Anda di halaman 1dari 9

ETIKA KLINIK

Arti kata etika


Etika filsafat : etika merupakan bagian/kajian dari ilmu filsafat yang mengkaji tentang moral dan
moralitas.
Professional dan praktis : etika merupakan pedoman dan aturan yang disepakati bersama tentang
bagaimana mereka seharusnya berprilaku dalam menjalankan profesi dengan baik benar.
Definisi
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam
hubungan dengan orang lain.
Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan
pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.
Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang
berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis
atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual,
kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu.
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga
etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional.
Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan sebagai etik perawatan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang
digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang
seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
Nilai-nilai moral yang ada dalam kode etik keperawatan Indonesia (2000), diantaranya:
1.Menghargai hak klien sebagai individu yg bermartabat dan unik
2.Menghormati nilai-nilai yang diyakini klien
3.Bertanggung jawab terhadap klien
4.confidentiality/ kerahasiaan
Sistematika etika
1. Etika umum : bahas prinsip-prinsip moral dasar
2. Etika khusus : bahas terapan pada bidang kehidupan manusia
a. Etika individual : perorangan dan hubungan antar individu
b. Etika institusional : etika dalam ikatan institusi
c. Etika social :
1. Etika terhadap makhluk hidup (bioetik)
2. Etika profesi
3. Etika hokum
4. Etika bisnis, dsb
Hal-hal yang bukan etika
1. Etika bukan seperangkat larangan khusus yang hanya berhubungan dengan perilaku
seksual.
2. Etika bukan sesuatu yang relative dan subyektif. (Peter Singer, What Ethics is not )
Prinsip-prinsip Etika
Prinsip etik berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik (KDB), yaitu :
Autonomy : memilih yang terbaik bagi dirinya
Beneficence : berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain
Non-maleficence : tidak menimbulkan bahaya/sakit fisik maupun emosional
Justice : perlakuan adil
Veracity : jujur atau tidak berbohong
Fidelity : komitmen terhadap pelayanan sehingga timbul rasa percaya

Prinsip etika klinik menurut Jonsen AR, Siergler (JS), yaitu:
Medical Indication (indikasi medis)
Dengan pertimbangan diagnostik, perjalanan penyakit, kondisi pasien, prognosis dan
alternatif pengobatan diambil keputusan :
- life saving (demi keselamatan jiwa)
- preventive (pencegahan), promotive (promosi)
- curative (pengobatan)
simtomatik
kausal
paliatif
- rehabilitative (rehabilitasi), cosmetic (keindahan)
Quality of life (kualitas hidup)
Siapa yang menilai, kriterianya bagaimana atauka ada standard
Patients preferrences (pemahaman dan keyakinan pasien)
Contextual feature (situasi dan kondisi umum)
Sosekbud, institusi, hukum dsb
Klinik
1. (bagian) rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis
medis serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan pengamatan thd kasus penyakit yg diderita
para pasien;
2. balai pengobatan khusus: -- keluarga berencana; -- penyakit paru-paru;
3. organisasi kesehatan yg bergerak dalam penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis
dan pengobatan), biasanya thd satu macam gangguan kesehatan
Klinik adalah suatu fasilitas kesehatan publik kecil yang didirikan untuk memberikan perawatan
kepada pasien luar. Biasanya klinik hanya mengobati penyakit-penyakit ringan seperti demam
dan sebagainya, sedangkan kasus-kasus yang lebih parah diajukan kerumah sakit.
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh
lebih dari satu jenis tenaga kesehatan (perawat dan atau bidan) dan dipimpin oleh seorang tenaga
medis (dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis).

Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik Pratama dan Klinik Utama.
Kedua macam klinik ini dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
masyarakat.

Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar.
Klinik Utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan
medik dasar dan spesialistik. Sifat pelayanan kesehatan yang diselenggarakan bisa berupa rawat
jalan, one day care, rawat inap dan/atau home care.
Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang konsultasi dokter;
c. ruang administrasi;
d. ruang tindakan;
e. ruang farmasi;
f. kamar mandi/wc;
Prasarana klinik meliputi:
a. instalasi air;
b. instalasi listrik;
c. instalasi sirkulasi udara;
d. sarana pengelolaan limbah;
e. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
f. ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
g. sarana lainnya sesuai kebutuhan.
Selain itu juga, klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai
sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
Syarat peralatan tersebut adalah:
1. memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan.
2. memiliki izin edar.
3. Harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau
institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.
PIMPINAN
KLINIK PRATAMA
(1) Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi.
(2) Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang
dokter dan/atau dokter gigi.
KLINIK UTAMA
(1) Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya.
(2) Tenaga medis pada Klinik Utama minimal terdiri dari 1 (satu) orang
dokter spesialis dari masing-masing spesialisasi sesuai jenis pelayanan
yang diberikan.
(3) Klinik Utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi
sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis.
Clinical ethics/Etika klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik
selama pemberian pelayanan pada klien.
Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang
sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).

PELAKSANAAN ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KLINIS KEPERAWATAN
Aplikasi dalam praktek klinis bagi perawat diperlukan untuk menempatkan nilai-nilai dan
perilaku kesehatan pada posisinya. Perawat bisa menjadi sangat frustrasi bila membimbing atau
memberikan konsultasi kepada pasien yang mempunyai nilai-nilai dan perilaku kesehatan yang
sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pasien kurang memperhatikan status kesehatannya.
Pertama-tama yang dilakukan oleh perawat adalah berusaha membantu pasien untuk
mengidentifikasi nilai-nilai dasar kehidupannya sendiri.
Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan kasus sebagai berikut: Seorang pengusaha yang
sangat sukses dan mempunyai akses di luar dan dalam negeri sehingga dia menjadi sibuk sekali
dalam mengelola usahanya. Akibat kesibukannya dia sering lupa makan sehingga terjadi
perdarahan lambung yang menyebabkan dia perlu dirawat di rumah sakit. Selain itu dia juga
perokok berat sebelumnya. Ketika kondisinya telah mulai pulih perawat berusaha mengadakan
pendekatan untuk mempersiapkannya untuk pulang. Namun perawat menjadi kecewa, karena
pembicaraan akhirnya mengarah pada keberhasilan serta kesuksesannya dalam bisnis. Kendati
demikian upaya tersebut harus selalu dilakukan dan kali ini perawat menyusun list pertanyaan
dan mengajukannya kepada pasen tersebut. Pertanyaannya, Apakah tiga hal yang paling penting
dalam kehidupan bapak dari daftar dibawah ini ? Pasen diminta untuk memilih atas pertanyaan
berikut:
1. Bersenang-senang dalam kesendirian (berpikir, mendengarkan musik atau membaca).
2. Meluangkan waktu bersama keluarga.
3. Melakukan aktifitas seperti: mendaki gunung, main bola atau berenang.
4. Menonton televisi.
5. Membantu dengan sukarela untuk kepentingan orang lain.
6. Menggunakan waktunya untuk bekerja.
Langkah berikutnya adalah mengajaknya untuk mendiskusikan prioritas yang dibuat
berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya, dengan mengikuti klarifikasi nilai-nilai sebagai berikut:
1. Memilih: Setelah menggali aspek-aspek berdampak terhadap kesehatan pasen, misalnya stress
yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu aktifitasnya, maka
sarankan kepadanya memilih secara bebas nilai-nilai kunci yang dianutnya. Bila dia memilih
masalah kesehatannya, maka hal ini menunjukkan tanda positif.
2. Penghargaan: Berikan dukungan untuk memperkuat keinginan pasen dan promosikan nilai-
nilai tersebut dan bila memungkinkan dapatkan dukungan dari keluarganya. Contoh: istri dan
anak anda pasti akan merasa senang bila anda memutuskan untuk berhenti merokok serta
mengurangi kegiatan bisnis anda, karena dia sangat menghargai kesehatan anda.
3. Tindakan: Berikan bantuan kepada pasen untuk merencanakan kebiasaan baru yang
konsisten setelah memahami nilai-nilai pilihannya. Minta kepada pasen untuk memikirkan
suatu cara bagaimana nilai tersebut dapat masuk dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang
perlu diucapkan perawat/bidan kepada pasennya: Bila anda pulang, anda akan menemukan cara
kehidupan yang berbeda, dan anda menyatakan ingin mulai menggunakan waktu demi kesehatan
anda.

Masalah etika dalam uji klinik obat di Indonesia

Mengapa harus dilakukan uji klinik obat ?
Uji klinik obat selanjutnya disingkat uji klinik- dimaksudkan untuk menguji
efektivitas suatu obat/pengobatan pada sekelompok manusia sehat/penderita dalam jumlah
terbatas supaya hasilnya dapat diterapkan pada penderita lain dikemudian hari secara rutin.
Menggunakan manusia sehat atau sakit dalam eksperimen dibenarkan dalam ilmu kedokteran
karena akan bermanfaat bagi masyarakat banyak untuk memahami efek obat tersebut sehingga
dapat digunakan pada masyarakat luas dengan lebih yakin tentang efektivitas dan keamanannya.
Bila skrining seperti ini tidak dilakukan maka dapat terjadi malapetaka pada banyak orang bila
langsung dipakai secara umum seperti pernah terjadi dengan talidomid (1959-1962) dan obat
kontrasepsi pria (gosipol)di Cina.
Setiap obat yang ditemukan melalui eksperimen in vitro atau hewan coba tidak terjamin
bahwa khasiatnya benar-benar akan terlihat pada penderita. Pengujian pada manusia sendirilah
yang dapat menjamin apakah hasil in vitro atau hewan sama dengan manusia. Penapisan
efektivitas terakhir ini dibuktikan melalui uji klinik obat.
Efektivitas dan toksisitas mungkin dapat berbeda dalam 4 jenis kombinasi bila hasil in
vitro/hewan dibandingkan dengan manusia:
3. Hasil invitro/hewan positif ---- hasil pada manusia positif.
Situasi ini ideal dan makna penelitian hewan lebih terasa kebutuhannya.
Contohnya : salbutamol, propanolol, penisilin, dsb.
4. Hasil in vitro/hewan 7ubstant ---- hasil pada manusia 7ubstant.
Situasi ini juga baik, namun tidak dapat dijamin sepenuhnya karena suatu percobaan yang
berhasil 7ubstant lebih sulit dibuktikan. Zat kimia seperti ini biasanya tidak akan menjadi obat.
3. Hasil in vitro/hewan positif ---- hasil pada manusia 7ubstant.
Keadaan ini sering terjadi pada zat kimia yang diharapkan menjadi obat tetapi tidak dapat
diteruskan dalam pengembang-annya sebagai obat baru, karena uji klinisnya gagal membuktikan
manfaatnya.
4. Hasil in vitro/hewan 7ubstant ---- hasil pada manusia positif.

Bila fenomen ini mengenai efek samping, situasi ini bisa berbahaya karena manusia belum
mengantisipasi sifat buruk ini, sedangkan bila efeknya bersifat baik maka hal ini merupakan
suatu indikasi baru yang didasarkan kebetulan (serendipity). Contoh yang paling baru ialah
sildenafil yang dimaksudkan untuk menjadi obat kardiovaskuler tetapi kebetulan menjadi obat
male erectile dysfunction.


Etika dalam uji klinik

Uji klinik penuh dengan masalah etika karena berhubungan erat sekali dengan
eksperimentasi pada manusia sakit maupun sehat. Suatu pelanggaran etik yang kasar telah
diceritakan Angell(2) dalam sebuah editorial yang terkenal dengan The Tuskegee study of
untreated syphilis. Studi ini telah disponsori oleh the US Public Health Service dan berjalan dari
1932-1972. 412 orang kulit hitam di A.S. yang menderita sifilis tidak diobati dan dibandingkan
dengan 204 orang yang tidak berpenyakit sifilis untuk menentukan jalannya penyakit singa itu.
Waktu studi dimulai belum terdapat pengobatan yang ampuh (Salvarsan telah digunakan sebagai
standard pengobatan), dan penelitian ini diteruskan hingga 1972, walaupun penisilin sudah
dipasarkan dan telah diketahui sangat efektif untuk sifilis. Studi ini berjalan terus sampai seorang
wartawan mengetahuinya dan membuat laporan yang menghebohkan Presiden Nixon. Studi ini
kemudian dihentikan. Berbagai masalah etik telah dilanggar karena orang percobaan tidak
dimintakan consent, subyek telah dibohongi, dan mereka tidak diberikan pengobatan penilisin
yang ampuh. Bulan Mei 1997 hal ini menyebabkan Presiden Clinton membuat pernyataan maaf
kepada masyarakat Amerika secara resmi.

Suatu cerita lain dalam editorial di atas ialah adanya uji klinik profilaksis dengan berbagai
regimen pengobatan terhadap ubstantive pada penderita HIV positif di Uganda. Banyak di antara
penderita ini mempunyai tes 8ubstantiv positif. Hal ini tidak mungkin dilakukan di A.S. sendiri
karena semua penderita HIV positif yang mempunyai tes 8ubstantiv positif diprofilaksis terhadap
8ubstantive8.

Etika dalam uji klinik dapat dibedakan procedural dan substantive ethics (3);
keduanya harus dipenuhi sebelum suatu uji klinik dianggap etis untuk dilaksanakannya.
Procedural ethics (etika yang menyangkut prosedur pelaksanaan uji klinik) pada umumnya
berkisar pada hak azasi manusia, Deklarasi Helsinki, Good Clinical (trial) Practice (GCP), dan
consent. Ia berhubungan dengan bagaimana suatu controlled trial dilakukan, sedangkan etika
8ubstantive mempertanyakan apakah studi itu layak dikerjakan atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA


Carol Taylor,Carol Lillies, Priscilla Le Mone, 1997, Fundamental Of Nursing Care, Third
Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.

http://blogtentangilmukeperawatan.blogspot.com/2009/10/etik-perawatan.html

http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/etik-dan-moral-dalam-praktek.html


Shirley R.Jones,1994, Ethics In Midwifery , by Mosby Year Book Europe Ltd.

Anda mungkin juga menyukai