Anda di halaman 1dari 107

PERSEPSI MAHASISWI FAKULTAS ILMU

TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM


NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TERHADAP PERINTAH BERJILBAB DALAM SURAT
AN-NUUR AYAT 31
(Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan
Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan)






















Oleh:

Dwi Kurniawan
104011000010



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2008
id14808265 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
Lembar Pengesahan

Skripsi yang berjudul: Persepsi Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Terhadap Perintah Berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasyah pada
hari selasa, 23 September 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis
berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang pendidikan Agama.

Jakarta, September 2008
Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/ Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

DR. H. Abdul Fatah Wibisono, M.A. .................... .......................
NIP.: 150 236 009
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi)
Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. .................... .......................
NIP.: 150 229 477
Penguji I
Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. .................... .......................
NIP.: 150 229 477
Penguji II
Dra. Hj. Husnawati Husein M. Ag. .................... .......................
NIP.: 150 270 816
Mengetahui,
Dekan


Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.
NIP.: 150 231 356
id14830734 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bernama :
Nama : Dwi Kurniawan
NIM : 104011000010
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Persepsi Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi
Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Terhadap Perintah Berjilbab Dalam Surat An-
Nuur Ayat 31
Dosen Pembimbing I : Drs. Rusydi Djamil, M.A.
NIP : 150274762
Dosen Pembimbing II : Siti Khadijah, M.A.
NIP : 150283322

Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2008


Dwi Kurniawan
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI



Skripsi yang berjudul Persepsi Mahasiswi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Terhadap Perintah Berjilbab dalam Surat
An-Nuur Ayat 31 (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi
Manajemen Pendidikan), yang disusun oleh Dwi Kurniawan
Nomor Induk Mahasiswa: 104011000010, Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta telah melalui bimbingan dan dinyatakan
sah sebagai karya ilmiah dan berhak untuk diujikan pada sidang
munaqasyah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan fakultas.

Jakarta, 10 September 2008



Yang Mengesahkan,





Pembimbing I Pembimbing II




Drs. Rusydi Djamil, MA. Siti Khadijah, MA.
NIP. 150274762 NIP. 150283322


id14845140 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh fakta yang penulis temukan di
lapangan, yaitu adanya beberapa mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
tidak menganggap bahwa perintah berjilbab khususnya dalam Surat An-Nuur
Ayat 31 sebagai suatu kewajiban yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-
hari. Dari pengamatan penulis, ada beberapa mahasiwi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta termasuk mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang
mengenakan busana muslimah dengan warna mencolok, membentuk lekukan
tubuh, mengulurkan sedikit rambutnya karena mengikuti mode dan sebagainya.
Sebagai seorang akademisi di bidang pendidikan Agama Islam, penulis ingin
mengetahui bagaimana Persepsi Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai mahasiswi calon
pendidik pada salah satu institusi Islam terbesar yang mewajibkan jilbab di
lingkungan kampusnya, mereka akan menjadi barometer, uswatun hasanah, dan
akan mendapatkan penilaian dari masyarakat. Jangan sampai mereka mendapat
predikat yang kurang baik dari masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptis melalui pendekatan
kuantitatif dan dilengkapi oleh pendekatan kualitatif. Metode deskriptis yaitu
dengan menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan,
variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan
apa adanya. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan angket
sebagai alat pengumpulan data, tehnik analisis data angket ini dilakukan dengan
tehnik analisa data statistik distribusi frekuensi dengan rumus P = F : N X 100%,
kemudian menginterpretasikannya. Dan pendekatan kualitatif dilakukan dengan
menggunakan wawancara sebagai alat pengumpulan data, kemudian menganalisis
dan menginterpretasikannya.
Hasilnya adalah mahasiswi yang memiliki persepsi yang cukup baik
terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yaitu terhadap perintah
menahan sebagian pandangan, memelihara kemaluan, dan perintah menutup aurat,
sebanyak 26 orang atau sebanyak 72,22 %, persepsi yang baik sebanyak 7 orang
atau sebanyak 19,44 %, dan persepsi yang kurang baik sebanyak 3 orang atau
sebanyak 8,33 %.
Memang pertama kali mahasiswi berjilbab bukan karena kemauan dari diri
sendiri, akan tetapi mereka merasa nyaman dengan mengenakan jilbab. Oleh
karena itu ada yang menyatakan sudah konsisten dan ada yang menyatakan belum
konsisten, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor.
Semua responden setuju dengan pendapat Ulama klasik yang mewajibkan
berjilbab, karena berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah dan tidak setuju
dengan pendapat ulama kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab.
Responden menyebutkan beberapa kriteria berbusana muslimah yang baik
dan yang kurang baik yang dikenakan oleh mahasiswi FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, adanya mahasiswi FITK yang mengenakan busana
muslimah yang kurang baik seharusnya menjadi perhatian dari pihak terkait


id14859453 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

i
KATA PENGANTAR
!"########$!%&'() !+########,-.%&'() !/########&0() !"########.1!2 !"########$!%&'() !+########,-.%&'() !/########&0() !"########.1!2

Segala puji bagi Allah SWT, hanya lafal inilah yang patut penulis haturkan.
Kata syukur selalu penulis lantunkan, karena atas segala rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya penulis mendapat kemudahan dalam penyusunan sebuah karya kecil
ini.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, manusia
yang sangat kita cintai, Baginda Muhammad SAW. Di mana kehadirannya adalah
rahmat bagi seluruh alam, beliau telah mengangkat kita dari jalan yang penuh
kejahilan menuju jalan terang benderang yang penuh dengan cahaya ilmu
pengetahuan.
Skripsi ini penulis susun dengan penuh kehati-hatian dengan jerih payah
yang tidak akan pernah penulis lupakan. Rasa sedih, gembira, khawatir, senang,
kecewa merupakan teman sejati penulis yang selalu menghiasi saat-saat
penyusunan skripsi ini. Bagaimanapun penulis akan selalu menjadikan masa-masa
tersebut sebagai sebuah bentuk pendidikan yang begitu berarti.
Harapan penulis semoga sebuah karya kecil ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya, dan bagi masyarakat banyak pada umumnya. Tak sedikit
kekurangan dan kekeliruan menghiasi sudut-sudut di bagian dalam penulisan
skripsi ini, akan tetapi paling tidak penulis sudah berusaha untuk melakukan yang
terbaik untuk mendapatkan apa yang telah penulis harapkan.
Penulis tidak menafikan adanya keterlibatan banyak pihak dalam
penyelesaian skripsi ini, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penulisan skripsi ini baik dukungan secara moril maupun materil.
Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Bapak Drs. H. A. Ghalib MA., Dosen Penasehat Akademik, dan para
id14873296 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

ii
dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal
perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
4. Bapak Drs. Rusydi Djamil MA. dan Ibu Siti Khadijah MA., Dosen
pembimbing skripsi yang dengan sabar, tulus, dan ikhlas telah
memberikan bimbingan, bantuan serta motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis dalam
mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Suwangsa dan Almarhumah Ibu Surniti, yang telah melahirkan
penulis, Almarhum Kakek Madkasim dan Nenek Saeti, yang telah
mendidik dan membesarkan penulis, Paman Khaeruddin dan Bibi
Wariningsih, yang telah membiayai biaya pendidikan penulis sejak
penulis menimba ilmu di Pondok Modern Darussalam Gontor
Ponorogo sampai kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Kakak Eka Yulianti dan Muhammad Sanuri yang
telah memberikan dukungan baik moriil maupun materiil selama masa
perkuliahan, Saudara Sepupu Muhammad Iransyah, atas sedikit
bantuan materiil yang begitu berarti, dan seluruh keluarga besar
Madkasim lainnya yang telah memberikan keceriaan dan semangat
dalam hidup.
7. Teman-teman PAI A 2004 yang telah memberikan arti dalam
kehidupan, terutama dalam ber-ukhuwah Islamiyah. Seluruh canda,
tawa, tangis, yang telah mengiringi kehidupan kita selama lebih dari 4
tahun tidak akan pernah penulis lupakan. Segenap mahasiswi KIMP
dan PBI 2005-2007 khususnya yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk memberikan informasi pada penulis melalui angket.
Fitri, Lutvie, Iin, Astri dan lain-lain yang telah bersedia memberikan
informasi melalui wawancara. Dan segenap mahasiswi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang secara langsung

iii
maupun tidak langsung telah ikut serta membantu dan memberikan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Supriyanto dan Ibu Yhantie, Assistant Manager dan Cassier
Grand City Seafood Restaurant. Asep, Rhino, Hasby, Surya, Marni,
dan seluruh staff Grand City yang telah menjadi partner kerja penulis
selama masa perkuliahan.
Semoga segala kebaikan tersebut mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Semoga rahmat, taufiq dan hidayah-Nya selalu dilimpahkan pada kita
semua sepanjang kehidupan kita. Amin.

Jakarta, 10 September 2008

Penulis


Dwi Kurniawan

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...............................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ix

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 8
D. Tujuan Penelitian............................................................................ 9
E. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan........................................................................10

BAB II. KERANGKA TEORI
A. Konsep Persepsi................................................................................11
1. Pengertian Persepsi.....................................................................11
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi.............................12
B. Konsep Jilbab...................................................................................13
id14893468 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
v
1. Definisi Aurat dan Jilbab............................................................13
2. Batas-Batas Aurat.......................................................................15
a. Aurat Laki-Laki....................................................................15
b. Aurat Wanita.........................................................................15
c. Pendapat Ulama Kontemporer Mengenai Batas Aurat
Wanita...................................................................................16
3. Syarat-Syarat Mengenakan Busana Muslimah...24
4. Keutamaan Jilbab........................26
5. Faktor-Faktor Yang Menghalangi Mengenakan Jilbab...............28
C. Perintah Berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31............................34
1. Sebab Turunnya Ayat..................................................................35
2. Tafsir Ayat..................................................................................36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................46
B. Variabel Penelitian ...........................................................................46
C. Metode Penelitian ............................................................................46
D. Populasi Dan Sampel........................................................................47
E. Tehnik Pengumpulan Data................................................................49
F. Tehnik Analisis dan Pengolahan Data..............................................50

BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ..53
vi
B. Deskripsi Data...................................................................................64
C. Analisa dan Interpretasi Data............................................................74
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................90
B. Saran ................................................................................................92

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN


ix
DAFTAR LAMPIRAN

1. Angket
2. Skor Angket
3. Distribusi Frekuensi Dan Nilai Tengah
4. Rata-Rata dan Simpang Baku (Standar Deviasi)
5. Pedoman Wawancara Bebas Terpimpin
6. Berita Wawancara
7. Verbatim Wawancara
8. Surat Pengajuan Judul Skripsi
9. Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
10. Surat Permohonan Izin Penelitian
11. Daftar Jumlah Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
id14904453 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
1





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah rahmat bagi semesta alam, Rasulullah Muhammad
SAW diutus dengan al-Quran dan segala pedoman hidup yang terdapat di
dalamnya untuk membawa manusia dari masa yang penuh dengan keburukan,
kebodohan, dan keterbelakangan menuju masa yang penuh dengan kebaikan,
cahaya ilmu, dan kemajuan seperti yang sekarang kita rasakan.
Sebagaimana yang diyakini oleh para pemeluknya, agama Islam adalah
agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Seluruh umat manusia di muka
bumi ini diajak untuk menegakan agama yang sesuai dengan fitrah itu.
1

Allah Swt berfirman:
"#$%&'"( &)*"+$,&- .&( .&/$0&%&1 &2.34(5 &6&7&8 9":3(5 ";3%(5 &<&6$7"8 .=>0"4&? "@*A+%"( &B&/$C&D $E"F&G&8
3@"H&(&D IEA0&J$(5 I@*A+(5 &B"(&K ";3%(5 &LMIN&%$O&* .&( "2.34(5 &6&P$Q&R

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum
[30]: 30)
2


Tidaklah sulit untuk mendirikan agama yang sesuai dengan fitrah ini,
karena agama ini mengedepankan kemudahan.
3
Kitab suci Al-Quran
menegaskan tentang hal ini, di antaranya dalam Surat Al-Baqarah Ayat 185:

&6$SIO$(5 IEIH"T I+*"6I* .&(&D &6$SI0$(5 IEIH"T I;3%(5 I+*"6I*


1
Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Cet. I, h. 9

2
Departemen Agama RI, Al Quran Al Karim dan Terjemahnya, (Semarang: PT Karya Toha
Putra, 1996), h. 325

3
Shihab, Jilbab, h. 9
id14920687 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
2

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran. (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
4


Di samping ayat-ayat Al-Quran, banyak sekali petunjuk dan praktek
Rasulullah yang menunjukan bahwa beliau sangat memperhatikan dan
menganjurkan kemudahan beragama.
5

Dasar dari segala bentuk ketaatan dan kepatuhan di dalam Islam adalah
iman. Seseorang yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah, Kitab-Kitab-
Nya dan para Rasul-Nya tentu terpanggil untuk menjalankan segala perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya.
6

Di antara yang banyak menjadi rujukan dalam perintah berjilbab adalah
Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31:
&@*"+$,I* .&(&D 3@I/&CDI6I8 &@$U&>$V&*&D 3@"W"X.&Y$T&R $@"Z &@$[I[$\&* "].&4"Z$^IN$%"( $)IF&D
&@*"+$,I* .&(&D 3@"/"TMI0IC _&%&1 3@"W"6INI'"T &@$T"6$[&0$(&D .&/$4"Z &6&/&` .&Z .3("a 3@I/&:&4*"b
&R 3@"/"c.&T5&d $D&R 3@"/":&(MIOI,"( .3("a 3@I/&:&4*"b "d.&4$T&R $D&R 3@"/"c.&4$T&R $D&R 3@"/":&(MIOIT "d.&T5&d $D
3@"/"-5&M&e&R 9"4&T $D&R 3@"/"f5&M$e"a 9"4&T $D&R 3@"/"f5&M$e"a 9"4&T $D&R 3@"/"f5&M$e"a $D&R 3@"/":&(MIOIT
DIR "6$0&g &@0"O"T.3:(5 "D&R 3@I/If.&N$*&R $h&H&%&Z .&Z $D&R 3@"/"c.&S"f $D&R &@"Z "i&T$X"j$(5 9"(
&@$T"6$[&* .&(&D "d.&SA4(5 "]5&X$M&1 _&%&1 5DI6&/$U&* $E&( &@*"k3(5 ")$>A7(5 "D&R "l.&CA6(5
.&/m*&R .=O0"N&C ";3%(5 _&("a 5MITMI-&D 3@"/":&4*"b $@"Z &@0">$'I* .&Z &E&%$OI0"( 3@"/"%IC$X&G"T
&LMIV"%$>I- $EIH3%&O&( &LMI4"Z$^IN$(5

Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka
menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan
mereka dan janganlah mereka menampakan hiasan mereka kecuali
yang nampak darinya dan hendaklah mereka menutupkan kerudung
mereka ke dada mereka, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-
putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan, atau anak-anak yang belum mengerti aurat


4
Departemen Agama, Al Quran, h. 22

5
Shihab, Jilbab, h. 11

6
Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Quran dan Sunnah, (Bandung: Mizan, 1989), Cet. III, h.
9

3
wanita, dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang mukmin agar kamu
beruntung. (QS. An-Nuur [24]: 31)
7


Dari terjemah ayat tersebut, terkandung beberapa perintah Allah Swt. yang
ditujukan kepada wanita mukminah, yaitu perintah untuk: Menahan sebagian
pandangan, memelihara kemaluan, tidak menampakan perhiasan kecuali yang
nampak di dekat pria asing (ajnabiy), menutupkan kerudung mereka ke dada
mereka, tidak menampakkan perhiasan, kecuali kepada suami dan kerabat
yang dikecualikan oleh ayat, tidak menghentakkan kaki agar diketahui
perhiasan yang tersembunyi, dan bertaubat kepada Allah.
Abu Ala Al-Maududi dalam bukunya Al-Hijab, memaparkan bahwa
secara terinci ajaran-ajaran Islam dalam rangka mewujudkan tatanan
masyarakat yang bersih, suci dan terhormat.
8

Hijab menanamkan suatu tradisi yang universal dan fundamental untuk
mencabut akar-akar kemerosotan moral dengan menutup pintu pergaulan
bebas.
Secara etimologi, hijab adalah pemisah dalam pergaulan antara laki-laki
dan wanita. Pemisah ini maksudnya adalah untuk mengendalikan luapan
nafsu syahwat, yang merupakan naluri yang sangat kuat dan dominan. Jiwa
seorang manusia mudah goyah dan berubah. Sebagaimana manusia tidak
pernah puas dengan harta dan kedudukan, demikian juga mereka tidak pernah
puas dengan kelezatan pemuasan hawa nafsu.
9

Pemisah dalam pergaulan tersebut sama sekali bukanlah untuk
memberatkan kaum wanita mukminah. Perintah berhijab adalah untuk
menjaga kesucian kaum wanita mukminah.
Wanita adalah simbol keindahan. Kaum wanita cenderung untuk
mempertunjukkan kecantikannya dan lebih tak acuh dalam memandang tubuh
lawan jenisnya. Kaum wanita suka berhias dan mematut diri untuk


7
Departemen Agama, Al Quran, h. 282

8
Shahab, Jilbab, h. 10

9
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2002), Cet. II, h. 52
4
menunjukkan kecantikannya. Jilbab akan membuat kaum wanita lebih
terhormat dan terpandang. Mereka akan terjaga dari gangguan orang-orang
usil dan amoral. Jilbab tidak melarang dan membatasi aktivitas-aktivitas sosial
wanita. Bahkan Islam mewajibkan setiap muslim baik pria maupun wanita
untuk menuntut ilmu dan tidak berpangku tangan serta berdiam diri di rumah
saja.
Di dalam disiplin ilmu fikih, lafal aurat yang mempunyai arti dalam surat
An-Nuur ayat 31 berarti sebagian anggota tubuh manusia yang dalam
pandangan umum buruk atau malu untuk diperlihatkan dan bila dibiarkan
terbuka mungkin bisa menimbulkan fitnah seksual. Ulama fikih sepakat
menyatakan bahwa aurat harus ditutup dari pandangan orang dengan pakaian
yang tidak tembus pandang dan tidak membentuk lekukan tubuh.
10

Dalam konteks pembicaraan tentang aurat wanita, ada dua kelompok besar
ulama masa lampau. Yang pertama menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita
adalah aurat, tanpa kecuali. Dan kelompok kedua mengecualikan wajah dan
telapak tangan. Ada lagi ulama-ulama yang menambah beberapa
pengecualian, penambahan dan pengecualian tersebut lebih banyak
pertimbangan logika dan adat istiadat serta prinsip umum agama, ketimbang
teks-teks ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Saw.
11
Pada garis besarnya mereka
dapat dibagi dalam dua kelompok:
1. Kelompok pertama: mengemukakan pendapatnya tanpa dalil
keagamaan atau kalaupun ada, maka itu sangat lemah lagi tidak sejalan
dengan kaidah-kaidah dan disiplin agama.
2. Kelompok kedua: merujuk kepada kaidah-kaidah keagamaan yang
juga diakui oleh para ulama, hanya saja dalam penerapannya tidak
mendapat dukungan Ulama terdahulu, dan sebagian ulama
kontemporer.
12

Indonesia merupakan Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Apabila masyarakat memang memandang jilbab sebagai suatu kewajiban,


10
Muhammad, Fiqh, h. 52

11
Shihab, Jilbab, h. 52

12
Shihab, Jilbab, h. 118
5
akan banyak kita temukan di negara ini yang mengenakan jilbab dalam
kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, fakta yang terjadi adalah lebih banyak
wanita yang tidak mengenakan jilbab bila dibandingkan dengan wanita yang
mengenakan jilbab. Di antara wanita yang berjilbab pun masih ada yang
mengenakan pakaian yang tembus pandang atau masih memperlihatkan
lekukan tubuh.
Mayoritas wanita berjilbab hanya ada di lingkungan Lembaga Pendidikan
Islam. Seperti di sekolah-sekolah Islam, Perguruan Tinggi Islam dan
sebagainya. Misalnya di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang mewajibkan mahasiswinya untuk mengenakan
jilbab di lingkungan kampusnya.
Di antara masyarakat juga ada yang memakai jilbab hanya ketika
menghadiri acara pernikahan, mengikuti pengajian di majlis talim, ketika
mengunjungi sanak famili dan lain-lain. Ini sebagai bukti bahwa ada di antara
mereka yang tidak memandang perintah berjilbab sebagai suatu kewajiban
agama.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan para wanita belum melaksanakan
hijab seperti yang telah ditentukan syariat, di antaranya:
1. Tidak tahu bahwa hijab adalah wajib.
2. Tidak mampu menghadapi pesona keduniaan.
3. Tidak mampu menundukan nafsu yang meyuruh keburukan.
4. Dikalahkan oleh bisikan setan.
5. Terbawa oleh pengaruh teman.
13

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu
Lembaga Pendidikan Tinggi Islam terbesar di Indonesia merupakan hasil
perubahan dari Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurut catatan sejarah, berdirinya IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu
didasarkan pada gagasan dan hasrat umat Islam Indonesia yang merupakan
mayoritas untuk mencetak kader pemimpin Islam yang diperlukan bagi


13
Abdul Hamid, Salah Paham Masalah Jilbab, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), Cet. V, h.
11
6
perjuangan dan pembangunan bangsa Indonesia.
14

Keputusan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tentang kode etik mahasiswa nomor 073 A tahun 2002 Bab IV pasal 6
menyebutkan bahwa mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah harus mengenakan
busana muslimah.
15

Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis, ada beberapa mahasiswi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengenakan jilbab
hanya di lingkungan kampusnya. Penulis pernah menemukan beberapa
mahasiswi yang segera menanggalkan jilbabnya ketika ia sudah menaiki bus
kota. Ada mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengatakan kepada penulis bahwa ia
hanya mengenakan jilbab di kampus saja karena kampusnya merupakan
kawasan wajib berjilbab. Ini menunjukkan bahwa ada juga beberapa
mahasiswi termasuk mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang
tidak atau belum memandang perintah berjilbab dalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam Surat An-Nuur Ayat 31 sebagai suatu kewajiban baginya.
Masih banyak mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta termasuk mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
mengenakan jilbab yang terlalu ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya,
memakai jilbab dengan warna yang mencolok, menyingkap sedikit rambut
dari jilbab yang dipakainya, dan lain sebagainya.
Penulis pernah melihat para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
yang melakukan razia tehadap mahasiswi-mahasiswinya karena telah
mengenakan busana jilbab yang tidak sesuai dengan peraturan Fakultas. Razia
yang diadakan oleh para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan tentunya
sebagai indikasi dari adanya mahasiswi yang mengenakan busana muslimah
yang tidak sesuai dengan peraturan fakultas.
Persepsi mahasiswi yang dimaksud penulis dalam skripsi ini adalah
bagaimana mahasiswi menerima, meyeleksi, mengorganisasikan hingga


14
-------,Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
Akademik 2004-2005, Jakarta 2004, h. 7

15
-------,Pedoman, h. 74-75
7
akhirnya menafsirkan Surat An-Nuur ayat 31 yang berisi perintah berjilbab.
Tentu saja hal ini perlu dilakukan, sebagai calon pendidik yang menjalani
pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi Islam terbesar di Indonesia mereka
bisa dijadikan sebagai barometer masyarakat dalam memahami perintah
berjilbab, terutama bagi calon peserta didik yang akan mereka ajar kelak.
Persepsi mereka terhadap perintah berjilbab berimplikasi pada cara mereka
berjilbab. Apabila persepsi mereka baik, tentunya mereka akan berjilbab
dengan baik pula. Salah satu metode pendidikan Islam yang terbaik adalah
metode keteladan yang baik (uswatun hasanah). Apabila mereka berjilbab
dengan baik, maka para peserta didik mereka akan termotivasi untuk
mencontoh mereka.
Oleh karena itu, penulis memberi judul Persepsi Mahasiswi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tentang
perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31. (Studi Kasus di Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi
Manajemen Pendidikan)

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menentukan identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Latar Belakang mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan
Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan
FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenakan jilbab.
2. Konsistensi mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan
Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mengenakan jilbab.
3. Tanggapan mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan
Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan terhadap
Pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Tanggapan mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan
8
Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pendapat ulama klasik dan
kontemporer tentang perintah berjilbab.
5. Persepsi mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan
Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap perintah berjilbab.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi kajian skripsi ini pada:
a. Mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di sini adalah mahasiswi semester III, V, dan
VII.
b. Perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yang akan
dideskripsikan di sini adalah perintah kepada kaum wanita
mukminah untuk: menahan sebagian pandangan, memelihara
kemaluan, dan perintah untuk menutup aurat (berjilbab).
2. Perumusan masalah
Dalam penulisan skripsi ini masalah yang dirumuskan antara lain:
a. Apa latar belakang mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan PBI
dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengenakan jilbab?
b. Bagaimana konsistensi mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan
PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam mengenakan jilbab?
c. Bagaimana tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP
terhadap pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta?
d. Bagaimana Tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP
FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pendapat ulama
klasik dan kontemporer tentang perintah berjilbab?
9
e. Bagaimana persepsi mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan
PBI dan Jurusan KIMP Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui latar belakang mahasiswi semester III, V dan VII
Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengenakan jilbab.
2. Untuk mengetahui konsistensi mahasiswi semester III, V dan VII
Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam mengenakan jilbab.
3. Untuk mengetahui tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan
KIMP terhadap pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Untuk mengetahui tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan
KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pendapat ulama
klasik dan kontemporer tentang perintah berjilbab
5. Untuk mengetahui perespsi mahasiswi semester III, V, dan VII Jurusan
PBI dan Jurusan KIMP Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan diadakannya penelitian ini antara lain:
1. Dapat menambah kajian keilmuan para akademisi, masyarakat umum,
dan penulis dalam memahami bagaimana perintah berjilbab dalam
Surat An-Nuur Ayat 31.
2. Dapat menjadi masukan para akademisi dan para pendidik Islam dalam
arti luas, khususnya bagi penulis bagaimana cara menerapkan
berbusana muslimah.
3. Dapat menjadi acuan bagi para akademisi untuk mengadakan
10
penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi lima
bab dengan uraian sebagai berikut:
BAB I :Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan masalah,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Sistematika penulisan.
BAB II :Kerangka Teori yang terdiri dari Konsep Persepsi, Konsep
Jilbab, Perintah Berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31.
BAB III :Metodologi Penelitian yang terdiri dari Tempat Dan Waktu
Penelitian, Variabel Penelitian, Metode Penelitian, Populasi Dan
Sampel, Tehnik Pengumpulan Data, Tehnik Pengolahan dan
Analisis Data.
BAB IV :Hasil Penelitian yang terdiri dari Gambaran Umum Lokasi
Penelitian, Deskripsi Data, Analisa dan Interpretasi Data .
BAB V :Penutup yang terdiri dari Kesimpulan, Saran.
Sebagai kelengkapan skripsi ini penulis menyertakan daftar pustaka dan
lampiran lampiran untuk kajian lebih lanjut.



11







BAB II
KERANGKA TEORI

A. Konsep Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Kata persepsi berasal dari kata perception, yang berarti penglihatan,
tanggapan, daya memahami atau menanggapi sesuatu.
1

Sedangkan menurut terminology, Alisuf Sabri berpendapat bahwa persepsi
adalah proses di mana individu dapat mengenali objek-objek dan fakta-fakta
objektif dengan menggunakan alat-alat individu.
2

Menurut Jalaluddin, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
pengalaman atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan meyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan.
3

Sarlito Wirawan Sarwono mendefinisikan persepsi: kemampuan untuk
membedakan, mengelompokkan, memfokuskan objek-objek disebut sebagai
kemampuan untuk mengorganisasikan, pengamatan atau disebut persepsi.
4

Menurut Bimo Walgito persepsi merupakan proses pengorganisasian,
pengiterpretasian terhadap stimulus yang diterima sehingga merupakan


1
John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia, 1990), h. 242

2
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu, 1993),
h. 45

3
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 51

4
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), cet.
IV, h. 39
id14941203 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com


12

sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas individu yang intregated dalam
diri individu.
5

Dari definisi-definisi yang diberikan oleh para ahli di atas penulis
mendefinisikan persepsi sebagai: Proses penerimaan, penyeleksian,
pengorganisasian dan penafsiran dari stimulus yang diterima individu melalui
alat-alat inderanya.
Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi individu dalam mengadakan
persepsi, di antaranya:
a. Objek yang dipersepsikan
b. Alat indera untuk menerima stimulus
c. Adanya perhatian individu tersebut
Dalam pengertian persepsi tersebut tercakup beberapa proses:
a. Proses menerima rangsangan
b. Proses menyeleksi rangsangan
c. Proses pengorganisasian
d. Proses penafsiran
e. Proses pengecekan
f. Proses reaksi
Ada dua faktor yang menentukan seleksi rangsangan yaitu faktor intern
dan faktor ekstern.
6
Faktor intern meliputi kebutuhan psikologis, latar
belakang, pengalaman kepribadian dan penerimaan diri. Dan faktor ekstern
meliputi intensitas, ukuran, kontras, gerakan dan ulangan.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang terhadap suatu objek tidak berdiri sendiri, akan tetapi
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam maupun dari
luar dirinya.


5
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 1991), h. 53

6
Udai Pareek, Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT. Ikrar Mandiri, 1996), cet. III, h. 14


13

Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang
sama. Menurut Singgih Gunarsa faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
di antaranya adalah:
a. Motif, adanya motif menyebabkan munculnya keinginan individu
melakukan sesuatu atau sebaliknya.
b. Kesediaan dan harapan.
c. Intensitas rangsangan, kuat lemahnya rangsangan yang diterima
akan sangat berpengaruh kepada individu.
d. Pengulangan suatu rangsangan, pengulangan rangsangan yang
muncul akan menarik perhatian.
7


B. Konsep Jilbab
1. Definisi Aurat dan Jilbab
Kata-kata aurat adalah sumber rumpun kata-kata: awira artinya hilang
perasaan. Aara berarti menutup dan menimbun. Awara yakni sesuatu yang
jika dilihat akan mencemarkan. Dari sini terdapatlah kata aurat yang artinya
sesuatu anggota badan yang harus ditutup dan dijaga sehingga tidak
menimbulkan kekecewaan dan malu.
8

Aurat artinya bagian-bagian tubuh yang tidak boleh terlihat. Atau
sesuatu yang buruk atau sesuatu yang hendaknya diawasi karena ia kosong,
atau rawan dan dapat menimbulkan bahaya dan rasa malu.
9

Aurat ialah sesuatu yang menimbulkan birahi/syahwat, membangkitkan
nafsu angkara murka sedangkan ia mempunyai kehormatan dibawa oleh rasa
malu supaya ditutup rapi dan dipelihara agar tidak mengganggu manusia
lainnya serta menimbulkan kemurkaan padahal ketenteraman hidup dan
kedamaian hendaklah dijaga dengan sebaik-baiknya.
10



7
Singgih Gunarsa, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Sumber Widya, 1992), cet. IV, h. 107

8
Fuad Mohd Fahruddin, Aurat dan Jilbab Dalam Pandangan Mata Islam, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1991), Cet. II, h. 10-11

9
Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Cet. I, h. 43

10
Fahruddin, Aurat, h. 10


14

Dalam pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah bagian tubuh manusia
yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan, kecuali dalam keadaan darurat
atau karena kebutuhan yang mendesak.
11

Jilbab berasal dari bahasa Arab yang jamaknya jalabiib. Artinya pakaian
yang lapang dan luas. Pengertiannya adalah pakaian yang lapang dan dapat
menutupi aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan wanita sampai
pergelangan tangan saja yang ditampakkan.
12

Kitab Al-Munjid mengartikan jilbab sebagai pakaian atau baju yang lebar.
Dalam Kitab Al-Mufradat Raghib Isfahani menyebutkan bahwa jilbab adalah
baju atau kerudung. Kitab Al-Qamus mengartikan jilbab sebagai pakaian luar
yang lebar, sekaligus kerudung yang biasa dipakai kaum wanita untuk
menutupi pakaian dalam mereka. Kitab Lisanul Arab mengartikan jilbab
sebagai jenis pakaian yang lebih besar ketimbang selendang besar (rida), yang
biasa dipakai kaum wanita untuk menutupi kepala dan dada mereka. Imam
Zamakhsari dalam kitabnya Al-Kasyaf mengartikan jilbab secara demikian
pula. Kitab Tafsir Majmaul Bayan mengartikan jilbab sebagai kerudung yang
biasa dipakai kaum wanita merdeka (bukan budak) untuk menutupi kepala dan
muka bila mereka keluar rumah. Al-Hafidz dan Ibnu Hazm mengartikan jilbab
sebagai pakaian yang menutup seluruh tubuh (kecuali yang diperbolehkan
tampak), dan bukan sebagiannya.
13

Dari sini penulis mengartikan jilbab sebagai pakaian yang luas dan longgar
yang menutupi kepala (kecuali bagian-bagian yang menyulitkan bila tertutup)
dan dada.
Menggunakan pakaian pada dasarnya adalah untuk menutup yang perlu
ditutup dan tidak ingin diperlihatkan. Jilbab bukan hanya menutup badan
semata, tetapi jilbab itu menghilangkan birahi yang menimbulkan syahwat,
maka hendaklah ditutup segala yang memalukan.
14



11
Shihab, Jilbab..., h. 44

12
Mulhandy Ibnu Al-Hajj, dkk., Tanya Jawab Tentang Jilbab, (Bandung: Espe Press, 1992),
Cet. III, h. 5

13
Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Quran dan Sunnah, (Bandung: Mizan, 1989), Cet. III, h.
59-60

14
Fachruddin, Aurat, h. 33


15

2. Batas-Batas Aurat
a. Aurat laki-laki
Aurat laki-laki berada di antara pusat sampai lutut di dekat laki-laki dan
perempuan muhrim, begitu juga dalam shalat. Tidak terdapat perbedaan
pendapat ulama mengenai hal ini.
b. Aurat perempuan
Dalam konteks pembicaraan tentang aurat wanita, ada dua kelompok besar
ulama masa lampau. Yang pertama menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita
adalah aurat, tanpa kecuali. Dan kelompok kedua mengecualikan wajah dan
telapak tangan. Ada lagi ulama-ulama yang menambah beberapa
pengecualian, penambahan dan pengecualian tersebut lebih banyak
pertimbangan logika dan adat istiadat serta prinsip umum agama, ketimbang
teks-teks ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Saw.
15

Kata Ibnu Rusyd dan Asy-Syaukani, semua pendapat ulama mengenai
batas aurat perempuan merujuk pada Surat An-Nuur Ayat 31. Perbedaan
pendapat muncul karena perbedaan mereka dalam menafsirkan frase illa ma
dzahara minha (kecuali yang biasa tampak terbuka). Dalam ayat tersebut
perempuan diperintahkan untuk tidak membuka auratnya kecuali yang
memang biasa terbuka. Ada beberapa interpretasi tentang pengecualian yang
biasa tampak terbuka ini. Sebagian mengatakan yang termasuk kategori ma
dzahara minha adalah muka dan telapak tangan. Oleh karena itu muka dan
kedua telapak tangan boleh dibiarkan terbuka dan tidak termasuk aurat
perempuan yang wajib ditutupi. Sebagian yang lain mengatakan bahwa muka,
kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki termasuk pengecualian ma
dzahara minha, sehingga tidak termasuk aurat perempuan yang wajib ditutupi.
Bahkan sampai setengah dari lengan tangan dan sedikit di atas tumit masih
boleh tidak ditutup.
Sebagian mengatakan bahwa ma dzahara minha artinya yang terbuka
secara tidak sengaja seperti tersingkap angin, terjatuh, tersangkut atau terkena
hal-hal lain yang tanpa disengaja membuka auratnya. Bagi pendapat yang


15
Shihab, Jilbab, h. 52


16

terakhir ini, seluruh anggota tubuh perempuan termasuk muka, telapak tangan
dan telapak kaki adalah aurat perempuan yang wajib ditutupi.
Perbedaan interpretasi masing-masing ulama di atas didasarkan pada
beberapa hal: teks hadits, perkataan sahabat, dan logika hukum (illat) yang
terkait secara langsung dengan realitas budayanya yang berkembang.
16

Akan tetapi muncul penafsiran lain dari para ulama kontemporer terhadap
batas aurat wanita. Beberapa dari mereka ada yang berpendapat bahwa
berjilbab bukanlah suatu kewajiban. Ada yang mengatakan bahwa jilbab
hanyalah suatu adat kebiasaan masyarakat, jilbab akan menyulitkan kaum
wanita dan sebagainya.
c. Pendapat Ulama Kontemporer Mengenai Batas Aurat Wanita
Yang paling popular dalam konteks perempuan adalah Qasim Amin
(1803-1908) yang dijuluki dengan gelar Muharrirul Marah (Pembebas
Perempuan). Cendekiawan Mesir yang merupakan alumnus ilmu hukum dan
menimba ilmu serta pengalaman di Perancis ini, menerbitkan sebuah buku
pada tahun 1899 M dengan judul Tahrirul Marah (Pembebasan Perempuan).
Dalam konteks pakaian, Qasim Amin menegaskan bahwa tidak ada satu
ketetapan agama (nash dari syariat) yang mewajibkan pakaian khusus (hijab
atau jilbab). Pakaian yang dikenal itu -menurutnya- adalah adat kebiasaan
yang lahir akibat pergaulan masyarakat Mesir (Islam) dengan bangsa-bangsa
lain yang mereka anggap baik dan karena itu mereka menirunya lalu
menilainya sebagai tuntunan agama. Ia juga berpendapat bahwa al-Quran
membolehkan perempuan menampakkan sebagian dari tubuhnya di hadapan
orang-orang yang bukan mahramnya, akan tetapi al-Quran tidak menentukan
bagian-bagian mana dari anggota tubuh itu yang boleh terbuka.
17

Terlepas dari siapa pencetus ide tentang pakaian wanita, yang berbeda
sedikit atau banyak dari pendapat-pendapat ulama terdahulu, mereka juga
memiliki dalih atau dalil yang menjadi dasar pemikiran mereka. Pada garis
besarnya para cendekiawan dapat dibagi dalam dua kelompok: Kelompok


16
Muhammad, Fiqh h. 56

17
Shihab, Jilbab, h. 114


17

pertama: mengemukakan pendapatnya tanpa dalil keagamaan atau kalaupun
ada, maka itu sangat lemah lagi tidak sejalan dengan kaidah-kaidah dan
disiplin agama. Kelompok kedua: merujuk kepada kaidah-kaidah keagamaan
yang juga diakui oleh para ulama, hanya saja dalam penerapannya tidak
mendapat dukungan Ulama terdahulu, dan sebagian ulama kontemporer.
18

Kelompok pertama antara lain ada yang menyatakan bahwa pakaian
tertutup merupakan salah satu bentuk perbudakan dan lahir ketika lelaki
menguasai dan memperbudak wanita. Ada juga yang berkata, Hijab yang
bersifat material (pakaian tertutup) atau yang bersifat immaterial (atau
keduanya bersama-sama) telah menutup keterlibatan perempuan dalam
kehidupan, politik, agama, akhlak dan lain-lain. Ada lagi yang tegas berkata,
Saya menolak hijab, karena menutup atau telanjang, keduanya menjadikan
wanita jasad semata. Saya, ketika menutup badan saya, maka itu mengandung
arti bahwa saya adalah fitnah dan akan merayu lelaki bila membuka pakaian.
Ini keliru, karena saya adalah akal dan bukan jasad yang mengundang syahwat
atau rayuan. Pendapat-pendapat di atas mereka kemukakan tanpa dalil
kecuali subyektifitas mereka.
19

Mahmud Syahrur merupakan salah seorang cendekiawan yang berusaha
menampilkan pendapat baru. Dalam konteks pakaian Syahrur menjelaskan
bahwa:
Pakaian tertutup yang kini dinamai hijab bukanlah kewajiban agama,
tetapi ia adalah salah satu bentuk pakaian yang dituntut oleh
kehidupan bermasyarakat dan lingkungan serta dapat berubah dengan
perubahan masyarakat. Orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam,
juga pada masa kenabian Muhammad saw. dan sesudahnya,
membedakan antara pakaian wanita merdeka dan hamba sahaya.
Pakaian wanita merdeka adalah penutup kepala yang dapat menampik
sengatan panas dan dapat menghimpun rambut sehingga tidak
berantakan, serta pakaian panjang yang menutupi bagian bawah
badan. Ini, karena waktu itu belum dikenal pakaian dalam. Pakaian
wanita merdeka ketika itu juga longgar sehingga menjadikan mereka
bebas bergerak dalam segala aktifitas mereka. Pakaian itu tidak
memiliki bagian terbuka kecuali satu, yaitu tempat memasukan kepala,


18
Shihab, Jilbab, h. 117-118

19
Shihab, Jilbab, h. 118


18

sehingga bila wanita-wanita itu berpakaian buah dada mereka dapat
terlihat, khususnya bila mereka tunduk. Bagian inilah yang
diperintahkan oleh QS. An-Nuur: 31 untuk ditutupi dengan penutup
kepala. Pakaian hamba sahaya wanita berbeda sama sekali dengan
pakaian tersebut. Karena pertama, para hamba sahaya itu bekerja pada
tuan-tuan mereka dalam hal menyiapkan makanan, minuman,
pekerjaan rumah tangga serta berbelanja ke pasar. Kedua, untuk
membedakan kedudukan sosial antara orang merdeka dan hamba
sahaya.
20


Sementara pakar yang menolak pendapat Syahrur di atas menyatakan
bahwa, kalaupun cara berpakaian sebagaimana yang disebutkannya,
merupakan adat kebiasaan masyarakat ketika itu, tetapi tuntunan agama
menyangkut pakaian sebagaimana terbaca dalam al-Quran dan Sunnah telah
menerima kebiasaan itu sebagai sesuatu yang baik. Dengan demikian, tidak
wajar untuk dihapus begitu saja.
21

Menyangkut Firman Allah Wa la yubdiina ziinatahunna illa ma dzahara
minha yang artinya janganlah mereka menampakkan hiasan mereka kecuali
apa yang tampak darinya (QS. An-Nuur[24]:31). Dalam konteks perempuan
Syahrur berkata:
Hiasan perempuan adalah tubuhnya. Namun demikian hiasan
tersebut terbagi menjadi dua. Ada hiasan yang jelas, nyata dan ada
juga hiasan yang tersembunyi. Hiasan yang tampak yang dimaksud
ayat di atas adalah hiasan yang nyata dan jelas. Yang nyata dan jelas
adalah bagian-bagian badan wanita yang nampak ketika ia
diciptakan-Nya seperti kepala, perut, punggung, kedua kaki dan
kedua tangan. Ini karena Allah menciptakan laki-laki dan perempuan
tanpa busana. Sedang yang tersembunyi adalah yang tidak nampak
ketika penciptaan, yakni yang disembunyikan Allah dari sosok
perempuan. Yang tersembunyi ini adalah apa yang diistilahkan oleh
Al-Quran dengan juyub dan diartikan dengan bagian-bagian badan
wanita yang mempunyai dua tingkat yang berlubang yaitu, antara
kedua payudara, apa yang di bawah payudara, yang di bawah perut,
kemaluan, dua sisi pantat. Bagian-bagian tersebutlah yang harus
ditutup perempuan dengan khimar.
22




20
Shihab, Jilbab, h. 118-119

21
Shihab, Jilbab, h. 120

22
Shihab, Jilbab, h. 121-122


19

Menurut Quraish Shihab, apa yang dikemukakan Syahrur di atas sangatlah
sulit untuk diterima. Kalaulah dasar yang digunakan dalam menentukan hiasan
yang nyata adalah yang nampak ketika Allah menciptakan manusia, maka
mengapa kemaluan, pantat dan lain-lain dia jadikan hiasan yang tersembunyi?
Bukankah bagian-bagian itu juga nampak ketika manusia lahir? Bukankah
seperti yang ia katakan sendiri bahwa manusia lahir dalam keadaan telanjang?
Selanjutnya, bukankah hidung, mulut dan juga kedua telinga memiliki lubang,
maka mengapa dia tidak termasuk dalam hiasan yang tersembunyi? Kalau
logika Syahrur digunakan maka itu berarti wajah wanita harus ditutup juga.
23

Dan masih banyak lagi pendapat dari Syahrur yang banyak dibantah oleh
beberapa ulama.
Kelompok kedua dari sementara cendekiawan bahkan ulama kontemporer
mengemukakan pendapat mereka atas dasar kaidah-kaidah yang juga diakui
oleh ulama terdahulu, tetapi ketika sampai pada penerapannya dalam
memahami pesan-pesan ayat atau hadits, mereka mendapat sorotan dan
bantahan dari ulama-ulama yang menganut paham ulama terdahulu.
Beberapa prinsip yang mereka jadikan dasar pertimbangan dalam
mengemukakan pandangan mereka menyangkut hukum, termasuk dalam hal
aurat wanita. Pertama: Al-Quran dan Sunnah Nabi sama sekali tidak
menghendaki adanya masyaqqah. Karena itu lahir rumus yang menyatakan:
Begitu sesuatu telah menyempit yakni sulit, maka segera lahir kemudahan.
Kedua: Hadits-hadits Nabi adalah sumber hukum kedua, tetapi ia baru dapat
menjadi dasar penetapan hukum jika hadits tersebut dinilai shahih oleh yang
bersangkutan. Ketiga: Ketetapan hukum berkisar pada illatnya, selama illat itu
ada, maka hukum tetap berlaku, dan bila illat itu telah tiada, maka gugur pula
keberlakuan hukum. Keempat: Perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya
tidak harus selalu diartikan wajib atau haram, tetapi bisa juga perintah itu
dalam arti anjuran, sedang larangan-Nya bisa juga diartikan sebaiknya
ditinggalkan. Kelima: Adat mempunyai peranan yang sangat besar dalam
penetapan hukum. Karena itu dinyatakan bahwa, Adat dapat berfungsi sebagai


23
Shihab, Jilbab, h. 122


20

syarat, dan apa yang ditetapkan oleh adat kebiasaan, dapat dinilai telah
ditetapkan oleh agama.
24

Demikian beberapa prinsip yang seringkali dikemukakan oleh para ulama
kontemporer, dan yang memang diakui juga oleh ulama masa lampau, namun
sebagian mereka baru menerapkannya jika memenuhi beberapa syarat, sedang
sebagian dari pendapat-pendapat yang baru muncul, tidak jarang dinilai oleh
ulama lainnya sebagai tidak memenuhi persyaratan yang semestinya.
25

Menyangkut masyaqqah, Ibnu Athiyah menyatakan: Berdasar redaksi
ayat, wanita diperintahkan untuk tidak menampakkan diri dan berusaha
menutup segala sesuatu yang berupa hiasan. Pengecualian adalah berdasarkan
keharusan gerak menyangkut (hal-hal) yang mesti, atau untuk perbaikan
sesuatu dan semacamnya.
26

Al-Qurthubi berkomentar bahwa, Pendapat Ibnu Athiyah ini baik. Hanya
saja karena wajah dan kedua telapak tangan seringkali (biasa) tampak. Maka
sebaiknya redaksi pengecualian kecuali yang tampak darinya dipahami
sebagai kecuali wajah dan kedua telapak tangan yang biasa tampak itu. ini
pendapat yang lebih kuat atas dasar kehati-hatian dan mempertimbangkan
kebejatan manusia.
27

Syekh Muhammad Ali As-Sais, salah seorang dosen Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Al-Azhar menulis bahwa, Dalam satu riwayat dari Imam
Abu Hanifah dinyatakan bahwa kedua kaki pun bukan aurat. Paham ini
mengajukan alasannya yaitu bahwa kaki lebih menyulitkan apabila harus
ditutup ketimbang tangan. Pakar hukum Abu Yusuf salah seorang murid
sekaligus sahabat Imam Abu Hanifah bahkan berpendapat bahwa kedua
tangan wanita bukan aurat, karena dia menilai bahwa mewajibkan untuk
menutupnya akan menyulitkan wanita.
28



24
Shihab, Jilbab, h. 127-130

25
Shihab, Jilbab, h. 131

26
Shihab, Jilbab, h. 132

27
Shihab, Jilbab, h. 132

28
Shihab, Jilbab, h. 133


21

Menyangkut masyaqqah, penulis setuju dengan apa yang dikatakan oleh
Al-Qurthubi yang mengatakan bahwa, sebaiknya redaksi pengecualian kecuali
yang tampak darinya dipahami sebagai kecuali wajah dan kedua telapak
tangan yang seringkali (biasa) tampak. Pendapat ini didasarkan atas kehati-
hatian.
Syekh Muhammad Suad Jalal salah seorang ulama Al-Azhar, Mesir
berpendapat bahwa:
Yang menjadi dasar dalam menetapkan apa yang boleh nampak dari
hiasan wanita adalah apa yang berlaku dalam adat kebiasaan suatu
masyarakat, sehingga dalam masyarakat yang tidak membolehkan
penampakkan lebih dari penampakkan kedua telapak tangan, maka
itulah yang berlaku buat mereka, sedangkan dalam masyarakat yang
membolehkan penampakkan lebih dari wajah dan kedua telapak
tangan, maka itulah yang berlaku buat mereka dan seterusnya.
29


Psikolog Indonesia Sarlito Wirawan menyatakan bahwa:
Ada dua pihak yang terkena dampak dari aurat yang terbuka; yang
bersangkutan sendiri dan yang melihatnya. Perasaan-perasaan yang
ditimbulkan ini, subjektif sifatnya, tergantung pada kondisi orang-
orang yang bersangkutan dan system nilai yang dianutnya. Wanita
Jawa yang masih berbusana tradisional menganggap biasa untuk
memperlihatkan dadanya bagian atas yang terbuka. Dan ini tidak
masalah bagi mereka.
30


Abu Ishaq Asy-Syatibi (w. 1388 M) mengatakan bahwa adat dari segi
wujudnya dalam kenyataan terbagi menjadi dua. Pertama, yang tidak berbeda
dari satu masa, tempat dan keadaan seperti kebutuhan makan dan minum,
gembira dan sedih, dan sebagainya. Kedua, yang berbeda akibat perbedaan
masa, tempat dan keadaan seperti mode pakaian, rumah dan sebagainya. Atas
dasar pandangan di atas, maka Muhammad Ath-Thahir Ibnu Asyur menulis
bahwa: cara-cara pemakaian jilbab (maksudnya di sini kerudung) berbeda-
beda sesuai dengan perbedaan-perbedaan keadaan wanita-wanita yang
dijelaskan oleh adat-istiadat. Sedang maksud, tujuannya di sini adalah apa


29
Shihab, Jilbab, h. 135

30
Shihab, Jilbab, h. 136


22

yang ditunjuk oleh Firman Allah: Yang demikian itu supaya mereka lebih
(mudah untuk) dikenal, sehingga mereka tidak diganggu.
31

Penulis setuju dengan apa yang dikatakan oleh Quraish Shihab, kendati
masyaqqah atau kesulitan dan adat kebiasaan menjadi bahan pertimbangan
dalam menetapkan hukum, tetapi itu bukanlah berarti bahwa semua
masyaqqah demikian itu halnya. Bepuasa misalnya, merupakan masyaqqah
bagi seorang dewasa yang sehat dan berakal, namun demikian itu mereka
memperoleh izin untuk tidak berpuasa. Masyaqqah yang dimaksud adalah
yang benar-benar mengakibatkan kesulitan dan kepayahan bagi yang
bersangkutan dan yang biasanya sulit dipikul oleh manusia dewasa yang
normal.
32

Penilaian terhadap apa yang dianggap rawan atau tidak rawan dari tubuh
wanita (aurat), memiliki kaitan dengan nalar dan adat kebiasaan suatu
masyarakat. Namun sama sekali bukan berarti agama melepaskan kendali
kepada adat kebiasaan, tanpa kontrol dari prinsip-prinsip ajaran Islam serta
norma-norma umum. Menjadikan adat kebiasaan sebagai dasar penetapan
hukum tanpa kontrol nilai-nilai agama dan dalam koridornya, mengakibatkan
runtuhnya nilai-nilai agama, sedang salah satu tujuan pokok kehadiran agama
adalah memelihara kelangsungan-kelangsungan nilai-nilainya. Betapapun
longgarnya seorang ulama atau cendekiawan muslim dalam hal aurat, masing-
masing mereka tetap menegaskan adanya bagian-bagian tubuh-baik pria
maupun wanita-yang selalu dapat menimbulkan rangsangan sehingga harus
tetap tertutup, kendati bagian tubuh itu telah terbiasa kelihatan.
Muhammad Said Al-Asymawi dalam buku Haqiqat Al-Hijab Wa Hujjiyat
Al-Hadits yang memuat polemik antara Al-Asymawi dengan Muhammad
Sayyid Thanthawi. Al-Asymawi yang merupakan mantan Hakim agung Mesir
itu mengemukakan pendapatnya tentang makna QS. An-Nuur [24]: 31 berikut
ini:


31
Shihab, Jilbab, h. 138-139

32
Shihab, Jilbab, h. 134


23

Sebab turun ayat ini adalah karena wanita-wanita pada zaman Nabi
saw. Menutup kepala mereka dengan kerudung-kerudung dan
mengulurkannya ke arah punggung mereka sehingga bagian atas
dada dan leher dibiarkan tanpa sesuatu pun yang menutup keduanya.
Maka ayat di atas memerintahkan wanita-wanita mukminah agar
mengulurkan kerudung mereka (ke arah depan) sehingga menutup
lubang baju (tempat masuknya kepala pada jilbab) guna menutup
dada mereka. Ayat di atas bertujuan memerintahkan menutup dada
sebagai ganti keterbukaannya dan bukan bermaksud menetapkan
pakaian tertentu. Boleh jadi juga -lanjut Al-Asymawi- illat ketetapan
hukum pada ayat ini adalah mewujudkan perbedaan antara wanita-
wanita mukminah dengan yang bukan mukminah. Ketetapan hukum
dalam setiap perintah di atas merupakan ketetapan hukum sementara.
Ayat ini berkaitan dengan kebiasaan wanita-wanita Arab pada masa
turunnya al-Quran, yakni at-tabadzdzul (kurang memperhatikan
kesopanan dalam berpakaian dan bertingkah laku). Kaidah dalam
ilmu Ushul Fiqh menyatakan bahwa Ketetapan hukum selalu
berbarengan dengan illat dalam keberlakuan hukum itu atau ketidak
berlakuannya. Illat hukum yang disebut pada ayat itu kini telah tiada,
karena pada masa ini tidak ada lagi hamba-hamba sahaya. Ini berarti
ketetapan hukum menjadi batal dan tidak wajib diterapkan berdasar
syariat agama.
33


Muhammad Sayyid Thanthawi, Mufti Mesir, dalam bantahannya menilai
pandangan serta kesimpulan yang diberikan oleh al-Asymawi merupakan
penafsiran yang jauh dari kebenaran, karena Ayat Suci itu jelas
memerintahkan Nabi saw. agar memerintahkan isteri-isteri beliau, anak-anak
perempuan beliau, wanita-wanita mukminah agar senantiasa memperhatikan
al-Hisymah (kesopanan, ketertutupan dan rasa malu) dalam segala keadaan
mereka.
34

Sekian banyak syarat yang harus dipenuhi untuk menamakan sesuatu
sebagai illat. Salah satu di antaranya adalah ia merupakan sesuatu yang jelas
lagi dapat terukur dan yang atas dasar adanya hukum ditetapkan, lalu
sebaliknya atas dasar ketiadaannya lagi hukum terangkat (tidak berlaku lagi).
Tetapi, kalau sesuatu itu tidak dapat terukur, maka ia dinamakan hikmah
bukan illat. Yang penting dalam konteks pakaian wanita adalah memakai
pakaian yang terhormat -sesuai dengan perkembangan budaya positif yang


33
Shihab, Jilbab, h. 141-145

34
Shihab, Jilbab, h. 145-146


24

terhormat- dan yang mengantar mereka tidak diganggu atau mengganggu
dengan pakaiannya itu. Apakah keterhormatan dan ketidakhormatan seseorang
merupakan sesuatu yang jelas serta dapat terukur sehingga ia dinamai illat?
Dalam konteks pakaian yang terhormat, sementara pakar kontemporer
menyimpulkan bahwa maksimal yang dapat terbuka dari tubuh wanita adalah
lehernya ke atas, serta setengah tangannya dan setengah betisnya.
35

Said al-Asymawi menambahkan bahwa:
Ayat-ayat yang ditunjuk (sebagai dalil kewajiban memakai jilbab)
tidaklah mengandung ketetapan hukum yang qathiy (pasti).
Seandainya salah satu dari ayat-ayat tersebut mengandung makna
kepastian itu, maka tentu tidaklah dibutuhkan adanya penegasan
tentang hukum itu untuk kedua kalinya dan pada ayat yang lain.
Keragaman ayat-ayat itu menunjukkan bahwa setiap ayat
mempunyai arah khusus dan tujuan tertentu serta perbedaan dengan
yang lain, karena manusia penetap hukum pun tidak melakukan
pengulangan atau sesuatu yang tidak berguna, apalagi Tuhan Penetap
Hukum yang Maha Agung.
36


Mengenai hal ini Quraish Shihab berpendapat bahwa:
Logika al-Asymawi di atas tidak sepenuhnya tepat. Al-Quran
bukanlah Kitab hukum yang disusun sebagaimana kitab hukum
ciptaan manusia. Al-Quran menganekaragamkan redaksi-redaksi
tuntunannya sehingga ketetapan hukumnya tersusun dalam bahasa
yang segar dan menyegarkan, tidak kaku sebagaimana kitab ciptaan
manusia. Tidak jarang Wahyu Illahi itu mengulangi tuntunannya,
karena boleh jadi di kali pertama manusia belum menyambutnya
dengan baik, atau ditujukan kepada pihak lain yang belum
melaksanakannya secara sempurna. Itu sebabnya, berulang-ulang
perintah al-Quran untuk melaksanakan shalat, zakat dan lain-lain.

3. Syarat-Syarat Mengenakan busana muslimah (jilbab)
a. Hendaknya menutupi seluruh badan atau kecuali wajah dan telapak
tangan
37



35
Shihab, Jilbab, h. 147-148

36
Shihab, Jilbab, h. 148-149

37
Muhammad ibn Ismail al-Muqaddam, dkk, Jilbab Itu Cahayamu, (Jakarta: Mirqat, 2007)
Cet. I, h. 47


25

Seperti yang dikatakan oleh para ulama klasik. Dan terjadi perbedaan
pendapat tentang menyingkap kedua lengan, betis dan leher pada ulama
kontemporer.
b. Tidak menjadikan jilbab itu sendiri sebagai hiasan
Dengan adanya perintah berjilbab Allah Swt telah memerintahkan wanita
untuk menutupi perhiasannya. Sehingga sangatlah tidak masuk akal apabila
para wanita malah berhias dengan jilbab itu sendiri.
38

c. Hendaknya terbuat dari kain tebal dan tidak transparan
Sebab fungsi jilbab tidak terealisasi kecuali dengan pakaian tersebut.
Dengan model pakaian yang transparan malah menjadikan wanita terlihat
telanjang.
39

d. Hendaknya berbentuk lebar, longgar dan tidak sempit
Sebab tujuan dari berhijab adalah menghindari fitnah. Adapun pakaian
yang sempit akan memperlihatkan seluruh lekuk tubuh wanita. Yang akan
memberi gambaran pada pandangan kaum lelaki. Dan berujung pada
kerusakan serta timbulnya fitnah.
40

e. Bukan dipakai sebagai pakaian syuhrah
Adapun definisi pakaian syuhrah adalah segala jenis pakaian yang
dimaksudkan untuk terkenal di mata manusia. Termasuk di dalamnya pakaian
mewah lagi mahal yang dipakai untuk berbangga diri di dunia dengan segala
perhiasannya.
41

f. Tidak memilih warna kain yang kontras (menyala), sehingga
menjadi pusat perhatian orang.
42

Warna yang terlalu menyala akan membuat wanita menjadi pusat
perhatian. Ini akan mengundang pandangan laki-laki dan kemungkinan
berimplikasi pada hal-hal yang kurang baik.
g. Busana tidak bercorak glamour


38
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 47

39
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 47-48

40
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 48

41
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 50

42
Abdul Hamid Al-Bilaly, Apa Yang Menghalangi Seorang Wanita Berjilbab, (Jakarta:
Yayasan Al-Sofwa, 2000), Cet. III, h. 65


26

Dilarang bagi seorang wanita muslimah, memilih berbagai corak pakaian
yang hanya menuruti tuntutan kesenangannya dan sama sekali tidak ada
relevansinya dengan prinsip-prinsip busana.
43


4. Keutamaan Jilbab
a. Jilbab adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
Allah Subhaanahu wa Taala telah mewajibkan taat kepada-Nya dan
Rasul-Nya.
44
Allah Swt berfirman:
+' ,, ' '-' ',-, ''' _- '-' ,--,- '', ,-,-' ' '-,
,-- ''''- .- -- ',-, ''' , -, -' - -,='' ' .

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata. (QS. al-Ahzab [33]: 36)
45


Perintah berjilbab jelas tercantum dalam Surat An-Nuur Ayat 31,
bagaimanapun interpretasi para ulama baik ulama klasik maupun ulama
kontemporer dalam menentukan batasan hijab.
b. Menjaga iffah (kesucian diri)
Allah Swt. menjadikan perintah berhijab sebagai bentuk menjaga kesucian
diri.
46
Allah Berfirman:
- +,'= ,--, ,--,-'' -'--, =-'--, ==','' . --'' '+,'',
, ,-,, '' , ' _--' ='- +-,-''= '-,= ',-= ''' '
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang-orang mukmin: hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal. (QS. Al-
Ahzab [33]: 59)
47



43
Abu Al-Ghifari, Kudung Gaul Berjilbab Tapi Telanjang, (Bandung: Mujahid, 2002), Cet. II,
H. 63

44
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 5

45
Departemen Agama RI, Al Quran Al Karim dan Terjemahnya, (Semarang: PT Karya Toha
Putra, 1996), h. 337

46
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 6

47
Departemen Agama, Al Quran, h. 340


27


Jilbab berfungsi untuk menutupi aurat dan menjadikan mereka wanita-
wanita yang terpelihara. Firman Allah, karena itu mereka tidak diganggu
dengan berhijab, niscaya orang-orang fasiq tidak lagi mengganggu mereka.
Dan dalam ayat tersebut karena itu mereka tidak diganggu terdapat isyarat
bahwa kebaikan seorang wanita ketika itu ia tidak lagi mendapat gangguan
dengan hijab tersebut, dan aman dari fitnah dan kejahatan.
c. Jilbab adalah buah keimanan
Tidaklah Allah Taala menurunkan ayat tentang hijab kecuali ditujukan
kepada wanita-wanita yang beriman.
48
Firman Allah:
-'--,-'' .,

Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman. (QS. An-
Nuur [24]: 31).
49


Dalam ayat lain:
,--,-'' -'--, .
Dan wanita-wanita beriman. (QS. Al-Ahzab [33]: 59).
50


d. Jilbab adalah pakaian taqwa
Allah Berfirman:
,,--'' '-', '-,, -',- ',, '-'-' ,'= '-'-' - -'- --',
,= ='-

Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang baik. (QS. Al-Araf [7]:
26)
51


e. Jilbab adalah bagian dari sifat malu


48
Al-Muqaddam, dkk., Jilbab, h. 9

49
Departemen Agama, Al Quran, h. 282

50
Departemen Agama, Al Quran, h. 340

51
Departemen Agama, Al Quran, h. 121



28

Seperti yang dikatakan tentang definisi aurat, yaitu sesuatu yang
menimbulkan birahi/syahwat, membangkitkan nafsu angkara murka
sedangkan ia mempunyai kehormatan dibawa oleh rasa malu supaya ditutup
rapi dan dipelihara.
f. Jilbab membangkitkan Girrah (rasa cemburu)
Jilbab juga sesuai dengan rasa cemburu yang telah menjadi kodrat bagi
seorang laki-laki normal. Yang merasa tidak senang dari tatapan liar kepada
isteri dan anak-anaknya.
52


5. Faktor-Faktor Yang Menghalangi Seseorang Mengenakan Jilbab
a. Membendung gejolak seksual
Gejolak nafsu seksual pada setiap manusia adalah sangat besar dan
membahayakan. Ironinya, bahaya itu timbul ketika nafsu tersebut ditahan dan
dibelenggu. Jika terus-menerus ditekan, ia bisa mengakibatkan ledakan
dahsyat.
53
Maksudnya hijab malah menimbulkan bahaya yang lebih besar dari
syahwat manusia.
Dalam sebuah buku di Berjudul Crime In U.S.A terbitan Pemerintah
federal di Amerika halaman 6 buku tertulis: Setiap kasus perkosaan yang ada
selalu dilakukan dengan cara kekerasan dan itu terjadi di Amerika setiap enam
menit sekali.
54

Sebab turunnya Surat Al-Ahzab Ayat 59, -sebagaimana yang dikatakan
oleh Imam Qurthubi dalam Tafsirnya- karena para wanita biasa melakukan
buang air di padang terbuka sebelum dikenalnya kakus (tempat buang air
khusus dan tertutup). Di antara mereka itu dapat dibedakan antara budak
dengan wanita merdeka. Perbedaan itu bisa dikenali, yakni kalau wanita-
wanita merdeka mereka menggunakan hijab. Dengan begitu para pemuda
enggan mengganggunya.
55
Jadi hijab akan menghalangi niat pemuda untuk
mengganggu wanita yang mengenakan jilbab.


52
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 10

53
Al-Bilaly, Apa, h. 13

54
Al-Bilaly, Apa, h. 15

55
Al-Bilaly, Apa, h. 17


29

Jadi menurut hemat penulis, seseorang yang enggan mengenakan jilbab
dengan alasan di atas tidaklah tepat, dengan alasan:
1) Data statistik telah mematahkan alasan mereka.
2) Yang membangkitkan nafsu seksual laki-laki adalah tatkala ia
melihat kecantikan wanita, baik wajah atau anggota tubuh yang
mengundang syahwat. Seseorang tidak mungkin melawan
fitrah yang diciptakan Allah (kecuali mereka yang dirahmati
Allah), sehingga bisa memadamkan gejolak syahwatnya tatkala
melihat sesuatu yang membangkitkannya.
3) Orang yang mengaku bisa mendiagnosa nafsu seksual yang
tertekan dengan mengumbar pandangan mata kepada wanita
cantik dan telanjang sehingga nafsunya akan terpuaskan. Maka
yang ada dua kemungkinan:
Pertama: orang itu adalah laki-laki yang tidak bisa
terbangkitkan nafsu seksualnya meski oleh godaan syahwat
yang bagaimanapun (bentuk dan jenisnya), ia termasuk orang
yang dikebiri kelaminnya sehingga dengan cara apapun mereka
tidak akan merasakan keberadaan nafsunya.
Kedua: laki-laki yang lemah syahwat atau impoten.
56

b. Belum mantap
Yang berdalih dengan dalih ini tidak bisa membedakan dua hal. Yakni
antara perintah Tuhan dan perintah manusia. Jika perintah itu datangnya dari
manusia, maka manusia bisa benar dan bisa salah. Adapun jika perintah itu
salah satu dari perintah Allah, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk
mengatakan, saya belum mantap.
57

Allah Swt Berfirman:
+' ,, ' '-' ',-, ''' _- '-' ,--,- '', ,-,-' ' '-,
''''- .- -- ',-, ''' , -, -' - -,='' '-,--
Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak juga
perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah


56
Al-Bilaly, Apa, h. 19

57
Al-Bilaly, Apa, h. 20


30

menetrapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS. Al-Ahzab [33]: 36)
58


,--'' =,'', '-- =-'-= '-=', '--- ','',

Kami dengar dan kami taat. (mereka berdoa), ampunilah kami
Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. (QS. Al-
Baqarah [2]: 285)
59


Ketika Allah memerintahkan kita dengan suatu perintah, Dia Maha
mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita. Demikian pula ketika
memerintahkan wanita berhijab.
Kita meyakini, yang menciptakan manusia dan membentuknya adalah
Tuhan manusia, yaitu Allah. Karena itu, sangat wajar jika Allah yang lebih
mengetahui tentang apa yang membahayakan dan yang memberi manfaat bagi
manusia.
c. Iman itu letaknya di hati
Mereka berusaha menafsirkan sebagian hadits tetapi tidak sesuai dengan
yang dimaksudkan. Seperti sabda Nabi SAW:
_'' =-, -' ', ,- _'' '', -'-=' _'' =-,` -' '
- ,'
Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah)
dan harta kekayaanmu, tetapi dia melihat hati dan amalmu
sekalian.

Dengan hadits ini Rasulullah hendak menjelaskan makna keikhlasan bagi
diterimanya suatu amal perbuatan.
60

Definisi iman menurut jumhur ulama Ahlussunnah wal Jamaah adalah:
keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan dan pelaksanaan dengan
anggota badan.
61
Orang yang beriman hanya dengan hatinya tapi tidak


58
Departemen Agama, Al Quran, h. 337

59
Departemen Agama, Al Quran, h. 38

60
Al-Bilaly, Apa, h. 27

61
Al-Bilaly, Apa, h. 28


31

disertai dengan amalan anggota badan, merupakan suatu kebohongan atau
mungkin ketidaktahuan.
Allah Swt Berfirman:
- ', ---', _-' ,'-' ''' ',-=- -'' ',-=-' -''-'' '-' -',
,'''
Ia (iblis) enggan dan takabur dan dia termasuk golongan orang-
orang kafir. (QS. Al-Baqarah [2]: 34)
62


d. Allah belum memberikan hidayah
Bagaimana seseorang mengetahui bahwa Allah belum memberinya
hidayah? Jika ada yang mengakui hal ini maka ada salah satu dari dua
kemungkinan:
Pertama: Dia mengetahui ilmu ghaib yang ada di dalam kitab yang
tersembunyi (lauhul mahfuzh).
Kedua: Ada mahluk lain yang mengabarkan padanya tentang nasib
dirinya, bahwa dia termasuk wanita yang akan mendapatkan hidayah.
63

Kedua jawaban itu tidak mungkin adanya.
Allah menciptakan potensi dalam diri setiap mukallaf untuk memilih
antara jalan kebenaran atau jalan kebathilan. Jika dia memilih jalan kebenaran
menurut kemauannya sendiri maka hidayah taufiq akan datang kepadanya.
Jika dia memilih jalan kebathilan menurut kemauannya sendiri, maka
Allah akan menambahkan kesesatan padanya dan Dia mengharamkan
mendapatkan hidayah taufiq.
64

Allah berfirman:
'- ',' '-' _-= '-- -='' ' ---,' '''-'' ' - .
'-'- - , - ,-',- ='-'' '-', -'-'' '-' ,-=,,
'--= --',
Katakanlah: Barangsiapa yang berada dalam kesesatan, maka
biarlah Tuhan yang Maha Pemurah memperpanjang tempo
baginya. (QS. Maryam [19]: 75)
65



62
Departemen Agama, Al Quran, h. 6

63
Al-Bilaly, Apa, h. 30

64
Al-Bilaly, Apa, h. 31-32


32


Sunnatullah dalam perubahan nasib, hanya akan terjadi jika manusia
memulai dengan mengubah terlebih dahulu dirinya sendiri.
66
Allah berfirman:
'' ''' ' +---'- '- ',,, _-= ,,-- '- ,,
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. (QS. Ar-Raad [13]: 11)
67


e. Takut tidak laku nikah
Pangkalnya adalah perasaan bahwa para pemuda tidak akan ada yang mau
memutuskan menikah kecuali jika dia telah melihat badan, rambut, kulit,
kecantikan dan perhiasan sang gadis. Jika ia berhijab atau memakai cadar,
tentu tidak ada yang bisa dilihat darinya, sehingga enggan mengambil
keputusan untuk menikahinya.
68

Bisa jadi sikap gadis-gadis yang memperlihatkan aurat akan menjadi
bumerang bagi dirinya. Betapa banyak tindakan itu malah membuat para pria
enggan menikahinya. Mereka beranggapan, jika wanita itu berani melanggar
salah satu perintah Allah, yaitu hijab, tidak menutup kemungkinan dia akan
berani melanggar perintah-perintah yang lain.
f. Masih belum dewasa
Sebenarnya anak-anak tersebut sudah memiliki niat untuk memakai hijab,
tetapi kemudian ditunda karena hal ini.
69

Ada di antara mereka yang berkata: jangan sampai melarangnya
menikmati kehidupan. Dia toh masih belum dewasa. Dia masih senang
pakaian yang indah, bersolek dengan berbagai macam make up serta masih
suka menampakkan kecantikannya. Semua ini membuatnya lebih berbahagia
dan menikmati hidup
Yang benar adalah ketika seorang gadis mendapatkan haidh, seketika itu
pula ia wajib berhijab.


65
Departemen Agama, Al Quran, h. 248

66
Al-Bilaly, Apa, h. 34

67
Departemen Agama, Al Quran, h. 199

68
Al-Bilaly, Apa, h. 36

69
Al-Bilaly, Apa, h. 38


33

g. Mode dan bukan hijab
Sebagian wanita ada yang berpendapat: tidak ada yang disebut dengan
hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka jika itu hanya mode, kenapa harus
dipaksakan untuk mengenakannya?
Ada enam macam alasan yang karenanya seorang wanita mengenakan
hijab:
Pertama: untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya
Kedua: untuk bisa mendapatkan jodoh
Ketiga: untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya orang baik-baik (riya).
Keempat: untuk mengikuti mode
Kelima: karena paksaan dari kedua orang tuanya,
Keenam: karena mengikuti aturan-aturan syariat.
Selain berhijab karena alasan yang terakhir, maka adalah keliru dan bukan
karena mengharap ridha Allah.
70

h. Menghalangi berhias
Wanita yang memamerkan tubuhnya dan bersolek agar semua orang
mengetahui kecantikan dan kelebihan diriku. Berarti rela kecantikkannya itu
dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh, rela menjadi barang dagangan
yang murah, bagi semua orang, baik yang jahat maupun yang terhormat.
71

i. Jilbab Menciptakan Pengangguran Sebagian Sumber Daya
Masyarakat
Menurut mereka, hijab akan menghalangi wanita untuk beraktivitas dan
bekerja. Islam menyuruh wanita untuk tetap tinggal di rumah.
72

Hal ini dapat disanggah oleh beberapa argumen:
Pertama: pada dasarnya wanita itu memang lebih baik tetap tinggal di
rumahnya.
Kedua: Islam memandang bahwa pendidikan anak, penanaman nilai-nilai
ahlak dan bimbingan terhadap mereka sebagai kewajiban yang paling hakiki.
Ketiga: Islam tidak membebani wanita untuk mencari nafkah.


70
Al-Bilaly, Apa, h. 63-64

71
Al-Bilaly, Apa, h. 66

72
Al-Bilaly, Apa, h. 69


34

Keempat: Islam sangat memperhatikan perlindungan terhadap masyarakat
dari kehancuran.
Kelima: Islam tidak melarang wanita bekerja.
Keenam: dalam kondisi terpaksa, Islam tidak melarang wanita untuk
bekerja, selama berpegang teguh dengan tuntunan syariat.
73

j. Orang Tua Dan Suami Melarang Berjilbab
Dasar permasalahan ini adalah, bahwa ketaatan kepada Allah harus
didahulukan daripada ketaatan kepada mahluk, siapapun dia. Setelah ketaatan
kepada Allah kedua orang tua lebih berhak untuk ditaati, selama keduanya
tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Menyelisihi wali karena
melaksanakan perintah Allah adalah di antara bentuk taqarrub kepada Allah
yang paling agung, dan itu sekaligus bentuk dakwah kepada wali.
74


C. Perintah Berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31
Di antara yang banyak menjadi rujukan dalam memahami perintah
berjilbab adalah al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31.
75
Allah swt. berfirman:
,--, '', +=, =-,, '--' - --, -'--,-'' .,
,--, '', +-,,= _'= -=- --,', '+-- + '- ''' +--,
' +-'-'- ,' +-',-' ''' +--, -'--' ,' +-'--' ,' +-',- -'-'- ,
-- ,' +-',=' -- ,' +-',=' -- ,' +-',=' ,' +-',-
,' ,= ,-'-'' ,' +-'-,' '- '- ,' +-'-- ,' +-',=' -'' '
'', -'--'' -',= _'= ',+=, ' ,-'' .-'' ,' '='' -
',-= ''' _'' ',-,-, +--, - ,-=, '- ',' +'='- --,
,'-- '' ,--,-'' '+,'
Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka
menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan
mereka dan janganlah mereka menampakan hiasan mereka kecuali
yang nampak darinya dan hendaklah mereka menutupkan kerudung
mereka ke dada mereka, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-
putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara


73
Al-Bilaly, Apa, h. 69-70

74
Al-Bilaly, Apa, h. 73

75
Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, (Yogyakarta: LkiS, 2002), Cet. II, H. 56


35

perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan, atau anak-anak yang belum mengerti aurat
wanita, dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang mukmin agar kamu
beruntung. (QS. An-Nuur [24]: 31)
76


1. Sebab Turunnya Ayat
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Asma banti Murtsid, pemilik
kebun kurma sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain di kebunnya
tanpa mengenakan kain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya,
dada, dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma: Alangkah buruknya
(pemandangan) ini. Turunnya ayat ini (sampai auraatin nisaa) berkenaan
dengan peristiwa tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil
yang bersumber dari Jabir Ibn Abdillah ).
77

Shafiyah Binti Syaibah pada suatu waktu berada di tempat Aisyah isteri
Rasulullah. Ia menuturkan tentang wanita Quraisy dengan berbagai
keutamaannya. Maka Aisyah berkata: Wanita Quraisy dalam beberapa hal
mempunyai keutamaan dan kelebihan. Namun demi Allah aku melihat wanita
Anshar lebih mulia. Sebab mereka sangat menaati dan jujur kepada
Kitabullah, dan sangat memperhatikan setiap wahyu yang turun. Dialog ini
terjadi ketika ayat ke-31 diturunkan dan dilatarbelakangi oleh peristiwa Asma
Binti Murtsid. (HR. Ibnu Hatim dari Shafiyah binti Syaibah)
78

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang wanita membuat dua
kantong perak yang diisi dengan untaian batu-batu mutu manikam sebagai
perhiasan kakinya. Apabila ia lewat di hadapan sekelompok orang, ia
memukulkan kakinya ke tanah sehingga kedua gelang kakinya bersuara
karena beradu. Maka turunlah lanjutan ayat ini dari wa la yadhribna bi
arjulihinna sampai akhir ayat ini yang melarang wanita mengerakkan


76
Departemen Agama, Al Quran, h. 282

77
Qamaruddin Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul II, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000),
Cet. X, h. 383

78
A. Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), Cet. I, h. 620


36

anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian laki-laki. (Diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadlrami).
79


2. Tafsir Ayat
Ayat ini berisi pedoman pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan
muhrim. Ayat ini merupakan perintah dari Allah bagi kaum wanita mukmin
dan merupakan penghargaan dari Allah bagi suami mereka serta sebagai
perbedaan antara mereka dengan wanita jahiliah dan perilaku wanita musyrik.
Hukum yang terkandung dalam ayat ini adalah di antara hukum yang
bertujuan menjaga akhlak, memelihara nasab, mencegah perbuatan keji dan
menjauhkan dari zina.
80

Setiap perintah di dalam al-Quran yang ditujukan bagi kaum mukmin
berarti juga ditujukan bagi kaum wanita mukminah. Allah mengulang hukum
di dalam ayat ini untuk kaum wanita mukminah karena mereka jauh lebih
membutuhkan kepadanya.
81

Penulis membagi perintah dalam Surat An-Nuur ini menjadi enam, yaitu
perintah kepada kaum wanita mukminah untuk:
a. Menahan sebagian pandangan
Tafsir potongan ayat ini menurut beberapa penafsir adalah: Katakanlah
wahai pendidik dan penanggung jawab kaum wanita, apakah engkau itu
seorang hakim, suami, atau seorang pengajar, katakanlah kepada mereka,
hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka.
82

M. Quraish Shihab menafsirkan potongan ayat ini, yakni tidak
membukanya lebar-lebar untuk melihat segala sesuatu yang terlarang, tetapi
tidak juga menutupnya sama sekali sehingga merepotkan mereka.
83



79
Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul, h. 383

80
Mahmud Hajazy, At-Tafsiir Al-Wadhih Juz 11-20, (Beirut: Daarul Jiil, 1993), Cet. X, h. 673-
674

81
Hajazy, At-Tafsiir, h. 674

82
Hajazy, At-Tafsiir, h. 674

83
Shihab, Jilbab, Cet. I, h. 67


37

Imam Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman
menafsirkannya. Menahan sebagian pandangan mereka dari apa yang tidak
dihalalkan bagi mereka untuk melihatnya.
84

Tafsir potongan ayat ini dalam kitab Al-Quran dan Tafsirnya, Jangan
melihat yang tidak halal bagi mereka seperti aurat laki-laki maupun
perempuan antara pusat sampai lutut. Tetapi hendaklah mereka membatasi
penglihatan mereka.
85
Memejamkan sebagian pandangan mereka, perempuan
tidak boleh memperlihatkan sebagian tubuh di antara pusat sampai lutut.
86

Sebagian ulama berpandangan bahwa wanita tidak boleh melihat laki-laki
asing secara mutlak, dan sebagian lagi berpandangan bahwa wanita boleh
melihat laki-laki lain jika tidak disertai dengan syahwat.
87

Ahmad Mustafa Al-Maraghi menafsirkan, maka janganlah mereka
memandang aurat laki-laki dan aurat wanita yang mereka tidak dihalalkan
memandangnya (antara pusar dan lutut). Demikian juga bila mereka
memandang selain itu dengan dorongan syahwat, maka hukumnya haram.
Tetapi jika tidak dengan dorongan syahwat maka hukumnya tidak haram.
Namun demikian, menahan pandangan dari laki-laki asing adalah lebih baik
bagi mereka.
88

Dari beberapa penafsiran para ulama di atas penulis menyimpulkan bahwa
kandungan perintah yang terdapat dalam ayat menahan sebagian pandangan
adalah, membatasi penglihatan, tidak membukanya lebar-lebar untuk melihat
segala sesuatu yang terlarang, seperti aurat laki-laki maupun perempuan antara
pusat sampai lutut. tetapi tidak juga menutupnya sama sekali sehingga
merepotkan mereka. Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada


84
Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul Jalalaini, (Damaskus: Darul
Basyair, 1993), Cet. I, h. 206

85
M. Sonhadji, dkk., Al-Quran dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf), h. 623

86
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet. II, h. 795

87
Muhammad Nasib Ar-RifaI, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, penerjemah Syihabuddin,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cet. I, h. 488

88
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1993),
Cet. II, h. 179


38

mendapatkan manfaat, penulis berpendapat bahwa wanita tidak boleh melihat
aurat laki-laki asing kecuali dalam keadaan dharurat.

b. Memelihara Kemaluan
Tafsir potongan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh para pakar
Tafsir: Memelihara secara utuh dan sempurna kemaluan mereka, sehingga
sama sekali tidak menggunakannya kecuali pada yang halal, tidak juga
membiarkannya terlihat kecuali pada siapa yang boleh melihatnya.
89

Memelihara kemaluan mereka dari apa yang tidak boleh mereka lakukan
dengannya.
90
Menjaga kelamin mereka jangan sampai mereka berzina atau
terlihat oleh orang lain (yang tidak boleh melihatnya).
91
Memelihara kemaluan
mereka, tidak boleh menampakkan anggota rahasia kepada seseorang
sebagaimana harus memelihara diri dari zina.
92
Memelihara kemaluan dari
berbagai bentuk pencabulan seperti zina dan perbuatan lain yang ditimbulkan
oleh penglihatan.
93
Hendaklah mereka mereka memelihara kemaluannya dari
perbuatan yang diharamkan seperti berzina, dan hendaknya mereka
menutupinya agar tidak dilihat oleh seorangpun.
94

Dari Tafsir yang dikemukakan oleh para pakar Tafsir di atas penulis
menyimpulkan bahwa Allah memerintahkan kaum wanita mukminah untuk
memelihara kemaluannya dari segala perbuatan yang akan membawa mereka
pada perzinahan.

c. Tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali yang tampak di
dekat pria asing (ajnabiy)
Para ulama menafsirkan potongan ayat ini: Janganlah mereka
menampakkan tempat-tempat terletaknya perhiasan mereka. Sesungguhnya
Allah melarang dari perhiasan yang maksudnya adalah tempat-tempat


89
Shihab, Jilbab, h. 67

90
Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 206

91
Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 623

92
Ash Shiddieqy, Al-Bayan:, h. 795

93
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 488

94
Al-Maraghi, Terjemah, h. 179


39

terletaknya perhiasan mereka sebagai penguatan atau penekanan dalam
mencegahnya. Kecuali yang sudah terjadi dalam kebiasaan untuk
memperlihatkannya dikarenakan untuk melakukan hal-hal yang dharurat
seperti memperlihatkan wajah dan kedua telapak tangan.
95
Janganlah mereka
menampakan hiasan, yakni pakaian atau bagian tubuh mereka yang dapat
merangsang lelaki, kecuali yang biasa nampak darinya atau kecuali yang
terlihat tanpa maksud untuk memperlihatkannya.
96
Janganlah mereka
menampakkan atau memperlihatkan perhiasan mereka kecuali yang biasa
nampak darinya yakni wajah dan kedua telapak tangan. Dan diperbolehkan
memperlihatkannya bagi seorang ajnabiy (asing) apabila tidak takut timbul
fitnah dan apabila hal ini ditakutkan menimbulkan fitnah maka diharamkan.
97

Jangan menampakkan perhiasan mereka kepada orang lain kecuali yang tidak
dapat disembunyikan menurut adat istiadat mereka kecuali yang terletak pada
bagian aurat mereka. Boleh menampakkan seluruh perhiasan mereka kepada
suami mereka, dan boleh juga kepada orang-orang yang dikecualikan oleh
ayat di atas, kecuali apa yang di antara pusat sampai lutut.
98
Tidak
memperlihatkan hiasan-hiasan mereka, terkecuali yang biasa terlihat yaitu
muka dan telapak tangan.
99
tidak boleh menampakkan perhiasannya
sedikitpun kepada pria asing, kecuali perhiasan yang tidak mungkin
disembunyikan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa yang tampak itu adalah
wajah, kedua telapak tangan dan cincin. Inilah pendapat yang dikenal oleh
mayoritas ulama.
100
Hendaklah mereka tidak menampakkan sedikitpun dari
perhiasannya dari laki-laki asing, kecuali apa yang biasa tampak dan tidak
mungkin disembunyikan, seperti cincin, celak mata dan lipstick. Yang harus
disembunyikan seperti gelang tangan, gelang kaki, kalung, mahkota,


95
Hajazy, At-Tafsiir, h. 674

96
Shihab, Jilbab, h. 67

97
Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul Jalalaini, h. 206

98
Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 623

99
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR., Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet. II, h. 795

100
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 489


40

selempang dan anting-anting, karena semua perhiasan ini terletak pada bagian
tubuh, kecuali oleh orang-orang yang dikecualikan ayat di atas.
101

Potongan ayat ini kecuali yang tampak menimbulkan perbedaan
interpretasi di kalangan ulama. Ulama klasik sebagian menafsirkan perhiasan
yang tampak adalah pakaian wanita, dan sebagian lagi menafsirkan perhiasan
yang tampak adalah wajah dan kedua telapak tangan wanita. Ada lagi
penafsiran dari para ulama kontemporer yang akan penulis bahas pada
pembahasan selanjutnya.
Potongan ayat ini menunjukkan batas-batas aurat wanita. Penulis
sependapat dengan mayoritas ulama yang menyatakan bahwa aurat wanita
adalah muka dan telapak tangannya. Penulis tidak sependapat dengan ulama
yang memperbolehkan memperlihatkannya bagi seorang ajnabiy (asing)
apabila tidak takut timbul fitnah dan apabila hal ini ditakutkan menimbulkan
fitnah maka diharamkan. Dalam hal memperlihatkan yang terkena dampak
adalah orang yang melihat. Dalam hal ini seorang wanita tidak dapat
menentukan dengan pasti apakah memperlihatkan perhiasannya itu dapat
menimbulkan fitnah atau tidak.
Jadi kesimpulannya, ayat ini memerintahkan kaum wanita mukminah
untuk tidak menampakkan perhiasannya yakni semua yang indah yang
terdapat dalam diri seorang wanita, kecuali yang biasa tampak, Yakni wajah
dan kedua telapak tangan seperti yang dikatakan oleh mayoritas ulama, di
dekat pria asing (ajnabiy).

d. Menutupkan kerudung mereka ke dada mereka
Tafsir Ayat ini menurut beberapa penafsir adalah: Menutupkan kain
kudung ke dadanya, atau menutup kepala-kepala, leher-leher dan dada-dada
mereka dengan penutup.
102
Menutupkan kain kerudung ke dada, jangan ke
belakangnya sehingga leher dan sebagian dada kelihatan.
103
hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya yakni sekitar leher dan dan dada agar


101
Al-Maraghi, Terjemah, h. 180

102
Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 206

103
Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 624


41

mereka berbeda dari wanita jahiliah yang suka membukakan dada, leher dan
kepang rambutnya.
104
Al-Khumur merupakan bentuk jamak dari khimar yang
berarti sesuatu yang digunakan untuk menutupi kepala. Hendaknya mereka
membelitkan sisa kain penutup kepala ke leher dan dada hingga tertutup.
105

Hendaklah mereka mengulurkan kudungnya ke dada bagian atas di bawah
leher, agar dengan demikian mereka dapat menutupi rambut, leher dan
dadanya, sehingga tidak sedikitpun daripadanya yang terlihat.
106

Sudah menjadi kebiasaan buruk orang-orang pada zaman jahiliah, para
wanitanya membiarkan terbuka an-nahr (leher sebelah ke bawah atau sebelah
ke atas dada) dan dadanya. Ironisnya, kebiasaan buruk ini juga dilakukan oleh
masyarakat kita saat ini. Maka dari itu Allah memerintahkan para wanita
untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang banyak dilakukan itu.
107

Potongan ayat di atas menunjukkan bahwa kaum wanita mukminah
diperintahkan untuk mengulurkan jilbab ke dada hingga menutupi rambut,
leher dan dadanya, sehingga tidak sedikitpun daripadanya yang terlihat.

e. Janganlah memperlihatkan perhiasannya kecuali kepada orang-
orang yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Tafsr Ayat ini menurut beberapa penafsir adalah: Janganlah mereka
menampakkan perhiasan yakni keindahan tubuh mereka, kecuali kepada
orang-orang yang disebutkan dalam ayat tersebut.
108
Janganlah menampakkan
perhiasan mereka yang tersembunyi selain wajah dan telapak tangan, kecuali
bagi orang-orang yang dikecualikan oleh ayat di atas. Diperbolehkan bagi
mereka untuk melihatnya kecuali apa yang di antara pusar sampai lutut maka
diharamkan, kecuali para suami. Tidak termasuk perempuan-perempuan kafir,
tidak diperbolehkan bagi wanita-wanita untuk memperlihatkan kepada
mereka.
109
Diperbolehkan perhiasan wanita terlihat oleh semua mahram yang


104
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 489

105
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 490

106
Al-Maraghi, Terjemah, h. 180

107
Hajazy, At-Tafsiir, h. 674-675

108
Shihab, Jilbab, h. 67

109
Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 207


42

dikecualikan dari ayat di atas. Asal tidak sengaja dipertontonkan. Wanita-
wanita Islam, kecuali wanita dzimmi agar wanita itu tidak menceritakan ihwal
wanita muslim kepada suaminya.
110
Mayoritas ulama berpendapat bahwa
wanita muslim boleh kelihatan perhiasannya di hadapan budaknya baik laki-
laki maupun perempuan.
111
Atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan, Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud ialah orang sakit
mental yang tidak memilki syahwat. Atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita, yaitu anak-anak yang belum memahami soal wanita dan
auratnya, yang berkenaan dengan suara, kelembutan ketika berjalan, gerak dan
diamnya wanita.
112
Kecuali kepada suami mereka, karena sesungguhnya para
suamilah yang dituju dengan perhiasan itu dan para isteri diperintahkan untuk
mengenakannya untuk kepentingan mereka. Atau kepada bapak isteri, sampai
putera saudara perempuan, karena seringnya bergaul bersama mereka dan
jarang terjadi godaan di antara mereka. Juga karena tabiat yang sehat enggan
untuk berbuat buruk terhadap kerabat. Di samping itu mereka dibutuhkan
untuk menjadi teman di dalam perjalanan di waktu naik maupun turun.
Atau budak-budak perempuan yang mereka miliki. Adapun budak laki-
laki berselisih paham.
113

Atau para pembantu laki-laki yang sudah tidak memiliki keinginan
terhadap wanita, yaitu orang-orang yang mengikuti suatu kaum untuk
mendapat kelebihan makanan dari mereka, tidak mempunyai tujuan lain selain
itu tidak pula mempunyai kebutuhan terhadap wanita, baik karena mereka
sudah berusia lanjut hingga syahwatnya telah hilang maupun karena mereka
telah dikebiri. Atau anak-anak yang belum baligh, belum mempunyai syahwat
dan belum mampu menggauli wanita.
114



110
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 490

111
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 491

112
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 492

113
Al-Maraghi, Terjemah, h. 181

114
Al-Maraghi, Terjemah, h. 182


43

Inilah orang-orang yang dikecualikan oleh Allah, diperbolehkan bagi
seorang wanita membiarkan terbuka perhiasannya di dekat mereka, selain apa
yang di antara pusat sampai lutut.
115


f. Janganlah menghentakkan kaki mereka supaya diketahui apa yang
tersembunyi dari perhiasan mereka
Potongan ayat ini ditafsirkan oleh beberapa ulama: Janganlah mereka
melakukan sesuatu yang dapat menarik perhatian laki-laki misalnya dengan
menghentakkan kaki mereka yang memakai gelang kaki atau hiasan lainnya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Demikian juga janganlah
mereka memakai wewangian yang dapat merangsang siapa yang ada di
sekitarnya.
116
Janganlah mereka menghentakkan kaki mereka supaya diketahui
apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka, dari gelang-gelang yang
bergemerincing.
117
Jangan menghentakkan kaki mereka sehingga menarik
perhatian laki-laki untuk melihat perhiasan yang tersebunyi di kaki mereka.
118

salah satu kebiasaan wanita jahiliah adalah ketika berjalan sedang kakinya
menggunakan gengge, maka dia memukulkan kakinya ke tanah sehingga
kaum laki-laki dapat mendengar gemerincingnya. Lalu Allah melarang kaum
wanita mukmin untuk melakukan hal itu. Juga dilarang memakai parfum dan
wewangian lainnya.
119
Dan hendaklah mereka tidak memukulkan kakinya ke
tanah agar gelang kakinya bergemerincing, karena yang demikian itu dapat
membangkitkan kecenderungan kaum laki-laki kepada mereka. Di antara laki-
laki ada yang tergugah syahwatnya oleh godaan perhiasan, lebih dari
melihatnya.
120

Ini adalah nasihat Qurany yang suci bagi para wanita yang dikhususkan
bagi mereka. Maka sesungguhnya penampakkan apa yang tersembunyi dari
perhiasan mereka, dan menunjukkan kecantikkan mereka di tempat ramai


115
Hajazy, At-Tafsiir, h. 675

116
Shihab, Jilbab, h. 68

117
Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 207

118
Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 624

119
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 493

120
Al-Maraghi, Terjemah, h. 182


44

mempunyai bekas yang dalam dari keinginan laki-laki. Maksudnya bukan
berarti para wanita harus atau wajib berada di dalam penjara rumah, akan
tetapi mereka diperbolehkan untuk keluar, bekerja dan mengerjakan urusan
mereka. Akan tetapi kami meminta dengan sangat agar mereka untuk menjaga
kehormatan dan menjaga diri, dan meminta dengan sangat untuk tidak
memamerkan perhiasannya.
121

Dari kandungan dan sebab turunnya ayat, penulis berpendapat bahwa
makna yang tersirat dari potongan ayat ini adalah perintah kepada kaum
wanita untuk tidak melakukan segala perbuatan untuk menarik perhatian laki-
laki yang pada akhirnya akan menimbulkan syahwat mereka. Seperti dengan
menghentakkan kaki supaya diketahui apa yang tersembunyi dari
perhiasannya, mengenakan busana yang terlalu ketat sehingga membentuk
lekukan tubuhnya, memakai parfum yang terlalu menyengat, menggunakan
pakaian dengan warna yang mencolok dan lain sebagainya.

g. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang
yang beriman, agar kalian menjadi orang-orang yang beruntung
Tafsir Ayat ini menurut sebagian ulama: Jika sesekali terdapat kekurangan
dalam melaksanakan perintah-perintah di atas, maka perbaikilah serta sesalilah
dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah.
122
Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian telah
melihat hal-hal yang dilarang untuk dilihat dan sebagainya. Agar kalian
beruntung selamat dari hal itu karena telah diterima taubatnya.
123
Allah
menganjurkan para wanita bertaubat apabila telah melakukan hal-hal yang
dilarang di atas.
124
bertaubatlah kamu semua kepada Allah, kerjakanlah aturan
dan perilaku mulia yang telah diperintahkan Allah kepadamu dan
tinggalkanlah perbuatan buruk kaum jahiliah, karena keberuntungan sejati
terdapat dalam pelaksanaan perkara yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya


121
Hajazy, At-Tafsiir, h. 676

122
Shihab, Jilbab, h. 68

123
Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 207

124
Sonhadji, dkk., Al-Quran dan, h. 624


45

dan dalam meninggalkan perkara yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.
125

Kembalilah wahai orang-orang yang beriman, taat kepada Allah dalam
mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
126




125
Ar-RifaI, Ringkasan, h. 493

126
Al-Maraghi, Terjemah, h. 182
1






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Kampus Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 37 hari
terhitung dari tanggal 4 Agustus 2008 sampai tanggal 10 September 2008.

B. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel tunggal. Yaitu persepsi mahasiswi
PBI dan KIMP FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
tentang perintah berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31.

C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptis melalui
pendekatan kuantitatif dan dilengkapi oleh pendekatan kualitatif. Penelitian
deskriptif dilakukan dengan menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan
dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian
berlangsung dan menyajikan apa adanya.
1

Dalam penelitian ini, masalah yang dideskripsikan adalah persepsi
mahasiswi angkatan 2005, 2006, dan 2007 pada Jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris dan Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan


1
Drs. M. Subana, M. Pd., Sudrajat, S. Pd., Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2001), Cet. I, h. 89
id14960234 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
2
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, kemudian menginterpretasikan
untuk mengetahui bagaimana mahasiswi menerima, meyeleksi,
mengorganisasikan dan menafsirkan perintah berjilbab.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

D. Populasi Dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda, hewan dan peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu dalam sebuah penelitian.
2

Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari seluruh populasi.
3

Tehnik pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah tehnik sampel
random. Yaitu, Tehnik pengambilan sampel di mana semua individu dalam
populasi baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama diberi kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.
4
Jenis sampel random yang
penulis gunakan adalah metode stratified random sampling. Metode ini
mengelompokkan populasi ke dalam beberapa kelompok yang memiliki ciri-
ciri yang sama, kemudian memilih anggota populasi dari masing-masing
kelompok secara proporsional yang diinginkan.
5

1. Populasi: adalah seluruh mahasiswi Jurusan PBI dan KIMP angkatan
2005, 2006 dan 2007 (Semester III, V dan VII), karena mahasiswi baru
(angkatan 2008) belum melaksanakan kegiatan perkuliahan, dan
penulis tidak bisa menemukan mahasiswi angkatan 2004 ke atas.
2. Sampel: dari populasi target, peneliti hanya mengambil beberapa
sampel yang terpilih dari beberapa sampel yang ditentukan dengan


2
Hermawan Rasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1992), h. 49

3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1997), Cet. III, h. 117

4
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999),
Cet. II, h. 111

5
Ronny Kountur, D. M. S., Ph. D., Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis,
(Jakarta: Penerbit PPM, 2005), Cet. III, h. 140
3
menggunakan metode penelitian insidental. Gay menawarkan beberapa
ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian
deskriptif sebanyak 10% dari populasi.
6
Penulis mengambil 10% dari
populasi karena jumlah tersebut sudah cukup representatif. dengan
rincian sebagai berikut:

TABEL I
JUMLAH POPULASI DAN SAMPEL

Populasi
Jurusan/Semester Jumlah Mahasiswi
Sampel
PBI 2007 66 6
PBI 2006 84 8
PBI 2005 77 8
KIMP 2007 44 5
KIMP 2006 48 5
KIMP 2005 43 4
Total 362 36

E. Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
7

Peneliti mewawancarai beberapa mahasiswi secara perorangan dengan
tehnik wawancara bebas terpimpin. Yaitu kombinasi antara wawancara bebas


6
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h. 163


7
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h. 83
4
dan terpimpin, pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan
diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.
8

Fungsi wawancara yang penulis lakukan sebagai metode pelengkap dari
angket. Metode ini digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi
yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain.
9
.
2. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa buku-buku, surat-surat, panduan akademik, administrasi dan
sebagainya. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data mengenai FITK
UIN Syarif Hidayatullah untuk mendapatkan gambaran umum lokasi
penelitian.
3. Angket / Kuisioner
Angket / Kuisioner adalah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada
subjek penelitian untuk dijawab sesuai dengan keadaan subjek yang
sebenarnya.
10

Peneliti akan menggunakan kuisioner terstruktur untuk menyaring
informasi tentang persepsi mahasiswi angkatan 2005, 2006 dan 2007
(semester III, V dan VII) pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan
Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta tentang perintah berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31.
kuisioner ini berisi 20 butir item yang disusun dalam multiple choice (pilihan
ganda). Ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana mahasiswi menerima,
meyeleksi, mengorganisasikan hingga akhirnya menafsirkan perintah berjilbab
dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31.





8
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), Cet. X , h. 205

9
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h. 83

10
Darsono Tjokosujoso, Materi Pokok Dasar-Dasar Penelitian 1-6, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 1999), Cet. II, h. 158
5
TABEL II
Kisi-Kisi Angket:
No Perintah berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31 Soal nomor
1. Menahan sebagian pandangan 1, 2, 3, 4
2. Memelihara kemaluan 5, 6, 7, 8, 9, 10,
11
3. Berjilbab 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18, 19,
20
Jumlah Soal 20 Soal

F. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
1. Tehnik Pengolahan Data
Dalam pengolahan data penulis menempuh cara sebagai berikut:
a. Editing
Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh
responden. Jadi setelah angket diisi oleh responden dan diserahkan kepada
penulis. Penulis memeriksa satu persatu angket tersebut. Bila ada jawaban
yang diragukan atau tidak dijawab, maka penulis menghubungi responden
yang bersangkutan untuk menyempurnakan jawabannya. Tujuan dari editing
adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar
pertanyaan yang telah diselesaikan.
b. Skoring
Setelah mengedit, penulis memberikan skor pada tiap alternatif jawaban.
Untuk soal positif, penulis memberikan skor nilai 5 untuk alternatif jawaban
sangat setuju, skor nilai 4 untuk alternatif jawaban setuju, skor nilai 3 untuk
alternatif jawaban ragu-ragu, skor nilai 2 untuk alternatif jawaban tidak setuju,
dan skor nilai 1 untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju. Untuk soal
negatif, penulis memberikan skor nilai 1 untuk alternatif jawaban sangat
setuju, skor nilai 2 untuk alternatif jawaban setuju, skor nilai 3 untuk alternatif
6
jawaban ragu-ragu, skor nilai 4 untuk alternatif jawaban tidak setuju, dan skor
nilai 5 untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju.
c. Tabulating
Langkah selanjutnya adalah mengolah data dengan memindahkan jawaban
yang terdapat di dalam angket dan telah dikelompokkan ke dalam bentuk tabel
frekuensi. Ini untuk memudahkan penulis dalam mengolah data yang telah
ada. Tabulasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran dalam setiap item
pertanyaan yang penulis kemukakan.

2. Tehnik Analisis Data
Tehnik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menguraikan keterangan-keterangan atau data yang diperoleh agar data
tersebut dapat dipahami oleh peneliti dan juga orang lain yang ingin
mengetahui hasil penelitian tersebut.
Dalam mendeskripsikan persepsi mahasiswi terhadap perintah berjilbab
dilakukan dengan beberapa langkah, antara lain:
a. Analisa data statistik distribusi frekuensi dengan rumus:
P = F X 100%
N
Di mana:
F = Frekuensi yang sedang dicari / frekuensi jawaban
N = Number Of Cases / Jumlah responden
P = Angka presentasi / presentasi jawaban
b. Di samping menganalisa data dengan menggunakan presentase, penulis
juga menginterpretasikan data tersebut.








53






BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan merupakan Fakultas pertama
seiring didirikannya ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) pada tanggal 1 Juni
1957. ADIA dibentuk oleh JAPENDA (Jawatan Pendidikan Agama) yang
diberi tugas dan wewenang oleh kementrian Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan untuk menyediakan tenaga guru agama pada madrasah-madrasah
yang diasuh oleh Departemen Agama.
Sebagai Fakultas yang mengusung misi pendidikan, keberadaan FITK
memiliki peran yang sangat strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia
yang ahli dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, FITK semakin tertantang
untuk melakukan pembaharuan dalam bidang pendidikan terlebih dengan
peran strategis yang disandangnya yaitu sebagai mendidik calon pendidik
(guru).
Untuk mencetak calon guru yang siap pakai, FITK menempuh langkah-
langkah nyata ke arah perbaikan mutu pendidikan. Pertama menguatkan
keilmuan (knowledge), kedua pengembangan keterampilan (skill), ketiga
penanaman sikap (attitude). Tiga unsur ini dirancang agar sarjana FITK yang
akan terjun ke masyarakat memiliki kemampuan untuk berkompetensi dengan
sarjana-sarjana di luar kependidikan.


id14978125 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
54
1. Sejarah Berdirinya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Fakultas-fakultas keagamaan yang dikembangkan Departemen Agama
RI pada awalnya merupakan pendidikan kedinasan yang dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan pegawai di lingkungan Departemen Agama RI, baik
dalam lingkungan birokrasi maupun tenaga-tenaga teknis, sebagai guru di
lingkungan madrasah, hakim, panitera dan penghulu, juru penerang agama,
supervisor pendidikan, peneliti maupun untuk berbagai kepentingan internal
lainnya. Berkembangnya permintaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
terkait erat dengan terakomodasinya aspirasi umat Islam untuk mendirikan
Departemen Agama, yang memperoleh respon positif dari Pemerintah RI saat
itu, sehingga tanggal 3 januari 1946 secara resmi Departemen Agama RI
didirikan, dengan bidang tugas tidak semata pembinaan kehidupan keagamaan
bagi seluruh pemeluk agama di Indonesia, tapi juga melakukan pembinaan
pendidikan madrasah dan pesantren yang secara historis telah memberi
kontribusi positif terhadap perkembangan pendidikan nasional, serta peradilan
agama untuk melayani berbagai kebutuhan kepastian hukum bagi umat Islam.
Sistem pendidikan madrasah yang telah mempunyai sejarah panjang
sebagai pengembangan model pendidikan pesantren, menjadi salah satu tugas
pokok Departemen agama. Terkait dengan itu, Departemen Agama
memerlukan dukungan sumber daya manusia dengan berbagai latar belakang
keahlian yang sesuai dengan bidang tugas yang diembannya. Oleh sebab
itulah, pada tahun 1950, Departemen Agama mendirikan Sekolah Guru
Agama Islam yang kemudian diganti dengan Pendidikan Guru Agama (PGA)
dan Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHI). Pendidikan Tenaga Teknis
tersebut, dikelola oleh Djawatan Pendidikan Agama (Djapenda), semacam
direktorat saat ini.
Ketika Djapenda dipimpin oleh H. M. Arifin, terjadi perkembangan
yang sangat menarik di Departemen Agama, yakni dikembangkannya
program peningkatan skill guru serta berbagai teknis keagamaan lainnya
dengan mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta pada
bulan Juni 1957, dan dikukuhkan dengan keputusan Menteri Agama RI No. 1
55
Tahun 1957, serta mengelola dua jurusan Syariat Islam dan Sastra Arab.
Sementara di Yogyakarta tetap diteruskan Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN) yang sudah berdiri sejak Tahun 1951 dengan tiga jurusan
Tarbiyah, Qadla, dan Dakwah.
Memasuki awal dekade 1960-an, terjadi perubahan besar dalam
Pendidikan Tinggi di lingkungan Departemen Agama, yakni berdirinya al-
Jamiah al-Hukumiyah al-Islamiyah, yang kemudian diterjemahkan menjadi
Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Akan tetapi, setelah para profesor yang mengelola jurusan khusus di
Fakultas Tarbiyah (FT) berinisiatif untuk mengembangkan Fakultas
Ushuluddin, Jakarta kemudian berpeluang untuk berdiri sendiri terpisah dari
Yogyakarta, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 1963. Peluang
tersebut dimanfaatkan oleh mereka untuk mendirikan Fakultas Ushuluddin,
dan disetujui oleh Menteri Agama yang sekaligus terbentuk dua IAIN, yakni
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Agama RI No. 49 tahun 1963. Dengan
demikian, sejak tahun 1963, IAIN Jakarta mandiri dan mengelola seluruh
programnya sendiri, serta membina tiga Fakultas, yaitu:
a. Fakultas Tarbiyah
b. Fakultas Adab
c. Fakultas Ushuluddin
Dengan demikian Fakultas Tarbiyah (FT), kini menjadi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK), merupakan salah satu Fakultas tertua di
lingkungan UIN Jakarta, karena sudah mulai berdiri sejak tanggal 9 Mei 1960
saat al-Jamiah al-Islamiyah al-hukumiyah didirikan oleh Departemen Agama
RI, serta membina tiga jurusan, yaitu:
a. Jurusan Pendidikan Guru Agama
b. Jurusan Pendidikan Guru Bahasa Arab
c. Jurusan Khusus (Imam Tentara)
Perjalanan selanjutnya FT mengalami kemajuan dengan pengembangan
dan pengurangan berbagai jurusan, seperti jurusan-jurusan paedagogy dan
56
bahasa Indonesia yang kini sudah tidak berkembang lagi. Bahkan jurusan-
jurusan tadris matematika, IPA dan IPS yang dikembangkan di awal dekade
1980-an, tahun 1986 sudah tidak boleh menerima mahasiswa baru,
sehubungan lulusannya tidak terangkat sebagai PNS di lingkungan
Departemen Agama untuk penugasan MTs dan MA karena terkait dengan
problema adminsitratif yang terkait dengan kewenangan penetapan gelar
akademik lulusannya. Akan tetapi, karena desakan kebutuhan lapangan
jurusan-jurusan tersebut dikembangkan lagi pada dekade 1990-an, dan ketika
IAIN Jakarta diubah menjadi Universitas Islam Negeri tanggal 20 Mei 2002
dengan kepres no. 31 tahun 2002, selain nama Fakultas diubah menjadi
Fakultas Ilmu tabiyah dan keguruan (FITK), jurusan dan program studinya
pun telah berkembang menjadi sangat besar, yang meliputi:
a. Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
b. Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
c. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI)
d. Jurusan Pendidikan Matematika
e. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan 3 program
studi, yaitu:
1) Program studi Pendidikan Biologi
2) Program studi Pendidikan Fisika
3) Program studi Pendidikan Kimia
f. Jurusan Kependidikan Islam, dengan 2 program studi, yaitu:
1) Program Studi Supervisi Pendidikan (SP)
2) Program Studi Manajemen Pendidikan (MP)
Dalam kurun waktu 45 tahun sejak Adia di tahun 1957, FITK telah
mengalami beberapa kali perubahan dan penggantian kepemimpinan, yang
secara berturut-turut adalah sebagai berikut:
a. Prof. DR. H. Mahmud Yunus (1957-1960 dan 1960-1963)
b. Prof. Drs. Soenardjo (1963-1965)
c. H.M. Anshor Suryohadibroto (1966-1970)
d. H.M. Nur Asyik, MA (1970-1972)
57
e. H.M. Salim Fachry, MA (1972-1974)
f. Drs. Agustiar MA. (1974-1976)
g. Drs. H. Zakaria Hakim (1976-1979)
h. Drs. Muchsin Idham (1980-1984 dan 1987-1994)
i. Prof. DR. Salman Harun (1994-1996)
j. Prof. DR. Rifat Syauqi Nawawi, MA (1996-2000)
k. Prof. DR. Salman Harun (2000-2005)
l. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA (2005-2009)
2. Visi dan Misi FITK UIN Jakarta
Visi FITK UIN Jakarta adalah menjadikan FITK sebagai LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) terdepan dalam penyiapan
sumber daya manusia bidang pendidikan dan pengembangan ilmu-ilmu
pendidikan Islam dengan mengintegrasikan sains dan agama, penguatan
dimensi etik, ke-Indonesiaan dan kemanusiaan.
Untuk mewujudkan visi tersebut, FITK mengembangkan berbagai
rumusan misi sebagai landasan pengembangan rancangan tindakan yang
kemudian, yaitu:
a. Melakukan pengembangan dan inovasi kurikulum sejalan dengan
permintaan stakeholder dan user fakultas, sehingga sesuai dengan
permintaan pasar.
b. Melakukan evaluasi yang terus menerus terhadap kurikulum
dengan arah pengembangan KBK secara optimal sehingga
outcome pendidikan dari FITK memiliki kompetensi yang mampu
memberikan kepuasan pada pengguna pelanggan.
c. Membagi dan mengembangkan pengelompokkan ilmu sesuai
jurusan dan program studi yang dimiliki FITK
d. Membagi dan mengelompokkan dosen sesuai konsorsium dan
sesuai dengan bidang ilmu mereka.
e. Melakukan pembinaan dosen dalam konsorsiumnya masing-
masing dengan memberdayakan guru besar pada setiap
konsorsium tersebut.
58
f. Mengembangkan layanan akademik yang terbaik bagi para
mahasiswa, baik dalam proses pembelajaran, bimbingan
individual, perwalian maupun bimbingan penulisan skripsi,
sehingga mereka terpuaskan dan akan menjadi outcome yang
matang untuk ditawarkan pada user.
g. Mengmbangkan budaya menulis karya ilmiah di kalangan dosen,
baik melalui jurnal, modul, diktat maupun buku teks, sehingga
suatu saat dosen mengajarkan bukunya masing-masing pada
mahasiswanya, dan buku lain sebagai pendukung.
h. Meningkatkan komitmen dosen dalam pelaksanaan tugas
pendidikan dan pengajaran, baik dalam program tutorial untuk
peningkatan kompetensi mahasiswa, maupun dalam perkuliahan
tatap muka di kelas.
i. Secara bertahap melaksanakan prinsip-prinsip kurikulum berbasis
kompetensi baik dalam pengelolaan kurikulum, perencanaan
pembelajaran yang diimplementasi melalui kontrak perkuliahan,
maupun pengembangan tugas-tugas kurikuler bagi para
mahasiswa, sehingga akan mampu melahirkan SDM yang dapat
memberikan kepuasan bagi pelanggan FITK.
j. Mengembangkan kualitas penelitian para dosen yang relevan
dengan pengembangan bahan ajar, kebijakan peningkatan kualitas
perkuliahan, atau pengembangan ilmu-ilmu kependidikan yang
relevan dengan kebutuhan publik pendidikan.
k. Mengembangkan pola-pola pengabdian yang terintegrasi dengan
pematangan skil dan profesi keguruan mahasiswa, sehingga akan
mendukung terhadap proses penguatan kompetensi keilmuan dan
skil keguruan para mahasiswa, tidak parsial dan tidak useless bagi
peningkatan kualitas outcome pendidikan FITK.
l. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap para stakeholder
pendidikan FITK, sehingga dapat memberi kepuasaan pada
mereka.
59
m. Mensosialisasikan berbagai aturan etika kemahasiswaan dan etika
keguruan pada para mahasiswa sehingga mereka memiliki kultur
yang relevan dengan kebutuhan-kebutuahan user di lingkungan
profesi kependidikan.
n. Mengembangkan networking dengan berbagai lembaga
pendidikan yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang,
Serang dan Pandeglang sebagai basis komunitas FITK UIN
jakarta.
o. Meningkatkan kepercayaan publik pada FITK baik dengan
perancangan sistem yang bisa menjadi quality assurance, performa
manajemen yang kuat, komposisi dosen yang berkualitas, serta
sistem pengawasan yang baik.

3. Arah Pengembangan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) tergolong fakultas yang
telah cukup berpengalaman dalam penyelenggaraan dan pengembangan
pendidikan, kendati terus dikritik oleh para stakeholdernya, namun tetap
menjadi harapan utama para calon mahasiswa, terbukti sampai tahun 2003
setelah UIN membuka berbagai program studi umum, jurusan PAI dari FITK
tetap memperoleh pilihan tertinggi dari seluruh pendaftar dari seluruh jurusan
di UIN.
Kemudian, dalam upaya mewujudkan gagasan besar untuk menjadi
Fakultas terkemuka dalam pengembangan ilmu-ilmu pendidikan Islam, FITK
juga akan mengembangkan budaya penelitian dan penulisan serta publikasi
hasil-hasil penelitian para dosen dalam bentuk buku-buku akademik, buku
teks, serta karya ilmiah lainnya, sehingga hasil-hasil penelitian mereka dapat
mempengaruhi wacana keilmuan di kalangan komunitas akademik Indonesia,
khususnya mereka yang menekuni ilmu-ilmu pendidikan. Arah kajian ilmu
pendidikan ke depan sudah tidak lagi pada tataran falsafat dan pemikiran yang
menjadi pusat keunggulan UIN pada tiga dekade yang lalu, tapi perumusan
teori-teori pendidikan modern dan instrumentasinya, yang tidak hanya dalam
60
konteks pembelajaran dalam kelas, tapi juga pengelolaan pendidikan yang
aktifitasnya lebih banyak di dalam kantor serta interaksi eksternal untuk
penguatan institusi dengan mengembangkan jaringna komunikasi secara
inklusif, terbuka dan terus melebar. Semakin kuat akses sekolah kepada
masyarakat, maka akan semakin besar peluangnya untuk sustainabel dan
mencapai kemajuan.
Berdasarkan assessment terhadap para pemakai dan pelanggan FITK,
baik melalui diskusi terfokus dengan mereka yang biasa dilakukan tahunan
dalam program evaluasi reguler, serta hasil penelitian para dosen terhadap
kiprah alumni FITK di lapangan pekerjaan dan profesi mereka, disimpulkan
bahwa harapan mereka pada FITK amat besar, namun perlu dikembangkan
berbagai perbaikan yang meliputi:
a. Penguatan penguasaan bidang ilmu
b. Penguatan keterampilan merancang perencanaan pembelajaran
c. Penguatan kemampuan penguasaan kelas
d. Penguatan pengembangan strategi
e. Penguatan kemampuan mengevaluasi hasil belajar
f. Penguatan manajemen pendidikan
g. Penguatan dan peningkatan kultur disiplin dalam pelaksanaan
tugas
h. Pengembangan inovasi kurikulum dan media pembelajaran
i. Peningkatan kemampuan pemanfaatan laboratorium sebagai
sarana pembelajaran
j. Menjadi inspirasi bagi guru lain dalam peningkatan kualitas hasil
belajar siswa
Dua besaran arah pengembangan ke depan tersebut, yakni
pengembangan ilmu pendidikan dengan penekanan pada teorisasi pendidikan
yang lebih operasional dan instru-mentasi teori untuk diimplementasikan
dalam praktik, menjadi acuan dalam rumusan berbagai kebijakan
pengembangan program, baik dalam konteks pengembangan kinerja dosen,
sehingga indikator produktifitas kerja dosen tidak hanya diukur berapa sks
61
mereka mengajar, dan berapa persen kehadiran tatap muka dalam kelas, tapi
juga berapa makalah yang ditulis dalam jurnal, serta berapa buku atau modul
yang ditulis dalam setiap tahunnya, serta dalam tema-tema besar tentang
pengembangan ilmu pendidikan.
Kemudian, implementasi kurikulum akan dititikberatkan pada
penguatan kompe-tensi mahasiswa, baik pada bidang ilmu yang menjadi core-
nya, maupun dalam bidang ketrampilan keguruan, baik dalam perumusan
kurikulum operasional, perencanaan dan strategi pembelajaran,
pengembangan media dan bahkan kemampuan menyusun instrumen evaluasi
pembelajaran. Berbagai mata kuliah kompetensi utama tersebut, akan menjadi
perhatian serius dari fakultas, dan setiap dosen yang telah memiliki kriteria
berhak didampingi beberapa asisten untuk membina para mahasiswanya
dalam kegiatan tutorial untuk menyelesaikan berbagai assignment dari
dosennya.
Untuk menuju gagasan besar tersebut, FITK akan mensukseskan wajib
S-2 bagi seluruh dosennya, serta mengoptimalkan peran guru besar yang tidak
hanya menyampaikan pelajaran di dalam kelas, tapi juga melakukan
pembinaan terhadap para asistennya. Para guru besar mempunyai kewajiban
hadir di kampus beberapa hari dalam setiap minggunya, bukan hanya untuk
menyampaikan pelajaran, tapi untuk melakukan pembinaan terhadap asisten,
melayani mahasiswa berkonsultasi, serta mengembangkan berbagai kreatifitas
untuk elahirkan karya-karya ilmiah yang dapat didorong untuk dijadikan
bahan ajar bagi para mahasiswanya.
Dalam bidang pendidikan pengajaran, secara spesifik pengembagnan
akan diarah-kan pada pola pembelajaran yang mendukung penguatan
kompetensi. Dosen pemegang mata kuliah, diutamakan profesor atau track to
professor memberikan banyak penugasan pada mahasiswa, dan para
mahasiswa menyelesaikan tugas-tugasnya itu dibantu oleh asisten, dengan
ketentuan, mereka tidak membantu menyelesaikan tugas, tapi mengarahkan
serta menjelaskan bagian-bagian yang belum mereka fahami dari pelajaran
yang disampaikan profesor tersebut. Kemudian, pendidikan dan pengajaran
62
juga diarahkan untuk mengoptimalkan penggunaan perpustakaan, tidak
semata dalam bentuk penulisan makalah, tapi juga book review atau
sebangsanya. Setiap mata kulaih bisa diujikan di akhir semester, jika
mencapai minimal tatap muka 12 kali dari 16 kali pertemuan terjadwal.
Pengembangan ketrampilan dalam bidang pengajaran tidak semata
dilakukan secara simulatif bersama para asisten di dalam kelas, atau di
lingkungan kampus, tapi dalam kelas nyata di sekolah-sekolah yang sudah
menjadi networking dari FITK. Sekolah-sekolah jaringan akan dibagi dua
kategori, pertama sebagai sekolah binaan, dengan keterlibatan fakultas secara
institutional untuk mengembangkan dan memperbaiki kualitas sekolah
tersebut, dan para mahasiswa dapat mengembangkan berbagai pengalaman
ketrampilan keguruan di sekolah-sekolah dimaksud. Sekolah dalam kategori
ini, kini berjumlah 15 sekolah di sekitar Ciputat, Sawangan dan Parung.
Kedua sekolah yang memiliki komitmen untuk terus mengembangkan
jaringan kerja dengan FITK, mereka tidak menjadi fokus pembinaan FITK,
namun memiliki komitmen untuk bekerjasama dalam pembinaan mahasiswa,
pengembangan kurikulum serta melakukan berbagai review terhadap
implementasi teori-teori baru dalam pendidikan. Para mahasiswa dapat
mengembangkan ketrampilan keguruannya di sekolah-sekolah tersebut,
dengan binaan dari para guru senior serta dosen pembimbing dari FITK
sendiri. Terkait dengan penekanan pada kompetensi keguruan tersebut, maka
Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang aksentuasi programnya parsial dan tidak
terfokus pada penguatan kompetensi keahlian serta ketrampilan keguruan,
menjadi tidak relevan dan kini sudah tidak muncul dalam struktur kurikulum
FITK.
Terkait dengan gagasan besar untuk menjadikan FITK sebagai fakultas
terdepan dalam pengembangan ilmu-ilmu pendidikan yang integratif dengan
ilmu-ilmu ke-Islaman, maka program penelitian menjadi pilihan program
yang amat rasional untuk dikelola secara efektif. Para guru besar atau mereka
yang sedang menuju guru besar dengan posisi lektor kepala, hendaknya
melakukan penelitian unggulan dalam pengembangan ilmu. Mereka akan
63
diarahkan untuk terus mengembangkan inovasi penelitiannya bersama dengan
para asisten yang dibinanya, baik yang didukung anggaran rutin fakultas,
anggaran proyek universitas, maupun hasil kerjasama dengan institusi luar
dari funding agency, baik dalam maupun luar negeri.
Pengembangan pengabdian pada masyarakat akan diarahkan untuk
penguatan kompetensi mahasiswa dalam bidang ilmu yang menjadi core
keahliannya serta dalam aspek-aspek ketrampilan keguruan atau dimensi-
dimensi pendidikan lainnya. Oleh sebab itu, kegiatan pengabdian akan
menjadi bagian integral dari kegiatan Praktik Profesi Keguruan Terpadu
(PPKT) yang di dalamnya mencakup penelitian di lingkungan sekolah,
pendidikan dan pengajaran, serta manajemen dan supervisi pendidikan.
Mereka harus berada di sekolah selama satu semester, dengan empat hari kerja
layaknya guru yang bekerja di sekolah tersebut. Semua aktifitas mereka itu
memiliki dimensi pengabdian karena tidak memperoleh konvensasi dari
pekerjaannya itu, kecuali penilaian dari dosen pembimbing mereka. Namun
mereka memperoleh penguatan dalam kompetensi keguruannya, karena
seluruh kegiatannya dalam lingkaran dan rangkaian kegiatan pendidikan dan
pengajaran serta aspek-aspek kependidikan lainnya.
Di samping itu, untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran bagi
para mahasiswa FITK, Fakultas akan melengkapi berbagai kekurangan
koleksi buku perpustakaan khususnya koleksi buku teks yang menjadi
kebutuhan proses pembelajaran. Dan berbagai kebutuhan laboratorium untuk
jurusan pendidikan IPA secara bertahap akan dipenuhi, sehingga spesifikasi
laboratorium pendidikan IPA dapat terpenuhi, dan outcome pendidikannya
dapat menjadi inspirasi bagi sekolah tempat kelak mereka mengabdikan ilmu
dan pengetahuannya.
Di samping itu, FITK juga akan melakukan pembinaan kemampuan
berbahasa bagi para mahasiswanya, yang tidak sekedar mereka para
mahasiswa dari jurusan pendidikan bahasa, tapi juga mereka dari jurusan lain.
Para mahasiswa dari jurusan PBI harus keluar dengan skor TOEFL 450.
Demikian pula bagi para mahasiswa dari jurusan PBA dengan skor TOAFL
64
450. Sementara untuk para mahasiswa di luar dua jurusan tersebut dianjurkan
pula untuk memiliki skor TOEFL dan TOAFL, namun setidaknya lulus dalam
semua jenjang pembelajarn bahasa dengan harapan memiliki kemampuan
memahami teks berbahasa asing, yakni bahasa Arab dan Inggris.

B. Deskripsi Data
Gambaran mengenai Persepsi Mahasiswi Semester III, V, dan VII
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Kependidikan Islam Program Studi
Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan tentang
perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 dapat dilihat dalam tabel
deskriptif presentase dengan menggunakan rumus:
P = F X 100%
N
Keterangan:
P = Angka presentasi / presentasi jawaban
F = Frekuensi yang sedang dicari / frekuensi jawaban
N = Number of cases / jumlah responden

1. Menahan Sebagian Pandangan

Tabel 3
Dari laki-laki non-muhrim
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
14
18
1
3
0
38, 88%
50%
2, 78%
8, 33%
0%
36 100%

65
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% dari responden setuju,
38,88% responden sangat setuju, 8,33 responden tidak setuju, 2,78%
responden ragu-ragu dan tidak ada yang sangat tidak setuju kalau Islam
memerintahkan kepada wanita mukminah untuk menjaga pandangan dari laki-
laki non-muhrim.
Tabel 4
Dari adegan tidak senonoh
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
12
18
5
1
0
33, 33%
50%
13, 89%
2, 78%
0%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% dari responden setuju,
33,33% dari responden sangat setuju, 13,89% yang ragu-ragu, 2,78%
responden tidak setuju dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak
diperbolehkannya seorang wanita mukminah menyaksikan adegan ciuman
atau berpelukan (perbuatan yang tidak senonoh) di layar lebar.

Tabel 5
Dari pandangan tunangan
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
5
15
9
6
1
13, 89%
41, 67%
25%
16, 67%
2, 78%
36 100%

66
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 41,67% dari responden setuju,
25% ragu-ragu, 16,67% responden tidak setuju, 13,89% sangat setuju, dan
2,78% responden yang sangat tidak setuju dibolehkannya sepasang tunangan
saling berpandangan.
Tabel 6
Dari aurat laki-laki
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
9
20
5
2
0
25%
55, 56%
13, 89%
5, 56%
0%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 55,56% dari responden setuju,
25% responden sangat setuju, 13,89% responden ragu-ragu, 5,56% tidak
setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak diperbolehkan bagi
seorang wanita mukminah melihat aurat laki-laki.

2. Memelihara Kemaluan

Tabel 7
Langsung menikah dan pacaran
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
12
17
6
1
0
33, 33%
47, 22%
16, 67%
2, 78%
0%
36 100%

67
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 47,22% responden setuju,
33,33% dari responden sangat setuju, 16,67% yang ragu-ragu, 2,78% yang
tidak setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju langsung menikah lebih
baik daripada berpacaran.

Tabel 8
Bergandengan dengan tunangan
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
0
7
12
12
5
0%
19, 44%
33, 33%
33, 33%
13, 89%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 33,33% responden ragu-ragu
dan tidak setuju, 19,44% responden setuju, 13,89 responden sangat tidak
setuju, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkan bagi wanita mukminah
untuk bergandengan tangan dengan tunangannya.

Tabel 9
Bersentuhan kulit dengan non-muhrim
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
14
17
3
2
0
38, 89%
47, 22%
8, 33%
5, 56%
0%
36 100%

68
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 47,22% responden setuju,
38,89% responden sangat setuju, 8,33% responden ragu-ragu, 5,56%
responden tidak setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak
diperbolehkannya wanita mukminah bersentuhan kulit dengan laki-laki yang
bukan muhrim dalam pergaulan.

Tabel 10
Berpelukan sebelum menikah
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
0
4
3
19
10
0%
11, 11%
8, 33%
52, 78%
27, 78%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 52,78% responden tidak setuju,
27,78% responden sangat tidak setuju, 11,11% responden setuju, 8,33% ragu-
ragu, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkannya wanita mukminah
berpelukan dengan seorang kekasih atau pacarnya.

Tabel 11
Bergandengan dengan non-muhrim
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
14
18
2
1
1
38, 89%
50%
5, 56%
2, 78%
2, 78%
36 100%

69
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% responden setuju, 38,89%
responden sangat setuju, 5,56% responden ragu-ragu, 2,78% responden tidak
setuju, dan 2,78 responden sangat tidak setuju tidak diperbolehkannya wanita
mukminah bergandengan tangan dengan lawan jenis dewasa yang bukan
muhrim.

Tabel 12
Berduaan dengan non-muhrim
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
10
15
7
4
0
27, 78%
41, 67%
19, 44%
11, 11%
0%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 41,67% responden setuju,
27,78% responden sangat setuju, 19,44% responden ragu-ragu, 11,11%
responden tidak setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak
diperbolehkannya wanita mukminah berduaan dengan lawan jenis yang bukan
muhrim.
Tabel 13
Berciuman
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
18
11
5
1
1
50%
30, 56%
13, 89%
2, 78%
2, 78%
36 100%

70
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% responden sangat setuju,
30,56% responden setuju, 13,89% responden ragu-ragu, 2,78% responden
tidak setuju, dan sangat tidak setuju haramnya berciuman.

3. Berjilbab
Tabel 14
Jilbab berponi
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
0
2
6
16
12
0%
5, 56%
16, 67%
44, 44%
33, 33%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden tidak setuju,
33,33% responden sangat tidak setuju, 16,67% responden ragu-ragu, 5,56%
responden setuju, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkan bagi wanita
mukminah menyingkap sedikit rambutnya.

Tabel 15
Busana muslimah ketat
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
11
16
6
2
1
30, 56%
44, 44%
16, 67%
5, 56%
2, 78%
36 100%

71
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden setuju,
30,56% responden sangat setuju, 16,67% responden ragu-ragu, 5,56%
responden tidak setuju, dan 2,78% responden sangat tidak setuju tidak
diperbolehkannya seorang wanita mukminah mengenakan busana muslimah
yang ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya.

Tabel 16
Busana muslimah transparan
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
17
16
1
1
1
47, 22%
44, 44%
2, 78%
2, 78%
2, 78%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 47,22% responden sangat
setuju, 44,44% responden setuju, 2,78% responden yang ragu-ragu, tidak
setuju dan sangat tidak setuju tidak diperbolehkan bagi wanita mukminah
mengenakan busana muslimah yang transparan.

Tabel 17
Busana muslimah dengan warna mencolok
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
2
15
14
5
0
5, 56%
41, 67%
38, 89%
13, 89%
0%
36 100%

72
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 41,67% responden setuju,
38,89% responden ragu-ragu, 13,89% responden tidak setuju, 5,56%
responden sangat setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju diperbolehkan
bagi wanita mukminah mengenakan busana muslimah dengan warna yang
mencolok.

Tabel 18
Bangga berjilbab
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
15
16
2
3
0
41, 67%
44, 44%
5, 56%
8, 33%
0%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden setuju,
41,67% responden sangat setuju, 8,33% responden tidak setuju, 5,56%
responden ragu-ragu, dan tidak ada yang sangat tidak setuju seorang wanita
mukminah yang bangga karena telah mengenakan jilbab.

Tabel 19
Berjilbab hanya di UIN
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
0
3
1
16
16
0%
8, 33%
2, 78%
44, 44%
44, 44%
36 100%

73
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden sangat tidak
setuju, 44,44% responden tidak setuju, 8,33% responden setuju, 2,78%
responden ragu-ragu, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkannya
wanita mukminah mengenakan jilbab hanya di lingkungan kampus
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tabel 20
Menanggalkan jilbab di depan sepupu
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
2
14
14
5
1
5, 56%
38, 89%
38, 89%
13, 89%
2, 78%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 38,89% responden setuju,
38,89% responden ragu-ragu, 13,89% responden tidak setuju, 5,56%
responden sangat setuju, dan 2,78% responden sangat tidak setuju tidak
diperbolehkan bagi wanita mukminah untuk menanggalkan jilbab di depan
saudara sepupu laki-laki yang sudah dewasa.
Tabel 21
Memperbaiki cara berjilbab
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
13
22
1
0
0
36, 11%
61, 11%
2, 78%
0%
0%
36 100%

74
Berdasarkan informasi dari tabel di atas 61,11% responden setuju, 36,11
responden sangat setuju, 2,78% responden ragu-ragu, dan tidak ada yang tidak
setuju dan sangat tidak setuju seorang mukminah hendaknya berupaya
mengenakan jilbab yang tidak mengundang syahwat laki-laki.

Tabel 22
Konsistensi berjilbab
No Alternatif jawaban Frekuensi jawaban Presentase
a.
b.
c.
d.
e.
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
1
4
5
16
10
2, 78%
11, 11%
13, 89%
44, 44%
27, 78%
36 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden tidak setuju,
27,78% responden sangat tidak setuju, 13,89% responden ragu-ragu, 11,11%
responden setuju, dan 2,78% responden sangat setuju seorang wanita
mukminah yang menanggalkan jilbab sebatas waktu kerja saja.

C. Analisa dan Interpretasi Data
Berdasarkan hasil perhitungan angket dapat diperoleh data persepsi
mahasiswi terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 dengan
skor tertinggi 96, dan skor terendah 54, mean (nilai rata-rata) 77,361, dan
standar deviasi 8,62.






75
Tabel 23
Distribusi frekuensi persepsi mahasiswi
No Kelas Interval F Fkb Fka X Fx
1 89-96 5 36 5 93 465
2 82-88 7 31 12 85 595
3 75-81 7 24 19 78 546
4 68-74 14 17 33 71 994
5 61-67 2 3 35 64 128
6 54-60 1 1 36 57 57
36 448 2785

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai tertinggi terdapat pada batas
kelas 68-74 dengan titik tengahnya (X) 71 dan frekuensinya 14. Sedangkan
nilai terendahnya terdapat pada batas kelas 54-60 dengan titik tengahnya (X)
57 dan frekuensinya 1. Untuk menentukan tinggi rendahnya rata-rata tingkat
Persepsi mahasiswi Jurusan PBI dan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terhadap perintah berjilbab dalam al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31
dapat diperoleh dengan cara:
1) Mencari rentang skor nilai untuk kategori sedang diperoleh dengan
cara rata-rata persepsi mahasiswi terhadap perintah berjilbab dikurangi
simpangan baku sampai dengan rata-rata skor ditambah simpang baku,
hasilnya:
77,7 8,62 = 69,08 = 69
77,7 + 8,62 = 86,32 = 86
Jadi untuk kategori sedang nilainya antara 69-86
2) Menentukan nilai rata-rata untuk kategori tinggi yaitu skor yang
berada di atas 86 ! 87 sampai dengan skor tertinggi, yaitu 96.
Jadi, untuk kategori skor tertinggi yang berada pada rentang nilai
antara 87 96.
76
3) Untuk menemukan rata-rata kategori rendah yaitu dengan menentukan
skor yang berada di bawah 69 " 68 sampai dengan skor terendah,
yaitu 54.
Jadi, untuk kategori rendah skor yang berada pada rentang nilai antara
54 68.
Untuk lebih jelasnya lihat dalam tabel berikut:

Tabel 24
Kualifikasi Skor Persepsi Mahasiswi
Kualifikasi NO
Skor Persepsi
Frekuensi Presentase
1
2
3
54 68
69 86
87 96
Kurang baik
Cukup baik
Baik
3
26
7
8,33%
72,22%
19,44%
36 100%

Berdasarkan tabel di atas, diketahui mahasiswi yang memiliki persepsi
yang cukup baik terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31
yaitu terhadap perintah menahan sebagian pandangan, memelihara kemaluan,
dan perintah menutup aurat, sebanyak 26 orang atau sebanyak 72,22 %,
persepsi yang baik sebanyak 7 orang atau sebanyak 19,44 %, dan persepsi
yang kurang baik sebanyak 3 orang atau sebanyak 8,33 %.
Dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswi semester VII Jurusan
Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan dan Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis
menemukan beberapa data yang berkaitan dengan persepsi mahasiswi FITK
UIN Jakarta terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yang
belum didapatkan dari angket.
a. Latar belakang mahasiswi FITK berjilbab
Dari hasil wawancara, bisa disimpulkan bahwa pertama kali mahasiswi
mengenakan jilbab adalah bukan karena dari dirinya sendiri, akan tetapi ada
77
beberapa hal yang membuat mereka memutuskan untuk mengenakan jilbab,
yaitu:
1) Karena lingkungan sekolah
1
, pernah belajar di pesantren
2
,
madrasah
3
dan sebagainya: Peraturan sekolah
4
, pendidikan
dari guru (disuruh menulis buku catatan mengenai halangan
dari sebelum memakai jilbab sampai memakainya).
5

2) Karena lingkungan keluarga: Perintah dari orang tua yang
religi/terpaksa
6
, semua anggota keluarga yang wanita
mengenakan jilbab
7
.
Untuk sebagian orang, paksaan dan pembiasaan adalah salah satu bentuk
pendidikan yang terbaik untuk menanamkan kesadaran seorang wanita
berjilbab. Berangkat dari keterpaksaan, dan karena sudah menjadi suatu
rutinitas, mereka menjadi terbiasa, dan akhirnya merasa nyaman. Ada yang
menyatakan keterpaksaan itu lah yang akhirnya membuatnya konsisten
8
, dan
ada yang menyatakan merasa lebih percaya diri apabila mengenakan jilbab.
9

Hal yang menarik dari jawaban responden adalah, dia memutuskan untuk
mengenakan jilbab sejak gurunya memerintahkan untuk menuliskan halangan
yang menyebabkan seorang wanita berjilbab. Ini merupakan salah satu bentuk
pendidikan yang kreatif dalam usaha menanamkan kesadaran seorang wanita
untuk berjilbab.
b. Konsistensi mahasiswi FITK dalam mengenakan jilbab


1
Hasil wawancara dengan Astri mahasiswi KIMP semester VII, mulai dari TK sampai kuliah
belajar di sekolah Islam

2
Hasil wawancara dengan Aisyah KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP semester VII, Dian
KIMP semester VII, ketiga mahasiswi ini pernah belajar di pesantren

3
Hasil wawancara dengan Lutvie PBI semester VII

4
Hasil wawancara dengan Fitrie PBI semester VII

5
Hasil wawancara dengan Lutvie PBI semester VII

6
Hasil wawancara dengan Fitrie PBI semester VII, Aisyah PBI semester VII, Maymunah
KIMP semester VII, Aisyah KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP semester VII, Dian KIMP
semester VII

7
Hasil wawancara dengan Maymunah KIMP semester VII

8
Hasil wawancara dengan Aisyah KIMP semester VII

9
Hasil wawancara dengan Maymunah KIMP semester VII
78
Mengenai konsistensi mahasiswi dalam mengenakan jilbab, ada yang
menyatakan konsisten
10
dalam mengenakan jilbab, di mana dan kapan pun, di
depan semua non-muhrim (kecuali suami), dan ada yang menyatakan belum
konsisten. Mereka menuturkan bentuk konsistensi mereka dalam mengenakan
jilbab terletak pada:
1) Bertekad konsisten di depan non-muhrim. Di rumah kalau ada
tamu yang non muhrim segera mengenakan jilbab.
11

2) Selalu mengenakan jilbab kalau keluar rumah, di dalam rumah
kalau ada tamu segera mengenakan jilbab
12

Hal-hal yang menyebabkan konsistensi tersebut adalah:
1) Karena mendapat pengetahuan agama dari kecil.
13

2) Karena mendapat teguran dari orang tua dan keluarga.
14

3) Karena kesadaran dari diri sendiri.
15

Sedangkan bentuk ketidak konsistenan mahasiswi terletak pada:
1) Hanya menanggalkan jilbab di depan saudara sepupu laki-laki
non muhrim yang sudah dekat, karena dia merasa tidak akan
ada rasa syahwat di antara mereka, sepupu di sini adalah
sepupu yang masih dalam satu lingkup rumah.
16

2) Mengenakan jilbab hanya kalau keluar rumah, di dalam rumah
tidak mengenakan jilbab, kalau ada non-muhrim datang ke
rumah, tetap tidak mengenakan jilbab.
17

3) Kadang-kadang kalau ada saudara yang non-muhrim tidak
memakai jilbab.
18



10
Hasil wawancara Astri KIMP VII (menurut apa yang dikatakan pada saat wawancara, tidak
menjelaskan bagaimana bentuk kekonsistenannya. Pada saat wawancara mahasiswi ini
mengeluarkan sedikit rambut atau poni dari jilbab yang dikenakannya), Aisyah PBI VII, Fitrie PBI
semester VII

11
Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII, Maymanah KIMP VII

12
Hasil wawancara Fitri PBI semester VII

13
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII

14
Hasil wawancara Fitrie PBI semester VII

15
Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII

16
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII

17
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP semester VII, Lutvie PBI
semester VII

18
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII
79
4) Batas mengenakan jilbab adalah pagar rumah. Jadi, selama
mahasiswi tidak berniat untuk keluar dari rumah, dia tidak
mengenakan jilbab.
19

Di antara sebab ketidak konsistenan mahasiswi adalah:
1) Karena kurang mengerti arti mengenakan jilbab.
20

2) Mengenakan jilbab tidak dari hati, akan tetapi karena
lingkungan.
21

3) Karena malas, udara panas
22
, ketika di rumah dia tidak
mengenakan jilbab, ketika ada tamu non-muhrim tetap tidak
mengenakannya karena rasa malas.
23

4) Karena lingkungan yang tidak mendukung, jadi tidak
konsisten.
24

Ada yang merasa konsistensinya dalam mengenakan jilbab disebabkan
karena mendapat pengetahuan agama dari kecil. Merupakan tugas orang tua
untuk memberikan pendidikan agama untuk anaknya mulai dari kecil. Teguran
dari orang tua dan keluarga diperlukan dalam membiasakan berjilbab.
Di samping itu, ada mahasiswi yang merasa konsisten karena adanya
kesadaran dari dalam dirinya. Bagi seseorang yang mengetahui keutamaan
berjilbab, selain karena memang perintah dari Allah, kesadaran tersebut akan
timbul dengan sendirinya.
Salah satu bentuk ketidak konsistenan mahasiswi adalah, hanya
menanggalkan jilbab di depan saudara laki-laki dewasa yang non muhrim,
karena dia merasa tidak akan ada rasa syahwat di antara mereka. Mungkin
bagi sebagian orang, bisa dikatakan seperti itu. Dalam hal aurat ada dua pihak
yang terkena dampaknya, yang dilihat dan yang melihat. Mungkin bagi wanita
yang dilihat tidak merasakan apa-apa, tetapi belum tentu bagi yang melihat.
Biar bagaimanapun tidak semua saudara merupakan anggota keluarga yang


19
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

20
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

21
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

22
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII

23
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

24
Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII
80
muhrim, diwajibkan bagi wanita muslimah untuk menutup aurat di hadapan
yang non muhrim. Rasa malas untuk menutup aurat bisa dihilangkan dengan
membiasakan diri.
Ada di antara responden yang kurang mengerti arti mengenakan jilbab,
mengenakan jilbab tidak dari hati, akan tetapi mengenakan jilbab karena
lingkungan. Dan ada yang menyatakan lingkungan yang tidak mendukung
juga menyebabkan ketidak konsitenan mahasiswi. Maka di sini, faktor
eksternal sangat berpengaruh terhadap konsitensi mahasiswi dalam
mengenakan jilbab.
c. Tanggapan mahasiswi terhadap pelaksanaan berbusana
muslimah mahasiswi FITK.
Dari hasil wawancara terhadap mahasiswi, hanya beberapa saja
mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah yang benar-benar mengenakan
busana muslimah. Menurut pendapat mereka, mahasiswi ada yang sesuai
dalam mengenakan jilbab, ada juga yang tidak. Tapi secara keseluruhan, cara
berbusana muslimah mahasiswi FITK tergolong baik bila dibandingkan
dengan Fakultas lain.
25
Menurut salah satu responden, adalah karena FITK
adalah Fakultas yang bertugas mendidik calon pendidik (guru).
26

Dari hasil pengamatan responden, pelaksanaan berbusana muslimah
mahasiswi FITK bisa dibedakan dari jurusannya. Mereka menyatakan bahwa
jurusan yang mendapat predikat baik apabila dibandingkan dengan jurusan
lain adalah Jurusan Pendidikan Agama Islam,
27
karena menurut salah satu
mahasiswi, mereka adalah calon guru agama
28
, jadi penampilan merupakan
hal yang sangat penting, tetapi masih ada sebagian kecil dari mereka yang
kurang baik. Sedangkan jurusan yang tergolong kurang baik adalah Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris
29
dan Jurusan Matematika.
30



25
Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII

26
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

27
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII, Astri KIMP semester VII, Iien KIMP semester
VII, Maymunah KIMP semester VII

28
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

29
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII

30
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII
81
Kemudian secara keseluruhan, ada yang membedakan mahasiswi dalam
hal berbusana muslimah menjadi tiga golongan: Yang pertama, Biasa-biasa
saja dalam mengenakan jilbab, bisa dibilang sesuai dengan ketentuan, tidak
terlalu ketat, dan tidak terlalu longgar. Yang kedua, mengenakan jilbab yang
tidak sesuai dengan al-Quran dan Hadits (menurut mahasiswi), karena
mengenakan jilbab yang masih memperlihatkan bentuk tubuh, yang
diistilahkan oleh mahasiswi dengan jilbab gaul. Yang ketiga, Sudah memakai
jilbab sesuai dengan ketentuan al-Quran, sangat menutupi, hampir semua
aurat ditutupi, hampir seperti pakaian wanita yang mengenakan cadar. Yang
diistilahkan oleh mahasiswi dengan kata akhwat.
31

Menurut responden, cara pemakaian busana muslimah yang baik bagi
mahasiswi FITK, adalah:
1) Memakai baju yang panjang
32
, menutupi bagian bokong.
2) Memakai jilbab yang menutupi buah dada.
33

3) Kalau bisa memakai rok panjang.
34

4) Kalaupun memakai celana, bahannya jangan yang terbuat dari
levis,
35
dan bajunya panjang sampai lutut, untuk menutupi
bokongnya.
36

5) Tingkah laku harus sesuai dengan jilbab yang dikenakan.
37

Sedangkan cara pemakaian busana muslimah yang kurang baik bagi
mahasiswi FITK menurut responden adalah:
1) Memakai busana muslimah yang ketat,
38
celananya ngepress
(ketat sekali)
39
. Tubuhnya mungkin tertutup (kulit tubuh:
penulis), tetapi bentuk tubuhnya tidak tertutup.
40



31
Hasil wawancara Fitri PBI semester VII

32
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Maymunah KIMP semester VII

33
Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII, Maymunah KIMP semester VII

34
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

35
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII

36
Hasil wawancara Dian PBI semester VII

37
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII

38
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII, Lutvie PBI semester VII

39
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Aisyah PBI semester VII

40
Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII
82
2) Memakai jilbab dengan poni (rambutnya sengaja di keluarkan
sedikit dari jilbab yang dipakainya
41
).
3) Menggunakan jilbab yang masih dibelit-belit (jadi buah
dadanya tidak tertutupi oleh jilbabnya).
42

4) Kalau memakai celana, bajunya tidak sampai lutut. Menurut
responden, seharusnya mahasiswi yang memakai celana,
bajunya panjang sampai lutut, untuk menutupi bokongnya.
43

5) Menggunakan levis dan kaos.
44

6) Tingkah lakunya tidak sesuai dengan jilbab yang dikenakan.
45

Menurut salah satu responden
46
, ada kemungkinan yang menyebabkan
perbedaan antara mahasiswi PAI dengan mahasiswi PBI, yaitu: mahasiswi
PAI dan mahasiswi PBI sama-sama mempunyai background pendidikan,
hanya saja kebanyakan mahasiswi PAI berasal dari pesantren, sedikit banyak
mengerti cara berbusana yang sebaiknya dipakai. Sedangkan kebanyakan
mahasiswi PBI berasal dari SMU atau sekolah umum. Ada di antara mereka
hanya mengenakan jilbab waktu kuliah saja, hanya sebagai suatu formalitas, di
luar setelah keluar kampus ada yang tidak pakai jilbab. Kebanyakan mereka
yang berbusana ketat karena mengenakannya tidak dari dalam hati (dengan
niat), berjilbab karena kampus UIN ini backgroundnya adalah Islam. Semua
yang masuk UIN wajib berjilbab. Tapi, tidak semua mahasiswi PBI seperti itu.
Selain apa yang disebutkan di atas tentang cara memakai busana
muslimah yang baik menurut responden, hendaknya mahasiswi
memperhatikan syarat-syarat berbusana seperti yang pernah disebutkan dalam
bab sebelumnya yaitu: Hendaknya menutupi seluruh badan atau kecuali wajah
dan telapak tangan (seperti yang dikatakan oleh para ulama klasik, dan terjadi


41
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII, Dian KIMP semester VII (Menurutnya harus ada
tindak lanjut dari cara berjilbab yang seperti ini), Astri KIMP semester VII (Menurutnya
mahasiswi berjilbab seperti itu agar dinilai memiliki style tersendiri), Fitri PBI semester VII
(Menrutnya lebih baik tidak memakai jilbab, karena fungsi jilbab adalah menutupi aurat, salah
satunya rambut),

42
Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII, Maymunah KIMP semester VII

43
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

44
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

45
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII

46
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII
83
perbedaan pendapat tentang menyingkap kedua lengan, kaki, dan betis pada
ulama kontemporer), tidak menjadikan jilbab itu sendiri sebagai hiasan (untuk
menarik perhatian), hendaknya terbuat dari kain tebal dan tidak transparan,
hendaknya berbentuk lebar, longgar dan tidak sempit, bukan dipakai sebagai
pakaian syuhrah (supaya terkenal), tidak memilih warna kain yang kontras
(menyala), sehingga menjadi pusat perhatian orang, busana tidak bercorak
glamour (hanya menuruti tuntutan kesenangannya).
Perbedaan yang ada antara Jurusan PAI dan Jurusan lain dalam
berbusana muslimah seharusnya menjadi perhatian bagi pihak terkait.
Berbusana muslimah yang baik tidak hanya untuk calon guru agama saja,
tetapi untuk semua wanita muslimah.
d. Tanggapan mahasiswi mengenai pendapat ulama klasik dan
ulama kontemporer mengenai perintah berjilbab.
Ternyata semua responden menganggap bahwa berjilbab merupakan
suatu kewajiban baginya. Alasan mereka yaitu karena Al-Quran dan Sunnah
mewajibkan wanita mukminah untuk mengenakan jilbab
47
. Mengenai
pendapat Ulama klasik yang mewajibkan berjilbab, mereka menanggapinya
dengan:
1) Setuju dengan pendapat ulama klasik bahwa memakai jilbab
itu wajib untuk kaum wanita muslim. Karena jilbab bukan
hanya untuk menutup aurat saja, tetapi dapat juga menjaga
kesehatan. Kerudung melindungi kulit kepala dari sinar
matahari yang seharusnya langsung menyengat rambut dan
kulit kepala.
48

2) Setuju dengan memakai jilbab. Tetapi alangkah lebih baik
dimatchingkan juga dengan pakaiannya, dengan berbusana
yang baik, rapi, dan sopan.
49

3) Walaupun tidak memakai cadar untuk orang Indonesia sudah
bagus.
50



47
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII, Astri KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP

48
Hasil wawancara Maymunah KIMP semester VII

49
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII
84
4) Lebih setuju yang biasa saja, yang auratnya (selain) muka dan
telapak tangan. Tidak setuju dengan cadar karena menghalangi
komunikasi di antara laki-laki dan wanita mukmin. Dan
menurut mahasiswi dengan bercadar seorang pria tidak bisa
melihat calon isterinya, karena itu dikhawatirkan calon suami
meragukan calon isterinya, apakah ada cacatnya, atau tidak.
51

Mengenai ulama kontemporer, ada beberapa mahasiswi yang mengetahui
tentang pendapat mereka yang tidak mewajibkan jilbab, yaitu:
1) Jilbab merupakan sebuah tradisi atau budaya di negara
setempat, yaitu di Timur Tengah. Karena menurut pandangan
ulama kontemporer, perintah menutup aurat itu tidak harus
berjilbab, tetapi yang penting tidak memperlihatkan lekukan
tubuhnya, dan tidak sampai merangsang nafsu lawan
jenisnya.
52

2) Banyak kasus-kasus wanita yang berjilbab, tapi hatinya tidak
berjilbab. Dan ada wanita yang tidak mengenakan jilbab, tapi
hatinya sangat berjilbab.
53

Akan tetapi mereka tetap setuju dengan pendapat ulama klasik yang
mewajibkan berjilbab. Di antara mereka ada yang dengan tegas menolak
pendapat ulama kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab. Alasan mereka di
antaranya:
1) Apabila ada yang mengatakan: yang penting tidak ada nafsu
atau segala macam, pendapat itu tidak benar! Karena
pedoman kita adalah al-Quran, kita harus kembali pada al-
Quran.
54

2) Dari lahir sampai berumur 23 tahun, responden hanya tahu
bahwa hukum berjilbab itu wajib, dia tidak setuju dengan


50
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII

51
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

52
Hasil wawancara Fitri PBI semester VII

53
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII

54
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII
85
pendapat ulama kontemporer yang menyatakan bahwa
berjilbab itu tidak wajib.
55

3) Pendapat yang dikemukakan ulama kontemporer bahwa jilbab
itu tidak wajib atau hanya karena realitas budaya Arab, itu
sangat tidak benar. Bukankah dalam al-Quran sudah
disebutkan bahwa wajib bagi kaum muslimin untuk menutup
auratnya? Bagi perempuan seluruh badan, kecuali muka dan
kedua telapak tangan, dan bagi laki-laki dari pusar sampai
lutut.
56

Di antara responden, ada juga yang tidak tahu mengenai pendapat ulama
kontemporer ini, mereka yang tidak tahu ini mengatakan:
1) Belum pernah mendengar tentang pendapat ulama
kontemporer yang mengatakan jilbab itu tidak wajib. Karena
belum ada kajian-kajian dan bedah buku tentang ulama
kontemporer, tidak tahu siapa yang mengusung bahwa jilbab
itu tidak wajib.
57

2) Kurang tahu pendapat ulama kontemporer yang tidak
mewajibkan jilbab. Hanya tahu pendapat ulama-ulama
tradisional terdahulu yang mewajibkan jilbab.
58

Ada seorang responden yang menyatakan tidak setuju dengan cadar
karena menghalangi komunikasi di antara laki-laki dan wanita mukmin.
Menurutnya dengan bercadar seorang pria tidak bisa melihat calon isterinya,
karena itu dikhawatirkan calon suami meragukan calon isterinya, apakah ada
cacatnya, atau tidak. Tentu hal ini kurang tepat, karena dengan cadar wanita
masih bisa berkomunikasi, hanya saja budaya Indonesia yang masih belum
terbiasa dengan pemakaian cadar. Dan dalam hal melamar, seorang calon
suami diperbolehkan untuk melihat wajah calon isterinya.


55
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

56
Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII

57
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII

58
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII
86
Mengenai ulama kontemporer, ada beberapa mahasiswi yang mengetahui
tentang pendapat mereka yang tidak mewajibkan jilbab, tetapi dari sembilan
responden, hanya satu orang yang benar-benar mengetahui hal ini, karena
pernah membacanya dari buku. Dari jawaban yang responden berikan, terlihat
sepertinya dia setuju dengan pendapat ulama kontemporer tersebut
59
, tetapi
karena kehati-hatian dan di samping kurangnya rasa ingin tahu, dia
memutuskan untuk menyatakan kewajiban berjilbab.
Di antara mereka ada yang dengan tegas menolak pendapat ulama
kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab, karena merasa bahwa perintah
berjilbab datang dari al-Quran yang menjadi pedomannya
60
, hal ini menurut
penulis, merupakan suatu bentuk kehati-hatian responden, dan karena sejauh
ini yang mereka tahu hukum berjilbab itu wajib.
e. Tanggapan mahasiswi terhadap pola pergaulan antara
perempuan dengan laki-laki non muhrim merujuk kepada
Surat An-Nuur Ayat 31
Responden berpendapat bahwa adanya batasan-batasan dalam pergaulan
sangat diperlukan untuk melindungi kaum hawa dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
61

Ada yang menilai bahwa pergaulan bebas adalah hal yang sangat tidak
baik. Contohnya: Ada mahasiswi yang pernah melihat di dalam mobil angkot
(jadi bisa terlihat oleh banyak orang), dua orang siswa SMP bermesra-
mesraan. Pemandangan seperti ini sepertinya sudah menjadi hal yang biasa.
62

Selain kuliah, mahasiswi juga dididik perilaku yang bermoral, kalau sampai
melakukan hal yang tidak baik, kurang mencerminkan sebagai mahasiswa
UIN.
63



59
Hasil wawancara Fitri PBI semester VII, penulis menyimpulkan ini dari pendapat yang
dikemukakannya, untuk menggunakan harus melalui panggilan hati, kalau memang hati belum
berkeinginan untuk berjilab, Tidak menjadi masalah yang penting kan luarnya itu dia sudah
berjilbab.

60
Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII

61
Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII

62
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

63
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII
87
Ada mahasiswi yang bisa berusaha memelihara kemaluan dan menutup
aurat (berjilbab), tapi mereka tidak bisa menahan untuk tidak memandang
wajah laki-laki yang menurut mereka tampan.
64

Dan ada juga yang ingin sepenuhnya menjalani pola pergaulan yang
terdapat dalam surat An-Nuur Ayat 31 sebagai wanita muslim, akan tetapi
butuh proses dan waktu. Tetapi untuk sekarang, yang sepenuhnya bisa
dilakukan adalah dalam hal menjaga kemaluan.
65

Mengenai perintah menahan sebagian pandangan, tanggapan responden
adalah:
1) Sulit untuk menjalankannya.
66
Kodrat wanita untuk senang
melihat yang indah seperti wajah laki-laki yang tampan. Ada
mahasiswi yang biasa melanggar perintah menahan sebagian
pandangan, menurutnya ini untuk membersihkan mata.
67

2) Sekarang perintah menahan sebagian pandangan sudah tidak
berlaku lagi.
68

3) Menahan sebagian pandangan diterapkan sejauh mana
pandangan itu yang tidak boleh. Kalau untuk melihat teman,
tidak apa-apa, tidak mungkin berbicara saling
membelakangi.
69
Pandangan dibolehkan apabila pandangan itu
tidak menimbulkan syahwat contohnya: dalam berdiskusi,
acara pengajian. Kecuali kalau pandangan itu menimbulkan
makna dan arti tertentu (syahwat). Mungkin cara pandang
yang punya hubungan seperti pacar yang tidak boleh. Kalau
punya hubungan paling tidak punya hasrat atau hawa nafsu
walau sedikit. Karena mereka saling suka, pasti ada rasa. Tapi


64
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Fitrie PBI semester VII, Maymanah KIMP
semester VII

65
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII

66
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Fitrie PBI semester VII

67
Hasil wawancara Maymunah KIMP semester VII

68
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

69
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII
88
kalau untuk sekedar teman, biasanya tidak bermaksud apa-
apa.
70

Kemudian dalam hal memelihara kemaluan responden berpendapat:
1) Menurut responden, kalau sampai ada mahasiswa yang
melakukan hal-hal seperti itu, berarti dia sudah terlalu
berlebihan. Karena perempuan harus memelihara
kemaluannya.
71

2) Selama pergaulan itu tidak mengundang hal yang negatif,
boleh bergaul dengan laki-laki, tapi sebatas wajar, tidak
sampai keluar batas. Yang penting adalah bisa menutup aurat
dan memelihara kemaluan.
72

3) Ada lagi yang berpendapat bahwa lebih baik tidak bersentuhan
bila bersalaman tangan antara laki-laki dan wanita, hal itu akan
membuat wudhu jadi batal.
73

4) Mendukung surat An-Nuur Ayat 31, kalau bisa jangan
berpacaran.
74

5) Sekarang berpegangan tangan adalah hal yang lumrah.
Biasanya tidak disertai dengan hawa nafsu. Karena masih
muda, kalau sekedar berpegangan tangan sepertinya wajar,
sebagai tanda seseorang menjaga kekasihnya. Tapi kalau untuk
ciuman tidak setuju.
75

6) Menjaga kemaluan adalah bagus sekali, itu harus dijalani.
Hanya saja sekarang jarang yang benar-benar menjalaninya,
anak muda sekarang pergaulannya lebih ekstrem, apalagi di
daerah Jakarta dan Ciputat. Kalangan mahasiswa ada yang


70
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

71
Hasil wawancara Astri KIMP semester VII

72
Hasil wawancara Fitrie PBI semester VII

73
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

74
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

75
Hasil wawancara Dian KIMP semester VII
89
sudah tidak mementingkan lagi kemaluannya! Banyak
mahasiswi-mahasiswi yang berprofesi sebagai ayam kampus.
76

7) Menjaga kemaluan dan berjilbab, mungkin harus diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Masalahnya fenomena sekarang
anak SMP ataupun SMU sudah mengarah pada pacaran yang
tidak sesuai syariat, sampai mengarah ke free sex.
77

Dan terakhir mengenai perintah untuk menutup aurat (berjilbab):
1) Berjilbab itu perlu sekali, karena dengan memakai jilbab,
banyak hal-hal yang menguntungkan. Contohnya: pada saat
wanita berjilbab (responden) berjalan di depan sekumpulan
laki-laki, mereka sama sekali tidak memperlihatkan keinginan
untuk menggoda. Tetapi setelah itu, ada seorang wanita yang
tidak mengenakan jilbab justru laki-laki itu menggodanya.
Dengan berjilbab bisa menjaga wanita dari gangguan orang-
orang yang usil.
78

2) Dengan menggunakan jilbab bisa membatasi seseorang dalam
bergaul. Contohnya: seorang wanita yang berjilbab tidak
mungkin berani masuk diskotik, tidak berani untuk berbuat
hal-hal yang kurang bagus.
79

Semua responden mempunyai tanggapan yang positif terhadap perintah
untuk memelihara kemaluan dan perintah berjilbab, akan tetapi ada beberapa
responden yang tidak mempunyai tanggapan yang positif terhadap perintah
untuk menahan sebagian pandangan. Hal ini terjadi karena bagi sebagian
responden, memandangi wajah laki-laki yang tampan, tidak begitu
mendatangkan akibat yang tidak baik baginya, di samping karena rasa ketidak
mampuan untuk melanggar perintah menahan sebagian pandangan.


76
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII

77
Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII

78
Hasil wawancara Iien KIMP semester VII

79
Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII
90






BAB V
PENUTUP

Setelah penulis melakukan pembahasan, deskripsi, analisa, dan interpretasi
pada bab-bab sebelumnya, penulis akan mencoba menyajikan kesimpulan serta
saran yang sekiranya dapat menjadi masukan bagi Jurusan PBI dan KIMP
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta pihak-pihak lain yang berhubungan
dengan masalah ini.

A. Kesimpulan
1. Mahasiswi yang memiliki persepsi yang cukup baik terhadap perintah
berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yaitu terhadap perintah menahan
sebagian pandangan, memelihara kemaluan, dan perintah menutup aurat,
sebanyak 26 orang atau sebanyak 72,22 %, persepsi yang baik sebanyak 7
orang atau sebanyak 19,44 %, dan persepsi yang kurang baik sebanyak 3
orang atau sebanyak 8,33 %.
2. Latar belakang mahasiswi dalam mengenakan jilbab adalah bukan karena
dari dirinya sendiri, akan tetapi ada beberapa hal yang membuat mereka
mengenakan jilbab, seperti perintah orang tua, perintah guru, lingkungan
yang berjilbab, dan pendidikan yang diajarkan oleh guru.
3. Ada mahasiswi yang menyatakan konsisten dalam mengenakan jilbab di
depan semua non-muhrim, dan ada yang menyatakan belum sepenuhnya
bisa konsisten.
4. Menurut mahasiswi, dalam hal berbusana muslimah mahasiswi FITK
dibedakan menjadi tiga golongan: Yang pertama, Biasa-biasa saja dalam
id14992109 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
91
mengenakan jilbab, Yang kedua, mengenakan jilbab yang tidak sesuai.
Yang ketiga, Sudah memakai jilbab sesuai dengan ketentuan al-Quran,
sangat menutupi, hampir semua aurat ditutupi, hampir seperti pakaian
wanita yang mengenakan cadar. Tapi secara keseluruhan, dalam hal
berbusana muslimah mereka tergolong baik bila dibandingkan dengan
Fakultas lain.
5. Menurut mahasiswi pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK
bisa dibedakan dari jurusannya. Jurusan yang mendapat predikat baik
adalah jurusan Pendidikan Agama Islam, sedangkan jurusan yang
tergolong kurang baik adalah Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan
Jurusan Matematika.
6. Menurut mahasiswi, cara berbusana muslimah yang baik dan layak dipakai
oleh mahasiswi FITK adalah: memakai baju dan jilbab yang panjang dan
menutupi buah dada, memakai rok panjang, dan tidak memakai celana
levis. Sedangkan cara berbusana yang kurang baik dan kurang layak
dipakai mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah adalah: memakai jilbab
dengan poni (rambutnya sengaja di keluarkan sedikit dari jilbab yang
dipakainya), memakai jilbab yang sekedar menutup aurat, tubuhnya
mungkin tertutup (kulit tubuh), tetapi belum seluruhnya yang tertutup
bentuk tubuhnya. Karena: menggunakan celana yang ngepress (ketat)
sekali, menggunakan jilbab yang masih dibelit-belit (jadi buah dadanya
tidak tertutupi oleh jilbabnya), bajunya tidak sampai lutut (bagi mahasiswi
yang memakai celana, jadi bokongnya tidak tertutup), memakai celana
levis, memakai kaos, dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan jilbab yang
dikenakan.
7. Ternyata semua responden setuju dengan pendapat Ulama klasik yang
mewajibkan berjilbab, karena berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah
dan tidak setuju dengan pendapat ulama kontemporer yang tidak
mewajibkan jilbab.
8. Mahasiswi berpendapat bahwa adanya batasan-batasan dalam pergaulan
sangat diperlukan untuk melindungi kaum hawa dari hal-hal yang tidak
92
diinginkan. Kalau sampai melakukan hal yang tidak baik, kurang
mencerminkan sebagai mahasiswa UIN.
9. Ada mahasiswi yang bisa berusaha memelihara kemaluan dan menutup
aurat (berjilbab), tapi mereka tidak bisa menahan untuk tidak memandang
wajah laki-laki yang menurut mereka tampan.

B. Saran
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswi, ternyata masih
ada beberapa mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
mengenakan busana muslimah yang kurang baik. Hendaknya pihak FITK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selalu memperhatikan pelaksanaan
berbusana muslimah mahasiswinya. Perlu diadakan tindak lanjut terhadap
mahasiwi yang kurang baik dalam mengenakan busana muslimah, seperti
ditetapkannya peraturan tertulis beserta sosialisasinya, diadakannya razia,
sanksi akademik dan sebagainya.
2. Jurusan yang mempunyai predikat baik dari hasil wawancara dengan
mahasiswi adalah jurusan Pendidikan Agama Islam. Walaupun begitu,
masih ada beberapa mahasiswi dari jurusan ini yang masih mengenakan
busana yang kurang baik. Hendaknya pihak Jurusan Pendidikan Agama
Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah menindak lanjuti beberapa
mahasiswi yang dinilai kurang baik dalam berbusana muslimah.
3. Ada beberapa Jurusan di FITK yang mendapat predikat kurang baik dalam
mengenakan busana muslimah, seperti PBI dan Pendidikan Matematika.
Hendaknya Jurusan-jurusan tersebut lebih memperhatikan dan menindak
lanjuti mahasiswinya yang banyak dinilai kurang baik dalam berbusana
muslimah.

DAFTAR PUSTAKA



Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, Cet. III, 1997

Bilaly, Abdul Hamid, Apa Yang Menghalangi Seorang Wanita Berjilbab, Jakarta:
Yayasan Al-Sofwa, Cet. III, 2000

Bilaly, Abdul Hamid, Salah Paham Masalah Jilbab, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
Cet. V, 2006

Departemen Agama RI, Al Quran Al Karim dan Terjemahnya, Semarang: PT
Karya Toha Putra, 1996

Echols, John M., dan Sadily, Hasan, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia,
Jakarta: PT Gramedia, 1990

Fahruddin, Fuad Mohd, Aurat dan Jilbab Dalam Pandangan Mata Islam, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, Cet. II, 1991

Ghifari, Abu, Kudung Gaul Berjilbab Tapi Telanjang, Bandung: Mujahid, Cet. II,
2002

Gunarsa, Singgih, Pengantar Psikologi, Jakarta: Sumber Widya, cet. IV, 1992

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, Cet. X, 1999

Hajazy, Mahmud, At-Tafsiir Al-Wadhih Juz 11-20, Beirut: Daarul Jiil, Cet. X,
1993

Hajj, Mulhandy Ibnu, dkk., Tanya Jawab Tentang Jilbab, Bandung: Espe Press,
Cet. III, 1992

Kountur, Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta:
Penerbit PPM, Cet. III, 2005

Mahali, A. Mujab, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2002

Maraghi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra,
Cet. II, 1993

Muhammad, Husein, Fiqh Perempuan, Yogyakarta: LKiS, Cet. II, 2002
id15007187 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

Muhammad, Jalaluddin, dan Abdurrahman, Jalaluddin, Tafsiirul Jalalaini,
Damaskus: Darul Basyair, Cet. I, 1993

Muqaddam, Muhammad ibn Ismail, dkk, Jilbab Itu Cahayamu, Jakarta: Mirqat,
Cet. I, 2007

Narbuko, Cholid, dan Achmadi, Abu, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Bumi
Aksara, Cet. II, 1999

Pareek, Udai, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Ikrar Mandiri, cet. III, 1996

-------, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun Akademik 2004-2005, Jakarta 2004

Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000

Rasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992

RifaI, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, penerjemah
Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 1999

Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman
Ilmu, 1993

Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: UIN
Jakarta Press, Cet. I, 2006

Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang,
cet. IV, 1991

Shahab, Husein, Jilbab Menurut Al-Quran dan Sunnah, Bandung: Mizan, Cet. III
, 1989

Shaleh, Qamaruddin, dkk., Asbabun Nuzul II, Bandung: CV Penerbit Diponegoro,
Cet. X, 2000

Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Quranul
Karim, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. II, 2002

Shihab, M. Quraish, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Jakarta: Lentera Hati, Cet.
I, 2004

Sonhadji, dkk, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf


Subana, dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV Pustaka
Setia, Cet. I, 2001

Tjokosujoso, Darsono, Materi Pokok Dasar-Dasar Penelitian 1-6, Jakarta:
Universitas Terbuka, Cet. II, 1999

Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 1991

Anda mungkin juga menyukai