Anda di halaman 1dari 7

KETUHANAN DALAM PEMIKIRAN SOEKARNO III:

PANCASILA - TRISILA - EKASILA



Ketuhanan Dalam Pemikiran Soekarno
Beberapa catatan tentang Ketuhanan dalam Pidato Lahir
Pancasila 1 Juni 1945
Pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI pertama,
tepatnya hari ketiga setelah menyampaikan lima asas dasar
negara, Ir. Soekarno mengusulkan untuk memberikan nama
atau istilah Pancasila pada lima asas dasar tersebut.
Menurut beliau, nama itu berasal dari seorang ahli bahasa
yang tidak disebutkan namanya. Istilah itu secara spontan
diterima oleh peserta sidang.

Menurut Ir. Soekarno, Pancasila itu dapat diperas menjadi
Trisila, yang terdiri atas Socio nationalism, Socio
democratie, dan Ketuhanan. Trisila tersebut kemudian dapat
diperas lagi menjadi Eka Sila, yang intinya Gotong Royong.

Istilah Pancasila yang dilontarkan oleh Ir. Soekarno, akhirnya
menjadi populer di masyarakat sebagai nama dari dasar
negara Indonesia. Lebih-lebih pada tahun 1945, pidato
tersebut diterbitkan dengan judul Lahirnya Pancasila.
Namun, rumusan dan sistematika serta metode berpikir antara
usulan dasar negara pada tanggal 1 Juni 1945 yang
dilontarkan oleh Ir. Soekarno tidak sama dengan dasar negara
dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945.
dan akhirnya Sukarno berpidato pada tanggal 1 Juni yang
kemudian ia menyimpulkan 5 asas yang ia namai
PANCASILA yaitu :
Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
Mufakat atau Demokrasi
Kesejahteraan Sosial
Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam pidatonya , Sukarno menyebutkan bahwa
PANCASILA dapat diperas menjadi TRISILA yang berisi :

Sosionasionalisme
Sosiodemokrasi
Ketuhanan dan berkebudayaan
Dan Sukarno pun menyebutkan bahwa TRISILA dapat
diperas kembali menjadi EKASILA yaitu:

Gotong Royong
Hal tersebut mencerminkan bahwa asas yang paling dasar
bagi Negara Kesatuan adalah kerjasama yang erat antar
rakyatnya. Dengan menerapkan prinsip gotong royong dalam
kehidupan bermasyarakat , Sukarno meyakini bahwa
Indonesia akan menjadi negara yang sejahtera dan sentosa.

Selesai sampai disanakah proses kelahiran suatu dasar negara?
segampang itukah ? tentu tidak.

Seperi yang anda liat , PANCASILA yang kita kenal sekarang
berbeda dengan apa yang di ajukan Sukarno di Rapat
BPUPKI pada 1 Juni 1945. mengapa demikian? Simak
kisahnya !

Setelah rapat pertama BPUPKI yang membahas dasar negara
selesai dan tidak menghasilkan rumusan yang diterima semua
pihak sebagai dasar negara, sehingga BPUPKI menyerahkan
mandat perumusan dasar negara kepada panitia 9 yang
diketuai Sukarno. BPUPKI membentuk panitia 9 karena tugas
BPUPKI sendiri yang masih belum selesai diantaranya
membahas masalah keuangan,ekonomi,wilayah negara ,dan
kewarganegaraan.
Sebagai formulasi empiris yang disampaikan secara spontan,
tampaknya Soekarno tidak terlalu memperdulikan kemasan,
sebab bagi dia yang penting kandungan isi yang terdapat di
dalamnya. Karena itu itu, selain ia menawarkannya sebagai
Pancasila, ia juga menawarkan formulasi yang lebih esensial
yakni Trisila, yakni:
Sosio Nasionalisme
Sosio Demokrasi
Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam bentuk yang lebih esensial lagi, Soekarno menawarkan
Ekasila yakni: Gotong Royong.
Nasionalisme sosial yang didalamnya mengandung prinsip
kebangsaan dan perikemanusiaan, yang menegaskan
pentingnya hubungan antara bangsa atas dasar kemerdekaan
dan keadilan sesungguhnya memiliki makna tauhid. Begitu
pula Demokrasi sosial yang menegaskan tegaknya keadilan
sosial sebagai prasyarat terciptanya kesejahteraan sosial juga
memiliki basis keimanan karena semua itu dapat ditemukan di
dalam ajaran agama-agama.
Sedangkan gotong royong, perikehidupan hidup tolong
menolong dalam tradisi masyarakat Indonesia, tidak hanya
merupakan wujud keterikatan sosial antar satu dengan yang
lain, tapi lebih dari itu memiliki makna religius spiritual yang
dipandang sakral.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam perikehidupan bangsa
Indonesia yang oleh Soekarno diformulasikan baik dalam
Pancasila, Trisila dan Ekasila, sesungguhnya dapat ditemukan
di dalam pesan-pesan agama yang hidup subur di Indonesia.
Karena itu, saat mengenalkan Pancasila kepada dunia,
Presiden Soekarno saat berpidato di depan Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutip surat Al Hujarat ayat
13 yang berbunyi Wahai manusia sesungguhnya aku
menjadikan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan,
agar kamu hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, dan
kamu sekalian dapat mengenal satu sama lain, tapi ketahuilah
yang mulia diantara kamu sekalian ialah yang bertaqwa
kepadaKu.
Begitu pula, pada kesempatan yang berbeda, ia kerap
mengutip ayat-ayat Injil tentang Hukum Kasih, atau
menjelaskan makna Tat Twam Asi yang terdapat di dalam
kitab agama Hindu Uphanisad Chandogya, bahkan pada saat
menerima gelar Doctor (HC) di bidang ilmu Tauhid dari
Universitas Muhammadiyah Jakarta, Soekarno mengutip
beberapa kalimat dari serat Bhagavat Gita dari umat Hindu.

PIDATO SOEAKRNO
Sila artinya azas atau d a s a r, dan di atas kelima dasar itulah kita
mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.Atau, barangkali ada
saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu?
Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya
kepada saya, apakah "perasan" yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun
sudah saya pikirkan dia, ialah dasar- dasarnya Indonesia Merdeka,
Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan
internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras
menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan socio nationalisme.
Dan demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politiek-
economische demokratie, yaitu politieke demokrasi dengan sociale
rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan
pula menjadi satu: Inilah yang dulu saya namakan socio democratie.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.Jadi yang
asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-
demokratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga,
ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan
senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah,
saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang
satu itu?Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara
Indonesia, yang kita semua harus men-dukungnya. SEMUA BUAT
SEMUA!
Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia,
bukan Van Eck buat indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat
Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, - s em u a b u a t s e m u a
!
Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu,
maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu
perkataan "gotong-royong"Negara Indonesia yang kita dirikan
haruslah negara GOTONG ROYONG! Alangkah hebatnya! Negara
Gotong Royong!
"Gotong Royong" adalah faham yang d i n a m i s , lebih dinamis
dari"kekeluargaan", saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu
faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha,
satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat
Soekardjo satu karyo, satu gawe.
Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini,
bersama-sama! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama,
pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama.
Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat
kebahagiaan semua.Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama!
Itulah Gotong Royong!
Prinsip Gotong Royong diatara yang kaya dan yang tidak kaya, antara
yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen
dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah, saudara-
saudara, yang saya usulkan kepada saudara-saudara.
Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah
kepada tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: trisila, ekasila ataukah
pancasila? Isinya telah saya katakan kepada saudara-saudara
semuanya.Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-
saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang
abadi.Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip
itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup didalam masa peperangan, saudara-
saudara.
Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia, -
di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur
alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wataala, bahwa kita
mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama,
tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan.
Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan,
Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan
Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang
kuat, bukan negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur.Karena
itulah saya mengucap syukur kepada Allah SWT

Anda mungkin juga menyukai