Anda di halaman 1dari 24

Biografi Imam Ghazali 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Dinasti Abbasyiah merupakan dinasti yang berpusat di Baghdad. Masa
keemasan bani Abbasiyah pada Masa Harun Al-Rasyid. Meskipun usianya kurang dari
setengah abad. Baghdad menjadi begitu dikenal dunia. Kemasyhuran kota tersebut
karena tingkat kemakmuran dan keilmuan filsuf-filsuf yang mengangkat hal-hal baru
dengan menerjemahkan karya-karya filsuf-filsuf Yunani. Baitul Hikmah satu
Universitas yang didirikan pada masa Harun Ar-Rasyid (tahun 170- 193 H). Lalu
dikembangkan pada Masa Khalifah al-Makmun.
1

Dimasa Khalifah Al-Makmun, perkembangan penerjemahan sangat aktif
dilakukan. Hunanyn bin Ishak bin Ishak diplot menjadi penerjemah bagi buku-buku
Hunanyn dipilih karena ia mahir bahasa Yunani. Buku-buku yang diterjemahkan
diantaranya di bidang ilmu kimia-fisika, kedokteran, dan falak. Di antara terjemahannya
itu sampai sekarang masih terdapat ialah terjemahan kitab Al-Majitshi (Almageste
karangan Bathlimus (tahun 167 M), dan buku dalam ilmu falak (Haiah).
2

Setelah Khalifah Al-Makmun wafat, Baitul Hikmah menjadi begitu mundur.
Akibatnya ilmu-ilmu falsafah barat agaknya mulai dipertanyakan oleh kaum intelektual
muslim. Di saat itulah muncul saintis-saintis dari Persia. Mereka ditampung oleh Nizam
Al-Mulk di Madrasah An-Nizamiyah di masa Bani Saljuk. Salah satu pendidik yang
begitu masyhur adalah Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Al-Ghazali, ulama yang
begitu fenomenal namanya hingga saat ini. Kehebatan beliau yaitu ketertarikannya
terhadap filsafat. Sehingga ia mengenal filsafat yang dilogikakannya. Selain itu ia bisa
mendamaikan antara ilmu fiqih dan tasawuf.

1
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyyah, 2008, hal 65
2
Op.Cit, hal. 67
Biografi Imam Ghazali 2

Tasawuf merupakan pilihan terakhirnya setelah dirinya merasa jenuh dengan
aspek-aspek hukum yang terlalu memperdebatkan diantara ilmuan-ilmuan. Sehingga ia
mengeluarkan statement bahwa berdebat itu haram. Akan tetapi mencari solusi itu
bagian yang paling disukai Tuhan. Dari sinilah penulis akan mengkaji tokoh Imam
Ghazali.
I. II. Fokus Masalah
Maka penulis ingin mengkaji tokoh Abu Hamid Al-Ghazali dari aspek :
1. Masa kelahiran dan Perkembangannya
2. Pendidikan Formal Imam-Ghazali
3. Pengajaran dan Filsafat Imam Ghazali
4. Imam Gazali Mengalami Depresi
5. Penentangan Imam Ghazali
6. Sufisme Imam Ghazali
7. Ajaran Pokok Tasawuf Imam Ghazali
8. Safar Imam Ghazali
9. Ihya Ulumuddin Karya Fenomenal Imam Ghazali
10. Wafatnya Imam Ghazali
11. Karya-kaya Imam Ghazali
Dari kesebelas masalah yang muncul di atas maka penulis ingin membahasnya secara
keseluruhan pada makalah ini






Biografi Imam Ghazali 3

BAB II

Kajian Teori

II.1 Masa kelahiran dan perkembangan Imam Ghazali
Imam Ghazali lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang asketis yang
selalu taat pada agama. Ia selalu berkumpul bersama ulama-ulama dan cendikiawan
muslim pada masanya. Suatu ketika ia mendengar ulama menjelaskan bahwa makanan
atas jerih payah sendiri adalah paling utama. Perkataan seorang ulama ersebut menjadi
pegangan di dalam perjalanan hidupnya yaitu bekerja sebagai Tukang tenun kain wool,
serta tidak mengharapkan pemberian dari orang lain walau sedikit.
3

Muhammad (ayah al-Ghazali) sangat senang berkhidmah kepada ulama-ulama,
dan aktif di dalam bertanya kepada mereka. Apabila mendengar perkataan ulama
tentang dosa maka bercucuran air matanya. Doa beliau yang masyhur yaitu memohon
pada Allah agar diberi putera- putera yang alim lagi santun kepada orang lain. Doa
beliau diterima oleh-Nya, yaitu dengan memiliki anak yang shalih yaitu Muhammad al-
ghazali dan Ahmad al-Ghazali.
4

Imam Ghazali lahir di Persia desa Ghazaleh distrik Thus pada tahun 1059.
5
ia
lebih dikenal Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. Gelar beliau adalah Hujjatul Islam
yaitu seorang yang bisa memberikan fatwa dalam sudut pandang agama dan logika.
Adapun gelar wangsanya yaitu al-Ghazali. Gelar wangsanya hingga kini menjadi
perdebatan. Sebagian ulama mengatakan gelar wangsanya terambil dari sebuah distrik

3
Imam Ghazali. Bidayah al-hidayah, Surabaya: al-hidayah, 1418 H, hlm 8
4
Ibid
5
Hassan Shadily, Ensklopedia Jilid 2, Jakarta: Ikhtiyar Baru, 1959, hlm 1125
Biografi Imam Ghazali 4

di provinsi Khurasan. Dan sebagian ulama yang lainnya berpendapat bahwa gelar
wangsanya terambil dari usaha penenunan ayahnya (Ghazal).
6

Sebelum ayahnya meninggal Muhammad dan Ahmad dititipkan kepada seorang
ahli tasawuf yaitu Ahmad bin Muhammad ar-Razikani.
7
Mereka dibekali harta yang
sedikit. Mereka berdua ditempa dengan ilmu agama yang representatif. Pada suatu
ketika, si sufi tersebut memanggil Muhammad dan Ahmad al-Gazali. Lalu berkata pada
mereka berdua: Ayahmu dulu pernah menitipkan sedikit harta untuk mencukupi kalian
berdua. Tapi kini harta itu habis seiring untuk pemenuhan hidup kamu berdua. Kini aku
hidup serba pas-pasan dan padaku tidak ada harta untuk ku sumbangkan lagi untukku.
Saya melihat potensi kamu berdua cukup tinggi untuk mengenyam pendidikan di
sebuah madrasah. Nanti kamu akan mendapatkan beasiswa. Melalui keadaan demikian
yang membuat Imam Ghazali ingin menggapai kesuksesan baik di dunia dan di akhirat.
Selama berada di dalam pengasuhan Ahmad bin Muhammad Ar-Rizakani,
Muhammad dan Ahmad al-Ghazali, mereka diajari ilmu fiqih, riwayat para awliya dan
kehidupan spiritual mereka. Selain itu mereka belajar tentang tasawuf khususnya cara
mahabah kepada Tuhan, syair-syair yang menunjukan bahwa Tuhan sebagai tujuan
akhir manusia, dan mengikuti sunah-sunah rasul dari hal yang terkecil sampai hal-hal
yang implementatif.
8

II.2 Pendidikan Formal Imam Ghazali
Setelah beberapa waktu, Muhammad al-Gazzali meninggalkan desa
kelahirannya menuju pendidikan tinggi di Jurjan. Ia belajar dengan seorang guru besar,
yaitu Imam Abu Nashr Ismail. Imam Ghazali mencatat perkuliahannya secara sistematis
sehingga memudahkan pemahamannya terhadap ilmu tersebut. Suatu ketika catatannya
yang berisikan pelajaran-pelajaran bersama barang-barang lainnya dirampok orang.
Lalu ia memberanikan diri untuk mengambil catatan kuliahnya. Lalu sang perampok
mengembalikannya tanpa satu syarat apapun karena permohonan al-Ghazali yang penuh
harap. Untuk menghafalkan catatan perkuliahannya, ia cukup membutuhkan waktu tiga

6
Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin Jilid 1 penerjemah Purwanto, Bandung: Marja, 2009, hlm 13
7
http://digilib.uin-suka.ac.id/3912/2/BAB%20II,III,IV, diunduh pada 6 May 2014 pukul 08.09
8
http://digilib.uin-suka.ac.id/3912/2/BAB%20II,III,IV, diunduh pada 6 May 2014 pukul 08.24
Biografi Imam Ghazali 5

tahun. Beliau ketika itu berkata: Andaikata catatan-catatan itu sekarang diambil para
perampok itu lagi, maka aku tidak lagi merasa kehilangan.
9

Pada tahun 1080, Imam Ghazalli menuju Nishapur untuk masuk madrasah
Nizamiyah. Madrasah Nizamiyah kala itu menjadi pusat pendidikan yang terpandang.
10

Hal tersebut dikarenakan pengajar-pengajarnya yang berkualitas dan perpustakaannya
yang berisikan buku-buku baik buku klasik ataupun buku modern. Salah satu ulama
yang tersohor di madrasah Nizamiyah yaitu Imam Haramain al-Juwayni. Ia
mengajarkan Al-Quran, hadis, mantiq, retorika, ilmu hikmah, dan filsafat. Menurutnya,
Imam al-Ghazali merupakan murid yang cerdas dan mudah menangkap pesan-pesan
keagamaanya. Sehingga Imam Ghazali dijuluki Bahrun Mughdiq artinya lautan luas
yang tidak bertepi.
Setelah Imam al-Juwayni wafat pada tahun 1085, Imam Ghazali meninggalkan
Nishapur menuju ke Al-Askar di Baghdad. Ia berkenalan dengan Nizam al-Mulk, wazir
istana dinasti Saljuk yaitu sultan Jalal al-din Malikshah. Ia diminta untuk mengajarkan
hukum agama di Madrasah Nizamiyah di Baghdad. Al-Ghazali mengajar disana selama
empat tahun. Bukan hanya itu ia diangkat menjadi Rektor Madrasah Nizamiyah pada
tahun 484 H.
11

II.3. Pengajaran dan Filsafat Imam Ghazali
Ratusan ulama pejabat pemerintahan, dan yang berkuasa menghadiri
perkuliahan Imam Ghazali. Antusiasme para intelektual kala itu karena penyampaian
perkuliahan al-Ghazali logis, dan dialogis. Argumen, pemikiran, serta fatwanya
biasanya bersifat faktual akan tetapi tidak meninggalkan atsar-atsar pendapat ulama
sebelumnya. Kebanyakan bahan pengajaran Imam Ghazali dicatatat oleh Sayyid bin
Faris, dan Ibnu Lubban. Keduanya mencatat kira-kira 183 bahan perkuliahan yang
diberi nama Majalisul Ghazaliyyah..

9
Imam Ghazali , Op.Cit, Bidayatul Hidayah, hlm.9
10
John Freely, Cahaya dari Timur, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011, hlm 292
11
Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin penerjemah: Ismail Yakub, Jakarta: CV Faizan, 1964, hlm. 25
Biografi Imam Ghazali 6

Pergaulan beliau selama di sekitar madrasah Nizamiyah tidak terbatas pada
orang muslim saja akan tetapi lintas mazhab dan pemikiran. Mulai dari berdialog hingga
bertukar nalar dengan kaum Syiah, Sunni, Zindiq, Majusi, teolog, Kristen, Yahudi,
Ateis, Zoroaster, dan Animisme. Dengan berdialog dengan mereka, pemikiran al-
Ghazali dari fundamentalis berubah menjadi diri yang moderat. Karena dari pergaulan
tersebut al-Ghazali mengambil prespektif lintas mazhab dalam mencari kebenaran
Tuhan. Selain itu Al-Ghazali suka berkumpul dengan kaum Deis, Matrialis, dan filosof.
Dari pergaulan tersebut al-Ghazali terpengaruh oleh penalaran bebas. Ide-ide lamanya
luntur seiring hermeutik menjadi pegangannya kala itu.
Diri Imam Ghazali begitu berubah. Perubahan tersebut disebabkan oleh
pemikiran rasionalis terhadap kebenaran yang menurutnya bisa diambil dari prespektif
manusia intelek. Adapun perkataannya yang bertepi kepada aliran ekstensialis yaitu:
12
Aku telah menerobos setiap celah yang gelap, aku telah menyerang setiap persoalan,
aku telah menyelam ke dalam setiap lautan. Aku telah meneliti akidah semua sekte, aku
telah menelanjangi semua doktrin rahasia semua komunitas. Semua ini kulakukan agar
aku dapat membedakan antara kebenaran dan kesesatan, antara yang sahih dan
pembaruan yang bidah.
Ide bebas al-Ghazali tentang semua sekte dan agama seolah dirinya bingung dan
menghadapi persoalan. Timbulah skeptisme di dalam dirinya bahwa semua aliran
intinya mencari cahaya kebenaran. Cahaya kebenaran itulah di refleksikan melalui
tekhnik hissyiyat yaitu aliran filsafat yang naturalistik yang datang dari hati. Timbulah
pertanyaan dalam diri al-Ghazali: aliran manakah yang betul-betul dari semua aliran
itu.
13

Keadaan al-Ghazali semakin tertekan dengan kondsi bahwa keraguan terhadap
kebenaran akal rasionalnya. Hal itu bermula dari polemik pemikiran al-Farabi dan Ibn
Sina yaitu mencari realitas sejati berupa penggalian radikal terhadap gejala-gejala
objektif yang dipandang oleh diri manusia dan dunia. Pemikiran Farabi soal tujuan akhir
manusia yang istimewa terletak dari keunggulan dari nilai dan perbedaan khusus

12
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, Jakarta: Mizan, 2009, hlm 254
13
Harun Nasution, Falsafat &Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, hlm 41
Biografi Imam Ghazali 7

relative manusia.
14
Sehingga al-Ghazali berargumen bahwa para Filsuf tersebut telah
menimbulkan persoalan.
Di dalam buku Tahafut Falasifah al-Gazali berujar bahwa jika falsafah
membatasi diri pada fenomena duniawi yang teramati, seperti halnya kedokteran,
astronomi, atau matematik, tentu ia akan sangat berfaedah tetapi tidak mampu
menyatakan apa-apa tentang Tuhan. Bagaimana mungkin orang yang bisa membuktikan
doktrin emanasi, entah dengan cara apa pun? Berdasarkan autoritas apa para faylasuf
telah menyimpulkan bahwa Tuhan hanya mengetahui hal-hal yang bersifat umum dan
universal, bukan yang pertikular? Bagaimana membuktikan ini ? Apakah Apakah iman
yang teguh menjadi mustahil?
15

Saat pertanyaan-pertanyaan itu timbul al-Ghazali terkukuhkan sebagai filsuf
muslim, karena karakteristik falsafahnya yang unik. Keunikan tersebut terlihat sejak ia
mengikuti aliran Hissiyyat yaitu aliran perasaan yang bisa merasiokan yang bersifat
naturalistik. Aliran ini sama dengan filsuf Inggris David Hume (1711 1776) yang
mengemukakan bahwa perasaan adalah sebagai alat yang terpenting dalam falsafah, di
waktu dia menentang aliran rasionalisme, yaitu satu aliran falsafah yang timbul abad
XVIII. Yang semata-mata berdasar kepada pemeriksaan panca indera dan akal manusia.
Melalui filsafat hissyiyat tersebut al-Ghazali semakin tertekan. Dia kehilangan
gairah untuk melakukan sesuatu, mulai dari kehilangan selera makan hingga rasa putus
asa. Sekitar tahun 1094, Dia merasa tidak mampu lagi untuk berbicara dan memberi
kuliah. Tuhan telah melumpuhkan lidahku sehingga aku tidak bisa mengajar. Aku
penah memaksakan diri untuk mengajar murid-muridku di suatu hari, namun lidahku
tak mampu mengucap sepatah kata pun.
16

II.4. Depresi Imam Ghazali
Saat terguncang hati dan jiwanya dengan autokritik akalnya, depresi gejolak di
dalam dirinya. Semua dokter sudah dia kunjungi. Namun, tidak ditemukan satu

14
James Wiston, 2002, Sufi-sufi Merajut Peradaban, Jakarta: Forum Sebangsa, hlm 4
15
Karen Amstrong, Loc.cit, hlm 256
16
Ibid
Biografi Imam Ghazali 8

penyakitpun yang ditemukan oleh mereka. Konflik bathinnya yang membuat kecemasan
tersembunyinya berlebih, sehingga semua obat tidak mampu menyembuhkan dirinya. Ia
sangat khawatir dengan ancaman neraka yang tidak berhasil mengobati diri.
Kegelisahan pada diri al-Ghazali merupakan titik jenuh dari ilmu filsafat yang
telah ia pahami. Ia merasa perlu berbalik arah kepada Tuhan. Karena petunjuk Tuhan
merupakan jalan terbaik bagi orang-orang yang mampu berfikir. Kejenuhan itu ia
ekspresikan oleh ungkapan kalimat. Di saat aku sudah mempelajari ilmu filsafat, ku
dapatkan pemahaman mengenainya dan bisa menandai apa saja yang palsu di dalamnya,
dan disaat itu aku menyadari kalau ini juga belum memenuhi tujuanku sepenuhnya dan
bahwa intelektualitas tidak otomatis bisa memahami atau menyelesaikan semua
masalah. al-Ghazali mengatakan lagi kalau rasa ketidakpuasannya dengan ilmu filsafat
menggiringnya untuk mempelajari mistisisme (sufisme), Aku sadar bahwa jalan
mistik sepenuhnya termasuk kepercayaan intelektual maupun aktivitas praktis, di mana
aktivitas praktis termasuk upaya menyingkirkan hambatan-hambatan di dalam diri
sendiri dan moral buruk, sehingga hati kita bisa terbebas dari segala hal yang bukan
bersifat Ilahi, dan mengingat-Nya terus menerus.
17

II.5 Penentangan al-Ghazali terhadap Filsafat
Penentang terhadap filsafat kian terasa di dalam jiwa al-Ghazali. Lantas al-
Ghazali bisa mengeluarkan ide-idenya dalam menulis kitab Maqasidul
falasifah(maksudnya ahli-ahli filsafat) dan Tahafut Al-Falasifah (kekacau-balauan ahli-
ahli filsafat. Kitab yang pertama berisi ringkasan-ringkasan dari bermacam-macam ilmu
falsafah, mantik, metafisika. Kitab ini sudah diterjemahkan oleh Dominicus
Gundisalvus ke bahasa latin di akhir abad ke XII M.
Kitab yang kedua memberi kritik yang tajam atas sistem falsafah yang telah
diterangkan dalam kitab Maqasid al-falasfifah. Di dalam kitab Tahafut al-falasifah, al-
Ghazali memandang para faylasuf adalah ahli bidah yaitu tersesat dalam beberapa

17
John Freely, Loc.cit, hlm 294-295
Biografi Imam Ghazali 9

pendapat mereka. Di dalam kitab tersebut ia juga menyalahkan faylasuf-faylasuf di
dalam pendapatnya, antara lain:
18

1. Tuhan tidak mempunyai sifat
2. Tuhan mempunyai subtansi basith (sederhana), dan tidak mempunyai hakikat.
3. Tuhan mengetahui jusiyat (perincian)
4. Tuhan tidak dapat diberi al-jins (jenis), dan al-fasl (perbedaan)
5. Planet-planet adalah binatang yang bergerak dengan kemauan
6. Jiwa planet-planet mengetahui semua juziyat
7. Hukum Alam tak dapat berubah
8. Pembangkitan jasmani tidak ada
9. Alam ini tidak bermula
10. Alam ini kekaal
Tiga dari sepuluh pendapat di atas, menurut al-Ghazali yang membawa kepada
kekufuran yaitu :
1. Alam kekal dalam arti tak bermula
2. Tuhan mengetahui perincian dari apa-apa yang terjadi di alam.
3. Pembangkitan jasmani tidak ada
II.6 Kesufian Imam Ghazali
Kesufian al-Ghazali yang membuat dirinya meninggalkan kedudukan
terpandangnya di Baghdad. Ia menyelinap mengenakan jubah sufi dan menyelinap
meninggalkan Baghdad pada 488 H. Di tahun itu,ia memutuskan untuk mengasingkan
diri ke Damaskus. Ia menghabiskan waktunya di kamar masjid, dengan melakukan
ibadah, tafakur, dan berzikir tanpa henti. Disitulah ia menghabiskan waktu selama dua
tahun di dalam kesendirian dan kesunyian. Pada umur 27 tahun, ia di tahbis oleh Pir
Abu Ali Farrnadi yang juga guru spiritual wazir Nizamul Mulk.
19


18
Harun Nasution, Loc.cit, hlm. 45
19
Imam Ghazali, Ihya ulumuddin, Loc.cit, hlm. 14
Biografi Imam Ghazali 10

Selama di Damaskus, ia produktif menelaah sifat-sifat hati lewat tulisan yang
dibukukan di dalam Ajaib al-Qalbi, al-Awwal min Rubu al-Muhlikat. Salah satu
tulisan yang berkesan dalam menelaah sifat-sifat hati antara lain: Dalam diri manusia
terhimpun empat sifat ini, yaitu sifat ketuhanan, sifat setan, sifat buas, dan sifat
kebinatangan. Semuanya terkumpul di dalam hati atau jiwa manusia. Maka seolah-olah
yang ada pada kulit manusia itu adalah babi, anjing, setan dan orang bijak.
20

Lalu al-Ghazali menjelaskan bahwa Babi identik dengan nafsu syahwat yang
rendah. Babi itu tercela bukan karena warna, bentuk atau rupanya, melainkan karena
sifat serakah, rakus, dan tamaknya. Sedangkan anjing dipenuhi sifat marah. Binatang
buas, termasuk anjing, tidak dianggap sebagai buas dari segi rupa, warna, maupun
bentuknya, tetapi karena jiwanya yang buas, gemar menerkam, dan sifatnya yang suka
permusuhan dan galak. Dalam hati manusia terdapat sifat buas binatang dan
kemarahannya, kerakusan, dan ketamakan babi. Maka babi itu, dengan sifat
ketamakannya mengajak manusia kepada perbuatan keji dan munkar, sedangkan
binatang buas dengan amarahnya mendorong kepada perbuatan menyakiti orang lain
dan kezaliman lainnya. Sementara setan selalu membangkitkan syahwat babi dan
amarah binatang buas, menggerakan satu dengan yang lain, dan menghiasi kepada
keduanya hal-hal yang mereka sukai.
Tetapi orang bijak, yang menjadi contoh bagi akal, diperintahkan untuk menolak
godaan dan tipu daya setan dengan menyingkapkan tabir penipuan setan itu melalui
bashirah atau mata hati, yang berkat cahanya yang terang sanggup menembus segala
keraguan. Begitu pula, ia sanggup membasmi keserakahan babi dengan menjadikan
anjing menguasai babi itu. Sebab, amarah (sifat anjing) bisa mengatasi gelora nafsu
syahwat. Sementara sang hakim bernama akal akan menolak kegalakan anjing dengan
menjadikan babi menguasai anjing tersebut, lalu si anjing dipaksa tunduk di bawah
siasatnya. Jika biasa terwujud demikian, maka urusan menjadi mudah dan keadilan pun
lahir di dalam kerajaan tubuh. Lalu berjalan di atas jalan yang lurus, Sebaliknya, apabila

20
Imam Ghazali,2011, Keajaiban Hati, Jakarta: Khatulistiwa Press, hlm.42
Biografi Imam Ghazali 11

manusia tidak dapat mengalahkan mereka , maka mereka akan menundukkan serta
menundukkan mereka.
21

Dari pembahasan yang begitu panjang tentang hati yang ditulis oleh diri al-
Ghazali. Maka ia memutuskan untuk bertasawuf guna mendapatkan cahaya ilahi.
Karena cahaya Tuhan yang bisa meluruskan manusia ke jalan yang diridhoi oleh Tuhan.
Pengetahuan itu yang membuat sadar Imam Ghazali dan memperoleh keyakinannya
kembali.
Adapun ekspresi cahaya Tuhan diungkapkan oleh al-Ghazali : Cahaya itu
kunci dari kebanyakan pengetahuan dan siapa menyangka bahwa kasyf (pembukaan
tabir) bergantung pada argumen-argumen, sebenarnya ia telah mempersempit rahmat
Tuhan yang begitu luas. Cahaya yang disinarkan Tuhan yang disinarknan ke dalam hati
sanubari seseorang.
22

Tasawuf menurut al-Ghazali merupakan jalan cahaya menuju Tuhan. Dengan
tasawuf itulah manusia terjaga dari akhlak-akhlak mahmudah. Karena perbuatan,
prilaku, dan hati manusia akan selalu diawasi oleh Tuhan. Pengawasan Tuhan tersebut
membentuk karakter ihsan melekat pada diri manusia dan kesufiannya lebih nampak di
mata Tuhan. Karena Sufi menurut Abu Nashr As-Sarraj adalah apabila seorang hamba
telah mampu merealisasikan pennghambaan (ubudiyah), dijernihkan oleh al-Haq
sehingga bersih dari kotoran manusiawi, menempati kedudukan syariat dan
mendudukan hukum syariat.
23

II.7 Pokok Tasawwuf
Jika dilakukan penelaahan secara sistematis dan terstruktur terhadap kitabIhya
Ulum al-Din, maka akan ditemukan beberapa doktrin tasawuf pokok Imam al-Ghazali,
yaitu tauhid, makhafah, mahabbah, dan marifat. Dari ajaran-ajaran pokok ini lahir
konsep taubat, shabr, zuhud, tawakkal, dan ridha. Tak bisa seseorang mengaku
bertauhid sekiranya seseorang masih menduakan Allah dengan yang lain; misalnya tak

21
Ibid
22
Harun Nasution, Loc.cit, hlm.44
23
Abu Nashr As-Sarraj, 2014, Al-Luma Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf, Surabaya: Risalah Gusti, hlm. 57
Biografi Imam Ghazali 12

bertawakkal kepada Allah, tak rela terhadap keputusan Allah, tak sabar atas ujian yang
diberikan Allah, tak bersykur atas nikmat yang diberikan Allah, tak menjauhkan diri
dari apa yang dilarang oleh Allah. Tak bisa seseorang mengaku takut kepada Allah, jika
yang bersangkutan masih takut kepada selain Allah.
Pertama,Tauhid. Secara etimologis, tauhid adalah bentuk kata benda dari kata
kerja wahhada-yuwahhidu yang berarti membuat sesuatu menjadi satu atau
menyatakan kesatuan (ke-esa-an). Dalam Ilmu Kalam disebutkan bahwa tauhid berarti
ikrar tentang tidak ada tuhan selain Allah. Dalam tasawuf, tauhid tak hanya merupakan
ungkapan verbal tentang tidak adanya tuhan selain Allah, melainkan juga ungkapan hati
tentang hakekat Tuhan Yang Satu. Al-Junaid al-Baghdadi menceritakan bahwa seorang
ulama pernah ditanya tentang makna tauhid. Lalu ulama itu menjawab, tauhid adalah
yakin. Penanya tersebut meminta agar sang ulama menjelaskan apa yang dimaksud
dengan yakin itu. Ia menjelaskan, pengetahuanmu bahwa gerak dan diam alam raya
adalah pekerjaan Allah. Tak ada sekutu bagi-Nya. Apabila engkau melakukan
(meyakini) itu, maka engkau telah meng-Esa-kan-Nya. Dalam kitab al-Rasail, al-
Junaid menegaskan, ketahuilah bahwa permulaan ibadah kepada Allah adalah
mengenal-Nya (marifatullah). Sementara pokok marifatullah adalah bertauhid
kepada-Nya.
Imam Ghazali menegaskan bahwa tanda bertumbuhnya tauhid di dalam hati
adalah munculnya sikap tawakkal kepada Allah, yaitu menyerahkan segala urusan diri
sendiri hanya kepada Allah. Imam Ghazali membagi tawakkal ke dalam tiga tingakatan.
[a]. menyerahkan segala urusan kepada Allah, seperti penyerahan seseorang yang
mewakilkan kepada pihak yang mewakili; [b]. segala urusan kepada Allah, seperti
kepasrahan seorang anak kecil kepada ibunya. Si anak kecil hanya mengenal dan
menyandarkan segala keadaan dirinya hanya pada ibundanya. Ia hanya meminta pada
ibundanya. Bahkan, seorang ibu kerap memberikan susu sekalipun si kecil tak
memintanya; [c]. menyerahkan segala gerak dan diam kepada Allah seperti gerak dan
diam seorang jenazah di depan orang yang memandikan. Orang yang berada pada
peringkat yang terakhir ini memandang dirinya sudah mati dan yang menggerakkan
adalah Allah. Menurut Imam Ghazali, tawakkal peringkat pertama sangat mungkin
terjadi, sementara peringkat kedua dan ketiga amat jarang terjadi.
Menurut Imam Ghazali, bagaimana seseorang mengaku bertauhid kalau yang
bersangkutan masih percaya pada kekuatan lain di luar kekuatan Allah. Dengan tauhid
Biografi Imam Ghazali 13

dalam hati, demikian Imam Ghazali, akan muncul kesadaran bahwa tidak ada yang aktif
bekerja selain Allah (la faila illa Allah). Segala makhluk-alam raya ini muncul dari
Dzat Yang Maha Pencipta. Jika kesadaran tauhid itu menguat, maka seseorang takut dan
berharap hanya kepada Allah bukan kepada yang lain. Ia mengkritik seseorang yang
berharap tumbuhnya tanaman pada hujan, berharap turunnya hujan pada awan, berharap
bergeraknya bahtera pada angin. Imam Ghazali menyebut hal itu sebagai syirik dalam
bertauhid dan sebagai wujud ketidak-tahuan tentang hakekat sesuatu (wa hadza kulluhu
syirk fi al-tauhid wa jahl bi haqaiq al-umur).
Imam Ghazali berpendirian bahwa tauhid adalah pangkal atau dasar dari seluruh
doktrin dan ajaran tasawuf. Bagi Imam Ghazali, bahasan tauhid adalah lautan yang tak
bertepi (bahr la sahila lahu). Untuk memudahkan, Imam Ghazali membagi tauhid ke
dalam empat peringkat. [1]. Orang yang lisannya mengucapkan la ilaha illa Allah tapi
hatinya melupakannya bahkan mengingkarinya. Iman yang seperti ini adalah keimanan
yang pura-pura karena tak tembus ke dalam hati. Imam Ghazali menyebut ini sebagai
tauhid orang-orang munafik. [2]. Kalimat tauhid yang diucapkan lisannya dibenarkan
oleh hatinya. Pembenaran di hati ini menyelamatkan yang bersangkutan dari siksa di
Akhirat. Inilah tauhid dan keyakinan orang awam. [3]. Melihat Tuhan Yang Satu pada
segala sesuatu. Dengan perkataan lain, ia menyaksikan Allah ketika menyaksikan
sesuatu. Inilah maqam al-muqarrabin (kedudukan orang-orang yang dekat kepada
Allah). [4]. Bahwa wujud ini hanya satu, yaitu Allah (la yara fi al-wujud illa wahidan).
Dalam peringkat ini, seseorang sudah tak melihat dirinya karena yang terlihat hanya
Allah. Para sufi menyebut keadaan ini sebagai al-fana fi al-tauhid. Menurut Imam
Ghazali, tauhid keempat ini sebagai tauhid puncak yang diintroduksi Husain ibn al-
Manshur al-Hallaj.
24

Kedua, makhafah(ketakutan). Khauf-khifah-Makhafah adalah kata benda Arab
dari kata kerja khafa-yakhafu yang berarti takut. Takut kepada Allah bisa dialami oleh
setiap manusia. Ketakutan itu terjadi, menurut Imam Ghazali, bisa karena melihat dan
menyaksikan keagungan Allah SWT dan bisa juga karena banyaknya dosa yang
dilakukan seorang hamba pada Tuhannya. Rasulullah SAW pernah bersabda, aku
adalah orang di antara kalian yang paling takut kepada Allah (ana akhwafukum lillah).

24

24
http://www.islamlib.com/?site=1&aid=1881&cat=content&cid=11&title=tasawuf-al-ghazali-dan-
relevansinya-dalamkonteks-sekarang diunduh pada 31 Mei 2014, pukul 21:00

Biografi Imam Ghazali 14

Rasulullah juga bersabda, pangkal kebijaksanaan itu adalah takut kepada Allah (rasu
al-hikmah makhafah Allah). Dzun Nun al-Mishri pernah ditanya, kapan seorang hamba
dikatakan takut kepada Allah?. Ia menjawab, ketika hamba merasa seperti orang sakit
yang takut akan berlangsung terusnya penyakit yang diderita oleh yang bersangkutan.
Imam Ghazali menegaskan bahwa orang yang dilanda ketakutan akut pada Allah akan
terlihat pada kondisi tubuh, aktivitas fisik, dan gerak hatinya. Tubuh orang yang hatinya
terbakar (ihtiraq al-qalbi) karena takut pada Allah akan panas dan matanya menitikkan
air mata. Bersamaan dengan itu, seluruh aktivitas fisik yang bersangkutan akan
terhindar dari perbuatan dosa. Dosa-dosa yang suka dilakukan serta merta ia benci.
Dengan demikian, menurut Imam Ghazali, orang yang mengaku takut kepada
Allah tapi anggota badannya bergelimang maksiat, tak bisa disebut khauf (la yastahiqqu
an yusamma khaufan). Fudhail ibn Iyadh, sebagaimana dikutip Imam Ghazali, pernah
berkata, jika ditanya kepadamu apakah anda takut kepada Allah?. Fudhail berkata,
diamlah, sebab jika kamu menjawab tidak, maka kamu kafir. Dan jika berkata ya,
maka kamu bohong. Ini menunjukkan bahwa takut kepada Allah harus proporsional.
Itu sebabnya, Imam Ghazali menolak ketakutan kepada Allah yang mengakibatkan
hilangnya akal (zawal al-aql). Imam Ghazali mengutip Sahl yang berkata, jagalah
akal budimu karena tak ada seorang wali Allah yang kurang akal [ihfadhu uqulakum
fa innahu lam yakun lillahi taala waliyyun naqish al-aql]. Dengan ini, Imam Ghazali
mengimbau bahwa takut kepada Allah harus dalam ukuran wajar, tak boleh melampaui
batas. Ia berkata bahwa takut kepada Allah yang melampaui batas adalah perbuatan
tercela (madzmum).
Ketiga,marifah. Secara etimologis, marifah kata benda berasal dari kata
kerja arafa-yarifuyang berarti mengetahui. Dengan demikian, marifahberarti
pengetahuan. Dalam ilmu tasawuf, marifah diartikan sebagai pengetahuan yang tak
mengenal keraguan, sebab yang menjadi obyeknya adalah Allah. Jika
disebut marifatullah, maka itu berarti pengetahuan tentang Allah. Sedangkan orang
yang sudah mencapaimarifah disebut arif. Kaum gnostik dalam tasawuf kerap disebut
al-arif billah (orang yang mengetahui karena Allah). Menurut para sufi, alat untuk
memperoleh marifat disebut sir. Al-Junaid, sebagaimana dikutip Ibrahim Madzkur,
membedakan antaramarifah dan ilm. Menurut al-Junaid, jika ilm diperoleh melalui
eksplorasi akal, maka marifahdicapai melalui penyucian hati (qalb). Abad ketujuh
Hijriyah Ibn Arabi juga berkata bahwa pengetahuan ada dua; pengetahuan yang
Biografi Imam Ghazali 15

diperoleh melalui penyerapan langsung (al-marifah), dan pengetahuan yang bersifat
diskursif yang diperoleh melalui akal pikiran (al-ilm).
Imam Ghazali berkata bahwa marifah adalah mengetahui rahasia Allah dan
mengetahui soal-soal ketuhanan yang mencakup segala yang ada [al-ithhila ala asrar
al-rububiyyah wa al-ilm bi tarattub al-umur al-ilahiyyah al-muhithah bi kulli al-
mujudat]. Menurut Imam Ghazali, setiap ilmu adalah lezat dan kelezatan ilmu yang
paling puncak adalah mengetahui Allah. Baginya, kelezatan marifatullah(mengetahui
Allah) jauh lebih kuat ketimbang jenis kelezatan lain. Menurut Imam Ghazali, orang
yang sudah mencapai marifah tak akan memanggil-manggil Allah dengan ya Allah
atau ya Rabb, karena memanggil Tuhan dengan cara itu menunjukkan bahwa Tuhan
itu jauh, berada di balik tabir. Imam Ghazali membuat sebuah tamsil, orang yang sedang
duduk dekat di hadapan temannya tak akan memanggil temannya itu. Imam Ghazali
berkata, hal raayta jalisan yunadi jalisahu. Dengan perkataan lain, orang yang merasa
tentang jauhnya Tuhan akan terus memanggil Tuhan. Sebaliknya, orang yang merasa
kehadiran Tuhan dalam dirinya akan berbisik kepada-Nya dalam hening dan diam.
Menurut Imam Ghazali, ciri orang yang marifatullah, di antaranya, adalah
keinginan untuk terus berjumpa dengan-Nya, bukan dengan yang lain. Ia mengenal
secara lebih dekat dengan membangun komunikasi yang intens dengan-Nya. Imam
Ghazali lalu menyitir Rabiah yang menegaskan bahwa dirinya tak punya
kecenderungan pada surga melainkan pada pemilik surga itu. Dan barangsiapa yang tak
mengenal Allah di dunia, demikian Rabiah, maka ia tak akan melihat Allah di akhirat.
Orang yang tak menemukan kelezatan marifah di dunia, maka ia tak akan menjumpai
kenikmatan melihat Tuhan di Akhirat, sebab sesuatu yang tak bersamanya ketika di
dunia, maka di akhirat tak akan dijumpainya.
Keempat, mahabbah.Secara etimologis, mahabbah yang berarti cinta adalah
bentuk kata benda (bahasa Arab) dari kata kerja habba-yahibbu. Di samping
menggunakan kata mahabbah, Imam Ghazali juga menggunakan kata isyq yang
berarti cinta dan rindu. Allah pun juga disebut sebagai al-wadud (Yang Mencinta dan
Yang Dicinta). Imam Ghazali mengutip ayat-ayat al-Quran yang menjadi dasar
metafisikal mahabbah. Misalnya Allah berfirman, Allah akan mendatangkan suatu
umat yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya (QS, al-Maidah [5]: 54). Jika kalian
mencintai Allah, maka ikutilah aku dan Allah akan mencintai kalian dan mengampuni
dosa-dosa kalian (QS, Ali Imran [3]: 31). Rasulullah SAW pernah berdoa, Ya Allah,
Biografi Imam Ghazali 16

karuniakanlah kepadaku untuk mencintai-Mu, mencintai orang yang mencintai-Mu,
mencintai sesuatu yang mendekatkan aku pada cinta-Mu...
Cinta adalah benih yang bisa tumbuh pada tanah yang subur. Imam Ghazali
menyitir pernyataan al-Junaid, Allah mengharamkan cinta bagi orang yang hatinya
terkait erat dengan dunia [harrama Allah Taala al-Mahabbah ala shahib al-alaqah].
Orang yang mencintai sesuatu akan khawatir akan hilangnya sesuatu itu. Karena itu,
demikian Imam Ghazali, para pecinta selalu dilanda kekhawatiran perihal hilangnya
yang dicintai. Tapi mencintai Allah beda. Jika kita mencintai Allah, maka Allah abadi.
Dan jika mencintai harta dunia, maka itu semua akan sirna. Imam Ghazali menjelaskan
sebab-sebab terjadinya cinta. [1]. Kecintaan seseorang pada dirinya atas
kesempurnaannya. Artinya, jika seseorang tak mencintai Allah atau sesamanya, maka ia
pasti akan mencintai dirinya sendiri; [2]. Kecintaan seseorang pada orang lain yang
berbuat baik pada dirinya; [3]. Kecintaan seseorang pada orang lain yang berbuat baik
pada seluruh manusia sekalipun tak berbuat baik untuk dirinya; [4]. Kecintaan
seseorang pada segala sesuatu yang indah, baik keindahan itu secara lahir maupun
secara bathin; [5]. Cinta yang melanda dua orang yang memiliki hubungan dan
keterkaitan batin. Dari semuanya itu, menurut Imam Ghazali, yang paling pantas dan
berhak untuk dicintai adalah Allah SWT.
Persoalannya, bagaimana mengubah cinta ego pada diri sendiri menjadi cinta
kepada Allah? Tak ada mekanisme dan tata cara tunggal. Imam Ghazali hanya mengutip
dialog Sufyan al-Tsauri dengan Rabiah al-Adawiyah. Al-Tsauri berkata kepada
Rabiah, apa hakekat imanmu? Ia menjawab, saya tak menyembah kepada Allah
karena takut pada neraka dan senang pada surga. Sebab, kalau begitu, maka saya akan
seperti seorang buruh yang hanya menunggu upah dari majikan. Aku menyembah Allah
atas dasar cinta dan rindu kepada-Nya. Imam Ghazali mengutip Rabiah al-Adawiyah
ketika ditanya tentang cintanya kepada Rasulullah SAW. Rabiah menjawab, demi
Allah, aku sangat mencintainya. Tapi, kecintaan pada Allah telah menyibukkanku
sehingga tak tersisa ruang untuk mencintai makhluk-Nya [wallahi inni lauhibbuhu
hubban syadidan wa lakin hubb al-khaliq syaghalani an hubb al-makhluqin]. Suatu
hari Rabiah berkata, siapakah yang bisa menunjukkan aku pada kekasihku?.
Perempuan pembantu Rabiah berkata, kekasih kita sedang bersama kita tapi
dipisahkan oleh urusan dunia. Dengan itu, Rabiah menutup diri dari kehidupan publik
dan hidup membujang. Rabiah menikmati kesendiriannya bersama Allah dan ia bahagia
Biografi Imam Ghazali 17

dalam kesendirian itu. Kehidupannya diisi dengan pujian kepada Allah SWT yang
sangat dicintainya.
II.7. Safar Imam Ghazali
Bersafar bagi kaum sufi adalah wajib. Karena safar merupakan pencarian
terhadap Tuhan semakin terasa. Artinya melalui perjalanan tersebut manusia menjadi
tahu bagaimana menahan hawa nafsunya untuk mencapai tujuannya. Safar tersebut juga
mencari arah diri dimana seseorang harus menghadap. Menghadap kepada realitas
Tuhan (tawajuh) atau mengikuti keinginan (nafs). Seperti diungkap oleh tarekat
Naqsyabandiah bahwa Safar dar Wathan bermakna melakukan perjalanan bathin dengan
meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran
akan hakikatnya sebagai mahluk mulia. Atau maknanya ialah berpindah dari dari sifat-
sifat rendah kepada sifat-sifat malaikat yang terpuji.
25

Tepat berumur 29 tahun, Imam Ghazali pergi ke Yerusalem dan berziarah ke
tempat kelahiran Yesus. Pilihan ia kesana dalam rangka mendapatkan pelajaran
kesabaran Nabi Isa ketika ditimpa cela dari rakyatnya. Dimana dahulu ia pernah di cap
sebagai anak haram. Dari nilai-nilai kesabaran dan ketawakalan nabi Isa, ia belajar
untuk memposisikan diri sebagai diri Nabi Isa. Disitu, Ghazali merenung bahwa belajar
kesabaran dari nabi Isa belum cukup. Lalu ia memtuskan untuk berziarah ke makam
nabi Ibrahim dalam rangka belajar dari kehidupan Ibrahim As.
Al-Ghazali menuju makam Ibrahim As. bukan tanpa sebab. Alasannya yaitu
Ibrahim sebagai khalillullah berjuang untuk mencari Tuhan sejatinya. Pencarian
terhadap Tuhan merupakan satu usaha di dalam meraih makrifatnya. Ungkapan tajam
al-Ghazali tentang makrifatullah : Kenikmatan mengenal dan mengetahui Allah,
menangkap keindahan Hadirat Ketuhanan, dan menatap Rahasia ilahiyah jelas lebih
memuaskan lagi dibandingkan dengan kenikmatan menjadi pemimpin yang dalam
konteks kehidupan mahluk merupakan kenikmatan tertinggi.
26


25
Sri Mulyati, 2004, Tarekat-tarekat Muktabarah, Jakarta: Kencana, hlm.103
26
Imam al-Ghazali, 2005, Rindu Tanpa Akhir, Jakarta: Serambi, hlm. 78
Biografi Imam Ghazali 18

Tepat pada tanggal 499 H, ia bersumpah di depan makanm nabi Ibrahim As.
Sumpahnya mengandung arti bahwa tawakal dan berserah diri kepada Tuhanadalah
jalan yang harus ditempuh di dalam membersihkan bathin yang sudah tercemarkan oleh
rayuan dunia. Sumpah tersebut antara lain :
27

1. Tidak akan pergi ke Darbar penguasa
2. Tidak akan pernah menerima pemberian dari penguasa
3. Tidak akan melibatkan diri di dalam perdebatan agama
Dari sumpah-sumpah tersebut terlihat bahwa al-Ghazali tidak akan menjadi budak bagi
penguasa. Segala yang diinginkan penguasa biasanya lahir karena untuk
menguntungkan dirinya. Disini Abu Hamid al-Ghazali ingin menjadi pelayan Tuhan di
dalam setiap waktu. Selain itu pesan terakhir bahwa al-Ghazali menghindarkan
perdebatan karena perdebatan biasanya bukan untuk mencari kebenaran yang objektif,
malahan perdebatan berujung kepada pembenaran terhadap argumentasi seseorang.
Selanjutnya al-Ghazali menuju ke Makkah menunaikan rukun Islam ke-5 dan
menetap cukup lama di Madinah yang notabene kota Nabi Muhammad. Ketika ia
selesai dari kota Haramain, ia diminta oleh penguasa untuk menerima kedudukan
sebagai rector Madrasah Nizamiyah. Tanpa pikir panjang ia menerimanya dengan
Ikhlas. Di dalam pengajarannya kala itu, ia mencoba menulis satu kitab ilmiyah yaitu
Ihya Ulumuddin.
Sewaktu penguasa itu dibunuh, Al-Ghazali melepaskan jabatan tersebut lalu
pergi ke Thus lalu mengucilkan diri di sebuah Khanqah. Di dalam kesendiriannya ia
tetap menjadi manusia produktif dengan pena ditangannya. Hal itu karena ingin
menyelesaikan Ihya Ulumudin. Disela-sela penulisannya, ia diminta kembali untuk
menjadi rektor. Tetapi kali ini dia menolaknya, karena menurutnya menulis karya jauh
lebih baik daripada menduduki satu jabatan penting.



27
Imam Ghazali, Ihya Ulumudin, Loc.cit, hlm.14
Biografi Imam Ghazali 19

II.8 Ihya Ulumuddin Karya Fenomenal Imam Ghazali
Al-Ghazali meninggalkan pusaka yang tak dilupakan oleh umat muslim
khususnya di dunia yaitu Ihya Ulumuddin. Di dalam kitab ini, al-Ghazali mendamaikan
tasawuf dengan praktik-praktik non-ortodoks, mendamaikan dengan Islam, dan
membersihkan mistisme dari intelektualisme.
28

Dalam kalangan agama, Ihya Ulumuddin merupakan kitab yang komperhensif.
Di dalam kitab tersebut membuat tentang unsure tasawuf dan fiqh. Ihya Ulumuddin bila
diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia yaitu menghidupkan kembali ilmu-ilmu
agama. Banyak kalangan pesantren di Indonesia mempelajari Ihya Ulumuddin untuk
menghidupkan sunnah rasul. Selain itu di dalamnya terdapat aspek-aspek legalitas
seperti rukun dan syarat ibadah-ibadah yang sesuai dengan syariat. Imam Ghazali
melihatnya dari sudut spiritualnya (asrar al-ibadah). Demikian komplitnya pembahasan
Imam Ghazali dalam kitab ini hingga Ibn al-Najjar berkata bahwa apa yang ditulis
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddinmerupakan ilham dari Allah atau buah
dari marifat yang dianugerahkan Allah kepada yang bersangkutan selama menjalani
kehidupan sufi (anna ma hadatsa bihi al-Ghazali fi Baghdad min kitab Ihya Ulum al-
Din kana ilhaman aw kana tsamratan min tsamaratin al-marifah allati afadhaha Allah
alaihi fi marhalah nusukihi wa tashawwufihi). Apa yang dikemukakan Ibn al-Najjar
tersebut sebagai bukti kekaguman yang bersangkutan terhadap karya agung Imam
Ghazali ini.
29

Abu al-Ghafar Farsi, yang hidup sezaman dengan Imam al-Ghazali mengatakan
bahwa buku atau kitab Ihya belum pernah disusun sebelumnya. Imam Nudi berkata,
Mutu Ihya mendekati Al-Quran. Syekh Abu Muhammad berkata, Jika semua cahaya
ilmu lenyap, maka mereka dapat menyalakan kembali dengan Ihya. Syekh Abdullah
Idris, seorang ulama-wali terkemuka pada zamannya, menyimpan memori kuat atas
setiap bagian dari Ihya. Syekh Ali menghatamkan Ihya sebanyak 25 kali dan setiap

28
Philip K. Hitti, 2007, History Of The Arabs, Jakarta: Serambi, hlm. 550
29
http://www.islamlib.com/?site=1&aid=1881&cat=content&cid=11&title=tasawuf-al-ghazali-dan-
relevansinya-dalamkonteks-sekarang diunduh pada 31 Mei 2014, pukul 22:00
Biografi Imam Ghazali 20

khataman ia memberi makan kepada ibnu sabil dan orang miskin. Banyak murid Imam
al-ghazali mencoba mengingat bahkan menghafalkan Ihya. Banyak ahli hikmah dan
orang bijak menganggap kitab ini merupakan hasil dari ilham atau inspirasi.
30

Dari kisah-kisah tersebut mengandung makna bahwa Ihya Ulumuddin
merupakan karya yang representatif. Dimana di dalamnya terdapat kata-kata yang logis
dan objektif bila memandang satu permaslahan pada agama. Sebagaimana pada
referensial teori pada ilmu semantik. Teori ini mengatakan bahwa kebenaran makna dari
sebuah ungkapan dan pernyataan terletak pada ketepatan relasi antara proposisi dan
objek yang ditunjuk.
31

Para fukaha menilai buku ini hampir mendekati kedudukan al-Quran. Jika,
semua kitab yang dikarang tentang Islam dimusnahkan sehingga tertinggal hanya kitab
Ihya, maka manusia telah mendapatkan ganti dari semua kitab yang hilang.
32
Dari
peryataan seperti itu, maka Imam Ghazali dijuluki Hujjatul Islam.
II.9. Wafatnya Imam Ghazali
Imam al-Ghazali wafat pada hari Senin, 14 Jumadil Akhir tahun 505 H
bertepatan 19 Desember 1111 M. dalam usia 55 Tahun. Ia wafat di desa asalnya,
Taberan, Persia. Ibnu Jauzi menceritakan kisah kematiannya. Ia berkata bahwa ketika
fajar pada hari tersebut terbit, beliau segera mengambil air wudhu. Setelah itubeliau
beliau meminta kain kafan, lalu berkata: Aku telah siap memenuhi panggilan-Mu
dengan penuh ketaatan. Beliau kemudian membujurkan kedua kakinya dengan
menghadap kearah kiblat, terus menghembuskan nafas terakhirnya.
II.10 Beberapa Karya Imam Ghazali
Imam al-Ghazali hidup hampir 55 tahundan sudah menulis buku sejak usia 20
tahun. Keproduktifannya terlihat ketika ia menghabiskan 10 sampai 11 tahun untuk
membaca, menulis, dan mengajar. Selain itu, dia harus menjawab sekitar dua ribu pucuk

30
Imam Ghazali, Op.Cit,
31
Komaruddin Hidayat, 2003, Memahami Bahasa Agama, Jakarta: Mizan, hlm.121
32
Husayn Ahmad Amin, 1997, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Jakarta: Rosnida, hlm 178
Biografi Imam Ghazali 21

surat yang berasal dari dekat dan jauh untuk meminta fatwa dan putusannya. Buku yang
ditulis oleh Sang Imam berjumlah 400 judul, antara lain :
1. Di bidang teologi: Al-Wasith (fikih Syafiiyah), Al-Basith al-Wajiz (tentang
hukum agama), Bayanul Qaulani lisy-Syafii, Khulasatur-Rasail (inti fikih),
Ikhtisarul-Mukhtasar, Ghayatul-Ghaur, Majmuatul fatawa (Kumpulan putusan
hukum), ar-Risatul Qudsiyyah (hukum-hukum agama dari Nabi)
2. Fikih: Khulasatul Fiqh (saripati fikih), Al-Wajiz, Al-Iqtishad fil Itiqad
(penjelasan akidah)
3. Logika. Mizanul Amal, Mihakhun- Nazhar fil Manthiq (Batu Asah Pemikiran
tentang Logika), Miyarul Ilm (Batu Timbang Ilmu), Al-Maarif (tentang
diskursus logika)
4. Filsafat: Maqashidul Falasifah (Tujuan Filosof), Munqidz minadh Dhalal
(terlepas dari kesesatan). Kitabul Arbain (ringkasan dari Ihya), Ar-Risatul
Laduniyyah (mengenai illham dan wahyu)
5. Teologi Skolastik: Tahafatul-falasifah (kerancuan Filosof), Iqtishad, Mustajhari
(mengenai petunjuk bagi kaum mualaf), Iljamtil Awam (Fitnah Orang Awam),
Faisatuz Zindiq (Penolakan Kaum Ateis), Al-Fikr wal- Ibrah (Meditasi dan
Kontemplasi), Al-Hikmah (Kebijaksanaan Tuhan), Hakikatur-Ruh (Hakikat
Ruh)
6. Spiritual dan Moral: Ihya-Ulumuddin (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu
Agama), Kimiya-i-Saadat (Kimia Kebahagiaan), Akhlaqul Abrar ( Amalan
Orang Saleh), Jawahirul Quran (Permata Al-Quran), daMinhajul Abidin (Jalan
Para Pengabdi), Bidayah Hidayah (Permulaan Petunjuk)
7. Tafsir: Yaqut At-Takwil ( berisi tafsir al-Quran dalam 40 Jilid yang tidak
terselamatkan)



Biografi Imam Ghazali 22

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Imam Ghazali merupakan salah satu cendikiawan muslim yang pemikirannya
diakui di dunia. Buah pikirannya sangat kental dengan sikap reflektif dari ilmu dan
pengetahuan yang di dapat. Sehingga ia ditunjuk menjadi pengajar di Madrasah An-
Nizamiyah. Pengajarannya sangat logis, dialektis, dan dialogis. Banyak kalangan dari
kaum pejabat hingga orang biasa menghadiri pengajarannya. Setelah menjadi pengajar
pun ia tetap mencari ilmu dari siapa pun dan dengan siapapun. Pergaulannya dengan
komunitas lintas agama menjadi korelasinya dalam menciptakan dirinya sebagai
seorang filsof aliran hissiyat. Namun, kejenuhan dalam berfasalfi memutuskan dia
menjadi kaum sufi . Alasannya karena dengan filsafat seseorang hanya membenarkan
logika. Sedangkan asketisme membenarkan cinta Tuhan.








Biografi Imam Ghazali 23

Daftar Pustaka
Buku
Yunus, Mahmud. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Mahmud Yunus
Wadzurriyyah.
Ghazali, Imam. Bidayah al-hidayah, Surabaya: al-hidayah. 1418 H
Shadily, Hassan. 1959. (et,al). Ensklopedia Jilid 2.Jakarta: Ikhtiyar Baru
Ghazali,Imam.2009. Ihya Ulumuddin Jilid 1 penerjemah Purwanto.Bandung: Marja
Freely, John. 2011. Cahaya dari Timur. Jakarta: Elex Media Komputindo,
Ghazali, Imam. 1964.Ihya Ulumuddin penerjemah Ismail Yakub. Jakarta: CV Faizan,
Amstrong,Karen. 2009. Sejarah Tuhan. Jakarta: Mizan
Nasution, Harun. 1978Falsafat &Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Wiston, James. 2002, Sufi-sufi Merajut Peradaban. Jakarta: Forum Sebangsa
Ghazali, Imam. 2011, Keajaiban Hati.Jakarta: Khatulistiwa Press.
As-Sarraj, Abu Nashr 2014. Al-Luma Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf. Surabaya:
Risalah Gusti.
Mulyati, Sri (et.al).2004. Tarekat-tarekat Muktabarah. Jakarta: Kencana,.
al-Ghazali, Imam. 2005.Rindu Tanpa Akhir. Jakarta: Serambi.
K. Hitti, Philip. 2007. History Of The Arabs. Jakarta: Serambi.
Hidayat, Komaruddin. 2003, Memahami Bahasa Agama. Jakarta: Mizan, hlm.121
Husayn Ahmad Amin, 1997.Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Jakarta: Rosnida.

Website:

http://digilib.uin-suka.ac.id/3912/2/BAB%20II,III,IV
http://www.islamlib.com/?site=1&aid=1881&cat=content&cid=11&title=tasawuf-al-
ghazali-dan-relevansinya-dalamkonteks-sekarang

Biografi Imam Ghazali 24

Anda mungkin juga menyukai