala tindakan manusia baik di tahap individu,
apatah lagi di peringkat masyarakat, diputuskan dan dilaksanakan berdasarkan ilmu
pengetahuan sama ada melalui pengkajian mahupun syura dan (iii) Tidak mengiktiraf
sifat jahil, bebal dan anti ilmu.
Pada zaman ini, tiada satu karya yang menulis mengenai peri ilmu dan budayanya dengan
secara menyeluruh dan sepadu merangkumi aspek konsep dan falsafah ilmu Islam dan
Barat, perbandingan budaya ilmu antara tamadun, perbahasan Islamisasi ilmu semasa dan
pengenalan tokoh-tokoh kontemporari mengenai peri Islamisasi ilmu semasa kecuali
yang ditulis buku Penjelasan Budaya Ilmu. Di Barat, setakat yang diperhatikan, ada dua
buku yang dikira penting membahaskan peri budaya ilmu dalam Islam, walaupun
tidak menyamai buku di atas, iaitu Knowledge Triumphant,
50
oleh Franz Rosenthal (m.
2003) dan The Rise of College: Institutions of Learning in Islam and the West
51
oleh
George Maqdisi (m. 2002).
Mafhum yang boleh diperolehi daripada definisi budaya ilmu di atas ialah untuk
mengetahui sesuatu itu budaya ilmu yang benar mensyaratkan supaya mengetahui makna
ilmu yang benar jua. Ini kerana jika makna dan penghuraian ilmu itu tidak berdasarkan
maksud yang sebenar, maka amalan serta penilaian yang muncul daripada kefahaman
yang tidak benar itu akan membenihkan kefahaman dan budaya yang tidak benar. Sebagai
contoh, jika keraguan (wahm) dan syak wasangka (n) dikaburi maknanya
ataupun diangkat sebagai salah satu kaedah saintifik dalam memperolehi ilmu seperti
yang berlaku di Barat, maka kefahaman dan budaya ilmu yang muncul daripada itu tidak
mencerminkan hakikat ilmu yang sebenar.
Persoalan mendasar yang harus sentiasa diperingatkan ialah apakah ilmu? Menurut
Oxford Advance Learners Dictionary (2010),the information, understanding and skill
that you gain through education or experience. Manakala Kamus Dewan Edisi Ketiga
(2000), pengetahuan, kepandaian (dalam perkara dunia, akhirat, zahir, batin dll).
Ketidak-kemasan pentakrifan ilmu melahirkan kekeliruan amalan dan penilaian. Ilmu
menurut definisi Barat telah menyempitkan makna dan tujuan ilmu. Lalu terjadilah

49
Terbitan DBP (1991) dan Pustaka Nasional (2003)
50
Lihat Knowledge Triumphant: The Concept of Knowledge in Medieval Islam, Volume 2 of Brill Classics
in
Islam, (Brill, 1970)
51
The Rise of College: Institutions of Learning in Islam and the West, (Edinburg University Press, 1984)
42
beberapa aliran seperti (i) Empirisisme: merujuk kepada perkara-perkara yang boleh
ditanggapi oleh pancaindera zahir, yakni yang bersifat empiris. Yang bersifat batin bukan
dikira sebagai ilmu dan (ii) Rasionalisme: merujuk kepada mengangkat akal sebagai
punca segala ilmu, dengan menafikan secara mutlak peranan wahyu.
Bahkan tujuan menuntut ilmu juga disempitkan hanya semata memenuhi tujuan
kepenggunaan (utilitarianism) sebagai contoh bekerja dengan korporat gergasi,
memperolehi gaji yang besar, mendaki jawatan dan tangga kerjaya yang tinggi dan
sebagainya, ataupun tujuan ilmu hanyalah sebagai intellectual gymnastic, seperti mana
yang berlaku lebih awal di zaman ahli falsafah Yunani, falsafah akhlak yang mereka
bincangkan hanyalah khayali semata dan tidak boleh diamalkan langsung
Walhal pencarian ilmu menurut Islm ialah bertujuan mengenal Allah, melahirkan insan
yang berakhlak mulia, menghindarkan kejahatan dan keburukan, menegakkan kebenaran
dan keadilan dan kemudian pada masa yang sama mencari rezeki, membangunkan negara
dan membentuk masharakat yang baik.
Cabaran Budaya Ilmu:
Zaman ledakan maklumat menerbitkan masalah berlebihan maklumat dan lebih muatan
maklumat. Soal pokok, manusia sekarang rimas sentiasa menghadapi terlalu banyak
pilihan maklumat, malahan naluri kemanusiaan boleh lemas dilanda arus deras maklumat.
Tokoh Barat Charles Van Doren (The Idea of Progress) mengatakan;
It is almost a commonplace that the mid-twentieth century is the scene of a knowledge
explosion.
Kalau leputan bom akan membunuh, mencedera atau menyebabkan mangsa kebingungan,
ledakan maklumat pula didapati boleh mendatangkan kesan Berlebihan Maklumat atau
Lebih-Muatan Maklumat. Secara umum,
300, 000 buku diterbitkan setiap tahun.
Muncul pula e-book
Laman web ilmu yang mencapah
Laman sosial yang digemari ramai
Antara Tanda-tanda lebihan maklumat:
Gusar terhadap maklumat, kecewa, marah, lemah semangat, fikiran kacau bilau,
keliru dan hilang panduan diri.
Sentiasa merasakan ketidak-cukupan maklumat, kerana maklumat sentiasa
membanjiri
Akibat kepada manusia ialah, kesihatan terjejas dari segi rabun penglihatan dan
tekanan jantung, hubungan peribadi rosak akibat mudah berang dan menyinggung
orang lain, takut dikutuk sebab tidak cekap mengurus teknologi, lemah dalam
43
menjelaskan sesuatu (Paralysis by analysis) akibat tidak mampu membezakan
antara hakikat kebenaran dan fakta
Membezakan antara ilmu vs maklumat, fakta atau kemahiran. Maklumat ialah fakta yang
kaku, pasif dan bersifat nombor, nama dan sebagainya dan tidak mempunyai kualiti
kerohanian. Ahli falsafah Inggeris, Alfred North (m. 1947) mengatakan;
Seseorang yang hanya mempunyai maklumat merupakan orang yang paling
membosankan dan tidak berguna di bumi Tuhan ini.
Kedudukan maklumat rendah daripada ilmu. Maklumat boleh jadi dicanai menjadi ilmu
melalui adunan maklumat, usaha yang ikhlas, memberi makna kepada hal tersebut
Pembudayaan Ilmu:
1. Penghormatan kepada ilmuwan dan pendidik
a. Meletakkan kedudukan ilmuwan di tangga utama
b. Tidak boleh levelling (sama ratakan) ilmuwan dengan manusia lain.
c. Membaca karya mereka
d. Menghidupkan tradisi keilmuwan mereka
e. Mendoakan mereka
2. Pembacaan Bermutu
a. Kajian tentang buku-buku penting harus diutamakan
b. Menolak buku/ majalah murahan yang boleh merosakkan akhlak dan
pemikiran generasi muda
c. Membudayakan membaca buku di mana-mana
d. Berjinak-jinak dengan karya/ buku/ kitab ilmuwan dan ulama Islam
3. Ilmu Sebagai Penentu Keputusan
a. Melalui syura/ mesyuarat berteraskan maklumat yang betul, pentafsiran yang
adil dan keikhlasan menyelesaikan masalah jangka pendek/ panjang.
b. Bukan emosi mahupun syak wasangkan sebagai penentu keputusan
4. Peranan Pemimpin/ Ilmuwan/ Pendidik/ NGO
a. Menunjukkan qudwah hasanah kepada generasi muda b. Memberi motivasi
ilmu kepada mereka
b. Bersikap serius tatkala menyampaikan ilmu. Menurut kajian di Barat,
ceramah ilmu yang penting, jika diselangi dengan jenaka dan humor yang
banyak akan menyebabkan pendengar seronok mendengar, bukan seronok
menghayati isi pentingnya.
c. Membudayakan ilmu di setiap lapisan masyarakat dan keadaan.

44
Melihat Semula Aktivisme Dan
Intelektualisme Gerakan Mahasiswa
Di Malaysia Dan Prospek
52


Marwan bin Abdullah
53

IKRAM Siswa
Sifat-sifat seperti agresif, tidak matang, tergopoh gapah, lesu dan reaktif sering dikaitkan
dengan golongan mahasiswa. Sejak tertubuhnya Universiti Malaya (UM) sehingga kini,
gerakan mahasiswa telah mengalami pasang surutnya yang tersendiri. Hal ini merupakan
sunnatullah yang telah dijanjikan oleh Allah s.w.t sendiri di dalam al-Quran,
Katakanlah (Muhammad), Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan
kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan daripada siapa
pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan
Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas sesuatu. (Ali-Imran: 26)
Aktivisme dan Intelektualisme adalah sangat berkait rapat. Hal ini kerana intelektualisme
yang akan menentukan aktivisme. Menurut Kamus Dewan edisi keempat, intelektualisme
ditakrifkan sebagai pengabdian kepada penggunaan intelek atau daya berfikir. Dengan
kata lain, intelektualisme ialah apa-apa perkara yang berkaitan dengan tahap kemampuan
akal seseorang atau sekelompok.
Dalam masa yang sama, aktivisme pula diertikan oleh Kamus Dewan edisi keempat
sebagai amalan yang berteraskan tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik.
Walaubagaimanapun, kertas kerja ini tidak bermaksud ingin mengambil definisi tersebut
kerana ianya mungkin akan lari daripada tema simposium pada hari ini. Definisi yang
lebih tepat dengan tema simposium ini ialah takrif yang diberikan oleh
www.oxforddictionaries.com iaitu The policy or action of using vigorous campaigning
to bring about political or social change. Dalam konteks ini ialah segala bentuk aktiviti
yang bertujuan untuk membina masyarakat.
Berpandukan definisi-definisi yang telah dibawa di atas, kerta kerja ini ingin memandu
tajuk ini dengan membawa persoalan tentang apakah aktiviti-aktiviti yang telah
digerakkan oleh gerakan mahasiswa selama ini dalam membina masyarakat, apakah
adunan atau neraca yang menyebabkan aktiviti-aktiviti tersebut menjadi perhatian
gerakan mahasiswa dan apakah prospek aktiviti-aktiviti yang boleh diperjuangkan
gerakan mahasiswa pada masa akan datang.

52
Kertas kerja ini telah disediakan untuk pembentangan semasa Simposium Anak Muda anjuran Universiti
Terbuka Anak Muda (UTAM) pada 17 Ogos 2014 di Rumah Pena.
53
Marwan bin Abdullah merupakan Presiden IKRAM Siswa sesi 2014/2016.
45
Pengalaman Ringkas Aktivisme Dan Intelektualisme Gerakan Mahasiswa Di
Malaysia

Mahasiswa Era 60an mewakili Suara Rakyat
Pada awal tahun 60an, gerakan mahasiswa lebih tertumpu kepada perihal kampus dan isu
mahasiswa sahaja. Walaubagaimanapun, gerakan mahasiswa mula mengalamai
perubahan pada pertengahan dekad 60an apabila gerakan mahasiswa mula memainkan
peranan penting dalam isu-isu negara melalui pengeluaran pandangan, pendirian dan
kritikan.
Pelbagai siri demonstrasi dan bantahan telah digerakkan oleh mahasiswa. Sudut pidato di
UM telah memainkan peranan yang amat besar dalam perkembangan gerakan mahasiswa
ketika ini. Pada era inilah, tragedi 13 Mei 1969 telah terjadi yang membawa kepada
perletakan jawatan Perdana Menteri Malaysia yang pertama, Tunku Abdul Rahman pada
tahun 1970. Kemuncak era ini ialah ketika mana kerajaan terdesak untuk menggubal
undang-undang baru dalam mengawal aktivisme gerakan mahasiswa yang boleh
menggugat kerajaan melalui Akta Universiti dan Kolej Universiti (AUKU) 1971.
Antara gerakan mahasiswa yang dikenali pada era ini ialah gerakan-gerakan mahasiswa
daripada UM iaitu Persatuan Mahasiswa Universiti Malaya (PMUM), Persatuan Bahasa
Melayu Universiti Malaya (PBMUM), Persatuan Mahasiswa Islam Universiti Malaysia
(PMIUM) dan Kelab Sosialis Universiti Malaya.
Dalam masa yang sama, terdapat juga gerakan-gerakan mahasiswa lain yang tidak
berpusat di UM, tetapi bersifat nasional iaitu Gabungan Pelajar Melayu Semenanjung
(GPMS), Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM) dan Persatuan
Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia (PKPM).
Kegemilangan Mahasiswa Era 70an, Pengaruh Islam dan Mahasiswa Luar Negara
Era 70an pula boleh dikatakan sebagai era kegemilangan mahasiswa khususnya merujuk
kepada Peristiwa Baling 1974. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa yang paling
cemerlang kerana ianya bukan sahaja telah berjaya menyatukan seluruh jalur ideologi
merentasi sempadan kaum dan agama, bahkan ianya merupakan desakan mahasiswa yang
paling berjaya sekali dalam memberi kesan kepada masyarakat. Peristiwa ini juga telah
menyaksikan aktivis-aktivis mahasiswa ditangkap di bawah Akta Tahanan Keselamatan
dalam Negeri (ISA) 1960.
Era 70an juga telah menyaksikan pemeresapan pengaruh Islam dalam kalangan gerakan
mahasiswa. Ianya menjadi lebih menonjol pada pertengahan tahun 70an. Slogan-slogan
Islam telah mula kedengaran. Idea-idea bahawa Islam adalah penyelesaian sudah mula
diwarwarkan. Pemikiran Islam ketika itu sudah menjadi satu arus baru yang amat kuat
dalam kalangan mahasiswa sehingga era tersebut dikenali juga sebagai era kebangkitan
Islam.
Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) yang dipimpin oleh tokoh anak muda negara
46
ketika itu iaitu Anwar bin Ibrahim telah menjadi satu gerakan yang fenomenal ketika itu.
Pengaruh ABIM pada ketika itu bukan hanya tertumpu kepada mahasiswa dalam negara,
malah ABIM telah maju selangkah ke hadapan apabila telah berjaya menyebarkan
pengaruhnya dalam jaringan mahasiswa antarabangsa seperti International Islamic
Federation of Students Organisations (IIFSO) dan World Assembly of Muslim Youth
(WAMY).
Pelaksanaan Dasar Ekonomi Baru (DEB) pada era70an juga telah menyaksikan pengaruh
Islam berkembang luas dalam kalangan mahasiswa yang menyambungkan pelajaran di
luar negara khususnya di United Kingdom (UK) dan Amerika Syarikat (AS). Pemahaman
bahawa Islam sebagai sebuah cara hidup telah menggantikan pemahaman bahawa Islam
hanya sekadar amalan ritual.
Antara gerakan-gerakan mahasiswa yang dominan ketika itu ialah Islamic Representative
Council (IRC) dan Suara Islam di UK dan Malaysian Islamic Study Group (MISG) di AS.
Hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik apabila polisi negara dalam menghantar
mahasiswa menuntut di luar negara telah membantu kebangkitan Islam dalam kalangan
mahasiswa di Malaysia.
Mahasiswa 80 dan 90an Tidak Segagah Dulu
Gerakan mahasiswa dalam dekad 80an dikatakan tidak segagah seperti pada tahun tahun
60an dan 70an. Tidak ada lagi persitiwa yang boleh mengulangi kegemilangan Peristiwa
Baling 1974. AUKU telah diketatkan yang sedikit sebanyak telah menyumbang kepada
kehambaran gerakan mahasiswa dalam pentas masyarakat. Suasana sebegini telah
membuka ruang yang lebih luas untuk pengaruh Islam mewarnai kampus dengan lebih
berkesan. Rentetan daripada itu, mahasiswa telah mula bersuara tentang isu-isu ummat di
luar negara seperti isu Afghanistan, isu kekejaman Israel di Shabra dan Shatilla dan isu
Libya dan juga bantahan terhadap budaya konsert hiburan yang melalaikan seperti
bantahan terhadap konsert Sudirman, konsert Headwind dan konsert Sheila Majid.
Era 90-an juga tidak menyaksikan apa-apa aktivisme yang signifikan oleh gerakan
mahasiswa. Gabungan Mahasiswa Islam se-Malaysia (GAMIS) merupakan antara
gerakan mahasiswa yang ditubuhkan pada era ini sebagai wadah baru bagi mahasiswa
Islam bersuara. Aktiviti-aktiviti seperti bantahan dan demonstrasi masih berjalan namun
keberkesanan seperti Peristiwa Baling 1974 tetap tidak dapat diulangi.
Walaubagaimanapun, hujung 90an telah menyaksikan gelombang Reformasi 1998 di
mana sedikit sebanyak telah menghidupkan kembali aktivisme gerakan mahasiswa.
Alaf 21 dan Kelesuan Aktivisme Mahasiswa
Alaf 21 diletakkan oleh kebanyakan penganalisis gerakan mahasiswa sebagai suatu dekad
yang suram kepada mahasiswa. Kebangkitan gerakan mahasiswa ketika Reformasi 1998
tidak dapat bertahan lama kerana tekanan yang kuat daripada kerajaan.
Walaubagaimanapun, ketumpulan gerakan mahasiswa dalam pentas masyarakat pada era
ini telah menyaksikan penubuhan pelbagai lagi gerakan mahasiswa berorientasikan Islam
47
seperti Kelab Rakan Siswa Islah Malaysia (KARISMA) pada tahun 1999, Persatuan Belia
Islam Nasional (PEMBINA) pada tahun 2006, HALUAN Siswa pada tahun 2009 dan
seterusnya IKRAM Siswa pada awal tahun 2013. KARISMA secara rasminya dibubarkan
rentetan pembubaran badan induknya, Pertubuhaan Jamaah Islah Malaysia (JIM) pada
tahun 2013.
Kewujudan gerakan-gerakan mahasiswa yang pelbagai ini telah menyebabkan kelahiran
Solidariti Mahasiswa Malaysia (SMM) sekitar tahun 2004 atau 2005 sebagai satu
platform untuk menyatupadukan gerak kerja sesama gerakan mahasiswa di Malaysia.
SMM pada mulanya dilihat mampu memainkan semula peranan mahasiswa dalam
memperjuangkan isu-isu negara melalui penganjuran program-program seperti Kongres
Mahasiswa Nasional yang dianggotai oleh gerakan-gerakan mahasiswa berpengaruh iaitu
GAMIS, PKPIM, Gerakan Demokratik Belia & Pelajar Malaysia (DEMA), KARISMA
dan beberapa lagi gerakan mahasiswa yang lain. Walaubagaimanapun, perubahan
kepimpinan pada SMM pada era 2010an telah serba sedikit mengubah corak gerakan
SMM di mana peranan asal sebagai platform menyatupadukan gerakan mahasiswa di
peringkat Nasional tidak lagi berfungsi.
Pilihan Raya Kampus (PRK) pada era ini menyaksikan pertembungan dua blok utama
iaitu Pro-Mahasiswa (Pro-M) yang sinonim dengan parti pembangkang dan Pro-Aspirasi
yang sinonim dengan parti kerajaan. Pertembungan dua blok ini menimbulkan beberapa
konflik hangat sesama mereka dan juga pentadbiran universiti khususnya di universiti-
universiti yang mempunyai kerusi-kerusi panas seperti UM, Universiti Putra Malaysia
(UPM) dan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Sementara itu Universiti Islam
Antarabangsa Malaysia (UIAM) pula sentiasa menjadi kubu kuat Pro-Mahasiswa
sehingga PRK tahun 2013 di mana kejutan telah berlaku apabila saudara Fikri bin Ahmad
yang tidak mewakili Pro-M telah memenangi kerusi Presiden Majlis Perwakilan Pelajar
(MPP) melalui undian ahli mesyuarat yang diragui ketelusannya oleh Pro-M walaupun
telah disahkan oleh sebuah Tribunal Khas.
Antara isu hangat yang diperjuangkan pada era ini ialah isu pendidikan percuma, isu
hutang PTPTN, isu pengundian PRK menggunakan sistem e-voting, isu kebebasan suara
mahasiswa dan akademik dan isu pemansuhan AUKU. Pada tahun 2012, AUKU telah
berjaya dipinda dengan memberikan ruang yang lebih luas kepada aktivisme mahasiswa
untuk menyertai apa-apa pertubuhan di luar kampus termasuk parti politik.
Walaubagaimanapun, terdapat gerakan mahasiswa yang masih tidak berpuas hati dengan
pindaan AUKU ini kerana terdapat peruntukan-peruntukan yang memberikan kuasa
kepada pihak universiti untuk membuat kaedah tata tertib sendiri. Gerakan mahasiswa ini
telah bergabung membentuk Gerakan Mahasiswa Mansuhkan AUKU (GMMA) yang
dipengerusikan oleh saudara Khairul Najib Hashim.
Selain daripada gerakan mahasiswa yang telah dinyatakan, era ini juga menyaksikan
kewujudan gerakan-gerakan mahasiswa lain yang juga mengambil tempat dalam isu-isu
negara seperti Kumpulan Aktivis Mahasiswa Independen (KAMI), Solidariti Anak Muda
Malaysia (SAMM) dan pelbagai lagi gerakan mahasiswa yang lain. Safwan Anang dan
Adam Adli pula merupakan antara nama-nama aktivis mahasiswa yang mendapat
48
perhatian media rentetan beberapa tindakan radikal mereka sehingga ditahan oleh pihak
polis.
Beberapa Analisis Pengalaman Aktivisme Dan Intelektualisme Gerakan
Mahasiswa Di Malaysia
Berdasarkan beberapa pengalaman penting yang ditonjolkan di atas, berikut adalah
beberapa kesimpulan yang boleh dibuat berkenaan aktivisime dan intelektualisme
gerakan mahasiswa sehingga kini:
1- Intelektualisme dan Ideologi
Pada dasarnya, sejarah menunjukkan bahawa daya fikir gerakan mahasiswa tidak dapat
lari daripada pegangan ideologi masing-masing. Ketika era 60an, fahaman sosialis
menjadi arus gerakan mahasiswa ketika itu, maka aktivisme mahasiswa sudah pasti
dipengaruhi oleh fahaman tersebut. Maka lahirlah laungan suara rakyat dan sebagainya.
Bermula pertengahan era 70an, pengaruh Islam mula meresapi pemikiran gerakan
mahasiswa. Gaya hidup mahasiswa muslim sudah mula berubah khususnya daripada
sudut pemakaian. Bantahan-bantahan terhadap aktiviti yang bercanggahan dengan nilai-
nilai Islam sudah mula digerakkan oleh gerakan mahasiswa. Sejauhmanakah pengaruh
Islam ini mampu bertahan dan dihayati oleh semua lapisan masyarakat Malaysia
termasuk yang belum Islam merupakan satu cabaran yang menarik untuk dibincangkan.
2- Hujah dan Emosi
Adalah elok jika dapat dibuat kajian daripada banyak-banyak aktivisme gerakan
mahasiswa setakat ini, berapa banyakkah yang memang ditegakkan di atas hujah dan
berapa banyakkah yang ditegakkan di atas emosi atau sentimen semata-mata.
Sehingga ke hari ini, peristiwa yang memang tidak diragui sebagai kejayaan yang paling
diingati oleh masyarakat berkenaan peranan gerakan mahasiswa di Malaysia ialah
Peristiwa Baling 1974. Peristiwa ini berlaku demi membela nasib beribu-ribu petani
miskin rentetan kenaikan harga barang keperluan dan penurunan harga getah. Boleh
dikatakan bahawa antara faktor kejayaan peristiwa ini ialah kerana gerakan mahasiswa
ketika itu telah berjaya menggerakkan isu masyarakat yang betul-betul benar (real issue),
bukan samar-samar.
Kebelakangan ini, pelbagai isu telah diperjuangkan oleh gerakan mahasiswa antaranya
isu pendidikan percuma, hutang PTPTN dan pemansuhan AUKU. Walaubagaimanapun,
usaha yang dilihat mampu memberi manfaat dan perubahan kepada mahasiswa seperti
tidak didokong sepenuhnya oleh keseluruhan mahasiswa. Faktor keyakinan mahasiswa
tentang hujah-hujah yang dibawa oleh penggerak isu-isu ini belum cukup mantap
mungkin?
3- Kebajikan Mahasiswa dan Kebajikan Masyarakat
Satu perkara yang menarik diteliti ialah perkembangan gerakan mahasiswa pada
pertengahan era 60an di mana gerakan mahasiswa sudah mula keluar daripada
49
kepompong kampus dan memperjuangkan isu masyarakat dan negara secara serius
sehingga pernah diterima rakyat sebagai suara mereka. Walaubagaimanapun, nampaknya
penghormatan sebegitu seperti tidak lagi diraih gerakan mahasiswa walaupun setiap tahun
program-program Baktisiswa dijalankan. Adakah kebajikan masyarakat ini masih
menjadi agenda serius mahasiswa dalam membela rakyat atau sekadar memenuhi hobi
atau aktiviti masa lapang dan takwim universiti?
4- Masyarakat Muslim dan Masyarakat Malaysia
Pemeresapan pengaruh Islam dalam gerakan mahasiswa telah serba sedikit mengubah
kehidupan rakyat Malaysia ke arah kehidupan yang lebih bersyariat. Hal ini tidak dapat
dinafikan telah memperbaiki kehidupan rakyat Malaysia sedikit demi sedikit.
Walaubagaimanapun, mengapakah prejudis masyarakat belum Islam kepada masyarakat
Islam masih ada dan malah semakin menjadi-jadi?
Ini boleh menjadi satu muhasabah yang baik kepada gerakan mahasiswa yang
berorientasikan perjuangan Islam tentang sejauhmanakah hakikat Islam yang sebenar
disampaikan kepada masyarakat belum Islam di Malaysia? Persoalan pendekatan yang
digunakan oleh gerakan-gerakan ini dalam menyantuni masyarakat belum Islam juga
harus diambil kira. Adakah pendekatan yang diambil itu hanya mesra muslim sahaja atau
mesra rakyat Malaysia secara keseluruhan?
5- Kesatuan dan sendirian
Kewujudan kepelbagaian gerakan mahasiswa berorientasikan Islam menimbulkan rasa
tidak senang sesetengah pihak antara satu sama lain. Hal ini kebiasaannya berkait rapat
dengan gerakan induk yang memayungi gerakan mahasiswa masing-masing. Maka sering
kali muncul perbahasan sekitar topik taaddud jemaah atau berbilang-bilang jemaah
yang sedikit sebanyak telah menyumbangkan konflik dalam keharmonian perhubungan
sesama gerakan mahasiswa berorientasikan Islam.
Kepelbagaian yang sepatutnya boleh dijadikan sebagai sumber kekuatan gerakan
mahasiswa telah dipilih untuk menjadi senjata pemecah belah mahasiswa. Sejauh mana
isu ini disedari di peringkat nasional adalah mungkin tidak besar. Walaubagaimanpun isu-
isu ini amat kuat dan masih subur bertebaran di sesetengah kampus di Malaysia
khususnya apabila menjelang musim PRK.
Samada kita bersetuju atau tidak bersetuju dengan kepelbagaian gerakan ini adalah satu
isu yang pasti tidak akan selesai kerana masing-masing akan tetap terus mempertahankan
hujah masing-masing. Walaubagaimanapun, adalah satu hakikat bahawa kepelbagaian ini
telah pun wujud dan cita-cita untuk kepelbagaian ini disatukan dalam satu gerakan adalah
satu cita-cita murni yang pasti akan mengambil masa yang amat lama. Bukankah prinsip
sepakat pada perkara yang dipersetujui dan berlapang dada dalam perkara yang
diperselisihi boleh dijadikan formula untuk menyelesaikan kegelisahan ini buat
sementara? Amat sukar untuk negara melihat kesatuan suara mahasiswa di peringkat
Nasional jika isu sebegini masih digembar gemburkan oleh sesetengah pihak yang masih
tidak dapat menghargai kepelbagaian ini.
50
6- Tekanan Kerajaan dan Gaya Hidup
AUKU sering kali menjadi senjata yang berkesan oleh kerajaan dalam mengawal
aktivisme mahasiswa. Namun hakikatnya keberkesanan ini bukan semata-mata
bergantung kepada penguatkuasaan Akta ini sahaja, namun ianya juga telah dibantu oleh
kelemahan jati diri mahasiswa kebelakangan ini yang semakin lesu daripada mahu
berfikir tentang hal ehwal negara yang lebih serius.
Jika terdapat dua program yang berjalan serentak di kampus, satu program tentang isu
ekonomi negara masa kini dan satu lagi program tentang cinta dan cita-cita, tidak hairan
jika program cinta dan cita-cita akan mendapat kehadiran penuh sampai tak tercukup
kerusi. Sebahagian mahasiswa tidak lagi bercakap tentang perjuangan negara tetapi lebih
seronok bercakap tentang hiburan yang telah melemahkan jati diri mahasiswa. Taraf
kehidupan mahasiswa yang mungkin lebih selesa berbanding dengan dahulu dengan
bantuan yang pelbagai mungkin menjadi penyumbang kepada kewujudan fenomena ini.
Hal ini menyebabkan aktivis mahasiswa hanya terdiri daripada golongan yang minoriti di
dalam kampus. Tidak dapat tidak, modul pendidikan dan tarbiah mahasiswa harus
disemak dan diperbaharui semula agar ianya dapat memulihkan jati diri mahasiswa
sebagai pembela rakyat.
7- Konfrontasi dan Diplomasi
Sejarah mahasiswa menyaksikan bahawa konfrontasi sering kali menjadi pilihan
kegemaran mahasiswa dalam beraktivisme khususnya apabila tidak bersetuju dengan
pihak kerajaan. Budaya ini bukan sahaja wujud di gelanggang nasional, namun ianya juga
terbawa-bawa dalam gelanggang kampus sehingga kerap kali keluar berita pertembungan
antara mahasiswa dan pentadbiran universiti khususnya Bahagian Unit Hal Ehwal Pelajar
(HEP).
Tidak dinafikan ada konfrontasi yang berjaya, namun kebiasaannya yang berjaya itu pasti
perlu dibayar dengan harga perjuangan yang tinggi seperti penangkapan, penggantungan
universiti dan sebagainya. Jikalau hanya jalan konfrontasi sahaja yang tinggal, maka itu
boleh difahami. Namun tindakan mengutamakan jalan konfrontasi dalam masa yang sama
jalan diplomasi terbentang luar adalah perkara yang harus diselidiki semula. Bukankah
lebih bijak jika gerakan mahasiswa mampu membina hubungan yang baik dengan pihak
pentadbiran universiti sehingga mampu memperoleh kepercayaan mereka untuk mewakili
suara mahasiswa dalam kampus daripada menghabiskan masa menyelesaikan konflik
sesama mereka?
8- Masyarakat Malaysia dan Masyarakat Global
Gerakan mahasiswa sudah mempunyai hubungan di peringkat antarabangsa sejak zaman
Anwar Ibrahim memimpin ABIM. Antara jaringan yang dianggotai gerakan mahasiswa
ketika itu ialah IIFSO dan WAMY. Sehingga kini, gerakan-gerakan tersebut masih wujud
walaupun mungkin tidak seaktif dahulu.
Namun jaringan-jaringan ini adalah jaringan yang berkisar tentang gerakan mahasiswa
51
berorientasikan Islam sahaja. Penyertaan gerakan mahasiswa Malaysia dalam jaringan
gerakan mahasiswa antarabangsa yang lebih luas tidak begitu kelihatan jikalaupun ada.
Malah, jaringan gerakan mahasiswa di peringkat Asia Tenggara juga tidak muncul
walaupun kemungkinan beberapa kali percubaan pernah dibuat sebelum ini.
Ini adalah satu kelompongan yang harus dan wajar diisi oleh gerakan mahasiswa
Malaysia jikalau gerakan mahasiswa Malaysia mahu menyumbang pada peringkat yang
lebih tinggi lagi dan tidak sekadar menjadi jaguh kampung sahaja.
9- Abang Sulong dan Adik Bongsu
Daripada satu sudut pandang, kelesuan mahasiswa pada dekad kebelakangan ini mungkin
boleh dilihat juga daripada faktor kualiti generasi. Mahasisiwa di era 60an dan 70an boleh
diibaratkan sebagai abang sulong sementara mahasiswa-mahasiswa selepas era tersebut
khusunya pada era alaf 21 diibaratkan sebagai adik bongsu. Abang Sulong ini
kebiasaannya memiliki ciri-ciri kepimpinan yang tinggi, lebih berani dan kesannya lebih
cepat matang. Pelbagai pengalaman yang telah dilalui sepanjang eranya telah
menempatkan mereka ke dalam posisi-posisi yang penting dalam pentadbiran negara
sekarang.
Sementara itu, adik bongsu pula biasanya bersifat lebih manja dan sering dibayangi oleh
kekuatan abang sulongnya. Hal ini serba sedikit melemahkan daya kreativiti adik bongsu
tersebut yang sentiasa menggantung harap kepada abang sulong. Akibatnya tidak ada idea
atau inisiatif baru yang mampu dicadangkan oleh adik bongsu ini kerana kualiti
generasinya adalah berlainan daripada kualiti generasi abang sulongnya. Inilah dilema
mahasiswa generasi alaf baru.
Ditambah lagi dengan kebanyakan gerakan mahasiswa di Malaysia dipayungi oleh
gerakan induk yang tersendiri. Sudah tentu dasar pergerakan gerakan mahasiswa tersebut
tidak boleh lari daripada dasar pergerakan gerakan induk. Jika ia tidak ditangani dengan
baik, ianya mungkin boleh meruntuhkan dinamise aktivisme mahasiswa di Malaysia.
Isu-Isu Semasa Dan Peranan Gerakan Mahasiswa
Dalam masa yang sama , terdapat beberapa isu semasa negara yang wajar menjadi
perhatian gerakan mahasiswa iaitu:
1) Isu ketegangan kaum
Polemik ketegangan kaum yang cuba dimainkan oleh pihak-pihak tertentu baru-baru ini
agak merisaukan. Tanpa disangka-sangka, kenyataan seperti kaum Cina adalah
penceroboh dan ancaman pengulangan 13 Mei adalah satu perkara yang amat tidak
diwajar ditimbulkan. Keamanan dan keharmonian negara adalah amat penting dalam
memastikan negara ini dapat terus membangun dengan selamat tanpa campur tangan
asing. Budaya masyarakat Malaysia yang lemah lembut dan sopan santun seharusnya
dapat dimanfaatkan dalam menangani perkara ini samada melalui dialog, meja bulat dan
sebagainya tanpa perlunya kepada kekerasan.
52
2) Isu politik
Budaya politik jatuh menjatuh, fitnah mengfitnah dan pembunuhan peribadi masih tidak
dapat dipisahkan daripada budaya politik di Malaysia. Mahasiswa sebagai simbol
intelektual negara harus mengambil ruang ini untuk mengemukakan politik nilai, iaitu
sebuah budaya politik bersih yang berasaskan merit, bukan jatuh menjatuhkan. Tak salah
untuk orang muda merintis budaya politik ini dan membuktikan kepada orang-orang tua
kita bahawa politik boleh berjalan dengan bersih. PRK wajar menjadi tempat untuk
gerakan mahasiswa membuktikan kebenaran ini.
3) Isu ajaran songsang seperti LGBT, Feminisme, Liberalisme, Sekularisme, Anti Hadis dan
lain-lain
Segala bentuk fahaman dan ideologi yang menyimpang harus ditangani oleh semua
pihak termasuk mahasiswa dengan bijak dan penuh berhikmah. Ilmu dan hujah adalah
kekuatan mahasiswa, kekuatan inilah yang akan menjadi senjata gerakan mahasiswa
dalam berdepan dengan kelompok-kelompok sebegini.
Ketiga-tiga isu yang dinyatakan di atas adalah isu-isu negara yang timbul dalam
masyarakat semenjak dua menjak ini. Ketiga-tiga isu ini amat membutuhkan penglibatan
gerakan mahasiswa dalam bersama-sama membanteras isu-isu ini daripada terus menular
di peringkat akar umbi.
Beberapa Prospek

1) Kesatuan Mahasiswa melalui penubuhan Majlis Mahasiswa seMalaysia
Zaman sekarang bukan zaman gerakan masing-masing mahu mendabik dada menjuarai
gerakan mahasiswa. Zaman sekarang ialah suatu zaman yang lebih matang di mana
gerakan mahasiswa harus percaya bahawa keberkesanan gerakan mahasiswa dalam
membina negara Malaysia yang lebih baik ini memerlukan sokongan bersama antara satu
sama lain. Menjadikan pembukaan ruang permuafakatan yang luas sesama gerakan
mahasiswa sebagai dasar gerakan dalah suatu tindakan yang bijak dan pasti akan
membuahkan hasil yang tidak pernah lagi diperoleh sebelum ini.
Atas dasar ini, adalah wajar supaya sebuah majlis yang menghimpunkan gerakan
mahasiswa seluruh Malaysia dapat ditubuhkan. Majlis ini bukan hanya semata-mata
persepakatan bersama dalam sesuatu isu, namun ianya merupakan suatu majlis yang
bersifat tetap ala-ala Parlimen mahasiswa. Tujuan majlis ini adalah untuk menjadi satu
medan di mana mahasiswa berkumpul dan membincangkan apa-apa sahaja perkara demi
kemaslahatan negara. Majlis ini harus mempunyai peraturannya yang tersendiri,
perwakilan daripada gerakan-gerakan mahasiswa, Speaker Majlis, prosedur
mengemukakan usul dan sebagainya. Resolusi yang dikeluarkan oleh Majlis boleh
diiktiraf sebagai suara mahasiswa.
Jika benar majlis ini dapat diadakan, gerakan mahasiswa pasti akan dapat mencorak
landskap baru aktivisme gerakan mahasiswa dalam negara.
53
2) Penglibatan semua rakyat Malaysia dalam membina negara Malaysia yang lebih baik
Zaman ini juga harus membuka mata gerakan mahasiswa bahawa pembinaan negara
Malaysia memerlukan penglibatan semua lapisan rakyat Malaysia. Jika sebelum ini
gerakan mahasiswa yang berorientasikan perjuangan agama atau bangsa lebih selesa
berjuang bersama-sama dalam kalangan mereka, sudah tiban masanya untuk masing-
masing keluar daripada kepompong masing-masing dan seterusnya membina jaringan
permuafakatan dengan gerakan-gerakan yang berbeza orientasi agama dan bangsa antara
satu sama lain. Penglibatan sebegini adalah amat penting dalam mengelakkan timbulnya
perasaan tidak puas hati sesetengah pihak dengan sesetengah pihak yang lain sekaligus
menjamin keamanan Malaysia.
3) Penyebaran ajaran Islam yang benar kepada rakyat Malaysia secara keseluruhan
Perkara 3 Perlembagaan Persekutuan telah memberi jaminan bahawa Islam adalah agama
persekutuan. Peruntukan yang telah diberikan Perlembagaan sepatutnya dimanfaatkan
seluas-luasnya oleh gerakan mahasiswa khususnya yang berorientasikan Islam untuk
menyampaikan ajaran Islam yang benar kepada rakyat khususnya masyarakat belum
Islam dengan serius. Tidak ada khilaf dalam kalangan orang Islam tentang keperluan
menyampaikan Islam kepada manusia. Malahan ianya merupakan kerja asasi Nabi
Muhammad s.a.w.
Adalah amat malang jika ada mahasiswa belum Islam di Malaysia yang tidak pernah
sekalipun mendengar atau mendapat apa-apa seruan tentang ajaran Islam yang mulia ini.
Masyarakat terima atau tidak seruan ini isu lain. Yang penting sejauh manakah ajaran
yang berteraskan keadilan dan keharmonian ini betul-betul difahami oleh masyarakat
belum Islam di Malaysia. Sekalipun Islam tidak diterima sebagai agama mereka,
sekurang-kurangnya inti pati Islam yang benar berasaskan keadilan dan keharmonian
dapat dihargai sekaligus menghapuskan isu ketegangan agama dalam negara.
4) Pembudayaan ilmu dalam kalangan mahasiswa melalui debat, wacana, dialog, meja bulat,
bedah buku dan lain-lain yang seumpama dengannya
Kelesuan mahasiswa pada hari ini harus diubati dengan perbincangan-perbincangan
ilmiah yang boleh mencabar daya intelektual mahasiswa. Gerakan Mahasiswa masa kini
harus memainkan peranan dalam membuka ruang kepada perbahasan kepelbagaian idea
samada melalui debat, wacana, dialog, meja bulat, bedah buku dan lain-lain mekanisme
yang sesuai. Menutup ruang kepada mana-mana pihak untuk mengemukakan idea-idea
lain yang mungkin berbeza dengan pegangan arus masyarakat tidak harus terjadi selagi
mana idea yang dikemukakan itu berdasarkan nilai-nilai ilmu dan hujah. Hanya melalui
inilah, idea-idea pembaharuan yang baru akan terhasil sekaligus menajamkan
intelektualisme dan aktivisme mahasiswa. Dalam hal ini, usaha-usaha yang telah
digerakkan oleh PKPIM dan Universiti Terbuka Anak Muda (UTAM) harus dipuji.
5) Menjadikan PRK Sebagai model politik nilai di Malaysia
Gerakan mahasiswa tidak harus terbawa-bawa dengan budaya politik negara dalam PRK.
54
Malah, gerakan mahasiswa harus mengambil peluang yang ada melalui PRK ini untuk
menonjolkan kepada generasi di atas kita tentang ketidak mustahilan penerapan budaya
politik nilai dalam masyarakat.
Sistem PRK amat berbeza dengan sistem Pilihan Raya Umum (PRU). Sistem PRK tidak
memerlukan kepada kewujudan dwi-sistem parti, berbeza dengan PRU yang memerlukan
kewujudan dwi-sistem parti yakni kerajaan dan pembangkang yang kuat untuk sesebuah
negara itu berfungsi dengan baik. Kewujudan hanya dua blok sahaja yang dikenali
sebagai Pro-M dan Pro-Aspirasi di kampus tidak memberi apa-apa keuntungan kepada
gerakan mahasiswa selain daripada konflik yang tak berkesudahan.
PRK harus menjadi medan penyuburan persaingan yang sihat sesama mahasiswa. Adalah
sesuatu yang amat bagus bagi sesuatu PRK jika kerusi-kerusi yang dipertandingkan
ditandingi oleh lima, enam atau lebih sekalipun calon. Biar kesemua calon-calon ini
bersaing dengan sihat melalui manifesto dan merit masing-masing, dan biar masyarakat
kampus memilih siapa yang terbaik untuk memimpin mereka.
Ini adalah ruang yang baik untuk mana-mana mahasiswa menonjolkan kekuatan diri
masing-masing untuk disumbangkan kepada kampus dan masyarakat. Tidak perlu timbul
isu fitnah mengfitnah, dengki mendengki, pembunuhan peribadi dan apa-apa sahaja
tindakan lain yang hanya meruntuhkan nilai intelektualisme mahasiswa. Terlalu banyak
permainan politik dalam PRK hanya menimbulkan ketegangan yang tidak perlu dalam
kalangan warga kampus.
6) Penerokaan ruang-ruang kerjasama antarabangsa
Ruang kerjasama di peringkat antarabangsa harus menjadi pertimbangan gerakan
mahasiswa jika mahasiswa Malaysia mahu terlibat bukan sahaja dalam membina
Malaysia yang lebih baik, tetapi juga membina dunia yang lebih baik. Isu-isu
kemanusiaan antara isu yang sangat strategik untuk dimainkan oleh gerakan mahasiswa
Malaysia di samping isu-isu politik serantau. Kepimpinan Malaysia pada masa akan
datang pasti memerlukan pimpinan negara yang mampu memainkan peranan penting
dalam perhubungan antarabangsa. Siapa lagi jika tidak bermula dengan mahasiswa hari
ini?
7) Pemudahcara Masyarakat dalam isu-isu negara
Pentas isu negara sering dikuasai oleh pejuang-pejuang politik tanah air. Persoalannya di
manakah mahasiswa boleh memainkan peranan? Di sinilah mahasiswa harus
menggunakan kekuatan intelektual yang dimiliki dalam menganalisis setiap isu-isu
negara yang dimainkan oleh pemain-pemain politik tanah air.
Setiap tindakan yang diambil atau dicadangkan oleh ahli politik harus dikaji oleh gerakan
mahasiswa daripada sudut hujah dengan tuntas tanpa sebarang sentimen kepartian. Hasil
analisis ini dikemukakan kepada rakyat dalam bahasa yang lebih mudah dan difahami. Di
sini gerakan mahasiswa telah memainkan peranan sebagai pemudahcara masyarakat
sekaligus menyumbang dalam isu-isu negara. Imej mahasiswa yang lebih bersih dan suci
55
daripada imej ahli politik pasti lebih dipercayai masyarakat.

Penutup
Aktivisme dan intelektualisme gerakan mahasiswa adalah suatu tajuk yang amat luas,
sudah tentu kertas kerja ini tidak mampu merangkumi kesemua isu- yang melibatkan
aktivisme dan intelektualisme gerakan mahasiswa di Malaysia selama ini.
Walaubagaimanpun, kertas kerja ini telah membawa beberapa tema penting sepanjang
sejarah gerakan mahasiswa di Malaysia. Semoga kertas kerja ini mampu memberi
manfaat kepada semua gerakan mahasiswa dalam menilai semula aktivisme dan
intelektualisme masing-masing dan prospeknya di Malaysia.
Diharapkan juga agar akan muncul lagi pelbagai kertas kerja baru yang boleh menjawab
persoalan-persoalan yang banyak dikemukakan dalam kertas kerja ini. Akhir kata, ayuh
kita bersama-sama mengembalikan kerelevenan gerakan mahasiswa dalam
membangunkan negara Malaysia yang lebih baik insya Allah.
Firma Allah s.w.t,
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum itu sehinggalah mereka
mengubah nasib mereka sendiri. (Ar-Rad: 11)
Wallahu alam.
Rujukan Utama
TEKS
Al-Quran.
Riduan Mohamad Nor. 2012. Sejarah Gerakan Mahasiswa dalam Cerminan Dekad. Kuala
Lumpur: Jundi Resources.
Siti Hamisah Manan. 2009. Gelombang Kebangkitan Dakwah Kampus. Kuala Lumpur:
JIMedia.
Zainah Anwar. 1990. Kebangkitan Islam di kalangan pelajar. Petaling Jaya: IBS Buku
Sdn. Bhd.
INTERNET
http://jalantelawi.com/2010/12/bagaimanakah-smm-bermula/
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/activism
http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=aktivisme
56
http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=intelektualisme
http://www.sinarharian.com.my/mahasiswa-gesa-mansuh-auku-akta-174-1.288799
http://www.themalaysianinsider.com/bahasa/article/safwan-anang-dibebaskan-daripada-
penjara-selepas-keluarga-bayar-ikat-jamin



57
Corak Mahasiswa Alaf Ke-21

Abdul Malik Abd Razak
GAMIS

Pendahuluan
Suatu ketika dahulu, pelajar, mahasiswa dan golongan belia adalah jantung dan nadi
masyarakat. Golongan inilah yang banyak memerah keringat dan gigih memperjuangkan
ide-ide pembaharuan dalam lingkaran masyarakat sivil. Mereka sanggup berjemur di
tengah terik kepanasan bagi memastikan matlamat dan idealisme perjuangan mereka
mencapai kejayaan.
Dunia hari ini juga menyaksikan bagaimana makin rakusnya nafsu buas manusia
merobek nilai kesejagatan dan kemanusiaan. Awal abad ini, tragedi 11 September telah
menjadi titik hitam kepada suatu penerusan Dunia Orde Baru yang dipelopori Amerika
Syarikat yang dilihat sebagai kuasa unipolar yang tidak digugat mana-mana blok kuasa
dunia. Namun, saban tahun kebangkitan kuasa baru telah cuba mencabar keangkuhan AS
itu seperti meningkatnya potensi ekonomi negara China dan kekuatan ketenteraan Rusia
sebagai tamsilan. Maka persaingan geopolitik antarabangsa kuasa besar tersebut terus
berlaku.
Maka satu demi satu negara umat Islam pula menjadi sasaran perbalahan dan konflik
global sehingga mengorbankan sejumlah besar nyawa saudara kita. Susulan
pencerobohan ke atas Iraq pada 2003, tindakan ketenteraan ke atas Afghanistan serta
pelbagai lagi episod duka yang melatari nasib umat Islam seluruhnya. Umat Islam
Rohingya, Bangladesh, Selatan Thai dan lain-lain lagi pula berhadapan dengan suatu
projek ethnic cleansing dan perbalahan agama yang parah. Umat Islam dilihat sebagai
puak teroris, pendatang asing dan umat yang hina.
Ditinjau dari konteks ekonomi pula, contohnya peningkatan kos sara hidup masyarakat
dunia akibat dari monopoli sesetengah kuasa ekonomi dunia. Mangsanya sekali lagi
masyarakat kelas ketiga dan miskin. Diperkenalkan pelbagai inisiatif yang kononnya
untuk menyelamatkan dunia tetapi hanyalah satu rompakan besar-besaran negara maju.
Negara kita tidak terkecuali menjadi alat dan boneka akibat dari masalah urustadbir
ekonomi negara.
Melihat secara dekat dan self criticism pula iaitu negara kita juga menghadapi banyak
masalah dalam aspek pengurusan ekonomi, urustadbir pemerintahan serta pembangunan
pada semua aspek khususnya pembangunan modal insan. Dalam konteks ini, mahasiswa
perlu insaf dan membuka dimensi baru bahawa kewujudannya mempunyai matlamat,
perjalanannya mempunyai haluan dan peranan besar bagi mewujudkan keamanan dan
suasana harmonis.
Justeru, mahasiswa selaku sebahagian daripada entiti utama dalam masyarakat tidak
58
boleh lari daripada menjadi watak dalam pembangunan peradaban baru yang lebih cerah
dan baik kelak. Lebih-lebih lagi dengan cabaran alaf ke-21 yang akan berlaku transisi
budaya generasi X kepada generasi Y yang memerlukan suatu kajian unjuran masa depan
lebih tepat dan bijak. Pastinya cabaran bukan lagi pada menunjukkan kelantangan di
jalanan tetapi persaingan ide.
Imbauan Sejarah
Mengimbau lembaran sejarah gerakan mahasiswa era 60-an dan 70-an pastinya kita akan
menemui di mana letaknya student power yang didengari oleh kerajaan dan disahut oleh
masyarakat. Peristiwa Demonstrasi Baling yang membuka mata pemimpin negara dan
komuniti akan kesengsaraan dan kebuluran rakyat. Kerajaan pimpinan Tun Abdul Razak
mendengar desakan dan suara mahasiswa yang bersama masyarakat Baling.
Tamparan hebat kepada kerajaaan itu akhirnya menatijahkan pewartaan Akta 174 yang
membataskan pergerakan mahasiswa kemudiannya. Mahasiswa dikongkong dan
dipenjarakan dari berpencak memperjuangkan nasib rakyat yang kesempitan. Orientasi
perjuangan saban hari makin kabur dari pandangan dan rakyat terus hidup di bawah
tempurung kemiskinan akhlak dan ilmu.
Namun, itu cuma satu memori yang telah tercatat rapi dalam lipatan sejarah kita beberapa
dekad dahulu. Kini, angkatan muda dan mahasiswa makin lesu dan terus membisu.
Tampil di tengah masyarakat dalam keadaan tidak bermaya. Tiada lagi kedengaran suara-
suara pejuang muda atau kelihatan kelibat figura muda yang patut dibanggakan oleh
masyarakat. Persoalannya bagaimanakah ini boleh terjadi? Di manakah mahasiswa di
mata masyarakat? Saat di mana ummah semakin tenggelam dalam lautan hedonism dan
materialisme. Apakah sudah padam obor dan nyalaan perjuangaan mereka?
Mencipta Dimensi Baru
Generasi belia dan mahasiswa sebagai kelompok yang paling dominan dan merupakan
suatu non-renewable energy atau tenaga yang tidak bias diperbahurui. Pilihan yang ada
hanyalah membangkitkan semula nyalaan semangat dan cetusan baru momentum
perjuangan. Mahasiswa dalam masyarakat haruslah diberikan peluang dan dihalatujukan
dengan berkesan dalam cabaran perjuangan era global village atau era langit terbuka.
Slogan mahasiswa jurubicara ummah dan seumpamanya patut dihidupkan semula
dengan struktur perjuangan lebih segar. Jangan biarkan mida terus terjajah dengan utopia
yang melangit. Victor S.L. Tan dalam bukunya, Membebaskan Minda Yang Terjajah
mengemukakan beberapa karakteristik minda terjajah seperti minda yang tidak imagnatif.
Mahasiswa perlu ada imaginasi akan gambaran masa depan yang ingin dibina kelak.
Dilema cinta-cintun dan retorika dahulu mesti disingkirkan dari minda.
Terlalu banyak faktor yang mendesak jaluran mahasiswa melakukan suatu anjakan dan
pembinaan semula imej baru, antaranya adalah:
Runtuhnya nilai adab dan ketatasusilaan yang menjadi teras agama dan bangsa.
59
Juga pengaruh hedonisme melampau membantutkan pembentukan nilai
berasaskan akhlak Islamiah dan universalisme.
Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa sebagai jurubicara yang
tumpul ide, ketandusan ilmu dan suramnya karismatik kepimpinan baru.
Kebejatan negara dalam segenap aspek politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan
sebagainya. Negara memerlukan ejen kepimpinan lebih baik untuk membina
Malaysia baru.
Cabaran Dunia Moden
Perkara yang akan membezakan gerakan mahasiswa adalah area of concern dan area of
influence sahaja. Dunia moden adalah medan siapa lebih banyak dan pintar ide bukan lagi
siapa paling kuat berdemonstrasi tanpa saya menafikan masih ada keperluan lagi
sekarang. Cabaran pada hari ini dalam konteks besar sebenarnya tidak jauh berbeza
dengan cabaran yang ada pada mahasiswa dulu cuma realitinya semakin kompleks dan
kaedah menanganinya juga kian pelbagai.
Selama ini gerakan mahasiswa lebih bersifat responsif. Hal ini kita perlu akui kerana di
kampus kita tiada masa yang panjang mungkin hanya sekitar 5 tahun sahaja. Cabaran kini
adalah gerakan perlu bersifat mission-oriented. Suara aktivisme mahasiswa pelajar dalam
memajukan hal-hal selain politik seperti isu awam seperti alam sekitar, kerjaya,
pendidikan dan lain-lain.
Cabaran lain adalah tentang bagaimana membina hubungan dan berinteraksi dalam
kepelbagaian atau vive le difference. Kewujudan pelbagai kelompok masyarakat
menuntut kepada penentuan sikap yang adil dan tindakan advokasi yang baik. Lebih
mencabar lagi apabila komunikasi itu melibatkan aliran faham dan ideologi yang berbeza.
Maka point of interest perlu dikedepankan dalam perhubungan.
Pemikiran mahasiswa perlu bersifat multi-dimensi, fleksibel dan realistik. Akar idealisme
perlu dikembangkan dengan menyesuaikannya dengan realiti semasa. Kurangkan dari
terlalu idealistik dalam membawa apa jua isu sehingga tidak mendalami solusi dengan
tepat. Budaya terkurung dalam dunia sendiri mesti diubah kepada pembentukan jaringan
perhubungan mahasiswa inter-kampus yang lebih luas dengan mewujudkan platform
bersama.
Lakaran Masa Depan
Memerhatikan dekad mendatang, pastinya orientasi dan corak gerakan mahasiswa jauh
berbeza dan mesti senantiasa berinteraksi dengan perubahan. Mahasiswa alaf ke-21 atau
mahasiswa gajet yang banyak terdedah dengan bahana media baru. Perkembangan yang
terlalu pantas untuk mahasiswa ikuti dengan penuh teliti. Maka ada empat teras baru yang
mesti menjadi orientasi corak mahasiswa alaf ke-21.
Pemberdayaan Ilmu : Penghayatan ilmu mesti disematkan dalam mentaliti mahasiswa
hari ini. Keberanian mencabar slogan dan stigma lama dengan mendatangkan ide dan
buah fikir baru. Sesungguhnya generasi pelapis tidak mampu bergerak mara ke hadapan
60
dengan berbekalkan idealisme dan semangat semata-mata tanpa kesedaran serta usaha-
usaha untuk menguasai ilmu.
Perjuangan golongan terpelajar untuk melakukan anjakan paradigma berterusan
memerlukan kekuatan yang boleh diterjemahkan dalam bentuk penguasaan ilmu dan
usaha-usaha melahirkan cerdik pandai yang terbilang. Maka cabaran Gen-Y mesti diurus
dengan penguasaan ilmu dengan mendalam dan meluas. Dunia kampus hanyalah satu
tiket, akan tetapi dunii luar adalah lapangan sebenar.
Sebaliknya semangat cintakan ilmu merupakan momentum penting ke arah memahami
erti hidup yang sebenar. Setiap ilmu yang dipelajari wajar ditafsir dan difikirkan
mengikut kacamata ilmiah yang betul. Pada hemat Ibn Khaldun dalam Muqaddimah, hal
ini kerana kesanggupan berfikir merupakan penghasilan ke arah pemahaman intelektual,
kepimpinan berkesan dan memperlengkapkan manusia dengan ilmu pengetahuan.
Sejarah telah membuktikan perjuangan bangsa dalam menuntut kemerdekaan juga telah
dipengaruhi oleh golongan terpelajar. Malaysia merupakan contoh terbaik apabila wujud
golongan yang berpendidikan yang telah memahami erti kemerdekaan lantas bergerak
atas landasan nasionalisme yang tulen seperti Dr. Burhanuddin al-Helmy, Ishak Haji
Muhammad dan Ahmad Boestamam.
Penerapan Etika : Mahasiswa merupakan modal insan yang bernilai bagi menggerakkan
keseimbangan negara dari aspek politik, ekonomi dan sosial. Menurut Becker, modal
insan ialah yang berkaitan dengan pengetahuan, maklumat, idea-idea, kemahiran dan
tahap kesihatan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawab. Maka modal insan ini mesti dibina pemahaman dan pembudayaan etika
yang betul dan positif.
Cabaran media baru melalui Facebook, Twitter, WhatsApp dan lain-lain juga
mengakibatkan bebasnya masyarakat. Kebebasan menyebabkan rosaknya etika sosial
para belia. Maka soal pembinaan etika adalah corak yang mesti mahasiswa suburkan
bersama.
Di samping itu, modal insan yakni mahasiswa yang berprestij dunia mampu
meningkatkan taraf hidup dan membolehkan individu keluar dari kepompong
kemiskinan. Hal ini dibuktikan melalui Duke, Coombs dan Manzoor yang mengatakan
bahawa cara yang terbaik bagi menyerang dan membasmi kemiskinan ialah melalui
pendidikan dan latihan. Berpaksikan kepada asas ini, maka modal insan kelas pertama
perlu dibudayakan dan diperkasakan oleh mahasiswa bagi memastikan segala agenda
yang telah direncanakan mampu direalisasikan. Hal ini sekaligus akan membuang segala
persepsi negatif yang mungkin wujud dalam masyarakat terhadap mahasiswa.
Pemerkasaan Kepimpinan : Faktor world without border menguatkan lagi alasan kenapa
Malaysia perlu kepada suatu aset kepimpinan yang lebih global. Pemimpin yang
digambarkan sebagai act as a local, think global. Mengantarabangsakan kepimpimpinan
mahasiswa ini melibatkan pembinaan jaringan strategik dengan pelbagai lapisan
masyarakat dan juga agama. Kepimpinan adalah piawaian asas alaf ke-21 kerana proses
61
transisi kepimpinan negara akan berubah dan perlukan perubahan.
Selain itu, kepimpinan mahasiswa mesti melalui suatu proses pemerkasaan
communication skills yang efektif dan interaktif. Sesuai dengan keperluan mendesak
berhubung dengan kepelbagaian bangsa dan budaya dan lebih-lebih lagi dalam ruang
multi-kultural negara kita.
Politik Partisipatif: Jika dahulu era 60-an hingga 80-an orientasi gerakan mahasiswa
masih pada tampuk gerakan di jalanan maka alaf ke-21 pastinya sudah jauh bezanya.
Orientasi secara konfrontatif sudah semakin kurang berkesan walaupun di sana masih ada
keperluannya. Gaya partisipatif adalah mekanisme yang mesti disuburkan. Penyaluran ide
dan kritikan secara lebih harmonis antara pelbagai pihak.
Terma politik partisipatif bukan hanya terhad pada soal melibatkan hal politik seperti
yang umum fahami, akan tetapi ia juga menyentuh mengenai dasar dan polisi awam
negara dalam sektor pendidikan, perundangan, pembangunan dan sebagainya. Takrif dan
rentak politik baru mesti disepakati bersama pelbagai aliran dan stagnan masyarakat.
Kesimpulan
Setelah dicermati dengan teliti setiap inci sejarah gemilang gerakan mahasiswa dahulu,
faktor yang mempengaruhi perubahannya serta corak baru yang mesti digarap dalam
suasana alaf ke-21 ini, maka mesej terakhir yang kita ingin sampaikan adalah kita mahu
negara ini dicorakkan oleh mereka yang layak dan dengan acuan yang benar. Segala
sentiman kaum, agama dikikis buang dari realiti hubungan antara agama dan kaum di
negara ini.
Tuntasnya, suatu harapan baru negara menuju 2020 adalah bukan suatu yang utopia lagi
andai nilai perbezaan yang wujud antara pelbagai kelompok dapat dijadikan loncatan
kesepaduan dan keharmonian. Mesej Rahmatan lil Alamin dapat disampaikan dengan
sempurna sebagaimana kehendak agama. Nilai manusiawi dalam negara mahupun dunia
mampu dihidupkan setiap lapisan masyarakat sivil.
Perjuangan tokoh pembaharu terdahulu seperti Hasan Al-Banna, Abu Hasan Ali An-
Nadwi, Malek Bennabi, Nelson Mandela, Mahatma Ghandi dan ramai lagi harus menjadi
aspirasi serta inspirasi mahasiswa alaf 21 mencari ramuan terbaik mewujudkan suatu
formula dan orientasi gerakan yang lebih baik dan cemerlang. Kita bekerja dalam dunia
yang sebenar bukan lagi di dalam bilik kuliah mahupun di jalanan semata-mata.
Teras aktivisme, intelektualisme dan idealisme yang sinonim dengan gerakan mahasiswa
mesti digabungjalinkan dengan nilai positif dan keadilan semua. Ia mesti sebati dalam
apa jua tindakan dan hasrat mahasiswa alaf baru.
Akhirnya, saya mengucapkan ribuan terima kasih atas sokongan dan kepercayaan pihak
penganjur menjemput saya membentangkan ide dan pandangan saya. Moga budaya
intelektual sebegini menyuburkan lagi rasa kedamaian dan keharmonian dalam negara
tercinta ini. Moga ia terus subur dan berkembang insyaAllah.

Anda mungkin juga menyukai