Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI AL-NAHDIAH

Al-Nahdiah adalah salah satu sahabat perempuan (sahabat Nabi Muhammad).



Dia memiliki seorang putri bernama Umm Ubays, dan keduanya adalah budak dari seorang
wanita dari Bani Abd-al-dar.

Ketika Nahdiah dan putrinya menjadi Muslim, mereka berdua disiksa karena menolak untuk
meninggalkan Islam. Di antara majikan yang menyiksa mereka adalah Umar, sebelum ia menjadi
seorang Muslim.

Abu Bakar, seorang yang pertama kali menjadi Muslim, mengeluh kepada majikan mereka
tentang pengobatan, dan berkata "Anda telah rusak mereka, Anda bias membebaskan mereka
jika Anda begitu bersimpati kepada mereka."

Abu Bakr membayar harga yang diminta majikannya, dan membebaskan Al-Nahdiah dan
putrinya tersebut.





















BIOGRAFI ZAID BIN HARITSAH



Zaid bin Haritsah adalah sahabat Nabi Muhammad, dan sebelum Nabi SAW diangkat menjadi
Rasul bernama Zaid bin Muhammad. Ibunya Sudi binti Tsalabah pernah membawanya
berziarah kerumah salah seorang keluarganya di bani Maan, saat itu beliau berumur 8 tahun,
saat dia tinggal ditengah kaumnya secara tiba-tiba penduduk Maan diserang oleh sekelompok
orang yang memusuhi mereka, hingga akhirnya mereka kalah dan menjadi tawanan termasuk
Zaid, lalu ibunya kembali ke rumahnya (suaminya) sendirian dan tidak pernah mendengar
kembali berita tentang Zaid hingga terus mencarinya karena rindu atasnya, membawa tongkat
diatas pundaknya, berjalan mengitari perumahan menyusuri padang pasir, bertanya ke setiap
kabilah dan kafilah yang lewat tentang anaknya dan buah hatinya, dan pada saat musim haji dan
perdagangan tiba, orang-orang dari kabilah Haritsah pergi kesana dan bertemu dengan Zaid di
Mekkah, dan mereka menceritakan keadaan kedua orang tuanya dan Zaid menceritakan kejadian
yang sebenarnya; bagaimana Bani Al-Qayn menyerang kabilah ibunya dan mereka menahannya,
kemudian dijual di pasar Ukaz kepada seseorang dari Quraisy yang bernama Hakim bin Huzam
bin Khuwailid, kemudian dihadiahkan kepada bibinya Khadijah binti Khuwailid dan diserahkan
kembali ke suaminya Muhammad bin Abdullah, maka beliaupun menciumnya dan memeluknya.
Kemudian berkata kepada para hujjaj dari kaumnya, Berikanlah kabar ini kepada bapak dan ibu
saya bahwa saya berada dalam asuhan orang tua yang paling mulia.

Setelah rombongan kembali dari Mekkah mereka menceritakan perihal Zaid kepada orang
tuanya, namun Haritsah sama sekali tidak mengetahui tempat tinggal anaknya sampai dia dan
saudaranya memutuskan untuk pergi ke Mekkah dan bertanya tentang Muhammad bin Abdullah,
dikatakan kepadanya : bahwa dia (Muhammad) berada di Kabah, -saat itu nabi belum diangkat
menjadi Rasul- maka keduanya masuk ke rumah tersebut dan berkata, Wahai putra Abdul
Mutthalib, wahai putra dari kaum yang mulia, kalian adalah penduduk yang menjaga rumah
Allah dan tetangga darinya, pembebas orang yang kesusahan, pemberi makan orang yang
ditawan, kami datang untuk mencari anak kami, maka kabulkanlah permohonan kami, dan
berikanlah kebaikan dalam menebusnya. Maka nabipun memberikan pilihan kepada Zaid, maka
Nabi berkata kepada keduanya : Panggilah Zaid, berikan kebebasan kepadanya untuk memilih,
jika dia memilih kalian maka dia milikmu tanpa ada tebusan, namun jika dia memilih saya maka
demi Allah tidaklah saya orang yang memilih kepada saya mengiginkan tebusan.

Maka Haritsah bergembira atas perkataan Nabi, kemudian dia berkata kepadanya Sudikah
Engkau memberitahukan asal-usul kami, memberi bekal kepada kami dan memberikan kebaikan
kepada kami. Setelah Zaid tiba, Nabi bertanya kepadanya Tahukah Engkau siapa mereka?
Zaid berkata Ya, dialah Bapakku, dan yang satu lagi Pamanku, kemudian Rasul berkata
kepada Zaid, Adapun Saya, Engkau telah mengetahui dan melihat, sebagai teman bagimu,
apakah Engkau memilih saya atau mereka? Zaid berkata, Saya bukanlah orang yang Engkau
paksa untuk memilih, Engkau dihadapan saya memiliki kedudukan sebagai Bapak dan Paman.
Saat itu pula Bapaknya dan Pamannya kaget dan tercengang lalu berkata, Celaka Engkau wahai
Zaid, apakah Engkau lebih memilih menjadi budak daripada merdeka di tengah orang tuamu dan
pamanmu serta keluargamu? Zaid berkata, Benar, saya telah mengetahui perihal orang ini yang
saya tidak memilih seorangpun selainnya.

Setelah Rasulullah SAW melihat kejadian tersebut beliau sangat bergembira hingga air matanya
menetes lalu menarik Zaid dan keluar dari batu Kabah mengelilngi orang-orang Quraisy yang
sedang berkumpul, lalu berseru Saksikanlah mulai saat ini Zaid adalah anakku, dia berhak
menjadi ahli waris dariku dan aku berhak menjadi ahli waris darinya. (Ibnu Hajar). Setelah
Bapak dan Pamannya melihat kejadian tersebut keduanya pasrah. Dan semenjak itu pula Zaid di
Mekkah tidak dipanggil oleh seseorang kecuali dengan menyebut Zaid bin Muhammad,
kemudian setelah Nabi diangkat menjadi Rasul, Zaid ikut masuk Islam dan menjadi orang kedua
yang pertama masuk Islam, sedangkan Rasulullah SAW sangat mencintai dan menyayangi
beliau.

Zaid merupakan seorang panglima perang yang gagah berani, dan terbaik dalam membidik
panah, ikut dalam perang Badr, dan menjadi perisai terhadap tubuh Nabi saat perang Uhud, ikut
dalam perang Khandak, perjanjian Hudaibiyah, penaklukan Khaibar, dan perang Hunain, dan
Rasulullah SAW menjadikan sebagai panglima dalam 7 kali perang gerilya : Al-Jumu, Al-
Thorf, Al-Aish, Hismi dan lain-lainnya. Aisyah pernah berkata tentangnya : Rasulullah SAW
tidak pernah sama sekali mengutus bala tentara kecuali mengangkat Zaid sebagai panglimanya.

Saat tentara Romawi mengubah perbatasan negara Islam dan menjadikan Syam sebagai pusat
pemerintahan mereka; Rasulullah SAW mengirim pasukan ke daerah Balqo di bagian negara
Syam, dan memberikan wejangan dan pesan kepada para prajuritnya setelah menunjuk Zaid bin
Haritsah sebagai pemimpin pasukan, beliau bersabda : Jika Zaid terluka (syahid) maka
penggantinya adalah Jafar bin Abu Tholib, dan jika Jafar terluka maka penggantinya adalah
Abdullah bin Rowahah. (Ibnu Ishaq).

Setelah pasukan muslim berjalan dan saat tiba disamping kota yang bernama mutah, pasukan
muslim bertemu dengan pasukan Romawi yang jumlahnya melebihi 200 ribu tentara, hingga
terjadilah peperangan yang sengit, dan Zaid dengan gagah maju ke tengah pasukan musuh tidak
mengindahkan jumlah dan perlengkapan mereka, dengan mengayunkan pedangnya ke kiri dan ke
kanan sambil membawa bendera di tangan yang lainnya, dan ketika pasukan musuh melihat
keberanian beliau mereka menikamnya dari belakang hingga akhirnya beliau menemui
syahidnya sambil memegang bendera tersebut, dan Rasulullah SAW pun berdoa untuknya :
Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian, sungguh (Zaid) telah menemui cita-citanya untuk
masuk surga. (Ibnu Saad).

Anda mungkin juga menyukai