Anda di halaman 1dari 12

Tugas Etika Profesi

Kasus Florence










Joko Irianto
081211631011

S1-Sistem Informasi
Universitas Airlangga


Kasus Florence Sihombing

Kronologi kejadian menurut VIVA NEWS
Kamis, 28 Agustus 2014
Flo mengantre membeli bensin di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
Lempuyangan. Saat itu, ia yang mengunakan sepeda motor Honda Scoopy, hendak membeli
Pertamax, menyelonong memotong antrean sampai ditegur anggota TNI yang berjaga. Ia marah
namun tetap tidak boleh memotong antrean.
Kecewa dengan kejadian itu, sekeluar dari SPBU, Flo menumpahkan kekesalannya di
akun situs pertemanan Path. Salah satu ungkapan kekesalannya: "Jogja miskin, tolol, miskin dan
tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di jogja, dinilai
menjelekkan dan menghina warga Yogyakarta.
Status itu kemudian disebar di media jejaring sosial dan mendapat reaksi negatif. Flo
dicerca.

Jumat, 29 Agustus 2014
Flo meminta maaf kepada masyarakat dan Raja Keraton Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Ia mengaku tidak memiliki maksud menghina atau mencemarkan nama baik Yogyakarta. Tapi,
Flo tidak meminta maaf secara langsung dan terbuka, melainkan melalui pernyataan tertulis yang
dibacakan pengacaranya, Wibowo Malik.
Menurut Wibowo, Flo saat itu sedang depresi karena merasa diteror setelah membuat
status yang dianggap menghina Yogyakarta. Statusnya menyebar cepat sehingga mengundang
cercaan publik.
Di hari yang sama, elemen masyarakat Yogyakarta melaporkan Flo ke Polda DI
Yogyakarta. Mereka, di antaranya, Granat DIY, Komunitas RO Yogyakarta, Foklar DIY-Jateng,
Gerakan Cinta Indonesia, Pramuka DIY, dan berbagai kelompok masyarakat lain.
Mahendra, Advokat Muda Yogyakarta, mengatakan status Flo di Path berbuntut panjang
karena, selain melukai masyarakat, tindakan itu juga melanggar hukum pidana. Kami
menempuh jalur hukum dan melaporkan penghinaan ini pada pihak berwajib, katanya.

Sabtu, 30 Agustus 2014
Penyidik Reserse Kriminal Khusus Polda DI Yogyakarta memeriksa Flo. Segera setelah
disidik, status Flo yang semula terlapor ditingkatkan menjadi Tersangka, dan saat itu juga
ditahan.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DI Yogyakarta, Komisaris Besar Polisi
Kokot Indarto, penahanan tersangka Flo karena selama pemeriksaan cenderung tidak kooperatif
dan tidak ada itikad baik. Bahkan, Tersangka tidak mau menandatangani Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). "Kami tahan untuk 20 hari ke depan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DI Yogyakarta, AKBP Any Pudjiastuti,
mengatakan bahwa penahanan dapat dilakukan oleh Penyidik setelah melakukan pemeriksaan
selama 1x24 jam.
Pengacara Flo, Wibowo Malik, mengatakan bahwa dia mendampingi Terlapor untuk
memenuhi panggilan Penyidik siang tadi. Setelah dilakukan pemeriksaan, Penyidik
mengeluarkan surat penahanan. Ditahan, tapi ini tidak resmi, dan kami menolaknya," katanya.


Sumber http://nasional.news.viva.co.id/news/read/533619-kronologi-kasus-hinaan-florence-
hingga-berujung-bui

Status Path yang di buat oleh Flo (Sebutan Florence)

http://news.liputan6.com/read/2100091/dibui-karena-hina-yogya-florence-sihombing-disorot-dunia

Pro Florence
Ada beberapa pihak yang pro pada Florence. Berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta
baru-baru ini menyatakan dukungan kepada Florence Sihombing dan menolak dilanjutkannya
kasus ke ranah hukum. Mereka terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, LBH Yogyakarta dan KMIP (Komisi Masyarakat
Informasi Publik).
Staf LBH Pers, Masjidi, mengatakan kasus Florence ini dikhawatirkan menjadi sebagai
pasal karet untuk menjerat anggota masyarakat lain. Sehingga harus dihentikan.
"Kami menyatakan sikap untuk mencabut pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU
Informatika dan Transaksi Elektronik karena bertentangan dengan hak asasi manusia yaitu
kebebasan berpendapat dan dilindungi dalam pasal 28, pasal 28 E ayat 2 dan 3 UUD 1945, UU
No 9 tahun 1998 tentang Tata Cara Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Hak Sipil
Politik,"
Selain pendapat diatas berikut di bawah ini opini Thomson Cyrus yang ditulis di
media.kompasiana.com:
Florence Sihombing Adalah Kita










Masih hangat dan ramai berita mengenai Florence Sihombing, mahasiswa S2 di
Yogyakarta. Hampir semua media membicarakannya, media sosial, cetak, elektronik. Pro dan
kontra begitu nyata. Cacian, maki-an, ejekan, bully, bukan saja terhadap pribadi Florence semata,
tetapi sudah mulai merambah ke ranah yang lebih besar. Florence Sihombing yang berdarah
batak itu juga telah ikut menghujat orang Batak.
Jika sudah sedemikian liar nya berita itu siapa yang salah?
Teman kita Mike R mempertanyakan siapa yang salah dalam tulisannya? Wajar, karena
sudah sedemikian besar kasus ini, apalagi dipicu oleh penahanan Polda DI Yogya terhadap
Florence S.
Dalam tulisan saya ini, saya akan melihat dari sudut yang berbeda juga. Antara lain;

Pertama, Respon kita menanggapi permasalahan inilah sebenarnya yang membuat kasus ini
menjadi besar. Kita lupa bahwa di kasus kasus tertentu, kita juga sering mengalami apa yang
dilakukan oleh Florence Sihombing. Siapakah yang berani diantara kita yang mengatakan tidak
pernah menghujat seseorang, suku tertentu, negara tertentu, agama tertentu atas kekesalan kita
terhadap sesuatu hal yang membuat kita jengkel, dongkol, marah, sedih atau apalah keadaan kita
saat itu.
Jika demikian halnya, mengapa kita begitu gampang mem-bully, orang seperti Florence,
tanpa pernah kita tahu bahwa apa yang melatar belakangi dia sampai berbuat seperti itu. Ok!
mungkin kita mengatakan Florence kan seorang mahasiswa S2, tentunya punya pemikiran yang
cerdaslah, tenang. Tetapi kita lupa, bahwa seseorang marah sangat banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor.
Saya seorang suami, jika istri saya sedang datang bulan, saya tahu, dia cepat marah, maka
saya berusaha untuk tidak membuatnya tersinggung, karena anda tahu, jika seorang perempuan
sedang datang bulan, dia ingin dimengerti, sebab kalau tidak, biasanya perempuan tidak peduli
akibat dari marahnya.
Jangan-jangan Florence pada saat itu dalam keadaan seperti itu atau sedang ada masalah
besar yang dialaminya sehingga memicu kemarahan yang mendalam pada dirinya. Kita baru
melihat bagaimana seorang Ryan, Mahasiswa S2 juga yang ingin melegalkan kasus bunuh diri.
Florence adalah kita, dia mewakili diri kita, yang setiap saat akan dihantui oleh masalah-masalah
yang menghadang di depan. Florence adalah mahasiswa S2, kita harus menyelamatkannya, sebab
dia adalah generasi muda, kaum perempuan terdidik yang masa depannya masih panjang, cita-
citanya masih panjang. Florence adalah gambaran diri kita, setiap langkah kita bisa tersandung,
entah oleh apapun, anda tak pernah bisa bayangkan diri anda, hanya karena mengisi BBM, anda
harus di penjara. Itu bukan tindakan kejahatan kawan!
Jikalah Florence telah melukai hati orang Jogyakarta, bukankah Florence sudah meminta
maaf secara terbuka kepada masyarakat Jogyakarta? Apalagi yang anda harapkan dari seorang
yang lidahnya keseleo? Bukankah kita juga pernah mengalami hal yang sama? Apakah kita juga
harus di penjara oleh karena hal-hal seperti itu?
Janganlah kita menjadi hakim bagi orang lain, seakan kita manusia yang sempurna.
Jangan-jangan kita lebih buruk dari Florence, tetapi suara kita lebih besar untuk menghakimi.
Biasanya orang yang gampang menghakimi adalah orang yang sering berbuat kesalahan. Maka
kita sebaiknya instropeksi diri, berkaca, bercermin pada kejadian ini.
Daripada ikut-ikutan menghujat dan membully Florence Sihombing, sebaiknya kita
memberikan dukungan moril kepada Florence, agar dari kesalahannya itu dia dapat bertobat dan
dapat menjadi manusia yang lebih baik lagi. Hati kita berkata agar tidak terulang lagi kejadian
yang seperti ini.

Kedua, Permasalahan yang dialami oleh Florence adalah juga akibat kebijakan yang tidak
bijaksana dari pemerintah di dalam mengelola hajat hidup orang banyak (Saat ini BBM sudah
masuk dalam hajat hidup orang banyak). Tindakan Pemerintah yang mengacaukan distribusi
BBM, entah alasan pembatasan atau masalah apalah, yang jelas, dampaknya ada.
Oleh sebab itu, kasus-kasus seperti ini, semoga mengingatkan pemerintah agar
mengambil kebijakan yang baik bagi masyarakat banyak, janganlah hendaknya setiap kebijakan
menimbulkan gesekan dan perdebatan yang mendalam di dalam masyarakat. Kita habis energi
untuk hal-hal yang kurang produktif. Di masa yang akan datang permasalahan akan semakin
banyak.

Ketiga, Hendaknya, permasalahan orang pribadi jangan diangkat ke ranah per suku an.
Bagaimana mungkin semua orang Batak harus menanggung perbuatan Florence Sihombing,
sebab tindakan Florence itu bukan dilatarbelakangi oleh faktor kesukuan orang Batak. Anda
Tahu, ada orang Batak yang berperilaku Buruk tetapi lebih banyak juga yang berperilaku baik.
Dari dulu, orang Batak sudah sering mengalami perlakuan diskriminatif, coba kita baca pada diri
kita. Tetapi orang Batak adalah juga orang yang paling gampang beradaptasi, coba anda lihat, di
sudut manapun di negeri ini ada orang Batak. Mengapa? Tentunya karena orang Batak gampang
diterima dengan berbagai pendekatan tentunya.
Seorang pencuri sepeda motor dari lampung bukanlah mewakili keseluruhan masyarakat
lampung. seorang wanita tuna susila bersuku Jawa di gang Dolly, bukanlah mewakili
keseluruhan masyarakat Jawa. Seorang Mandra, tidaklah mewakili semua suku Betawi, dan lain
sebagainya. Kita berperilaku tentunya dilatarbelakangi ke suku an kita, tetapi itu tidak
sepenuhnya.
Saatnya kita menghakimi perilakunya yang salah, tetapi jangan menghukum orangnya,
jangan membully orangnya, jangan menghabisi orangnya, jangan membunuh orangnya, tetapi
bunuhlah perilaku jahatnya, habisilah cara berpikir dangkalnya.
Florence Sihombing sebaiknya kita selamatkan sebagai generasi muda bangsa ini.
Florence Sihombing mewakili diri kita yang juga rakyat biasa. Jika ada yang salah dalam dirinya,
sebaiknya kita benarkan. Kasus kecil jangan dibesar-besarkan, kasus besar kita kecilkan. Agar
kita dapat menjadi masyarakat pemaaf, pemberi ampunan, bukan rakyat penghujat, rakyat
pemarah.
Florence Sihombing adalah kita. Yang suatu saat akan melakukan kesalahan. Dorce
berkata, kita adalah gudangnya salah, hanya Tuhanlah yang sempurna.


Kontra Florence
Kasus Flo yang telah mendunia ini tentu banyak pihak yang mendukung untuk
mempidanakan Florence. Berikut beberapa opini kontra terhadap apa yang dilakukan terhadap
Flo.
Proses hukum terhadap Florence sudah terlanjur dan tidak bisa dihentikan.
Kami sangat menghargai permintaan maaf Florence dan dengan tulus ikhlas
memaafkan. Namun karena sudah masuk ke proses hukum, seperti apa penilaian benar dan
salahnya biar pengadilan yang menentukan ujar Kuasa Hukum LSM Jatisura, Erry Supriyanto
Dwi Saputro, di Keraton Kilen, Yogyakarta, Kamis (4/9/2014) malam.
Erry menyebutkan, sikap ini menandakan bukan tidak memaafkan secara tulus kepada
Florence tetapi untuk menciptakan kehidupan di Yogyakarta yang taat hukum. Sebagai
pembuktian pihaknya telah memaafkan, pihak LSM akan menyampaikan permohonan kepada
majelis hakim untuk tidak memberikan hukuman kepada Florence.
Proses hukum Ini demi menciptakan masyarakat Yogyakarta yang tertib hukum. Bukan
karena kami tidak memaafkan ya. Sebagai bukti memaafkan, kami akan melakukan action
memohonkan ke majelis hakim agar Florence tidak dihukum, tandas Erry.
Sementara Sang Ratu GKR Hemas menyatakan bahwa Florence telah meminta maaf
secara tulus ikhlas kepada warga Jogja. Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
itu pun berjanji akan menjadi pribadi yang lebih baik. Hemas juga meminta masyarakat dapat
memaafkan Florence.
Masyarakat harus mau memaafkan, karena Florence sudah dengan tulus meminta maaf.
Peristiwa ini bisa menjadi pengalaman dan pelajaran berharga bagi kita semua, ujar Hemas.
Sumber : http://www.ruangpojok.com/berita/nasional/meski-dimaafkan-florence-tetap-
akan-jalani-proses-hukum.html




Sumber : http://uniqpost.com/122295/florence-sihombing-buat-masyarakat-jogja-geram-karena-
menghina/

Berikut ini pasal 27 UU ITE
Pasal 27
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan perjudian.
3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Kesimpulan (Opini Pribadi)
Kesimpulan yang saya dapat dari beberapa artikel, berita, maupun diskusi tentang kasus
Florence adalah sebagai berikut.
Menurut saya Florence pantas untuk dipidanakan karena telah melanggar Pasal 27 ayat 3.
Tentu ini berlandaskan UU ITE yang telah di buat. Namun beberapa orang yang kontra terhadap
ini mempunyai landasan tentang UUD tentang kebebasan berpendapat isi pasal tersebut adalah
sebagai berikut
Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, yang antara lain menetapkan
sebagai beruikut :
1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan
pengembangan kepribadian secara bebas dan penuh.
2. Dalam pelaksanaan hak kebebasan, setiap orang harus tunduk semata-mata pada
pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, untuk memenuhi
syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban serta kesejahteraan umum dalam suatu
masyarakat yang demokratis.
3. Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan
tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pasal tersebut berarti bahwa setiap orang diberikan kebebasan untuk berpendapat. Masalah
yang saat ini ada adalah apakah kebebasan tidak memiliki batas?
Menurut pendapat saya kebebasan itu mempunyai batas. Sebebas bebas apapun tentu
mempunyai batasan untuk bertindak. Berekspresi disini tentu masih dalam ruang lingkup tidak
merugikan orang lain ataupun menyakiti secara lansung maupun tidak lansung.
Kasus kasus yang telah terjadi sebelumnya merupakan suatu contoh ketidak tegasan
pemerintah atau aparat hukum mengenai adanya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurut saya berlandasan sejarah sejarah yang terjadi pelanggaran terhadap UU ITE harus
ditindak tegas karena hal itu akan berdampak kedepannya yaitu tentang ketegasan UU ITE
sehingga saya perkirakan di kemudian hari Pencemaran nama baik melalui dunia internet
khususnya media social tidak akan terulang lagi.

Anda mungkin juga menyukai