Anda di halaman 1dari 24

Beginilah rute perjalanan nabi hijrah ke Madinah

Kisah ini sebagai “kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia
dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman”.
Yatsrib atau Madinah sudah pasti menjadi masa depan Muhammad dan pengikutnya.
Puluhan muslimin telah menyelinap pergi ke sana. Kaum Qurais tak terlalu peduli.
Perhatian mereka pada Muhammad yang masih di Mekah yang tak akan mereka biarkan
lolos. Padahal Muhammad telah siap untuk pergi. Abu Bakar telah menyiapkan dua unta
baginya dan bagi Muhammad. Unta itu dipelihara Abdullah bin Uraiqiz.
Sampai pada harinya, perintah Allah untuk hijrah pun turun. Muhammad memberi tahu
Abu Bakar. Para pemuda Qurais juga semakin ketat memata-matai rumah Muhammad.
Mereka sesekali mengintip ke dalam rumah, melihat Muhammad berbaring di tempat
tidurnya. Namun Muhammad meminta Ali mengenakan mantel hijaunya dari Hadramaut
serta tidur di dipannya. Kaum Qurais tenang. Mereka pikir Muhammad masih tidur.
Ketika esok harinya mendobrak pintu rumah Rasul, mereka hanya mendapati Ali yang
mengaku tak tahu menahu tentang keberadaan Muhammad.
Malam itu, Muhammad telah menyelinap dari jalan belakang. Bersama Abu Bakar, ia
berjalan mengendap dalam gelap, menuju sebuah gua di bukit Tsur. Sebuah pilihan
cerdik. Kaum Qurais tentu menduga Muhammad menuju Yatsrib di utara Mekah.
Muhammad malah melangkah ke selatan. Kejadian ini juga memperlihatkan bahwa
Muhammad tetap menggunakan nalar yang wajar sebagai manusia. Jika mau, ia dapat
meminta perlindungan Allah berwujud kesaktian seperti yang dikejar-kejar banyak
manusia sekarang. Tapi tidak, Muhammad menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama
untuk kepentingan semacam itu.
Muhammad dan Abu Bakar hanya menjalankan siasat biasa. Dalam persembunyiannya,
mereka tetap memasang telinga melalui Abdullah, anak Abu Bakar, yang tetap tinggal di
Mekah. Setiap malam, Abdullah menemui mereka di gua melaporkan perkembangan
suasana serta mengirim makanan yang disiapkan Aisyah dan saudaranya, Asma. Setiap
pagi, pembantu Abu Bakar -Amir bin Fuhaira-menggembala kambing menghapus jejak
itu.
Tiga malam mereka bersembunyi di gua itu. Satu riwayat menyebut sejumlah pemuda
Qurais telah mencapai bibir gua. Abu Bakar gemetar meringkuk di sisi Muhammad. Saat
itu, Muhammad berbisik. “La tahzan, innallaaha ma’ana (Jangan sedih, Allah bersama
kita) “. Rasul juga menghibur dengan kata-kata, “Abu Bakar, kalau kau menduga kita
hanya berdua, Allah-lah yang ketiga.” Orang-orang Qurais itu lalu pergi. Konon mereka
melihat sarang laba-laba serta burung merpati mengerami telur di mulut gua. Tak
mungkin Muhammad bersembunyi di situ.
Setelah aman, Abdullah bin Uraiqiz membawa keluar mereka. Tiga unta beriringan ke
Barat, berbekal makanan yang diikat dengan sobekan sabuk Asma. Abu Bakar disebut
membawa seluruh uang simpanannya sebesar 5 ribu dirham. Mereka berjalan berputar
menuju arah Tihama, dekat Laut Merah, melalui jalur yang paling jarang dilalui manusia.
Baru kemudian mereka berbelok ke utara, ke Yatsrib, menapaki terik gurun. Siang-
malam mereka terus berjalan.
Kaum Qurais membuat sayembara dengan hadiah 100 unta bagi yang dapat menangkap
Muhammad. Suraqa bin Malik tergiur iming-iming itu. Ketika mendengar info ada tiga
orang berunta beriringan, ia mengelabui kawan-kawannya. “O.. itu adalah si anu,” begitu
kira-kira ucapan Suraqa. Namun ia kemudian memacu kudanya sendirian mengejar
Muhammad. Sedemikian menggebu Suraqa, sehingga kudanya tersungkur. Sekali lagi, ia
tersungkur setelah dekat dengan Muhammad. Suraqa lalu menyerah karena menganggap
dirinya tengah sial.
Dua pekan kemudian, Muhammad tiba di Quba -desa perkebunan kurma di luar kota
Yatsrib. Ia tinggal di sana selama empat hari dan membangun masjid sederhana. Di sana
pula Muhammad bertemu kembali dengan Ali yang berjalan kaki ke Yatsrib. Mereka
kemudian berjalan bersama menuju kota, dan disambut sangat meriah oleh warga Yatsrib
dengan bacaan salawat. Orang-orang Arab -baik yang Islam maupun penyembah berhala-
serta orang-orang Yahudi tumpah ruah untuk melihat sosok Muhammad yang banyak
diperbincangkan.
Orang-orang berebut menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal Rasul. Tapi
Muhammad menyebut bahwa ia akan tinggal di mana untanya berhenti sendiri. Sampai
ke sebuah tempat penjemuran korma, unta itu berlutut. Muhammad menanyatakn tempat
itu milik siapa. Ma’adh bin Afra menjawab, rumah itu milik Sahal dan Suhail -dua orang
yatim dari Banu Najjar.
Setelah dibeli, rumah itu pun dibangun menjadi masjid. Hanya sebagian dari ruangan
masjid itu yang beratap. Di sanalah orang-orang miskin –dari berbagai tempat yang
datang menemui Muhammad untuk memeluk Islam– kemudian ditampung. Muhammad
membangun rumah kecil bagi keluarganya di sisi masjid itu. Semasa pembangunan
rumah itu, Rasul tinggal di rumah keluarga Abu Ayyub Khalid bin Zaid. Sekarang masjid
yang dibangun Rasulullah itu menjadi masjid Nabawi yang teduh di Madinah. Sedangkan
rumah tinggalnya menjadi tempat makam Rasul yang kini berada di dalam masjid
Nabawi.
Pada usia 53 tahun -setelah 13 tahun masa kerasulannya serta membangun pondasi
keislaman-Muhammad membuat langkah besar itu: hijrah. Langkah berbahaya namun
mengantarkannya menjadi pemimpin utuh. Pemimpin keagamaan, kemasyarakatan juga
politik. Peristiwa pada tahun 623 Masehi itu sekaligus mengajarkan keharusan umat
Islam untuk berani menempuh langkah besar untuk mencari lingkungan atau lahan baru
yang memungkinkan benih kebenaran dan kebajikan tumbuh lebih subur.
Kisah hijrah nabi Muhammad ke Madinah

Perintah Hijrah

RENCANA Quraisy akan membunuh Muhammad pada malam hari, karena dikuatirkan
ia akan hijrah ke Medinah dan memperkuat diri di sana serta segala bencana yang
mungkin menimpa Mekah dan menimpa perdagangan mereka dengan Syam sebagai
akibatnya, beritanya sudah sampai kepada Muhammad. Memang tak ada orang yang
menyangsikan, bahwa Muhammad akan menggunakan kesempatan itu untuk hijrah.
Akan tetapi, karena begitu kuat ia dapat menyimpan rahasia itu, sehingga tiada
seorangpun yang mengetahui, juga Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan dua ekor
unta kendaraan tatkala ia meminta ijin kepada Nabi akan hijrah, yang lalu ditangguhkan,
hanya sedikit mengetahui soalnya. Muhammad sendiri memang masih tinggal di Mekah
ketika ia sudah mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum Muslimin sudah tak ada
lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Dalam ia menantikan perintah Tuhan yang akan
mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan
memberitahukan, bahwa Allah telah mengijinkan ia hijrah. Dimintanya Abu Bakr supaya
menemaninya dalam hijrahnya itu, yang lalu diterima baik oleh Abu Bakr.

Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal
manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan
iman. Sebelum itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang
diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya
diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah siap-siap akan meninggalkan Mekah mereka
sudah yakin sekali, bahwa Quraisy pasti akan membuntuti mereka. Oleh karena itu
Muhammad memutuskan akan menempuh jalan lain dari yang biasa, Juga akan berangkat
bukan pada waktu yang biasa.

Ali di Tempat Tidur Nabi


Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah
mengepung rumahnya, karena dikuatirkan ia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula
Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau
dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya
sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat
orang yang dititipkan kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan
Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok
tubuh di tempat tidur itu dan merekapun puas bahwa dia belum lari.

Di Gua Thaur
Tetapi, menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Muhammad sudah
keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela pintu
belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa tujuan kedua
orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di luar dugaan.

Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain
Abdullah b. Abu Bakr, dan kedua orang puterinya Aisyah dan Asma, serta pembantu
mereka ‘Amir b. Fuhaira. Tugas Abdullah hari-hari berada di tengah-tengah Quraisy
sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka terhadap Muhammad, yang pada
malam harinya kemudian disampaikannya kepada Nabi dan kepada ayahnya. Sedang
‘Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr’ sorenya diistirahatkan, kemudian
mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah b. Abi Bakr keluar
kembali dari tempat mereka, datang ‘Amir mengikutinya dengan kambingnya guna
menghapus jejaknya.

Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara itu pihak Quraisy
berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. Mereka
melihat bahaya sangat mengancam mereka kalau mereka tidak berhasil menyusul
Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yathrib. Selama kedua orang
itu berada dalam gua, tiada hentinya Muhammad menyebut nama Allah. KepadaNya ia
menyerahkan nasibnya itu dan memang kepadaNya pula segala persoalan akan kembali.
Dalam pada itu Abu Bakr memasang telinga. Ia ingin mengetahui adakah orang-orang
yang sedang mengikuti jejak mereka itu sudah berhasil juga.
Kemudian pemuda-pemuda Quraisy – yang dari setiap kelompok di ambil seorang itu –
datang. Mereka membawa pedang dan tongkat sambil mundar-mandir mencari ke
segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Thaur itu mereka bertemu dengan seorang gembala,
yang lalu ditanya.

“Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke
sana.”

Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan. Kuatir ia, mereka akan
menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas tidak bergerak, dan hanya menyerahkan
nasibnya kepada Tuhan. Lalu orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu, tapi kemudian
ada yang turun lagi.

“Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya kawan-kawannya.

“Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad
lahir,” jawabnya. “Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi
saya mengetahui tak ada orang di sana.”

Muhammad makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr juga makin ketakutan. Ia
merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad berbisik di telinganya:

“Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita.”

Dalam buku-buku hadis ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa setelah terasa oleh
Abu Bakr bahwa mereka yang mencari itu sudah mendekat ia berkata dengan berbisik:

“Kalau mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat kita.”

“Abu Bakr, kalau kau menduga bahwa kita hanya berdua, ketiganya adalah Tuhan,” kata
Muhammad.

Orang-orang Quraisy makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada manusia tatkala
dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat
masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut
kembali. Kedua orang bersembunyi itu mendengar seruan mereka supaya kembali ke
tempat semula. Kepercayaan dan iman Abu Bakr bertambah besar kepada Allah dan
kepada Rasul.

“Alhamdulillah, Allahuakbar!” kata Muhammad kemudian.

Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon. Inilah mujizat yang diceritakan oleh
buku-buku sejarah hidup Nabi mengenai masalah persembunyian dalam gua Thaur itu.
Dan pokok mujizatnya ialah karena segalanya itu tadinya tidak ada. Tetapi sesudah Nabi
dan sahabatnya bersembunyi dalam gua, maka cepat-cepatlah laba-laba menganyam
sarangnya guna menutup orang yang dalam gua itu dari penglihatan. Dua ekor burung
dara datang pula lalu bertelur di jalan masuk. Sebatang pohonpun tumbuh di tempat yang
tadinya belum ditumbuhi. Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan:

“Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang diceritakan oleh sejarah Islam yang benar-benar:
sarang laba-laba, hinggapnya burung dara dan tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga
keajaiban ini setiap hari persamaannya selalu ada di muka bumi.”

Akan tetapi mujizat begini ini tidak disebutkan dalam Sirat Ibn Hisyam ketika
menyinggung cerita gua itu. Paling banyak oleh ahli sejarah ini disebutkan sebagai
berikut:

“Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Thaur sebuah gunung di bawah Mekah
– lalu masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta anaknya Abdullah supaya mendengar-
dengarkan apa yang dikatakan orang tentang mereka itu siang hari, lalu sorenya supaya
kembali membawakan berita yang terjadi hari itu. Sedang ‘Amir b. Fuhaira supaya
menggembalakan kambingnya siang hari dan diistirahatkan kembali bila sorenya ia
kembali ke dalam gua. Ketika itu, bila hari sudah sore Asma, datang membawakan
makanan yang cocok buat mereka … Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari
tiga malam. Ketika ia menghilang Quraisy menyediakan seratus ekor unta bagi
barangsiapa yang dapat mengembalikannya kepada mereka. Sedang Abdullah b. Abi
Bakr siangnya berada di tengah-tengah Quraisy mendengarkan permufakatan mereka dan
apa yang mereka percakapkan tentang Rasulullah s.aw. dan Abu Bakr, sorenya ia
kembali dan menyampaikan berita itu kepada mereka.

‘Amir b. Fuhaira – pembantu Abu Bakr – waktu itu menggembalakan ternaknya di


tengah-tengah para gembala Mekah, sorenya kambing Abu Bakr itu diistirahatkan, lalu
mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Kalau paginya Abdullah b. Abi Bakr
bertolak dari tempat itu ke Mekah, ‘Amir b. Fuhaira mengikuti jejaknya dengan
membawa kambing supaya jejak itu terhapus. Sesudah berlalu tiga hari dan orangpun
mulai tenang, aman mereka, orang yang disewa datang membawa unta kedua orang itu
serta untanya sendiri… dan seterusnya.”

Demikian Ibn Hisyam menerangkan mengenai cerita gua itu yang kami nukilkan sampai
pada waktu Muhammad dan sahabatnya keluar dari sana.

Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh itu serta tentang cerita
gua ini datang firman Tuhan demikian:

“Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana terhadap
kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat
rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik.” (Qur’an, 8:
30)

“Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala
dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika
keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan bersedih
hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan
dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan
orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah
Maha Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 9: 40)

Berangkat Ke Yathrib
Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang
kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang membawakan unta kedua
orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan
makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada sesuatu yang dapat dipakai
menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat
pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi
diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk dua).

Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya sendiri-sendiri dengan membawa


bekal makanan. Abu Bakr membawa limaribu dirham dan itu adalah seluruh hartanya
yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua itu begitu ketat. Karena mereka mengetahui
pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti, maka dalam perjalanan ke
Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b.
‘Uraiqit – dari Banu Du’il – sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke
arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah.
Oleh karena mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, di bawanya mereka
ke sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang
paling sedikit dilalui orang.

Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada
di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan, tidak lagi mereka mengenal
lelah. Ya, kesulitan mana yang lebih mereka takuti daripada tindakan Quraisy yang akan
merintangi mereka mencapai tujuan yang hendak mereka capai demi jalan Allah dan
kebenaran itu! Memang, Muhammad sendiri tidak pernah mengalami kesangsian, bahwa
Tuhan akan menolongnya, tetapi “jangan kamu mencampakkan diri ke dalam bencana.”
Allah menolong hambaNya selama hamba menolong dirinya dan menolong sesamanya.
Mereka telah melangkah dengan selamat selama dalam gua.

Cerita Suraqa B. Ju’syum


Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang dapat mengembalikan
mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka, wajar sekali akan menarik hati
orang yang hanya tertarik pada hasil materi meskipun akan diperoleh dengan jalan
kejahatan. Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab Quraisy itu memang sudah
menganggap Muhammad musuh mereka. Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-
muslihat, bahwa membunuh orang yang tidak bersenjata dan menyerang pihak yang tak
dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang hina. Jadi, dua orang itu harus benar-
benar waspada, harus membuka mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.

Dugaan kedua orang itu tidak meleset. Sudah ada orang yang datang kepada Quraisy
membawa kabar, bahwa ia melihat serombongan kendaraan unta terdiri dari tiga orang
lewat.

Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Waktu itu Suraqa
b. Malik b. Ju’syum hadir.

“Ah, mereka itu Keluarga sianu,” katanya dengan maksud mengelabui orang itu, sebab
dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama
orang-orang itu. Tetapi kemudian ia segera pulang ke rumahnya. Disiapkannya
senjatanya dan disuruhnya orang membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya
waktu ia keluar nanti tidak dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan
dipacunya ke arah yang disebutkan orang itu tadi.

Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah mengaso di bawah naungan
sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan menghilangkan rasa lelah sambil makan-
makan dan minum, dan sekadar mengembalikan tenaga dan kekuatan baru.

Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan Abu Bakr pun sudah pula mulai
memikirkan akan menaiki untanya mengingat bahwa jaraknya dengan Suraqa sudah
makin dekat. Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua kali tersungkur karena terlampau
dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu melihat bahwa ia sudah hampir berhasil
dan menyusul kedua orang itu – lalu akan membawa mereka kembali ke Mekah atau
membunuh mereka bila mencoba membela diri – ia lupa kudanya yang sudah dua kali
tersungkur itu, karena saat kemenangan rasanya sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu
tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari
punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan
oleh Suraqa bahwa itu suatu alamat buruk dan dia percaya bahwa sang dewa telah
melarangnya mengejar sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya besar
apabila sampai keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia berhenti dan
hanya memanggil-manggil:

“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Demi Allah, tuan-tuan jangan
menyangsikan saya. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-
tuan.”

Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad
supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan
permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu
dilemparkannya kepada Suraqa.

Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang, bila ada orang mau
mengejar Muhajir Besar itu olehnya dikaburkan, sesudah tadinya ia sendiri yang
mengejarnya.

Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui pedalaman Tihama dalam
panas terik yang dibakar oleh pasir sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan
lembah-lembah curam. Dan sering pula mereka tidak mendapatkan sesuatu yang akan
menaungi diri mereka dari letupan panas tengah hari tak ada tempat berlindung dari
kekerasan alam yang ada di sekitarnya, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti
atau dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang
begitu mendalam kepada Tuhan. Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran yang
telah diberikan Tuhan kepada RasulNya itu.

Selama tujuh hari terus-menerus mereka dalam keadaan serupa itu. Mengaso di bawah
panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan
padang pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Tuhan dan adanya kedip
bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan
mereka terasa lebih aman.
Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula
Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya
mulai hilang. Yakin sekali mereka pertolongan Tuhan itu ada.

Muslimin Medinah Menantikan Kedatangan Rasul


Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang
hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di
Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami
kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum
Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati
penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara
mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang
keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu
membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya. Orangpun sudah akan
dapat mengira-ngirakan, betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui,
bahwa orang-orang terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah melihat
Muhammad sudah menjadi pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-
sahabatnya saja, kaum Muslimin yang gigih melakukan dakwah Islam dan sangat
mencintai Rasulullah itu.

Islam di Yathrib
Sa’id b. Zurara dan Mush’ab b. ‘Umair sedang duduk-duduk dalam salah sebuah kebun
Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah menganut Islam juga berkumpul di sana. Berita
ini kemudian sampai kepada Sa’d b. Mu’adh dan ‘Usaid b. Hudzair, yang pada waktu itu
merupakan pemimpin-pemimpin golongannya masing-masing.

“Temui dua orang itu,” kata Said kepada ‘Usaid, “yang datang ke daerah kita ini dengan
maksud supaya orang-orang yang hina-dina di kalangan kita dapat merendahkan keluarga
kita. Tegur mereka itu dan cegah. Sebenarnya Said b. Zurara itu masih sepupuku dari
pihak ibu, jadi saya tidak dapat mendatanginya.”
‘Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi Mush’ab menjawab:

“Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?” katanya. “Kalau hal ini kau setujui
dapatlah kauterima, tapi kalau tidak kausukai maukah kau lepas tangan?”

“Adil kau,” kata ‘Usaid, seraya menancapkan tombaknya di tanah. Ia duduk dengan
mereka sambil mendengarkan keterangan Mush’ab, yang ternyata sekarang ia sudah
menjadi seorang Muslim. Bila ia kembali kepada Sa’d wajahnya sudah tidak lagi seperti
ketika berangkat. Hal ini membuat Sa’d jadi marah. Dia sendiri lalu pergi menemui dua
orang itu. Tetapi kenyataannya ia seperti temannya juga.

Karena pengaruh kejadian itu Sa’d lalu pergi menemui golongannya dan berkata kepada
mereka:

“Hai Banu ‘Abd’l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui tentang diriku di tengah-tengah kamu
sekalian?”
“Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan pandangan dan pengalaman
yang terpuji,” jawab mereka.

“Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku adalah suci selama kamu beriman
kepada Allah dan RasulNya.”

Sejak itu seluruh suku ‘Abd’l-Asyhal, pria dan wanita masuk Islam.

Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah
Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa
pemuda Muslimin dengan tidak ragu-ragu mempermainkan berhala-berhala kaum
musyrik di sana. Seseorang yang bernama ‘Amr bin’l-Jamuh mempunyai sebuah patung
berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah
lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. ‘Amr ini adalah seorang
pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-
pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu
di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk
Yathrib biasa dipakai tempat buang air.

Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada ‘Amr mencarinya sampai diketemukan lagi,
kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula,
sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi
perbuatannya mempermainkan Manat ‘Amr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan
membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan
digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: “Kalau kau memang berguna,
bertahanlah, dan ini pedang bersama kau.”

Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali
dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.

Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya


dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan
paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang
tak patut lagi bagi seorang manusia, iapun masuk Islam.

Melihat Islam yang sudah mencapai martabat begitu tinggi di Yathrib, akan mudah sekali
orang menilai, betapa memuncaknya kerinduan penduduk kota itu ingin menyambut
kedatangan Muhammad, setelah mereka mengetahui ia sudah hijrah dari Mekah. Setiap
hari selesai sembahyang Subuh mereka pergi ke luar kota menanti-nantikan
kedatangannya sampai pada waktu matahari terbenam dalam hari-hari musim panas bulan
Juli.

Dalam pada itu ia sudah di Quba’ – dua farsakh jauhnya dari Medinah. Empat hari ia
tinggal di tempat itu, ditemani oleh Abu Bakr. Selama masa empat hari itu mesjid Quba’
dibangunnya. Sementara itu datang pula Ali b. Abi-Talib ke tempat itu setelah
mengembalikan barang-barang amanat – yang dititipkan kepada Muhammad – kepada
pemilik-pemiliknya di Mekah. Setelah itu ia sendiri meninggalkan Mekah, menempuh
perjalanannya ke Yathrib dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya
bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu
penuh, yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.

Muhammad Memasuki Medinah

Sementara kaum Muslimin Yathrib pada suatu hari sedang menanti-nantikan seperti biasa
tiba-tiba datang seorang Yahudi yang sudah mengetahui apa yang sedang mereka lakukan
itu berteriak kepada mereka.

“Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu datang!”

Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad berjum’at di Medinah. Di tempat itulah, ke
dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-
masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati
terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta
dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali
sembahyang.

Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka


dengan segala persediaan dan persiapan yang ada. Tetapi ia meminta maaf kepada
mereka. Kembali ia ke atas unta betinanya, dipasangnya tali keluannya, lalu ia berangkat
melalui jalan-jalan di Yathrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai
menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu. Seluruh
penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan adanya hidup
baru yang bersemarak dalam kota mereka itu, menyaksikan kehadiran seorang pendatang
baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling
bermusuhan, saling berperang. Tidak terlintas dalam pikiran mereka – pada saat ini, saat
transisi sejarah yang akan menentukan tujuannya yang baru itu – akan memberikan
kemegahan dan kebesaran bagi kota mereka, dan yang akan tetap hidup selama sejarah
ini berkembang.
Dibiarkannya unta itu berjalan. Sesampainya ke sebuah tempat penjemuran kurma
kepunyaan dua orang anak yatim dari Banu’n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika
itulah Rasul turun dari untanya dan bertanya:

“Kepunyaan siapa tempat ini?” tanyanya.

“Kepunyaan Sahl dan Suhail b. ‘Amr,” jawab Ma’adh b. ‘Afra’. Dia adalah wali kedua
anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut dengan kedua anak itu supaya mereka
puas. Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat itu didirikan mesjid.

Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan dimintanya pula supaya di tempat itu
didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.

KISAH AWAL MUHARRAM


SEJARAH AWAL MUHARRAM/ MAAL HIJRAH

Hari Maal Hijrah atau Awal Muharram Ini adalah suatu hari yang penting bagi umat
Islam kerana ia menandakan dua peristiwa penting berlaku dalam sejarah Islam. Pertama,
memperingati penghijrahan Nabi Muhammad dari Kota Mekkah ke Madinah pada tahun
622 masihi, dan kedua, ia merupakan hari keagamaan di mana umat Islam mengadakan
solat sunat di masjid-masjid di seluruh negeri. Hari Maal Hijrah atau Awal Muharram
merupakan hari cuti umum di Malaysia dan merupakan permulaan tahun hijrah bagi umat
Islam.

KISAH HIJRAH
RASULULLAH (SAW) berusia 40 tahun apabila malaikat Jibrail (as) melawat baginda
ketika baginda sedang berkhalwat di Gua Hira. Jibrail memberitahu Nabi Muhammad,
baginda diangkat oleh Allah SWT sebagai rasul untuk seluruh umat manusia. Pada
peringkat awal, Rasulullah hanya memperkenalkan Islam kepada sahabat terdekat dan
ahli keluarga baginda. Apabila baginda menerima perintah daripada Allah SWT supaya
berdakwah secara terbuka, baginda segera akur.

Baginda mengumpul beberapa pengikut di Makkah. Begitupun, kumpulan kecil Muslim


itu terdedah kepada maut berikutan ancaman daripada kaum kafir, terutama bangsa
Quraish, yang menyeksa mereka dengan teruk. Bagi mengelakkan ancaman itu,
Rasulullah SAW mengarahkan pengikutnya supaya keluar dari Makkah secara senyap-
senyap ke Madinah (ketika itu dikenali sebagai Yathrib). Mereka meninggalkan keluarga
yang kafir dan harta benda dan disambut dengan mesra oleh penduduk Madinah. Satu
hari pada tahun 622M, iaitu kira-kira 12 tahun selepas berdakwah di Makkah, Rasulullah
SAW diberitahu kaum kafirun Makkah merancang membunuh baginda untuk
memusnahkan Islam.
Rasulullah menunggu perintah daripada Allah SWT. Malaikat Jibrail (as) menemui
baginda untuk memberitahunya Allah SWT mengarahkan baginda supaya meninggalkan
Madinah pada waktu malam. Berikutan itu, baginda menemui sahabat baiknya Abu
Bakar as-Siddiq (ra) dan memintanya supaya menemani baginda dalam perjalanan itu.

Rasulullah juga memberitahu rancangan baginda kepada Ali bin Abi Talib (ra). Baginda
memberitahunya: "Saya akan berhijrah tetapi anda perlu mengambil tempat saya di
rumah." Ali (ra) tanpa banyak soal menuruti permintaan Rasulullah (SAW) walaupun
menyedari bahaya bakal dihadapinya. Malam itu, sekumpulan Quraish mengepung rumah
Rasulullah (SAW). Mengintai melalui lubang di pintu, mereka nampak seseorang sedang
tidur di atas katil Rasulullah (SAW). Mereka begitu yakin Rasulullah tidak dapat
melepaskan diri dan mereka pasti dapat membunuh baginda. Apabila fajar menjelang,
mereka terperanjat melihat Ali (as) dan bukannya Rasulullah (SAW) bangun dari katil
itu. Mereka terpinga-pinga memikirkan bila Rasulullah (SAW) keluar dari rumah itu.
Rasulullah (SAW) dan Abu Bakr (as) keluar dari Makkah pada malam itu juga. Tiada
siapa mengetahui arah tujuan mereka dan tiada siapa tahu tempat persembunyian mereka
kecuali Abdullah dan anak-anak Abu Bakr, Aishah dan Asma, serta orang gaji mereka,
Abdullah.

Rasulullah (SAW) dan Abu Bakr bersembunyi dalam sebuah gua di Gunung Thaur.
Selama tiga hari mereka berada dalam gua itu. Apabila kaum Quraish menghampiri gua
itu untuk mencari Rasulullah (SAW) tetapi mereka tidak memasukinya. Mereka yakin
Rasulullah (SAW) dan Abu Bakr (as) tidak berada di dalam kerana mulut gua itu dilitupi
oleh benang sarang labah-labah dan sepasang burung merpati.
Allah SWT membantu dua insan ini, melindungi mereka daripada bahaya. Kumpulan
Quraish kemudian meninggalkan gua itu dan bersetuju untuk pulang ke Makkah. Yakin
musuh sudah beredar, Rasulullah (SAW) dan Abu Bakr (as) meneruskan perjalanan
dengan menaiki unta dibawa oleh orang gaji mereka, Abdullah.

Ketiga-tiga mereka menggunakan laluan tidak diketahui ramai untuk ke Madinah bagi
mengelakkan kumpulan pemburu Quraish. Mereka meredah gunung, bukit dan gurun di
bawah perit matahari tetapi mereka tidak pernah berputus asa. Mereka meletakkan segala
kepercayaan kepada Allah SWT. Sementara itu, kaum Quraish di Makkah semakin marah
dengan kehilangan Rasulullah (SAW). Mereka menawarkan hadih kepada sesiapa yang
dapat menangkap Rasulullah (SAW). Ramai yang mencuba nasib tetapi semuanya gagal.
Akhirnya dengan perlindungan Allah SWT, Rasulullah (SAW) dan sahabatnya tiba
perkampungan kaum Bani Sabin yang menyambut mereka dengan gembira. Setelah
sekian lama, Rasulullah (SAW) dan sahabatnya akhir merasakan kehadiran harapan
untuk masa depan. Ketika Rasulullah (SAW) dan sahabatnya dalam perjalanan, penduduk
Islam yang sudah berpindah ke Madinah sebelum ini mendengar berita mengenai
kedatangan pemimpin mereka itu.

Malah penduduk Madinah yang baru memeluk Islam juga gembira dapat bertemu
Rasulullah (SAW). Jelaslah, sebelum tibanya Rasulullah di Madinah, Islam semakin
kukuh di tempat baru itu, sesuatu yang tidak berlaku ketika berada di Makkah. Maka
pada hari Isnin 8 Rabiulawal bersamaan 20 September 622M, Rasulullah (SAW)
akhirnya tiba di Quba, sempadan Madinah dan benar-benar masuk ke Kota Madinah pada
12 Rabiulawal, hari Jumaat dan mendirikan solat Jumaat yang pertama di Kampung Bani
Amar. Kaum Muslimin semua keluar untuk menyambut baginda. Bertitik tolak dari itu,
Rasulullah (SAW) mula membina sebuah negara Islam yang megah. Baginda
memupukkan persaudaraan di kalangan umat Muslim dan menyeru mereka supaya
menegakkan yang hak dan mengikut segala perintah Allah SWT.
Kesan daripada penghijrahan Rasulullah (SAW) dari Makkah ke Madinah adalah satu
catatan penting sehingga umat Islam menjadikan tahun peristiwa bersejarah ini sebagai
tahun permulaan kalendar Islam.

azlann1981
23-01-2007, 11:52 AM
PERISTIWA PENTING DALAM MUHARAM

1. 1 Muharam - Khalifah Umar Al-Khattab menetapkan adalah hari pertama bagi setiap
tahun baru Islam (Kalendar Hijriah).
2. 10 Muharam - Dinamakan juga hari 'Asyura'. Pada hari itu banyak terjadi peristiwa
penting yang mencerminkan kegemilangan bagi perjuangan yang gigih dan tabah bagi
menegakkan keadilah dan kebenaran.
Pada 10 Muharam juga telah berlaku:

1. Nabi Adam bertaubat kepada Allah.


2. Nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit.
3. Nabi Nuh diselamatkan Allah keluar dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan
selama enam bulan.
4. Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud.
5. Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa.
6. Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara.
7. Penglihatan Nabi Yaakob yang kabur dipulihkkan Allah.
8. Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritainya.
9. Nabi Yunus selamat keluar dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40
hari 40 malam.
10. Laut Merah terbelah dua untuk menyelamatkan Nabi Musa dan pengikutnya dari
tentera Firaun.
11. Kesalahan Nabi Daud diampuni Allah.
12. Nabi Sulaiman dikurniakan Allah kerajaan yang besar.
13. Hari pertama Allah menciptakan alam.
14. Hari Pertama Allah menurunkan rahmat.
15. Hari pertama Allah menurunkan hujan.
16. Allah menjadikan 'Arasy.
17. Allah menjadikan Luh Mahfuz.
18. Allah menjadikan alam.
19. Allah menjadikan Malaikat Jibril.
20. Nabi Isa diangkat ke langit.

orangterbang
28-01-2007, 08:44 PM
14 perkara yang sunat dilakukan pada hari Asyura

1. Melapangkan masa / belanja anak isteri


fadhilat - Allah akan melapangkan hidupnya pada tahun ini.

2. Memuliakan fakir miskin

fadhilat - Allah akan melapangkannya dalam kubur nanti

3. Menahan marah

fadhilat - Di akhirat nanti Allah akan memasukkannya ke dalam golongan yang ridha

4. Menunjukkan orang sesat

fadhilat - Allah akan memenuhkan cahaya iman dalam hatinya

5. Menyapu / mengusap kepala anak yatim

fadhilat - Allah akan mengurniakan sepohon pokok di syurga bagi tiap-tiap rambut yang
di sapunya.

6. Bersedekah
fadhilat - Allah akan menjauhkannya daripada neraka sekadar jauh seekor gagak terbang
tak berhenti-henti dari kecil sehingga ia mati. Diberi pahala seperti bersedekah kepada
semua fakir miskin di dunia ini.

7. Memelihara kehormatan diri

fadhilat - Allah akan mengurniakan hidupnya sentiasa diterangi cahaya keimanan.

8. Mandi Sunat

fadhilat - Tidak sakit (sakit berat)pada tahun itu

lafaz niat : sahaja aku mandi sunat hari Asyura kerana Allah Taala.

9. Bercelak

fadhilat - tidak akan sakit mata pada tahun itu

10. Membaca Qulhuwallah hingga akhir seribu kali

fadhilat - Allah akan memandanginya dengan pandangan rahmah diakhirat nanti


11. Sembahyang sunat empat rakaat

fadhilat - Allah akan mengampunkan dosanya walau telah berlarutan selama 50 tahun
melakukannya.

lafaz niat : sahaja aku sembahyang sunat hari Asyura empat rakaat kerana Allah Taala.
Pada rakaat pertama dan kedua selepas fatihah di baca Qulhuwallah sebelas kali.

12. Membaca

"has biallahhu wa nik mal wa kila nikmal maula wa nikmannasiru"

fadhilat - Tidak mati pada tahun ini ***semak dengan ustaz/pakar rujuk

13. Menjamu orang berbuka puasa

fadhilat - Diberi pahala seperti memberi sekalian orang Islam berbuka puasa.

14. Puasa

Niat - Sahaja aku berpuasa esok hari sunat hari Asyura kerana Allah Taala.
fadhilat - Diberi pahala seribu kali Haji, seribu kali umrah dan seribu kali syahid dan
diharamkannya daripada neraka.

Anda mungkin juga menyukai