11170340000029_DIAN PRABAWATI
11170340000029_DIAN PRABAWATI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh :
Dian Prabawati
NIM : 11170340000029
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Dian Prabawati
NIM: 11170340000029
Pembimbing
Dian Prabawati
NIM : 11170340000029
vii
viii
ABSTRAK
ix
x
KATA PENGANTAR
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, M.A. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag. Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir. Dan tidak lupa juga kepada Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH,
xi
xii
Tiada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu dalam
serta untaian doa yang senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar
senantiasa segala kebaikannya dibalas oleh Allah. Akhirnya, penulis
berharap semoga penelitian ini senantiasa dapat memberikan wawasan
mengenai al-Qur’an dan bermanfaat bagi semuanya, khususnya bagi
penulis sendiri. Aamiin.
Dian Prabawati
NIM: 11170340000029
PEDOMAN TRANSLITERASI
ب b Be
ت t Te
ج j Je
خ kḥ ka dan ha
د d De
ر r Er
ز z Zet
س S Es
ش sy es dan ye
xv
xvi
غ G Ge
ف F Ef
ق Q Qi
ك K Ka
ل l El
م m Em
ن n En
و w W
ه h Ha
ء ’ Apostrof
ي y ye
ام Fatḥah A A
xvii
ِا
Kasrah I I
ا Ḍammah U U
ﹷو Au a dan u
C. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan (al-) yang diikuti huruf:
syamsiyah dan qamariyah.
ِ
Al-Qamariyah ُاملُن ْي Al-Munīr
Al-Syamsiyah ال
ُ الر َجِ Al-Rijāl
D. Syaddah (Tasydid)
xviii
ُالْ ُق ِوة
Al-Qamariyah
Al-Quwwah
ُالض َُّرْوَرة
Al-Syamsiyah
Al-Ḍarūrah
E. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta martujah yang
hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah, transliterasi
adalah (t), sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya adalah (h), kalau pada kata yang berakhir dengan ta
marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al-ser bacaan
yang kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah ditransliterasikan dengan
ha (h) contoh:
No. Kata Arab Alih Aksara
F. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini juga mengikuti Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf
awal Nama tempat, nama bulan nama din dan lain-lain, jika nama diri
xix
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abu Hamid, al-Gāzalī, al-Kindi.
Berkaitan dengan penulisan nama untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun
akar katanya berasal dari bahasa Arab, misalnya ditulis Abdussamad al-
Palimbani, tidak “Abd al-Samad al-Palimbani. Nuruddin al-Raniri, tidak
Nur al-Din al-Raniri.
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa
Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata,
istilah atau kalimat yang belum baku dalam bahasa Indonesia, Kata, istilah
atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan
bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia,
tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas, Misalnya kata al-Qur’an
(dari al-Qur’ān), Sunah, khusus dan umum, namun bila mereka harus
ditransliterasi secara utuh.
Contoh: Fī Zilāl al-Qur’ān, Al-‘Ibarat bi ‘umūm al-lafz la khusūs
al-sabab.
xx
DAFTAR ISI
B. Permasalahan...................................................................................... 9
3. Rumusan Masalah......................................................................... 9
xxi
xxii
1. Kegiatan Keagamaan.................................................................. 31
A. Kesimpulan ...................................................................................... 83
B. Saran................................................................................................. 84
xxv
xxvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Analisa Ragam Praktik dan Makna Resepsi Masyarakat ......... 74
xxvii
xxviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Al-Qur’an sebagai teks yang sarat makna, memiliki muatan energi
yang sangat besar sehingga ketika ia dibunyikan, maka teks itu
mengalirkan energi yang sangat dahsyat dan mampu mempengaruhi
pendengarnya.”1
Sejatinya, al-Qur’an bukan hanya sekedar teks yang dibaca, tetapi
al-Qur’an menyatu kuat dengan kehidupan bersama orang-orang yang
mengimani dan menaatinya. Farid Esack mengungkapkan dalam bukunya
The Introduction to the Qur’an, bahwa al-Qur’an mampu memenuhi banyak
fungsi dalam kehidupan Muslim. Al-Qur’an bisa berfungsi sebagai
penentram hati, penggagas perubahan, penyemangat perubahan, pengentas
tindakan zalim, bahkan obat dan penyelamat dari malapetaka. Teks al-
Qur’an ditransformasikan menjadi sebuah objek yang bernilai dengan
sendirinya.2 Ingrid Matson, dalam bukunya yang berjudul The Story of the
Qur’an: Its History and Place in Muslim Life menyebutkan bahwa al-
Qur’an telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan umat Islam, baik
dalam bahasa, penamaan, hingga ungkapan sehari-hari yang membentuk
dan mempengaruhi budaya kaum Muslim di seluruh dunia.3
Abdul Aziz Abdur Ra’uf mengutip dalam tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
(Di Bawah Naungan al-Qur’an) pada muqadimah surah Al-An’a>m, Sayyid
1
Fahmi Riyadi, “Resepsi Umat Atas al-Qur’an: Membaca Pemikiran Navid
Kermani Tentang Teori Resepsi al-Qur’an,” Hunafa: Jurnal Studia Islamika, vol.11, no.1
(Juni 2014): 47.
2
Farid Esack, The Introduction to the Qur’an dalam Hilda Nurfuadah, “Living
Qur’an: Resepsi Komunitas Muslim Pada al-Qur’an (Studi Kasus di Pondok Pesantren at-
Tarbiyyatul Wathoniyyah Desa Mertapada Kulon, Kec. Astatana Japura, Kab. Cirebon),”
Jurnal Diya al-Afkar, vol.5, no.1 (Juni 2017): 126.
3
Ingrid Matson, The Story of the Qur’an: Its History and Place in Muslim Life
dalam Miftahur Rahman, “Resepsi terhadap Ayat Al-Kursī dalam Literatur Keislaman,”
MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, vol.3, no.2 (Juli-Desember 2018): 134.
1
2
4
Abdul Aziz Abdur Raˋuf, 17 Motivasi Berinteraksi dengan Al-Qur’an (Jakarta
Timur: MARKAZ AL-QUR’AN, 2015), 13-14.
5
Miftahur Rahman, “Resepsi terhadap Ayat Al-Kursī dalam Literatur
Keislaman,” 135.
3
6
Akhmad Roja, “Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Karangsuci
Purwokerto”, (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2019), 3.
7
Ahmad Rafiq, “Sejarah Al-Qur’an: Dari Pewahyuan ke Resepsi (Sebuah
Pencarian Awal Metodologis)” dalam Sahiron Syamsudin (ed.), Islam, Tradisi dan
Peradaban (Yogyakarta: Suka Press, 2012), 57.
4
8
Nilna Fadlillah, “Resepsi terhadap Al-Qur’an dalam Riwayat Hadis,” Jurnal
NUN, vol.3, no.2 (2017): 106.
9
Hilda Nurfuadah, “Living Qur’an: Resepsi Komunitas Muslim pada Al-Qur’an,
126-127.
10
Nilna Fadlillah, “Resepsi terhadap Al-Qur’an, 111-115.
5
ُ ْ ُْ َّ ُ ْ ُْ َّ َ
ف ِان َم َع العس ِر ي ْس ًراۙ ِان َم َع العس ِر ي ْس ًرا
11
Sima’an al-Qur’an adalah tradisi membaca dan mendengarkan pembacaan al-
Qur’an secara berjama’ah atau bersama-sama dalam rangka mencari keberkahan dan
menghidupkan al-Qur’an di masyarakat. Pada umumnya rutin dilaksanakan di kalangan
pondok pesantren. Lihat Maskur, “Tradisi semaan al-Qur’an di Pondok Pesantren”, dalam
Jurnal Al Liqo: Jurnal Pendidikan Islam, vol.6, no.1 (2021).
12
Rebo Wekasan adalah tradisi masyarakat Indonesia yang diyakini untuk
menolak musibah yang turun pada hari rabu terakhir bulan Safar. Tradisi ini diawali
dengan melaksanakan shalat tolak bala sebanyak empat raka’at kemudian membaca do’a
dan membuat jimat dari potongan ayat-ayat al-Qur’an tertentu. Lihat Umi Nuriyatur
Rohmah, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qurˋan Dalam Ritual Rebo Wekasan Studi Living
Qurˋan Di Desa Sukoreno, Kec. Kalisat, Kab. Jember” dalam Jurnal Al-Bayan: Jurnal Ilmu
Al-Qurˋan dan Hadist, vol.1, no.1 (Januari 2018).
6
Kaus\ar sebanyak tujuh belas kali, kemudian surah al-Ikhlās} sebanyak lima
kali, serta membaca surah al-Falaq dan al-Na>s satu kali, selanjutnya
kemudian membaca do’a dan membuat jimat dari potongan ayat al-Qur’an
tersebut. Tradisi ini diresepsi dan dipercaya dapat menolak musibah yang
turun pada hari rabu terakhir bulan Shafar.13
Dari pemaparan tersebut, dapat dilihat bahwa adanya transmisi dari
teks ke praktek terkait tradisi-tradisi dalam rangka penerapan al-Qur’an di
masyarakat. al-Qur’an ‘dilibatkan’ dalam berbagai lini kehidupan dan hidup
di tengah peradaban masyarakat. Heddy mengungkapkan dalam bukunya
“The Living Qur’an”, fenomena ini merupakan bentuk dari “qur’anisasi
kehidupan”, atau dalam kajian al-Qur’an disebut dengan living qur’an,
yaitu al-Qur’an yang hidup dalam masyarakat.14 Mengenai hal ini, ada
sebuah daerah yang menurut penulis menarik untuk dikaji secara mendalam
mengenai bagaimana al-Qur’an hidup dalam suatu masyarakat, yaitu pada
pemukiman masyarakat muslim Papua Suku Kokoda di Sorong Papua Barat
Daya.
Ketika mendengar kata Papua, maka stigma yang muncul dalam
benak yaitu Papua adalah tanah Kristen. Hal ini semakin menguat dengan
adanya usulan untuk mengukuhkan Manokwari, salah satu kota di Papua
Barat sebagai kota Injil. Seperti Aceh sebagai serambi Makkah dan
Gorontalo sebagai serambi Madinahnya. Padahal fakta di lapangan, tidak
semua yang tinggal di tanah Papua beragama Kristen. Beberapa suku
penduduk lokal Papua seperti Suku Kokoda, Irarutum, Arandai merupakan
penganut agama Islam secara turun temurun.15
13
Umi Nuriyatur Rohmah, “Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qurˋan Dalam Ritual
Rebo Wekasan Studi Living Qurˋan Di Desa Sukoreno, Kec. Kalisat, Kab. Jember,” Jurnal
Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qurˋan dan Hadist, vol.1, no.1 (Januari 2018): 29.
14
Nilna Fadlillah, “Resepsi terhadap Al-Qur’an, 126
15
Ismail Suardi Wekke. “Islam di Papua Barat: Tradisi dan Keberagaman,” Jurnal
Ulul Albab, vol.14, no.2 (2013): 118.
7
16
Muhammad Rais, “Islam Dan Kearifan Lokal; Dialektika Faham dan Praktik
Keagamaan Komunitas Kokoda-Papua dalam Budaya Lokal,” Jurnal HIKMAH, vol.7,
no.1 (2011): 58.
8
17
Muhammad Rais, “Islam Dan Kearifan Lokal, 58.
18
Muhammad Rais,”Islam Dan Kearifan Lokal, 59.
9
19
Ridhoul Wahidi, “Hidup Akrab Dengan Al-Qur'an; Kajian Living Qur'an
dan Living Hadis Pada Masyarakat Indragiri Hilir Riau,” Turats: Jurnal Penelitian Dan
Pengabdian, vol.1, no.2 (2013): 103-113.
20
Moh Nurun Alan, “Tipologi Resepsi Al-Qur’an : Kajian Living Qur’an di
Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kabupaten Malang”, (Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2020).
12
resepsi tafsir realis dan transformatif dalam perspektif kajian resepsi al-
Qur’an.
Muh Amin,21 artikel ini membahas makna resepsi al-Qur’an serta
epistemologinya, bentuk resepsi al-Qur’an, serta langkah-langkah untuk
menciptakan kesadaran budaya khususnya budaya lokal yang menggunakan
al-Qur’an sebagai salah satu bagiannya. Maka diperlukan sebuah
metodologi kebudayaan khusus, yaitu metode living qur’an. Metode ini
merupakan kajian terhadap budaya dengan dua buah langkah yaitu analisis
historis-normatif dan analisis analisis sosial-budaya masyarakat pemilik
budaya tersebut. Persamaan artikel ini dengan penelitian terletak pada objek
yang diteliti yaitu resepsi al-Qur’an. Sedangkan perbedaannya kajian ini
tidak fokus pada kajian lapangan berbeda halnya dengan penelitian ini yang
lebih mengedepankan unsur kajian lapangan.
Yani Yuliani,22 artikel ini membahas tipologi resepsi al-Qur’an di
masyarakat Desa Sukawana, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka
Jawa Barat, serta berupaya menggali makna yang melekat pada ragam
resepsi tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tipologi resepsi al-
Qur’an masyarakat Sukawana berupa resepsi eksegesis (pemahaman
masyarakat terhadap isi kandungan al-Qur’an dan diwujudkan dalam
perilaku kesehariannya), resepsi estetis (al-Qur’an dianggap memiliki unsur
keindahan sehingga dijadikan aksesoris), dan resepsi fungsional (al-Qur’an
dianggap memiliki kekuatan magic). Persamaan artikel ini dengan
penelitian terletak pada objek yang diteliti yaitu tipologi resepsi al-Qur’an.
Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek yang diteliti. Penulis
21
Muh Amin, “Resepsi Masyarakat Terhadap Al-Qur’an (Pengantar Menuju
Metode Living Qur’an),” Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Dotrin, Pemikiran, dan Fenomena
Agama, vol.21, no.2 (2020): 290-303.
22
Yani Yuliani, “Tipologi Resepsi Al-Qur’an dalam Tradisi Masyarakat
Pedesaan: Studi Living Qur'an di Desa Sukawana, Majalengka,” Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir, vol.06, no.02 (2021): 321-338.
13
23
Wahyu Dian Saputri, “Resepsi terhadap Al-Qur’an oleh Masyarakat Kampung
Pasar Batang Lampung”, (Skripsi S1., Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, 2021).
24
Muhammad Rais, “Islam dan Kearifan Lokal; Dialektika Faham dan Praktik
Keagamaan Komunitas Kokoda-Papua dalam Budaya Lokal,” Jurnal HIKMAH, vol.7,
no.1 (2011): 55-82.
14
turunan yang harus dijaga dan dipelihara. Konsep dasar kearifan yang
dibangun dari konstruksi budaya masyarakat Kokoda, yaitu
“persaudaraan”. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang
akan dilakukan yaitu, membahas mengenai kehidupan agama Islam pada
masyarakat Suku Kokoda, untuk mencari tahu lebih dalam tentang perilaku
keagamaan dan pola kehidupan beragama mereka. Namun, yang
membedakan adalah fokus dari penelitian yang akan dilakukan yaitu aspek
resepsi al-Qur’an.
Ismail Suardi Wekke,25 Penelitian ini mengkaji tentang sosio
kultural masyarakat Islam di Papua Barat terkhusus pada suku-suku asli
Papua yang beragama Islam. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa umat
Islam minoritas di Papua Barat berusaha untuk mempertahankan identitas
sesuai dengan tuntunan beragama. Kehidupan sosial yang berlangsung
dalam aktivitas sehari-hari, senantiasa terlaksana sebagai keberlangsungan
tradisi yang sudah ada sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama membahas tentang
kehidupan beragama masyarakat Suku asli Papua Barat khususnya
komunitas muslim Suku Kokoda. Namun, dalam penelitian ini penulis lebih
mempersempit pembahasannya pada praktik dan makna resepsi al-Qur’an
masyarakat muslim Papua Suku Kokoda di Sorong Papua Barat Daya.
Efa Rubawati,26 Tesis ini membahas Suku Kokoda dalam kerangka
komunikasi yang mereka lakukan terkait identitas agama. Hasil penelitian
ini yaitu melahirkan Islam yang khas pada Suku Kokoda, terlihat dari
identitas yang mereka tampilkan melalui pakaian dan penggunaan jilbab
25
Ismail Suardi Wekke, “Islam di Papua Barat: Tradisi dan Keberagaman,” Jurnal
Ulul Albab, vol.14, no.2 (2013): 117-134.
26
Efa Rubawati, “Suku Minoritas Papua Dan Identitas Agama (Studi Etnografi
Komunikasi Pada Suku Kokoda Di Maibo, Kabupaten Sorong – Papua Barat)”, (Tesis S2.,
Universitas Airlangga, 2019).
15
bagi perempuan serta pemilihan nama Islam didepan nama marga yang
merujuk pada keislaman menurut mereka. Dari sisi budaya, identitas agama
hadir melalui kesenian dan adat serta ritual keagamaan. Persamaan
penelitian ini yaitu pada subjek penelitian, membahas komunitas muslim
Papua Suku Kokoda terutama kehidupan beragama mereka. Namun, dalam
penelitian ini penulis lebih mempersempit pembahasannya pada praktik dan
makna resepsi al-Qur’an masyarakat muslim Suku Kokoda di Sorong,
Papua Barat Daya.
Alifah Nurul Fadilah,27 Skripsi ini membahas dinamika sejarah
pendidikan agama Islam Suku Kokoda dalam kehidupannya sebagai
minoritas. Hasil penelitian ini adalah 1) Pendidikan agama Islam pada
masyarakat Suku Kokoda adalah pendidikan non formal berbentuk majelis
ta’lim atau biasa disebut pembinaan perempuan Kokoda. 2) Faktor yang
mempengaruhi ada faktor pendukung yaitu semangat belajar masyarakat
dan faktor penghambat yaitu tingkat ekonomi yang rendah. 3) Dinamika
sejarah pendidikan agama Islam pada masyarakat Suku Kokoda berawal
dari runtuhnya kerajaan Tidore dan Kristenisasi Belanda. Penelitian ini
memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu, membahas
mengenai perilaku keagamaan dan pola kehidupan beragama masyarakat
Suku Kokoda. Namun, yang membedakan adalah penelitian ini terfokus
pada aspek pendidikan agama Islam sedangkan penelitian yang akan
dilakukan yaitu aspek praktik dan makna resepsi al-Qur’an masyarakat
muslim Papua Suku Kokoda di Sorong, Papua Barat Daya.
Dari beberapa penelitian di atas, penulis menemukan relevansi
dengan penelitian penulis tentang resepsi masyarakat terhadap al-Qur’an.
Beberapa penelitian di atas memfokuskan penelitian pada resepsi
27
Alifah Nurul Fadilah, “Dinamika Sejarah Pendidikan Agama Islam pada
Masyarakat Suku Kokoda di Kabupaten Sorong, Papua Barat”, (Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2020).
16
28
Albi dan Johan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Sukabumi: Jejak, 2018), 9.
29
Engkus Kuswarno, Etnografi Komunikasi, Pengantar dan Contoh
Penelitiannya (Bandung: Widya Padjadjaran, 2008), 65.
17
30
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung:
Alfabeta, 2013), 137.
31
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, 137.
32
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 199.
18
33
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, 199.
34
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, 201.
35
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), 244.
36
Engkus Kuswarno, Etnografi Komunikasi, 70.
37
Engkus Kuswarno, Etnografi Komunikas, 70.
19
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari
sub-sub bab. Adapun sistematika penelitiannya sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan yang bertujuan menjelaskan
mengenai latar belakang penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan
sistematika penelitian.
Bab kedua bertujuan untuk menjelaskan gambaran umum mengenai
lokasi yang menjadi tempat penelitian yang berisi profil masyarakat muslim
Papua Suku Kokoda di Sorong Papua Barat berupa kondisi geografis, sosial
keagamaan, pendidikan, dan penduduknya.
Bab ketiga bertujuan untuk menjelaskan gambaran umum mengenai
resepsi al-Qur’an, yang berisi teori resepsi al-Qur’an, ragam resepsi al-
Qur’an di masyarakat, serta resepsi al-Qur’an sebagai bentuk ekspresi
masyarakat.
Bab keempat bertujuan untuk menjelaskan hasil analisis yang berisi
ragam praktik dan makna resepsi al-Qur’an masyarakat muslim Papua Suku
Kokoda di Sorong, Papua Barat dalam kehidupannya sebagai minoritas.
Bab kelima adalah penutup yang bertujuan untuk memberikan
kesimpulan terhadap hasil penelitian yang dilakukan yang berisi
kesimpulan dan saran.
BAB II
PROFIL MASYARAKAT SUKU KOKODA
1
Idris Wugaje (Kepala Suku Kokoda), diwawancarai oleh Dian Prabawati,
Sorong, 05 Juni 2022, Papua Barat.
2
Ismail Suardi dan Yuliana, “Tifa Syawat dan Entitas Dakwah dalam Budaya
Islam: Studi Suku Kokoda Sorong Papua Barat,” THAQAFIYYAT: Jurnal Bahasa,
Peradaban dan Informasi Islam, vol.13, no.1 (Juni 2012): 167.
21
22
3
Idris Wugaje, Wawancara.
4
Idris Wugaje, Wawancara.
23
5
Saprillah, “Migrasi Kaum Muslim ke Sorong Papua Barat,” Jurnal Al-Qalam,
vol.17, no.2 (Desember 2011), 255.
24
“Dari dulu, walaupun di antara kita ini mungkin ada yang tidak bisa
baca al-Qur’an, tetapi tetap menerima dan mengakui al-Qur’an
adalah pedoman hidup kami. Dan kami pegang teguh dengan Islam
itu”6
Dengan keyakinan yang kuat, menerima dan mengakui al-Qur’an
sebagai pedoman hidup mereka, keislaman komunitas Kokoda tidak mudah
digoyahkan walaupun mereka sebagai minoritas, hidup berdampingan
dengan penganut agama lain.
2. Perkembangan Suku Kokoda
Ketika mendengar kata Papua, stigma masyarakat adalah
penduduknya yang penuh konflik, kekerasan, dan ketertinggalan. Padahal
jika lebih mengenali komunitas ini, maka akan didapati hal-hal menarik dan
khas di luar pemikiran orang-orang selama ini. Di dalamnya masyarakat
dapat hidup rukun dan damai penuh persaudaraan, saling menghargai
perbedaan, bahkan memberikan tempat tanpa diskriminasi kepada saudara-
saudara yang datang dari pulau lain, untuk hidup di tanah papua. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Ibu Jalila :
“Kalau kita terbuka sama mereka, mereka sudah kenal, akan terlihat
sekali sifat ramahnya. Mereka itu penyayang, kita akan dianggap
seperti sudah keluarga sendiri.”7
Masyarakat Kokoda adalah masyarakat yang kental dengan adat dan
memiliki rasa persaudaraan yang tinggi. Jika berkunjung ke Kokoda akan
disambut dengan ramah. Apalagi jika sudah kenal dan berperilaku sopan,
baik serta terbuka kepada warga setempat, maka mereka akan langsung
menganggapnya seperti keluarga sendiri.
Secara umum, kondisi masyarakat Suku Kokoda saat ini mulai
berkembang. Sebagian penduduknya sudah memiliki kesadaran akan
6
Ali Syamsudin Namugur (tokoh agama), diwawancarai oleh Dian Prabawati,
Sorong, 12 Juni 2022, Papua Barat Daya.
7
Jalila Syarif, (Founder Akhwat Kokoda Comunity), diwawancarai oleh Dian
Prabawati, Sorong, 02 November 2022, Papua Barat Daya.
25
8
Jalila Syarif, Wawancara.
9
Ismail Agia (tokoh masyarakat), diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong, 28
Oktober 2022, Papua Barat Daya.
10
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Peran Pemerintah Daerah
dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama
(Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2013), 182.
26
masyarakat yang majemuk. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari bapak
Ismail Agia selaku tokoh masyarakat Kokoda:
“Di Kota Sorong ini termasuk kota yang mulai pesat
perkembangannya, kondisi majemuk dari berbagai suku, beberapa
agama tapi Alhamdulillah sampai saat ini bisa berjalan toleransinya
luar biasa. Dan saya anggap kota Sorong ini bisa jadi barometer
dimana kita bisa berkehidupan yang harmonis. Sudah jarang sekali
terdengar bahkan tidak ada lagi konflik karena masalah agama.
Masyarakat penuh toleransi dan matang.”11
Dalam kemajemukan, Kokoda tetap berupaya mengokohkan
kerukunan hidup dengan suku dan agama berbeda. Hal ini ditandai dengan
semakin membaiknya kesadaran beragama dan toleransi antar umat
beragama di Kota Sorong termasuk Kokoda.
B. Kondisi Geografis
Dari letak geografis, Suku Kokoda tersebar di Kota Sorong,
Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan, semuanya terletak di
Provinsi Papua Barat. Adapun masyarakat Suku Kokoda yang menjadi
objek penelitian kali ini adalah Suku Kokoda yang tinggal di Kota dan
Kabupaten Sorong, membentuk pemukiman atau kampung sendiri di
beberapa lokasi, yaitu : Rufei, Km 8, Km 9,5, Victory dan Kampung
Warmon Kabupaten Sorong.12 Dari beberapa lokasi tersebut, lokasi Km. 8
dijadikan induk komunitas Kokoda di Kota dan Kabupaten Sorong, yang
dikenal dengan “Kampung Kokoda”. Peneliti memfokuskan dan membatasi
wilayah penelitian yaitu di induk komunitas Kampung Kokoda Km 8
kelurahan Klasabi, Distrik Sorong Manoi, Kota Sorong. Berikut data
monografi kelurahan Klasabi:13
1. Batas wilayah kelurahan
Sebelah Utara : Kelurahan Malaingkedi
11
Ismail Agia, Wawancara.
12
Idris Wugaje, Wawancara.
13
Arsip dokumen data monografi kelurahan Klasabi 2022.
27
14
Peta wilayah kelurahan Klasabi, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Google Maps:
maps kelurahan klasabii sorong - Search (bing.com) diakses pada 28 November 2022.
28
15
Idris Wugaje, Wawancara.
16
Arsip dokumen data monografi kelurahan Klasabi 2022.
29
masyarakat Suku Kokoda asli. Dan, kategori kedua dimana Suku Kokoda
yang bertransmigrasi dengan merantau ke kota dan berbaur dengan warga
pendatang maupun suku asli Papua lainnya.17 Komunitas induk Kokoda di
kelurahan Klasabi termasuk kategori kedua dimana masyarakat berbaur
dengan masyarakat lain.
D. Kondisi Pendidikan
Secara umum tingkat pendidikan masyarakat Kokoda masih relatif
rendah. Kesadaran akan pentingnya pendidikan pun masih kurang. Hanya
sebagian kecil yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi.
Kebanyakan anak Kokoda setelah menamatkan SD, langsung ikut orang tua
mereka bekerja mencari nafkah. Tetapi beberapa di antara mereka ada juga
yang berhasil melanjutkan sampai ke perguruan tinggi, namun biasanya
terjadi pada anak pemuka masyarakat. Beberapa anak yang memiliki
potensi juga disekolahkan ke Jawa untuk menempuh pendidikan di pondok
pesantren yang sudah bekerjasama dan memiliki program serta jalur khusus
putra daerah asli Kokoda.18
Saat ini sudah dibangun beberapa sarana pendidikan di sekitar
kampung Kokoda untuk membantu akses pendidikan gratis dan
meningkatkan semangat pendidikan bagi anak-anak kampung Kokoda. Di
antaranya yaitu: LabSchool UNIMUDA di Kampung Warmon Kokoda,
Yayasan Pendidikan Islam dan Pondok Pesantren Emeyodere khusus
masyarakat Kokoda, Pondok Cahaya Islam Papua (CIP) dengan program
khusus untuk muslim Kokoda, dan sekolah-sekolah negeri maupun swasta
di sekitar kompleks Kokoda, serta adanya keterlibatan dalam bidang
17
Raisa Anakota dkk, “Akulturasi Masyarakat Lokal dan Pendatang di Papua
Barat,” Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya, vol.21, no.1 (Juni 2019): 29-30.
18
Ismail Agia, Wawancara.
30
19
Ali Syamsudin Namugur, Wawancara
20
Ismail Agia, Wawancara.
21
Idris Wugaje, Wawancara.
31
kerja, dan penghasilan yang tidak menentu. Pasalnya, sifat ini berdampak
pada kualitas dan kuantitas penghasilan yang diperoleh. Hal ini diperparah
lagi oleh sebagian mereka yang suka melakukan perbuatan menyimpang,
seperti mabuk-mabukkan, berjudi, dan hidup boros.22 Seperti yang
diungkapkan bapak Ismail Agia, tokoh masyarakat setempat :
“Walaupun sudah menganut agama Islam tapi kebiasaan umum
sebagian masyarakat Kokoda sampai sekarang masih susah
dihilangkan, padahal melanggar norma agama. Belum lagi tingkat
kesadaran pada pendidikan yang rendah.”23
Belum ada kesadaran penuh dari individu untuk menghilangkan
kebiasaan ini sehingga upaya pembinaan moral dan agama juga berjalan
kurang maksimal.
F. Keadaan Sosial Keagamaan
1. Kegiatan Keagamaan
Islam berkembang di Kokoda bukan melalui pendidikan, tetapi
adanya akulturasi dengan budaya. Masyarakat mengenal Islam sebagai
agama nenek moyang yang harus mereka ikuti. Meski beragama Islam,
namun pemahaman keislaman masyarakat Suku Kokoda masih kurang.
Masih sedikit di antara mereka yang mampu membaca al-Qur’an dengan
fasih, serta rajin menjalankan ibadah. Masyarakat Kokoda belum
menganggap pendidikan keislaman menjadi agenda utama. Faktor masih
hidup dalam kondisi memprihatinkan menjadi salah satu penyebabnya.
Meskipun begitu, masyarakat Kokoda berpegang teguh pada
keislamannya.24
Suku Kokoda memiliki masjid sendiri di pemukiman mereka,
Namun, masjid tersebut masih jarang difungsikan. Meskipun begitu, tokoh
22
Muhammad Rais. ”Islam Dan Kearifan Lokal; Dialektika Faham dan Praktik
Keagamaan Komunitas Kokoda-Papua dalam Budaya Lokal,” Jurnal HIKMAH, vol.7, no.1
(2011): 60.
23
Ismail Agia, Wawancara.
24
Ali Syamsudin Namugur, Wawancara.
32
25
Idris Wugaje, Wawancara.
26
Ismail Suardi, “Harmoni Sosial dalam Keberagaman dan Keberagamaan
Masyarakat Minoritas Muslim Papua Barat,” Jurnal Kalam, vol.10, no.2 (Desember 2016):
307.
33
27
Ali Syamsudin Namugur, Wawancara.
28
Ismail Suardi, “Harmoni Sosial, 308-310.
29
Muhammad Rais, ”Islam Dan Kearifan Lokal, 63.
34
30
Ismail Suardi dan Yuliana, “Tifa Syawat, 169.
31
Idris Wugaje, Wawancara.
35
32
Idris Wugaje, Wawancara.
33
Idris Wugaje, Wawancara.
34
Idris Wugaje, Wawancara.
36
35
Muhammad Rais. ”Islam dan Kearifan Lokal, 78-79.
BAB III
TINJAUAN UMUM RESEPSI AL-QUR’AN
1
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits
(Yogyakarta: Teras, 2007), xi.
37
38
1
Menghidupkan al-Qur’an maksudnya al-Qur’an tidak semata hanya dibaca,
dipelajari, dipahami teksnya. Tetapi juga perihal penerapan teks-teks al-Qur’an dalam
kehidupan sehari-hari sehingga ia menyatu kuat dan mempengaruhi setiap aspek hidup
manusia yang mengimaninya.
2
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living, xiv.
39
3
Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living Al-Qur’an: Beberapa Perspektif
Antropologi,” Jurnal Walisongo, vol.20, no.01 (Mei 2022): 250.
4
Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 22.
5
Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra; Metode Kritik dan
Penerapannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 7.
6
Rachmat Djoko Pradopo, “Beberapa Teori Sastra, 10.
40
oleh individu baik sebagai mushaf maupun teks yang memiliki makna
sendiri.7 Resepsi al-Qur’an dimaknai sebagai kajian tentang sambutan
atau respon pembaca terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an. Sambutan
tersebut bisa berupa cara masyarakat dalam menafsirkan pesan ayat-ayat
al-Qur’an, mengaplikasikan ajaran moralnya, ataupun cara masyarakat
membaca dan melantunkan ayat-ayatnya yang kemudian sambutan
tersebut diberi nilai dan makna sehingga menjadi dasar dan pedoman
hidup masyarakat yang mengimaninya.8
Dalam kajian resepsi, al-Qur’an bukan hanya sebagai bacaan,
melainkan sebagai teks yang hidup dalam keseharian masyarakat.
Dengan demikian, pergaulan dan interaksi pembaca dengan al-Qur’an
merupakan konsentrasi dari kajian resepsi ini, sehingga implikasi dari
kajian tersebut akan memberikan konsep tentang ciri khas dan tipologi
masyarakat dalam berinteraksi dengan al-Qur’an.9
Resepsi terhadap al-Qur’an telah dipahami dan dipraktekkan
sejak masa Nabi hingga generasi setelahnya, bahkan era kontemporer,
sehingga memunculkan fenomena-fenomena yang cukup menarik.
Fenomena yang mencerminkan everyday life of the Qur`an muncul
sebagai hasil upaya umat Islam berinteraksi dengan kitab sucinya hingga
melahirkan tradisi atau kebiasaan di masyarakat. Seperti merutinkan
membaca suatu surah yang diyakini mendatangkan manfaat, meyakini
7
Ahmad Rafiq, “Sejarah Al-Qur’an: Dari Pewahyuan ke Resepsi (Sebuah
Pencarian Awal Metodologis)” dalam Sahiron Syamsuddin (ed.), Islam, Tradisi dan
Peradaban,(Yogyakarta: Suka Press, 2012), 73.
8
M Ulil Abshor, “Tradisi Resepsi Al-Qur’an Di Masyarakat Gemawang
Sinduadi Mlati Yogyakarta (Kajian Living Qur'an),” Jurnal Qof, vol.03, no.01 (2019):
43.
9
Fathurrosyid, “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur’an di Kalangan
Masyarakat Sumenep Madura,” Jurnal el Harakah, vol.17, no.2 (2015): 222.
41
beberapa ayat tertentu sebagai obat bahkan jimat, beberapa ayat atau
surah dibaca dalam tradisi adat sebagai bentuk akulturasi agama,
beberapa kutipan ayat dijadikan hiasan dinding rumah, masjid, bahkan
makam, hingga al-Qur’an dilombakan dalam bentuk Tilawah dan
Tahfizh al-Qur’an, dan banyak lainnya. Berbagai fenomena sosial-
budaya ini terjadi karena adanya keyakinan bahwa berinteraksi dengan
al-Qur’an secara maksimal akan memperoleh kebahagiaan dunia
akhirat.
B. Ruang Lingkup Kajian Resepsi Al-Qur’an
Kajian di bidang living qur’an memberikan kontribusi yang
besar bagi pengembangan bidang kajian al-Qur’an. Kajian resepsi al-
Qur’an sebagai bagian dari living qur’an, dimaksudkan untuk
memahami apa sebenarnya yang memotivasi individu merespon al-
Qur’an, apa artinya bagi mereka dalam kehidupan, dan bagaimana
hubungan teks (ayat, hadis, atau aqwal ulama) yang mendasari praktik
resepsi al-Qur’an tersebut.10
Kajian resepsi al-Qur’an berkaitan dengan kajian ilmu sosial-
budaya seperti antropologi dan sosiologi, dimana peneliti bukan
mempermasalahkan kebenaran penafsiran al-Qur’an, karena tujuan
penelitian bukanlah ‘mengevaluasi’ atau ‘menghakimi’ sebuah
pemahaman atau pemaknaan (penafsirannya), tetapi melakukan
‘pembacaan’ objektif terhadap fenomena keagamaan yang terkait
langsung dengan al-Qur’an dalam keseharian masyarakat muslim
menurut konteks budaya dan pergaulan sosial. Kemudian gejala-gejala
10
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta:
Idea Press, 2015), 104.
42
11
Ahmad Farhan, “Living Al-Qur’an sebagai Metode Alternatif dalam Studi
Al-Qur’an,” Jurnal El-Afkar, vol.6, no.2 (Juli- Desember 2017): 92.
12
Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-
Qur’an,” Journal of Qur’an and Hadith Studies, vol.4, no.2 (2015): 184.
13
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, 109.
14
Ahmad Rafiq, The Reception of the Qur’an in Indonesia: A Case Study of
the Place of the Qur’an in a Non-Arabic Speaking Community, (Disertasi Ph.D.,
Temple University Press, 2014), 146.
43
15
Ahmad Rafiq, “Sejarah al-Qur’an, 75.
16
Imas Lu’ul Jannah, “Resepsi Estetik terhadap Al-Qur’an pada Lukisan
Kaligrafi Syaiful Adnan,” Nun: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir di Nusantara, vol.3,
no.2 (2017): 26.
44
Penyimpangan dan Fungsi,” Jurnal Studi Qur’an dan Hadith, vol.4, no.1 (2004): 5.
45
18
Ahmad Rafiq, “Pembacaan Atomistik terhadap Al-Qur’an, 6.
19
Ibnu Santoso, “Resepsi Al-Qur’an dalam Berbagai Bentuk Terbitan,”
Jurnal Humaniora, vol.16, no.1 (Februari 2004): 78-87.
46
20
Akhmad Roja, “Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Karangsuci
Purwokerto”, (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2019), 55.
21
Ahmad Rafiq, “Pembacaan Atomistik terhadap Al-Qur’an, 7.
22
Farid Esack, The Introduction to the Qur’an dalam Didi Junaedi, “Living
Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian Al-Qur’an (Studi Kasus di Pondok
Pesantren As-Siroj Al Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon),” Journal
of Qur’an and Hadith Studies, vol.4, no.2 (Juni 2015): 174-175.
47
23
Fathurrosyid, “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur’an, 231.
49
24
Hamka, “Sosiologi Pengetahuan: Telaah Atas Pemikiran Karl Mannheim,”
Jurnal Institut Agama Islam Negeri Palu, vol.3, no.1 (2020): 79.
25
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam, Aplikasi Sosiologi Pengetahuan
Sebagai Cara Pandang (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 49-56.
26
Grefory Baum, Agama dalam Bayang-bayang Relativism: Agama,
Kebenaran, dan Sosiologi Pengetahuan, terj, Achmad Murtajib dan Masyhuri Arow
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999), 15-16.
50
27
Grefory Baum, “Agama dalam Bayang-bayang Relativism, 18.
51
28
Yani Yuliani. “Tipologi Resepsi Al-Qur’an dalam Tradisi Masyarakat
Pedesaan: Studi Living Qur'an di Desa Sukawana, Majalengka,” Al-Tadabbur: Jurnal
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, vol.06, no.02 (2021): 322.
29
Nilna Fadlillah. “Resepsi terhadap Al-Qur’an dalam Riwayat Hadis,”
Jurnal NUN, vol.3, no.2 (2017): 106.
30
Hadis bersumber dari riwayat al-Bukhāri, Ṣaḥīḥ al-Bukhāri, “Kitāb Faḍāil
al-Qur’ān”, no. 4630 dalam Nilna Fadillah. “Resepsi terhadap Al-Qur’an dalam
Riwayat Hadis,” Jurnal NUN, vol.3, no.2 (2017): 106.
52
31
Nilna Fadlillah, “Resepsi terhadap Al-Qur’an, 107.
32
Nilna Fadlillah. “Resepsi terhadap Al-Qur’an, 108.
33
Yani Yuliani. “Tipologi Resepsi Al-Qur’an dalam Tradisi Masyarakat, 324.
53
34
Ali Sodiqin, Antropologi Al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu & Budaya
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 209-210.
35
Ahmad Farhan, “Living Al-Qur’an sebagai Metode Alternatif, 90-91.
54
57
58
َ َ ْٰ ً ْ َّ َ ٰ ْ َ
َو َمآ ا ْر َسلنك ِالا َرح َمة ِللعل ِم ْين
1
Uka Arisandi, “Resepsi Masyarakat Terhadap Teks Al-Qur’an (Studi Living
Qur’an di Desa Barambai Kolam Kanan, Kecamatan Barambai, Kabupaten Barito Kuala)”,
(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin, 2019), 70.
59
2
Kajian Akhwat Kokoda Community oleh Ustadzah Jalila Syarif, pada Kamis, 03
November 2022 pukul 16.30-17.50 WIT.
60
3
Rifai Gogoba (Pengurus Masjid Babul Jannah), diwawancarai oleh Dian
Prabawati, Sorong, 02 November 2022, Papua Barat Daya.
61
4
Wahyu, (warga Suku Kokoda), diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong, 05
November 2022, Papua Barat Daya.
62
5
Alat musik tradisional Papua, bentuknya seperti gendang. Tifa terbuat dari kayu
yang dilubangi tengahnya dan dimainkan dengan cara dipukul.
6
Wahyu, Wawancara.
63
Salah satu yang menarik dari Islam adalah Islam tidak pernah datang
ke suatu kebudayaan yang kosong. Islam diberi warna oleh berbagai budaya
lokal. Ajaran islam yang dipraktikkan di Indonesia adalah ajaran Islam yang
khas Indonesia.7 Salah satu contohnya al-Qur’an diresepsi secara estetik
oleh masyarakat Kokoda dengan kekhasan daerah Kokoda, yaitu:
a. Ayat Al-Qur’an Dijadikan Hiasan Dinding Masjid
Dalam hal ini, bisa dilihat pada dinding masjid Babul Jannah
Kokoda yang dipenuhi kaligrafi bertuliskan ayat-ayat al-Qur’an dengan
corak khas Kokoda-Papua.
7
Agus Ahmad dan Nanih. Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Ideologi,
Strategi, sampai Tradisi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 279.
64
َْ َ ْ ْ َ ْ َ َ ُ َّ َ ٰ َ َ ه
الس ٰم ٰو ِت َو َما ِفى الا ْر ِض َم ْن َّ لح ُّي ال َق ُّي ْو ُم ەَۚ َلا َتأ ُخ ُذ ٗه س َن ٌة َّو َلا َن ْو ٌم ل ٗه َما فى ُ ا
ّٰلل ل ٓا ِاله ِالا هوَۚ ا
ِ ِ
ْ َ َ ُ ُ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ ْ ْ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َّ ٗ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َّ َ
ي ْيط ْون ِبش ْي ٍء ِم ْن ِعل ِم ٓه ِذا ال ِذي يشفع ِعند ٓه ِالا ِب ِاذ ِنه يعلم ما بين اي ِدي ِهم وما خلفهمَۚ ولا ح
َْ َْ َ ُ َ ُ ُ ْ ٗ ُ ْ َ َ َْ ُ
الس ٰم ٰو ِت َوالا ْرضَۚ َولا َي ُٔـوده ِحفظهماَۚ َوهو الع ِل ُّي الع ِظ ْي ُم َّ اَّلا ب َما َشا َۤء َوس َع ك ْرس ُّي ُه
ِ ِ َۚ ِ ِ
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha hidup lagi terus-
menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk
dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-
Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan
mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak
mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia
kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit
dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah
yang Maha tinggi lagi Maha agung” (Qs. al-Baqarah/ 2: 255).
Model hiasan pigura dan peletakannya pun beragam, tetapi
kebanyakan diletakkan di ruang tamu yang terlihat dari pintu masuk. Hal
ini diyakini masyarakat selain untuk sisi keestetikan yaitu memperindah
rumah juga sebagai penjagaan dari hal-hal buruk yang ingin masuk ke
dalam rumah.9 Jika berkunjung ke rumah kepala Suku Kokoda, dari pintu
8
Rifai Gogoba, Wawancara.
9
Amina (warga Kokoda), diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong, 05
November 2022, Papua Barat Daya.
65
masuk akan langsung terlihat pajangan kaligrafi ayat kursi dan diapit dua
pajangan piring gantung khas Kokoda yang dipesan khusus bertuliskan
lafaz} Allah dan Muhammad, sehingga menambah keindahan ruangan
dengan tetap menampilkan kekhasan Kokoda.
10
Ali Syamsudin Namugur (tokoh agama), diwawancarai oleh Dian Prabawati,
Sorong, 12 Juni 2022, Papua Barat Daya.
66
11
Afifah, (warga Suku Kokoda), diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong, 05
November 2022, Papua Barat Daya.
67
untuk mayyit.12 Pada momen ini, surah yang dibaca yaitu surah Ya>sīn,
tadarrus al-Qur’an 30 Juz dalam tujuh hari, dan pembacaan tahlil.
12
Nurhaya, (warga Suku Kokoda), diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong,
05 November 2022, Papua Barat Daya.
13
Pesta goyang yaitu sebutan untuk acara ‘goyang’ atau menari dan bernyanyi
disertai dengan mabuk-mabukkan ditempat yang sedang melaksanakan hajat.
68
s}oh}ibul bait sekaligus sebagai bentuk rasa syukur pada momen-momen baik
tersebut.14
d. Ayat Al-Qur’an Dijadikan ‘Jimat’ Perlindungan Diri
Selanjutnya terdapat ayat al-Qur’an yang dijadikan seperti wirid
harian dan dinamakan doa ‘kunci diri’. Doa ini rutin dibaca tiap pagi hari
saat akan pergi keluar rumah dengan membaca Syahadat, Ayat Kursi, surah
al-Falaq tiga kali, doa dalam bahasa Kokoda yang intinya meminta
perlindungan, doa keluar rumah, tawassul, dan doa penutup. Berikut teks
doa ‘kunci diri’ dalam bahasa Kokoda :
Praktik ini tidak dijalankan oleh semua warga Kokoda, hanya
sebagian yang memiliki pemahaman ilmu mendalam saja dengan tujuan
mendapatkan perlindungan dan terhindar dari hal-hal ghaib, kejahatan
manusia, dan musibah atau bencana alam baik bagi yang membaca juga
seluruh penghuni rumah.15
e. Ayat Al-Qur’an Dijadikan ‘Obat’ Penyakit
Selain itu, surah al-Fa>tiḥah, al-Falaq, an-Na>s, menjadi surah populer
yang dipercaya masyarakat Kokoda untuk mengobati penyakit, seperti
demam, luka, hingga penyakit keras. Pembacaan surah-surah ini mengambil
contoh dari suatu riwayat Hadis yang menerangkan bahwa Nabi pernah
meruqyah dengan surah-surah ini. Apabila ada yang sakit segera dibawa ke
imam atau ustad setempat lalu dibacakan doa-doa, yaitu surah al-Fa>tihah,
al-Falaq, an-Na>s, doa selamat, dan doa yang berbunyi:
“Bismilla>hillaz}i> la> yad}urru ma ’asmihi> syai un fī al-ard}i wa la>
fissama> i wa huwassami>’ul ‘ali>m”
Lalu diusapkan pada bagian tubuh yang sakit, beberapa juga
ditiupkan pada segelas air dan yang sedang sakit diminta meminumnya.
Masyarakat Kokoda meyakini penyembuhan dengan doa dan ayat al-Qur’an
14
Ali Syamsudin Namugur, Wawancara.
15
Wahyu, Wawancara.
69
16
Ali Syamsudin Namugur, Wawancara.
17
Idris Wugaje (Kepala Suku Kokoda), diwawancarai oleh Dian Prabawati,
Sorong, 05 Juni 2022, Papua Barat Daya.
70
membagi makna perilaku menjadi tiga macam makna, yaitu makna objektif,
makna ekspresif, dan makna dokumenter. Ketiga macam makna inilah yang
menjadi acuan penulis dalam membaca pemaknaan resepsi masyarakat
muslim Kokoda terhadap al-Qur’an, sebagai berikut:
1. Makna Objektif
Makna objektif yaitu makna berdasarkan konteks sosial yang
melatarbelakangi praktik tersebut diadakan. Dari beberapa praktik resepsi
dan tradisi masyarakat Kokoda, makna objektif terungkap pada praktik
tradisi magaomo, tahlilan, kegiatan seremonial keagamaan, dan praktik al-
Qur’an yang dijadikan jimat dan penyembuhan penyakit. Mengingat
kondisi masyarakat yang masih kental dengan adat istiadat, masyarakat
menjalankan praktik tersebut dengan keyakinan adanya manfaat dari
praktik-praktik tersebut sebagaimana yang telah diajarkan turun temurun18.
Maka makna objektif yang ditangkap terbagi menjadi dua, yaitu
pertama, masyarakat yang sadar bahwa al-Qur’an merupakan pedoman
hidup dimana semua aspek kehidupan haruslah berlandaskan al-Qur’an dan
kedua, masyarakat yang menjalankan praktik keagamaan sebatas mengikuti
tradisi turun temurun. Hal ini terlihat pada pemahaman masyarakat
mengenai ajaran-ajaran al-Qur’an yang masih terbatas, tetapi mereka tetap
menjalankan praktik keagamaan yang berdasarkan pengakuan sudah
menjadi tradisi yang melekat dalam keseharian.
2. Makna Ekspresif
Makna ekspresif ialah makna berdasarkan apa yang menjadi tujuan
individu dalam melaksanakan suatu tindakan atau perilaku. Praktik resepsi
masyarakat Kokoda seperti membaca al-Qur’an rutin pada waktu tertentu,
mempelajari al-Qur’an, dan mengikuti kajian al-Qur’an merupakan praktik
resepsi yang mengarah pada makna ekspresif.
18
Nurhaya, Wawancara.
71
19
Afifah, Wawancara
72
Tabel 4.1: Analisa Ragam Praktik dan Makna Praktik Resepsi Masyarakat
Tipologi Praktik Simbol Makna
Resepsi
Kajian Akhwat
Kokoda Media Ta’lim
Ekspresif
Pembelajaran TPQ
Eksegesis
Khutbah Jum’at
Media
Kegiatan seremonial Dakwah Objektif dan
keagamaan Dokumenter
Estetis Hiasan dinding di Media
rumah & masjid Perlindungan Dokumenter
20
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Peran Pemerintah Daerah
dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama
(Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2013), 180.
77
21
Idris Wugaje, Wawancara.
22
Ismail Suardi, “Harmoni Sosial dalam Keberagaman dan Keberagamaan
Masyarakat Minoritas Muslim Papua Barat,” Jurnal Kalam, vol.10, no.2 (Desember 2016):
306.
23
Ali Syamsudin Namugur, Wawancara.
78
Bentuk resepsi pada ayat ini terlihat pada beberapa cara mereka
berinteraksi dengan non-muslim. Di Kokoda, menjadi hal yang lumrah
apabila dalam sebuah rumah terdapat dua atau lebih agama berbeda. Mereka
bisa saling mengingatkan bahkan memfasilitasi untuk beribadah, tetapi
tetap saling menjaga keyakinan masing-masing. Seperti cerita salah satu
warga Kokoda yang penulis wawancarai,
“Di rumah saya itu, kami bersaudara enam orang. Empat muslim,
dua kristiani. Tapi tetap saling jaga, saling hargai. Bahkan saya
punya bapak yang muslim, kalau mereka tidak melaksanakan ibadah
tetap ditegur. Kalau kamu yakini satu keyakinan ya harus kamu
jalani dengan baik begitu. Mereka pun mengerti dengan agama kita,
misal dalam Islam tidak boleh makan daging babi. Mereka menjaga
untuk supaya kami yang muslim tidak menyentuh hal-hal yang
dilarang. Tidak ada paksaan keyakinan, yang penting saling
mengerti.”24
Prinsip “Sa Pu Sodara” yang berarti “keluarga saya” menjadi dasar
ikatan sosial dalam masyarakat. Sehingga agama apapun, bukan hambatan
apalagi meruntuhkan persaudaraan yang sudah dibangun sejak awal. Seperti
pernyataan dari kepala suku Kampung Kokoda,
“Sudah turun temurun kita satu prinsip “Sa Pu Sodara”, yaitu “saya
punya keluarga”. Maksudnya ya itu tadi, persaudaraan itu di atas
kepentingan segala-galanya. Komitmen itu sudah warisan dari
leluhur. Dari kecil sudah diajarkan jadi sudah tertanam komitmen
itu. Akhirnya, rasa persaudaraan itu kami anggap sebagai budaya
kami.”25
Mengenai hal ini sempat dikomentari oleh salah satu Muballig}h
Kota Sorong, Ustad Adnan Firdaus, beliau mengatakan :
“Memang agama di Papua ini agak beda dengan di daerah lain.
Kalau perihal agama, di Kokoda ada diposisi kedua. Posisi pertama
itu keluarga kemudian posisi kedua baru agama. Makanya
perbedaan beragama itu biasa-biasa saja di kalangan mereka.
Karena yang diutamakan adalah keluarga. Jadi tidak boleh itu ada
bentrok antar keluarga gara-gara persoalan agama. Mereka lebih
24
Ahmad (warga Suku Kokoda), diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong, 03
November 2022, Papua Barat Daya.
25
Idris Wugaje, Wawancara.
79
26
Adnan Firdaus (Muballigh Kota Sorong), diwawancarai oleh Dirfan Kahar,
Sorong, 16 Juni 2021, Papua Barat dalam Dirfan Kahar, Persepsi Masyarakat Tentang
Ayat-Ayat Toleransi dan Korelasinya dengan Masalah Kerukunan Antar Ummat
Beragama (Ciputat: IIQ Jakarta Press, 2022), 90.
27
Ahmad, Wawancara.
80
28
Ismail Suardi, “Masjid di Papua Barat: Tinjauan Ekspresi Keberagamaan
Minoritas Muslim dalam Arsitektur,” Jurnal el Harakah, vol.15, no.2 (2013): 126.
29
Ismail Suardi, “Harmoni Sosial, 306.
81
mengungkap hal-hal yang unik dan khas serta menangkap pemaknaan yang
mendalam dari aktivitas resepsi masyarakat Kokoda, apalagi mengingat
mereka selaku minoritas. Ajaran al-Qur’an menjadi landasan perekat
kebersamaan masyarakat Kokoda dalam melestarikan tradisinya dan
menjalin hubungan baik dengan suku ataupun agama lain.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai resepsi
masyarakat muslim Papua Suku Kokoda terhadap al-Qur’an, dapat ditarik
benang merah bahwa terdapat tiga poin penting yang menjadi kesimpulan
penulis dalam penelitian ini :
1. Ragam praktik resepsi masyarakat Kokoda dibagi menjadi tiga bentuk
tipologi, yaitu pertama, resepsi eksegesis yang terlihat pada kajian rutin
Akhwat Kokoda, pembelajaran TPQ, penyampaian pesan ayat al-Qur’an
pada khutbah Jum’at, dan pada seremonial keagamaan. Kedua, resepsi
estetis dimana ayat al-Qur’an dijadikan hiasan dinding di masjid dan
rumah. Ketiga, resepsi fungsional terlihat pada praktik tadarrusan,
tahlilan, ayat al-Qur’an dibaca pada tradisi magaomo, serta al-Qur’an
diyakini sebagai penyembuh penyakit dan pelindung diri.
Makna dibalik ragam praktik resepsi masyarakat Kokoda, penulis bagi
menjadi tiga makna, yakni pertama, makna objektif, yaitu masyarakat
yang sadar bahwa al-Qur’an merupakan pedoman hidup dimana semua
aspek kehidupan haruslah berlandaskan al-Qur’an dan masyarakat yang
menjalankan praktik keagamaan sebatas mengikuti tradisi turun
temurun. Kedua, makna ekspresif, yaitu bentuk kepatuhan terhadap
pencipta dan nenek moyang sebagai praktik keagamaan turun temurun.
Ketiga, makna dokumenter, yaitu terbentuknya kebersamaan dan
keakraban masyarakat Kokoda serta sebagai wadah melestarikan
budaya setempat. Dari pemaknaan ini melahirkan simbol-simbol
tersendiri, yaitu al-Qur’an menjadi media dakwah, ta’lim, ibadah dan
83
84
menyadari dan meyakini Islam sebagai agama yang dianut. Sehingga dalam
bermasyarakat akan senantiasa dapat menjalankan syariat Islam serta terus
melestarikan kebudayaan setempat.
Penulis juga berharap penuh kepada pemerintah dan seluruh umat
muslim untuk sama-sama lebih memperhatikan dan mendukung masyarakat
Kokoda mengenai pendidikan keagamaan. Perlu adanya program jangka
panjang dalam rangka meningkatkan kesadaran semangat belajar dan
pemahaman keislaman mendalam kepada masyarakat Kokoda.
86
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Kitab
Ahmad, Agus dan Nanih, Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Ideologi,
Strategi, sampai Tradisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Albi dan Johan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi: Jejak, 2018.
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Peran Pemerintah
Daerah dan Kantor Kementerian Agama dalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2013.
Baum, Grefory. Agama dalam Bayang-bayang Relativism: Agama,
Kebenaran, dan Sosiologi Pengetahuan, terj, Achmad Murtajib dan
Masyhuri Arow. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003.
Fanani, Muhyar. Metode Studi Islam, Aplikasi Sosiologi Pengetahuan
Sebagai Cara Pandang. Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Irwan, et. al. Dialektika Teks Suci Agama, Strukturasi Makna Agama dalam
Kehidupan Masyarakat. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM,
2008.
Kahar, Dirfan. Persepsi Masyarakat Tentang Ayat-Ayat Toleransi Dan
Korelasinya Dengan Masalah Kerukunan Antar Ummat Beragama
(Studi Kasus Pada Masyarakat Kota Sorong Papua Barat). Ciputat:
IIQ Jakarta Press, 2022.
Kuswarno, Engkus. Etnografi Komunikasi, Pengantar dan Contoh
Penelitiannya, Bandung: Widya Padjadjaran, 2008.
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta:
Idea Press, 2015.
87
88
Artikel/Jurnal
Abshor, M Ulil. “Tradisi Resepsi Al-Qur’an Di Masyarakat Gemawang
Sinduadi Mlati Yogyakarta (Kajian Living Qur'an),” Jurnal Qof.
vol. 03, no. 01 (2019): 41-54
Amin, Muhammad. “Resepsi Masyarakat Terhadap Al-Qur’an (Pengantar
Menuju Metode Living Qur’an),” Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji
Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama. vol. 21, no. 2 (2020):
290-303
Anakota, Raisa, et. al. “Akulturasi Masyarakat Lokal dan Pendatang di
Papua Barat,” Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya. vol. 21,
no. 1 (Juni 2019): 29-37
89
Suardi, Ismail dan Yuliana. “Tifa Syawat dan Entitas Dakwah dalam
Budaya Islam: Studi Suku Kokoda Sorong Papua Barat,”
THAQAFIYYAT: Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi Islam.
vol. 13, no. 1, (Juni 2012): 163-186.
Wahidi, Ridhoul. “Hidup Akrab Dengan Al-Qur'an; Kajian Living Qur'an
Dan Living Hadis Pada Masyarakat Indragiri Hilir Riau,” Turats:
Jurnal Penelitian Dan Pengabdian, vol. 1, no. 2 (2013): 103-113.
Wekke, Ismail Suardi, “Masjid di Papua Barat: Tinjauan Ekspresi
Keberagamaan Minoritas Muslim dalam Arsitektur,” Jurnal el
Harakah. vol. 15, no. 2, (2013): 124-149.
Wekke, Ismail Suardi. “Harmoni Sosial dalam Keberagaman dan
Keberagamaan Masyarakat Minoritas Muslim Papua Barat,” Jurnal
Kalam, vol. 10, no. 2, (Desember 2016): 295-312.
Wekke, Ismail Suardi. “Islam Di Papua Barat: Tradisi dan Keberagaman,”
Jurnal Ulul Albab. vol. 14, no. 2 (2013): 117-134.
Yuliani, Yani. “Tipologi Resepsi Al-Qur’an dalam Tradisi Masyarakat
Pedesaan: Studi Living Qur'an di Desa Sukawana, Majalengka,” Al-
Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. vol. 06, no. 02 (2021):
321-338.
Skripsi/Tesis/Disertasi
Alan, Moh Nurun. “Tipologi Resepsi Al-Qur’an : Kajian Living Qur’an di
Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kabupaten Malang”.
Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang, 2020.
Arisandi, Uka, “Resepsi Masyarakat Terhadap Teks Al-Qur’an: (Studi
Living Qur’an di Desa Barambai Kolam Kanan, Kecamatan
Barambai, Kabupaten Barito Kuala)”. Skripsi S1., Universitas Islam
Negeri Antasari Banjarmasin, 2019.
92
Wawancara
Afifah (warga Suku Kokoda), Diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong,
05 November 2022, Papua Barat Daya.
Agia, Ismail (tokoh masyarakat Kokoda), Diwawancarai oleh Dian
Prabawati, Sorong, 28 Oktober 2022, Papua Barat Daya.
Ahmad (warga Suku Kokoda), Diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong,
03 November 2022, Papua Barat Daya.
Amina (warga Suku Kokoda), Diwawancarai oleh Dian Prabawati, Sorong,
05 November 2022, Papua Barat Daya.
Gogoba, Rifai (pengurus Masjid Babul Jannah Kokoda), Diwawancarai
oleh Dian Prabawati, Sorong, 02 November 2022, Papua Barat Daya.
Namugur, Ali Syamsudin (tokoh agama Kokoda), Diwawancarai oleh Dian
Prabawati. Sorong, 12 Juni 2022, Papua Barat Daya.
93
Lain-lain
Arsip dokumen data monografi kelurahan Klasabi 2022.
Kajian Akhwat Kokoda Community oleh Ustadzah Jalila Syarif, pada
Kamis, 03 November 2022 pukul 16.30-17.50 WIT.
Peta wilayah kelurahan Klasabi, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Google
Maps: maps kelurahan klasabii sorong - Search (bing.com) diakses
pada 28 November 2022.
94
LAMPIRAN- LAMPIRAN
Keterangan :
KS : pertanyaan untuk Kepala Suku
TA : pertanyaan untuk Tokoh Agama
M : pertanyaan untuk Masyarakat
95
96
Lampiran 2 :
Transkrip Wawancara
Transkrip Wawancara
Qur’an juga, jadi memang sudah menyatu begitu. Tentu saja ada apa
namanya ya, mungkin peleburan begitu kapa ya. Cuma ya kadang
masyarakat kalau sudah kontak dengan lingkungan lagi, kemurniaan
tradisi itu memudar, ada lagi pengaruh-pengaruh dari luar. Jadi memang
harus tetap dijaga kelestarian dan keasliannya”.